Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Richard Arie Monoarfa
"Tujuan: Untuk mengetahui bagaimana upaya diagnosis kanker prostat yang dilakukan oleh spesialis urologidi Indonesia.
Metode: Dilakukan pembagian kuesioner yang dirancang sendiri kepada Spesialis Urologi di Indonesia. Kuesioner berisi 11 pertanyaan tentang jenis dan indikasi pemeriksaan yang dilakukan, serta fasilitas yang tersedia di tempat responden dalam penegakan diagnosis kanker prostat.
Hasil: Sebanyak 65 (36%) dari 182 (saat penelitian ini dilakukan) spesialis urologi di Indonesia mengembalikan formulir kuesioner. Dari jenis RS primer tempat bekerja terbanyak berasal dari RS swasta (35%), disusul RS pendidikan utama Fakultas Kedokteran (32%). Seluruh responden menjadikan lower urinary tract symptoms (LUTS) sebagai indikasi untuk melakukan pemeriksaan colok dubur. Selain itu 83% responden juga menjawab, peningkatan PSA sebagai salah satu indikasi pemeriksaan colok dubur. Pemeriksaan PSA dilakukan oleh 72% responden pada penderita dengan kecurigaan kanker prostat tanpa melihat usia. Sebanyak 66% responden mengerjakan sendiri pemeriksaan transrectal ultrasonografi (TRUS) dan biopsi, 18% merujuk pada sejawat lain di propinsi yang sama dan 15% tidak memiliki fasilitas TRUS dan biopsi di propinsi tempat bekerja. Sebanyak 75% responden memiliki fasilitas bone scan di Rumah Sakit primer, atau tersedia di RS pada propinsi yang sama. Indikasi tersering melakukan biopsi prostat adalah pada PSA lebih dari 10 ng/ml tanpa melihat usia. Sebanyak 86% responden melakukan biopsi pada kecurigaan kanker prostat melalui colok dubur tanpa melihat usia. Sembilan puluh persen responden menggunakan antibiotik profilaksis golongan Kuinolon untuk biopsi prostat. Sebanyak 46% menggunakan analgesia oral atau suppositoria atau kombinasi keduanya sebagai analgesia dalam biopsi prostat.
Kesimpulan: Dalam mendiagnosis kanker prostat, spesialis urologi di Indonesia melakukan pemeriksaan colok dubur, PSA dan TRUS biopsi prostat, namun masih terdapat perbedaan pendapat tentang indikasi dan waktu dilakukannya masing-masing pemeriksaan. Ketersediaan fasilitas diagnostik juga berpengaruh dalam diagnostik kanker prostat di Indonesia. Belum tersedianya guideline Nasional pada saat penelitian ini dilakukandiduga menyebabkan perbedaan pendapat tersebut.

Purpose: To get information on diagnosis of prostate cancer conducted by urologist in Indonesia.
Method: A self-constructed questionnare of 11 questions about the type and indication of the tests, as well as the available facilities at the place of the respondents to diagnose prostate cancer distributed to Indonesian Urologist.
Result: As much as 65 (36%) from 182 (when the survey was conducted) Indonesian Urologist returned the questionnare. Most of them worked in Private Hospital (35%), followed by Medical School Hospital (32%). All respondents performed DRE in patients with Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS). Elevated PSA was also indication for conducting DRE in 83% respondents. PSA level was tested by 72% respondents in patients with suspicion of prostate cancer regardless of age. As much as 66% respondents did Trans Rectal Ultrasound (TRUS) and prostate biopsy by themselves, 18% referred to other urologists in the same province and 15% didn?t have TRUS and prostate biopsy facilities in their province. Bone scan was available in the Primary Hospital or another hospital in the province of 75% respondents. Main indication to perform prostate biopsy was elevated PSA level above 10ng/ml regardless of the age. Meanwhile, 86% respondents did prostate biopsy in suspiciousness of prostate cancer by DRE regardless of age. Most respondents (90%) chose Quinolon as prophylaxis antibiotic in prostate biopsy and 46% respondents used oral analgesia or suppository or both in prostate biopsy.
Conclusions: In diagnosing prostate cancer, Indonesian Urologists performed DRE, PSA serum analysis and TRUS biopsy of the prostate. But the Indonesian Urologists still had different opinions about the indications and timing of the procedure. The availability of diagnostic equipment and unavailability of National Guideline of Prostate Cancer when this study was conducted played a role of how the prostate cancer diagnosed in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Firman
"Latar Belakang: Pemeriksaan dan diagnosis kanker prostat (PCa) diperlukan untuk memberikan manajemen optimal pada tahap awal. Meskipun telah dibahas dalam banyak pedoman, implementasi pemeriksaan dan diagnosis PCa di Indonesia masih belum diketahui. Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi pola pemeriksaan dan diagnosis PCa di antara urolog Indonesia serta kepatuhan mereka terhadap pedoman.
Metode: Studi potong lintang ini dilakukan antara Februari dan Juli 2019. Responden adalah urolog Indonesia yang terdaftar sebagai anggota Perhimpunan Urologi Indonesia (IUA) dan telah berpraktik selama setidaknya enam bulan. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner yang dibagikan dalam simposium urologi nasional dan secara elektronik melalui Google Form. Data disajikan secara deskriptif, dan semua data diproses menggunakan SPSS versi 23.
Hasil: Dari 458 urolog, 195 (42,6%) memberikan respons lengkap. Sebagian besar responden, 181 (92,8%) urolog, menggunakan pedoman IUA. Di antara 103 (52,8%) responden yang melakukan pemeriksaan, hampir separuh (42,7%) setuju untuk memeriksa pasien yang berusia ≥ 50 tahun atau ≥ 45 tahun dengan riwayat keluarga PCa. Selain itu, 76,8% akan mengulang pemeriksaan setiap tahun, dan 35,6% akan menghentikannya ketika pasien berusia 70 tahun. Pemeriksaan rektal digital (DRE) sering dilakukan untuk pemeriksaan (74,5%), sementara tes antigen spesifik prostat (PSA) hanya dilakukan dalam 52,3% kasus. Tes PSA tersedia di 74,8% rumah sakit. Reseksi transuretral prostat (TURP) masih digunakan oleh 67,2% responden untuk diagnosis. Hanya 52,3% peserta yang menggunakan biopsi prostat transrektal untuk diagnosis, menggunakan anestesi (78,1%) selama prosedur, dan peningkatan kadar PSA (98%) sebagai indikasi. Namun, USG Transrektal (TRUS) hanya tersedia di 49% rumah sakit. Studi ini menemukan bahwa tingkat kepatuhan urolog Indonesia terhadap pedoman adalah 63,3% (9-100%).
Kesimpulan: Pemeriksaan dan diagnosis PCa masih bervariasi di antara urolog Indonesia, yang mungkin disebabkan oleh ketersediaan modalitas diagnostik yang berbeda.

Background: Prostate cancer (PCa) screening and diagnosis are mandatory to deliver optimal management in the early phase. Even though it has been discussed in many guidelines, the implementation of PCa screening and diagnosis in Indonesia remains unknown. This study aims to evaluate the pattern of PCa screening and diagnosis among Indonesian urologists and their adherence to guidelines.
Methods: This cross-sectional study was conducted between February and July 2019. Respondents were Indonesian urologists registered as members of the Indonesian Urological Association (IUA) and had already practiced for at least six months. Data were collected using questionnaires, which were distributed at a national urology symposium and electronically via Google Form. Data were presented descriptively, and all data were processed using SPSS version 23.
Result: Of 458 urologists, 195 (42.6%) gave full responses. Most of the respondents, 181 (92.8%) urologists, used the IUA guidelines. Among the 103 (52.8%) respondents who performed screening, nearly half (42.7%) agreed to screen patients aged ≥ 50 years or ≥ 45 years with a family history of PCa. Moreover, 76.8% would repeat screening annually, and 35.6% would stop when the patient's age reached 70 years old. Digital rectal examination (DRE) was frequently performed for screening (74.5%), while prostate-specific antigen (PSA) tests were only performed in 52.3% of cases. The PSA test was available in 74.8% of hospitals. Transurethral resection of the prostate (TURP) was still used by 67.2% of respondents for diagnosis. Only 52.3 % of participants used transrectal prostate biopsy for diagnosis, using anesthesia (78.1%) during the procedure, and increased PSA level (98%) as its indication. However, Transrectal Ultrasound (TRUS) was only available in 49% of hospitals. This study found that Indonesian urologist adherence level toward guidelines was 63.3% (9-100%).
Conclusion: PCa screening and diagnosis are still varied among Indonesian urologists, which might arise due to the different availability of diagnostic modalities.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arza Rufli
"Kanker merupakan penyakit kronis yang menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak di dunia. Pasien kanker umumnya memiliki kesadaran yang kurang tentang kanker dan layanan skrining, sehingga, pengambilan keputusan untuk melakukan pengobatan sering tertunda. Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi pengalaman pasien kanker yang berkaitan dengan perilaku mencari bantuan kesehatan.  Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif deskriptif. Wawancara semi terstruktur dilakukan pada 10 orang dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini memunculkan lima tema antara lain: 1) Keputusan menjalani pengobatan medis; 2) Keputusan menjalani pengobatan alternatif; 3)Hambatan dalam menjalani pengobatan medis; dan 4) Manfaat yang didapat dari pengobatan medis, dan 5) Manfaat yang didapat dari pengobatan alternatif daerah. Peran dari perawat onkologi maupun tenaga kesehatan  lainnya dibutuhkan untuk memahami pilihan pengobatan masing – masing pasien serta memberikan informasi yang tepat tentang pilihan pengobatan kanker yang tepat dan dibutuhkan oleh pasien kanker.  

Cancer is a chronic disease and one of the leading causes of death worldwide. Cancer patients generally have low awareness about cancer and screening services, leading to delayed decision-making for treatment. The aim of this study is to explore the experiences of cancer patients related to help-seeking behavior. This study uses a descriptive qualitative research design. Semi-structured interviews were conducted with 10 participants. The results of this study revealed five themes: 1) Decision to undergo medical treatment; 2) Decision to undergo alternative treatment; 3) Barriers to undergoing medical treatment; and 4) Benefits gained from medical treatment, and 5) Benefits gained from local alternative medical treatment. The role of oncology nurses and other healthcare professionals is crucial in understanding each patient's treatment choices and providing accurate information about the appropriate cancer treatment options needed by cancer patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2004
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadhaniyah
"ABSTRAK
Remaja merupakan masa peralihan yang memiliki proses perkembangan yang
berbeda dengan usia anak-anak dan dewasa. Adanya diagnosis kanker pada masa
remaja akan menimbulkan berbagai macam respon fisik dan respon psikologis
bagi mereka. Tujuan penelitian ini ingin mengeksplorasi pengalaman dan
mekanisme adaptasi remaja yang didiagnosis penyakit kanker. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif.
Partisipan penelitian ini terdiri dari tujuh orang remaja dengan penyakit kanker.
Pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam berdasarkan tujuan
penelitian. Analisis data hasil wawancara menggunakan tahapan analisis menurut
Colaizzi. Temuan hasil penelitian ini antara lain: respon dan adaptasi fisiologis,
respon dan adaptasi psikologis, dimensi kebutuhan, dimensi sosial, dimensi
konsep diri, dimensi aktivitas, serta harapan dan upaya untuk sembuh.
Rekomendasi hasil penelitian ini ditujukan pada perawat anak yang mungkin akan
berhubungan langsung dengan remaja penderita kanker dalam membantu mereka
untuk menggunakan strategi yang adaptif dalam menghadapi diagnosis kanker
dan efek terapi kanker.

Abstract
Adolescence is a transition period which has a different developmental process
with childhood and adults period. Cancer diagnosis during adolescence can cause
a variety of physical and psychological responses. The purpose of this study is to
explore the experience and adaptation mechanisms of adolescents who diagnosed
with cancer. This study use a qualitative method with descriptive
phenomenological approach. Participants of this study consisted of seven
adolescents with cancer. Data is collected by in-depth interviews. Data is analyzed
according to Colaizzi?s stage data analysis. The findings of this study include:
response and physiological adaptation, response and adaptation of psychological,
adolescence with cancer needs, social dimension, self concept dimension,
dimensions of activity, as well as the hopes and efforts of adolescent cancer to
heal. Recommendations of this study is aimed at pediatric nursing to help
adolescent with cancer in use an adaptive strategy in dealing with cancer
diagnosis and side effects of cancer therapy."
2012
T30942
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kharisma Prasetya Adhyatma
"Studi-studi sebelumnya menunjukkan adanya hubungan antara rasio neutrofil-limfosit
(neutrophil-to-lymphocyte ratio, NLR) dan rasio platelet-limfosit (platelet-to-lymphocyte
ratio, PLR) sebagai penanda respons inflamasi sistemik dalam mendiagnosis kanker
prostat. Tujuan studi ini adalah menilai NLR dan PLR prebiopsi prostat untuk
menentukan efektivitasnya dalam memprediksi kanker prostat. Studi ini menggunakan
desain retrospektif. Penelitian ini mengikutsertakan seluruh pasien hiperplasia prostat
benigna (benign prostatic hyperplasia, BPH) dan kanker prostat yang menjalani biopsi di
Rumah Sakit Adam Malik antara bulan Agustus 2011 sampai Agustus 2015. Batas PSA
yang digunakan adalah 5 ng/dL sebagai kandidat biopsi. Hubungan antara variabel
prebiopsi yang mempengaruhi persentase prostat dievaluasi termasuk usia, kadar
prostate-specific antigen (PSA), dan estimasi volume prostat (estimated prostate volume,
EPV). Nilai PLR dan NLR dihitung dari rasio hitung platelet dengan neutrofil absolut
terhadap hitung limfosit absolut. Nilainya kemudian dianalisis dan dilihat apakah terdapat
hubungan dengan diagnosis BPH dan kanker prostat. Dari 298 pasien yang diikutsertakan
dalam studi ini, penelitian ini membagi dua grup menjadi 126 (42,3%) pasien BPH dan
172 (57,7%) pasien kanker prostat. Terdapat perbedaan yang signifikan pada PSA
(19.28±27.11 ng/dL vs 40.19±49.39 ng/dL), EPV (49.39±23.51 cc vs 58.10±30.54 cc),
PLR (160.27±98.96 vs 169.55±78.07), dan NLR (3.57±3.23 vs 4.22 ± 2.59) pada kedua
grup (p<0,05). Analisis Receiver Operating Characteristics (ROC) dilakukan untuk PLR
dan NLR dalam menganalisis nilainya dalam memprediksi kanker prostat. Area Under
Curve (AUC) PLR adalah 57,9% dengan sensitivitas 56,4% dan spesifisitas 55,6% pada
batas cut-off 143 (p=0,02). Cut-off NLR 3,08 memberikan AUC 62,8% dengan
sensitivitas 64,5% dan spesifisitas 63,5%. AUC ini komparabel bila dibandingkan dengan
AUC PSA sendiri (68,5%). Penelitian ini lalu menjalani regresi logistik antara PSA, PLR,
dan NLR dengan hasil eksklusi PLR bila dihitung seara konjungtif. DEngan demikian,
NLR memiliki performa menjanjikan dalam memprediksi kanker prostat pada pasien
dengan PSA di atas 4 ng/dL (RO=3,2; 95% CI: 1,96-5,11). Kami menemukan bahwa
sebanyak 80 (63,5%) pasien dengan biopsi jinak memiliki nilai NLR negatif dalam studi
ini. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa NLR memiliki potensi menjanjikan dalam
memprediksi kanker prostat. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memvalidasinya
sebagai alat diagnostik.

Previous studies demonstrated promising value of platelet-to-lymphocyte (PLR) and
neutrophil-to-lymphocyte ratio (NLR) as systemic inflammatory response in prostate
cancer. This study was conducted to evaluate their pre-biopsy values in predicting
prostate cancer. This is a diagnostic study with retrospective design. We included all
benign prostatic hyperplasia (BPH) and prostate cancer (PCa) patients who underwent
prostate biopsy in Adam Malik Hospital between August 2011 and August 2015. We used
PSA value above 4 ng/dL as the threshold for the biopsy candidates. The relationship
between pre-biopsy variables affecting the percentage of prostate cancer risk were
evaluated, including: age, prostate specific antigen (PSA) level, and estimated prostate
volume (EPV). The PLR and NLR was calculated from the ratio of related platelets or
absolute neutrophil counts with their absolute lymphocyte counts. The values then
analyzed to evaluate their associations with the diagnosis of BPH and PCa. Out of 298
patients included in this study, we defined two groups consist of 126 (42.3%) BPH and
172 PCa (57.7%) patients. Mean age for both groups are 66.36±7.53 and 67.99±7.48 years
old (p=0.64), respectively. There are statistically significant differences noted from PSA
(19.28±27.11 ng/dL vs 40.19±49.39 ng/dL), EPV (49.39±23.51 cc vs 58.10±30.54 cc),
PLR (160.27±98.96 vs 169.55±78.07), and NLR (3.57±3.23 vs 4.22 ± 2.59) features of
both groups (p<0.05). A Receiver Operating Characteristics (ROC) analysis was
performed for PLR and NLR in analyzing their value in predicting prostate cancer. The
Area Under Curve (AUC) of PLR is 57.9% with sensitivity of 56.4% and specificity of
55.6% in the cut-off point of 143 (p=0.02). The NLR cut-off point of 3.08 gives 62.8%
AUC with 64.5% sensitivity and 63.5% specificity. These AUCs were comparable with
the AUC of PSA alone (68.5%). We performed logistic regression between PSA, PLR,
and NLR with result in the exclusion of PLR if calculated conjunctively. Therefore, NLR
has a promising performance in predicting PCa in patients with PSA above 4 ng/dL
(OR=3.2; 95% CI: 1.96-5.11). We found as many as 80 (63.5%) patients with benign
biopsy results with negative NLR value in this study."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library