Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
Raka Loh Jaya
"Perkembangan teknologi pada flotasi dan water-waste treatment sangat cepat. Teknologi yang ramah lingkungan ini adalah gelembung. Sifat gelembung menyebabkan materi dapat terpisah menjadi materi yg dibutuhkan atau tidak. Tentunya dengan penambahan-penambahan bahan kimia lainnya, tetapi ini sangat lingkungan. Pada saat pembentukkan gelembung, terjadi peristiwa air entrainment. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parameter-parameter yang mempengaruhi peristiwa air entrainment yaitu hubungan diameter downcomer dna kecepatan jet terhadap air entrainment. Set up alat yang digunakan adalah pompa, nozzle, downcomer, flow meter, reducer dan kolam air yang terbuat kaca. Semua itu dihubungkan dengan pipa, data yang didapatkan berupa video dan foto menggunakan kamera. Dari sana didapatkan data kuantitatif dan kualitatif, untuk kuantitatif data di proses menggunakan program pengolahan gambar. Hasil dari penelitiannya bahwa jet velocity mempengaruhi air entrainment, sedangkan diameter downcomer mempengaruhi nilai dari air entrainment tersebut.
The development of technology on flotation and water waste treatment is very fast. This environmentally friendly technology is a bubble. The nature of the bubble causes the material to separate into the material needed or not. Obviously with the addition of other chemicals, but this is eco friendly. At the time of bubble formation, water entrainment events occur. this study aims to determine the parameters that affect the entrainment of water events that is the relationship of diameter downcomer and jet velocity to water entrainment. Set up tools used are pumps, nozzle, downcomer, flow meter, reducer and glass water pool. All that is connected with the pipe, the data obtained in the form of video and photos using the camera. From there obtained quantitative and qualitative data, for quantitative data in the process using image processing program. Results from his research that jet velocity affects water entrainment, whereas the diameter of the downcomer affects the value of the water entrainment."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rhesa Giovani
"Kemajuan teknologi flotasi dan pengolahan air meningkat sangat cepat. Mikro-gelembung adalah teknologi ramah lingkungan ini. Gelembung mikro sering digunakan untuk membedakan bahan yang berguna dari bahan lain dalam proses pemisahan. Seperti yang ditemukan dalam flotasi, karakteristik gelembung menentukan proses pemisahan sehingga penting untuk menyelidiki fenomena produksi gelembung. Salah satu cara untuk menghasilkan gelembung adalah dengan menggunakan fenomena udara entraiment. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan parameter yang mempengaruhi peristiwa entrainment udara, yaitu hubungan antara kedalaman downcomer dan kecepatan entrainment udara jet menggunakan ketinggian jet 28 cm. Pengaturan eksperimental terdiri dari pompa, nozzel, downcomer, flow meter dan genangan air. Video dan foto diperoleh menggunakan kamera dengan cahaya latar dan video mewakili data. Suatu program pemrosesan menganalisis informasi dalam bentuk gambar untuk memperoleh data kualitatif dan kuantitatif untuk memproses data kuantitatif menggunakan program pemrosesan citra imageJ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketinggian jet dan kedalaman downcomer mempengaruhi tingkat Air entrainment, kedalaman penetrasi gelembung dan ukuran gelembung.
Advances in flotation and water treatment technology are increasing very fast. Micro-bubbles are this environment-friendly technology. Micro-bubbles are often used to distinguish useful materials from other materials in the separation process. As found in flotation, bubble characteristics determine the separation process so it is important to investigate the phenomenon of bubble production. One way to produce bubbles is to use the phenomenon of air entraiment. The purpose of this study is to determine the parameters that affect Air entrainment events, namely the relationship between downcomer depth and jet Air entrainment speed using a jet height of 28 cm. The experimental setup consisted of pump, nozzel, downcomer, flow meter and standing water. Videos and photos are obtained using a backlit camera and video represents data. A processing program analyzes information in the form of images to obtain qualitative and quantitative data to process quantitative data using the imageJ image processing program. The results showed that jet height and downcomer depth affected air entrainment levels, bubble penetration depth and bubble size."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Iqbal Yudianto
"Limbah cair hasil pabrik yang tercemar merupakan masalah yang penting. Limbah yang tercemar membutuhkan suatu proses pemisahan limbah dengan zat-zat kimia berbahaya. Menghilangkan kandungan kimia berbahaya pada limbah dapat dilakukan dengan desalinasi. Proses desalinasi adalah dengan memanfaatkan microbubble yang dihasilkan dari air entrainment. Air entrainment adalah aliran dua fasa yang menyebabkan munculnya gelembung gas ketika tumbukan fluida terjun secara vertikal terhadap fluida yang diam di bawahnya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh diameter downcomer terhadap parameter yang mempengaruhi terjadinya air entrainment. Penelitian dilakukan dengan menggunakan vertical plunging jet yang menumbuk ke kolam pengamatan. Beberapa set up yang mendukung penilitian terdiri dari pompa, nozzle, downcomer, flow meter udara, anemometer dan water pool. Hasil dari penelitian berupa data kualitatif seperti video dan foto, yang didapatkan dengan menggunakan high speed camera dengan pencahayaan belakang. Data kualitatif ini yang kemudian diproses dengan program pengolahan gambar sehingga didapatkan data kuantitatif. Hasil dari penelitian bahwa diameter downcomer mempengaruhi laju air entrainment, kedalaman penetrasi area dispersi dan ketinggian cairan tercelup.
The process of separating useful material from those that are not useful by using bubbles are widely used, and one of the processes used in this study is the Air Entrainment phenomenon. The phenomenon of air entrainment by using bubbles on a vertical plunging jet has been investigated with the aim to determine the effect of the nozzle on the penetration depth of the bubble. One of the methods for producing bubbles is to utilize the air entrainment phenomenon. This study aims to determine the parameters that affect the production of air bubbles by vertical jet on the water surface, especially on the effect of jet height on the air entrainment rate, penetration of bubble depth, and bubble size by using a dipped downcomer at a constant depth. The experiment set-up consists of a pump, nozzle, downcomer, air flow meter, anemometer and water pool. the videos and photos obtained are used as the data by using a camera and video-capturing with back lighting. Data in the form of images are processed with image processing programs to obtain quantitative data. The results showed that jet height affected air entrainment levels, penetration of bubble depth, and bubble size."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Fawwaz Fauzi Mahfuzh
"Proses untuk memisahkan materi yang bermanfaat dari yang tidak bermanfaat dengan menggunakan gelembung sudah banyak digunakan, dan salah satu proses yang digunakan pada penelitian ini adalah fenomena Air Entrainment. Fenomena air entrainment dengan menggunakan gelembung pada jet terjun vertikal telah diteliti dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh nozzle terhadap kedalaman penetrasi gelembung. Salah satu metode untuk menghasilkan gelembung adalah memanfaatkan fenomena entrainment air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parameter-parameter yang mempengaruhi produksi gelembung udara dengan penambatan jet vertikal pada permukaan air, terutama pada efek ketinggian jet pada laju entrainment udara, penetrasi kedalaman gelembung, dan ukuran gelembung dengan Menggunakan Downcomer yang Tercelup pada Kedalaman Konstan. Set up percobaan terdiri dari pompa, nozzle, downcomer, flow meter udara, anemometer dan water pool. video dan foto yang diperoleh dipergunakan sebagai data dengan menggunakan kamera dan video dengan pencahayaan belakang. Data berupa gambar diproses dengan program pengolahan citra untuk memperoleh data kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggi jet mempengaruhi tingkat air entrainment, penetrasi kedalaman gelembung, dan ukuran gelembung.
The process of separating useful material from those that are not useful by using Bubbles are widely used, and one of the processes used in this study is the Air Entrainment phenomenon. The phenomenon of air entrainment by using Bubbles on a vertical plunging jet has been investigated with the aim to determine the effect of the nozzle on the penetration depth of the Bubble. One of the method for producing Bubbles is to utilize the air entrainment phenomenon. This study aims to determine the parameters that affect the production of air Bubbles by vertical jet on the water surface, especially on the effect of jet height on the air entrainment rate, penetration of Bubble depth, and Bubble size by using a dipped downcomer at a constant depth. The experiment set-up consists of a pump, nozzle, downcomer, air flow meter, anemometer and water pool. the videos and photos obtained are used as the data by using a camera and video-capturing with back lighting. Data in the form of images are processed with image processing programs to obtain quantitative data. The results showed that jet height affected air entrainment levels, penetration of Bubble depth, and Bubble size."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Priyono
"Untuk mengetahui perubahan konsentrasi di saluran persegi terbuka dan lurus akibat mekanisme adveksi dan dispersi dapat dilakukan dengan menggunakan model komputer yang terbuat dari perangkat sederhana seperti spread sheet. Dalam membuat model tersebut diperlukan persamaan matematis adveksi-dispersi dan kemudian diselesaikan secara numerik dengan pendekatan Beda Hingga dan Runge-Kutta. Model numerik inilah yang akan dibuat aplikasinya ke dalam spread sheet. Setelah aplikasi selesai, dilakukan validasi. Dalam tahap awal pengembangan ini, validasi dilakukan dengan membandingkannya dengan teori, sehingga diketahui tingkat kevalidan model terhadap teori. Untuk memulai validasi diperlukan kondisi awal perhitungan, yang ditentukan dengan metode Courant Number.
Hasil dari perhitungan adalah grafik perubahan konsentrasi terhadap perubahan waktu dan jarak longitudinal. Hasil validasi terhadap model yang dibuat memperlihatkan bahwa model tersebut masih dalam tahap awal pengembangan. Dari hasil analisis grafik, masih belum menunjukkan nilai perubahan konsentrasi yang diinginkan, sehingga diperlukan pengembangan lebih lanjut.
To find out the change of concentration in open and straight rectangular channel due to advection and dispersion mechanism can be done using a computer model there is made from simple tools such as spread sheets. Mathematics equation for advection-dispersion mechanism is developed and then completed with numerical methods that are Finite Difference and Runge-Kutta. This numerical model will be written in the spread sheets using macro. Once the application is completed, then the validation is required. In the initial phase of this development, validation can be made with the comparison to the theory, so the rate level of the model can be validated. Initial condition is determined by the Courant Number. Output of the model are graphics of concentration changes related to time and longitudinal distance.Results showed that the model is still in an early stage of development. From the analysis of the graphics, the results have not met satisfaction yet, therefore it needs further development."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S50515
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Ignatius Yansen Ng
"Latar Belakang. Fibrilasi atrium (AF) adalah komplikasi aritmia yang paling sering ditemukan pada pasien yang menjalani operasi bedah pintas arteri koroner (BPAK) dengan insidens yang bervariasi antara 20-50%. Walaupun diketahui sebagai gangguan yang bersifat sementara, namun AF pasca operasi dapat mengancam jiwa serta dikaitkan juga dengan peningkatan angka kesakitan dan kematian yang bermakna, sehingga perlu diketahui faktor-faktor yang dapat menjadi prediktor terhadap kejadian AF pasca BPAK. Penelitian ini menilai interval elektromekanikal atrium yang diukur dengan menggunakan ekokardiografi Doppler jaringan dan dispersi interval elektromekanikal sebagai prediktor kejadian AF pasca BPAK. Metode. Seratus delapan pasien diambil secara konsekutif untuk studi potong lintang ini, mulai bulan Mei hingga September 2012 dari pasien penyakit jantung koroner yang menjalani operasi BPAK di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta. Pasien menjalani pemeriksaan ekokardiografi sebelum operasi BPAK. Dilakukan penilaian terhadap interval elektromekanikal dengan Doppler jaringan pada lateral atrium kiri serta dispersi interval interatrial. Pasien dimonitor selama perawatan terhadap kejadian AF.
Hasil. Dalam studi kami, 27 dari 108 (25%) pasien mengalami AF pasca operasi BPAK. Dari analisa terlihat perbedaan interval elektromekanikal di atrium kiri sebesar 18.04 ms dan terdapat perbedaan dispersi interval interatrial 10.25 ms antara kelompok pasien yang mengalami AF pasca BPAK dan yang tidak mengalami AF. Dari hasil analisa didapatkan nilai titik potong interval elektromekanikal di lateral atrium kiri sebesar 77,75 ms dan dispersi interval elektromekanikal sebesar 38,95 ms sebagai prediktor terhadap kejadian AF pasca BPAK.
Kesimpulan. Interval elektromekanikal pada lateral atrium kiri dan dispersi interval interatrial dengan menggunakan Doppler jaringan merupakan potensial prediktor terhadap kejadian AF pasca BPAK.
Background. Atrial fibrillation (AF) is the most common arrhythmia complication in patient undergone coronary artery bypass grafting (CABG) with the incidence of 20- 50% according to different studies. Although this complication is temporary but can be life threathening, and increased the number of mortality and morbidity. Thus, it is very important to identified factors that can predict the occurance of AF post CABG. This study use atrial electromechanical interval and interval dispertion measured by tissue Doppler echocardiography as predictor of AF post CABG.Methods. One hundred and eight patients were included in this cross sectional study. Samples were taken consecutively from May to September 2012 among patients with coronary artery disease undergoing CABG at the National Cardiovascular Center Harapan Kita Jakarta. The patients underwent a preoperative transthoracic echocardiography with tissue Doppler evaluation. We measured the atrial electromechanical interval in the lateral of left atrium and interatrial interval dispertion. Patients was monitored thorugh out hospitalization for the occurance of AF.Result. In our study, 27 out of 108 (25%) patients developed AF post CABG. There are 18.04 ms electromechanical interval difference in the lateral of left atrium and 10.25 ms interatrial dispersion difference between patients who suffer from post operative AF and non AF. From this study we have 77,75 ms as the cutoff point for interval electromechanical in the left atrium and 38.95 ms as the cutoff point for dispersion of interatrial interval as the predictor for AF post CABG.Conclusion. The interval of Electromechanical in the lateral left atrium and interatrial interval dispersion using tissue dopper echocardiography are potensial predictor the occurrence of AF post CABG."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library