Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devin Hendrawan
"Pendahuluan: Propolis fluorida 10% (PPF 10%) memiliki kemampuan mencegah pembentukan biofilm monospesies, tetapi penelitian dalam mencegah biofilm multispesies belum pernah dilakukan. Tujuan: Mengamati efek inhibisi PPF 10% terhadap biofilm dual-spesies Streptococcus mutans dan Veillonella parvula melalui ekspresi gen NRAMP dan SloR/Dlg_C. Metode: Pembuatan biofilm dilakukan dengan metode 96-well plate dengan inkubasi 1 dan 3 jam. Ekstraksi RNA dan sintesis cDNA dilakukan pada sampel biofilm, dan konsentrasi cDNA distandarisasi untuk reverse-transcription quantitative- polymerase chain reaction (RTqPCR). Gen target dalam penelitian ini adalah NRAMP dan SloR/Dlg_C, dan 16srRNA sebagai kontrol internal. Perubahan gen dikuantifikasi dengan menggunakan metode Livak (2^-∆∆Ct) dan analisis statistik dilakukan menggunakan SPSS. Hasil: Ekspresi gen NRAMP pada sampel monospesies dan dual-spesies lebih rendah pada perlakuan PPF 10% pada 1 dan 3 jam dengan perubahan masing-masing -12.25 dan -8.75 log-fold change (p<0.05). Ekspresi gen SloR/Dlg_C lebih rendah pada sampel monospesies dan dual-spesies dengan perlakuan PPF 10% dengan masing-masing -4.86 dan -5.57 log-fold change (p<0.05). Kesimpulan: Kelompok perlakuan PPF 10% menunjukan perubahan ekspresi gen yang berhubungan dengan stres oksidatif dan simbiosis pada biofilm dual-spesies S. mutans dan V. parvula, mengurangi aerotoleransi dan meningkatkan kerentanan terhadap reactive oxygen species.
......Introduction: Propolis fluoride 10% inhibits monospecies biofilm formation, but there are no research regarding it’s effects on multispecies biofilms. Objective: To investigate the inhibiting effects of PPF 10% on Streptococcus mutans and Veillonella parvula dual-species through NRAMP and SloR/Dlg_C gene expression. Method: Biofilms were made using the 96-well method in 1 and 3-hour incubation. RNA was extracted for cDNA synthesis and standardized using a Qubit fluorometer for reverse-transcription quantitative- polymerase chain reaction (RTqPCR). Target genes used in this study were NRAMP and SloR/Dlg, and 16srRNA as the internal control. Alterations of gene expression were quantified using Livak’s method (2^-∆∆Ct). Statistical analysis was performed using SPSS. Results: NRAMP gene expression is lower in PPF 10% treated monospecies and dual-specoes samples than negative control sample in 1-hour and 3 hours incubation with -12.25 log-fold change and -8.75 log-fold change (p<0.05) respectively. Lower gene SloR/Dlg_C gene expression is also observed in monospecies and dual-species samples with -4.86 and -5.57 log-fold change respectively (p<0.05). Conclusion: PPF 10% treated group showed altered oxidative stress and symbiotic related gene expression in S. mutans and V. parvula dual-species biofilm, reducing aerotolerance, thus increasing reactive oxygen species susceptibility of dual-species biofilm."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eben Kalemben
"Latar Belakang: Obat kumur propolis 5% mengandung ekstrak propolis yang memiliki bahan bioaktif yang bersifat antibakteri. Propolis diketahui memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif dan gram positif. Akan tetapi penelitian mengenai sensitivitas bakteri gram negatif dan gram positif terhadap obat kumur propolis, belum pernah dilakukan. Tujuan:. Mengamati sensitivitas Porphyromonas gingivalis dan Staphylococcus aureus pada biofilm dual-spesies, terhadap obat kumur propolis 5%. Metode: Pembuatan biofilm dilakukan dengan menggunakan metode 96-well plate dengan inkubasi selama 24 jam. Biofilm dual spesies yang diberikan aquades, digunakan sebagai kontrol negatif. Ekstraksi DNA dilakukan pada sampel biofilm, dan konsentrasi DNA sampel, distandarisasi dengan Qubit fluorometer untuk real-time polymerase chain reaction (qPCR). Gen target dalam penelitian ini adalah Porphyromonas gingivalis dan Staphylococcus aureus. Selanjutnya, nilai Ct dikuantifikasi dengan menggunakan metode Livak (2-∆∆Ct) dan analisis statistik dilakukan menggunakan Graph pad dan SPSS. Hasil: Porphyromonas gingivalis dan Staphylococcus aureus pada biofilm dual spesies yang diberikan obat kumur propolis 5%, memiliki nilai Ct rata-rata yang lebih rendah dibandingan dengan sampel yang diberikan akuades. Lebih lanjut, setelah dilakukan kuantifikasi dengan metode Livak, Porphyromonas gingivalis memiliki proporsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Staphylococcus aureus. Proporsi Porphyromonas gingivalis sebesar 9.70929% dari total bakteri. Sedangkan Staphylococcus aureus diperoleh dengan proporsi sebesar 1.24081% dari total bakteri. Pembahasan: Adanya bahan aktif dalam obat kumur propolis 5%, serta adanya perbedaan struktur sel pada biofilm dual-spesies, dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan Porphyromonas gingivalis dan Staphylococcus aureus. Kesimpulan: Staphylococcus aureus lebih sensitif terhadap obat kumur propolis 5% dibanding Porphyromonas gingivalis.
......Background: Propolis Mouthwash 5% contains propolis extract which has bioactive ingredients that are antibacterial. Propolis is known to have the ability to inhibit the growth of gram-negative and gram-positive bacteria. However, studies on the sensitivity of gram-negative and gram-positive bacteria to propolis mouthwash have never been carried out. Objective: Observing sensitivity Porphyromonas gingivalis and Staphylococcus aureus in dual-species biofilm, to Propolis Mouthwash 5% Methods:. Biofilms were made using the 96-well method in 24 hour incubation. Dual species biofilm provided with distilled water was used as a negative control. DNA from samples was extracted and standardized using a Qubit fluorometer for real-time polymerase chain reaction (qPCR). Target genes used in this study were Porphyromonas gingivalis and Staphylococcus aureus. Furthermore, the value of Ct was quantified using the Livak method (2-∆∆Ct) and statistical analysis was performed using Graph pad and SPSS. Results: Porphyromonas gingivalis and Staphylococcus aureus in biofilm dual species, which given propolis mouthwash 5%, had a lower average Ct value compared to samples given distilled water. Furthermore, after quantification using the Livak method, Porphyromonas gingivalis had a higher proportion than Staphylococcus aureus. The proportion of Porphyromonas gingivalis is 9.70929% of the total bacteria. While Staphylococcus aureus was obtained with a proportion of 1.24081% of the total bacteria. Discussion: The presence of the active ingredient in 5% propolis mouthwash and differences in cell structure in dual-species biofilms, could influence the growth of Porphyromonas gingivalis and Staphylococcus aureus. Conclusion: Staphylococcus aureus was more sensitive to 5% propolis mouthwash than Porphyromonas gingivalis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shintari Nurul Hasanah
"Latar Belakang: Temulawak adalah tanaman obat unggulan Indonesia. Pertumbuhan S.mutans dan S. sanguinis yang berperan dalam pembentukan biofilm pada permukaan email gigi, dapat dihambat oleh ekstrak temulawak. pH kritis biofilm (≤ 5.5) dapat mempengaruhi pelepasan ion kalsium email gigi. Xanthorrhizol dalam temulawak diketahui dapat mempertahankan pH netral model biofilm in vitro selama 4 jam.
Tujuan: Menganalisis perubahan pH model biofilm Streptoccocus dual species dalam variasi waktu serta pengaruh paparan ekstrak etanol temulawak terhadap kadar kalsium email permukaan gigi dengan biofilm Streptoccocus dual species.
Metode: Model biofilm dibuat pada 6-well plate yang telah dilapisi oleh saliva, kemudian ditambahkan S. Mutans dan S. sanguinis (1:1) dan diinkubasi dalam rentang waktu 1-24 jam, lalu pH diukur dengan menggunakan pH indikator. Selanjutnya model biofilm Streptoccocus dual species 16 dan 20 jam dibuat pada spesimen email gigi, kemudian dipaparkan ekstrak enatol temulawak (15%) selama 4 jam dan kadar kalsium diukur dengan alat Energy Dispersive X-ray (EDX). Uji beda dilakukan dengan Mann Whitney dan t-test (independent sample).
Hasil: Model biofilm Streptoccocus dual species dapat mencapai pH kritis mulai jam ke 14 dan bertahan sampai jam ke 24. Terdapat perbedaan rerata kadar kalsium (Wt%) antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan, tetapi perbedaan tersebut secara statistik tidak bermakna (p>0.005). Perbedaan rerata kadar kalsium (Wt%) antara kelompok perlakuan biofilm 16 jam (27,52 ± 0.89) dan 20 jam (24,92 ± 0.85) secara statistik bermakna (p<0.005).
Kesimpulan: Model biofilm Streptoccocus dual species dapat mencapai pH kritis setelah 14 jam. Paparan ekstrak etanol temulawak tidak mempengaruhi secara signifikan kadar kalsium permukaan email gigi dengan biofilm Streptoccocus dual species. Namun, paparan ekstrak etanol temulawak pada kematangan biofilm berbeda, menghasilkan perbedaan kadar kalsium permukaan email gigi.
......Background: Java turmeric is Indonesian medicinal plants. Growth of S. mutans and S. sanguinis that play a role in biofilm formation on the enamel surface, could be inhibited by java turmeric extract. Biofilms critical pH (≤ 5.5) could affect the release of calcium ions enamel. Xanthorrhizol in java turmeric are known to maintain a neutral pH in vitro biofilm models for 4 hours.
Objective: To analyze the changes in pH Streptoccocus dual species biofilm models in variations exposure time as well as the influence of ethanol extract of java turmeric on tooth surfaces email calcium levels with Streptoccocus dual species biofilms.
Methods: Biofilm model was made in 6-well plate that had been coated with saliva, then added S. Mutans and S. sanguinis (1:1) and incubated in a span of 1-24 hours, and pH was measured by using a pH indicator. Furthermore Streptoccocus dual species biofilm models 16 and 20 hours were made on specimens of enamel, then presented ethanol java turmeric extract (15%) for 4 h and calcium levels were measured by Energy Dispersive X-ray (EDX). Different test performed by Mann Whitney and t-test (independent samples).
Results: Streptoccocus dual species biofilm model could reach critical pH ranging to 14 hours and last up to 24 hours. There are differences in the mean levels of calcium (Wt%) between the control group and treatment group, but the difference was not statistically significant (p> 0.005). Mean difference levels of calcium (Wt%) between treatment groups biofilms 16 hours (27.52 ± 0.89) and 20 hours (24.92 ± 0.85) was statistically significant (p <0.005).
Conclusion: Streptoccocus dual species biofilm model could reach a critical pH after 14 hours. Exposure to ethanol extract of java turmeric did not affect significantly the level of calcium in the enamel surface Streptoccocus dual species biofilms. However, exposure of turmeric extract on different maturity of biofilm, produced difference in the calcium level of enamel surface."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gracia Abygail Jasmine
"Latar Belakang: Karies merupakan kondisi yang terjadi akibat plak pada permukaan
gigi yang menetap dan menumpuk dalam jangka waktu yang panjang. Salah satu bakteri
early colonizers biofilm yang berperan besar dalam karies adalah Streptococcus mutans.
Bakteri ini telah lama dianggap sebagai agen penting dalam perkembangan karies. Selain
bakteri, organisme lain seperti fungi Candida albicans juga dapat membentuk biofilm
multi-/lintas-spesies pada permukaan gigi. C. albicans dan S. mutans diketahui dapat
berinteraksi secara sinergis dalam proses terjadinya karies. Saat ini, golden standard obat
kumur untuk mencegah dan mengangani karies adalah Chlorhexidine gluconate, namun
penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan efek samping lokal dan iritasi mukosa.
Propolis merupakan salah satu bahan alami yang dapat menjadi alternatif untuk
digunakan dalam produk perawatan mulut karena memiliki sifat antikaries dan antiplak.
Tujuan: Menganalisis dampak pemberian obat kumur propolis 5% terhadap kuantitas S.
mutans dan C. albicans pada biofilm dual-spesies, in vitro. Metode: Dilakukan uji
pembentukan biofilm dual species S. mutans (ATCC 25175) dan C. albicans (ATCC
10231) yang dipaparkan obat kumur propolis 5% kemudian diinkubasi selama 24 jam.
Uji q-PCR dilakukan untuk melihat jumlah S. mutans dan C. albicans pada biofilm dualspesies.
Hasil: Jumlah C. albicans dan S. mutans pada biofilm-dual spesies yang
diberikan perlakuan propolis lebih banyak dibandingkan pada kelompok kontrol yang
diberikan perlakuan aquades. Kesimpulan: Obat kumur propolis 5% tidak memiliki efek
positif yang cukup dalam menghambat pertumbuhan C. albicans dan S. mutans pada
biofilm dual-spesies.
......Background: Caries is a condition that occurs due to plaque on the tooth surface that
persists and accumulates over a long time. One of the biofilms early colonizers bacteria
that play a major role in caries is Streptococcus mutans. This bacterium has long been
considered an important agent in the development of caries. Apart from bacteria, other
organisms such as Candida albicans can also form multi-/cross-species biofilms. C.
albicans and S. mutans are known to have synergistic interactions in the process of caries
formation. Currently, the golden standard mouthwash for preventing and treating caries
is Chlorhexidine gluconate, but long-term use can cause local side effects and mucosal
irritation. Propolis is one of the natural ingredients that can be an alternative for use in
oral care products because it has anti-caries and anti-plaque properties. Aim: To analyze
the effect of 5% propolis mouthwash on the quantity of S. mutans and C. albicans in dualspecies
biofilms. Methods: Biofilm formation test of dual-species S. mutans (ATCC
25175) and C. albicans (ATCC 10231) was performed which were exposed to 5%
propolis mouthwash and then incubated for 24 hours. RT-PCR test was performed to
analyze the number of S. mutans and C. albicans in dual-species biofilms. Results: The
number of C. albicans and S. mutans in biofilm-dual species treated with propolis was
higher than in the control group treated with distilled water. Conclusion: 5% Propolis
mouthwash did not have enough positive effects on inhibiting the growth of C. albicans
and S. mutans in dual-species biofilms."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila
"Hubungan sinergistik antara bakteri etiologi karies Streptococcus mutans dan jamur patogen Candida albicans merupakan salah satu faktor yang berperan dalam memperparah penyakit karies. Ekstrak propolis memiliki kandungan fenolat dan flavonoid yang tinggi dan menunjukkan aktivitas antibakteri yang lebih kuat. Telah diobservasi bahwa propolis mampu menginhibisi pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans dan jamur Candida albicans Tujuan: Menganalisis dan mengetahui pengaruh pemberian obat kumur propolis 5% terhadap pertumbuhan biofilm dan interaksi bakteri Streptococcus mutans dan jamur Candida albicans. Metode: Dilakukan uji pembentukan biofilm dual species Streptococcus mutans ATCC 25175 dan Candida albicans ATCC 10231. Kemudian biofilm diinkubasi dengan durasi 24 jam. Uji massa biofilm dilakukan dengan menggunakan crystal violet assay. Pengamatan inverted mikroskop setelah inkubasi 0 jam, 3 jam, dan 24 jam untuk melihat kepadatan biofilm. Hasil: Jumlah massa biofilm dual spesies Streptococcus mutans dan Candida albicans yang diukur menggunakan crystal violet pada kelompok kontrol aquades menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan propolis. Hal ini juga didukung oleh pengamatan melalui inverted microscope yang menunjukan pembentukan biofilm yang lebih padat pada kelompok kontrol aquades dibandingkan kelompok perlakuan propolis. Kesimpulan: Terdapat indikasi jika pemberian obat kumur propolis menghambat pertumbuhan biofilm Streptococcus mutans dan Candida albicans tetapi obat kumur propolis tidak mempengaruhi interaksi sinergis antara bakteri Streptococcus mutans dan jamur Candida albicans.
......The synergistic relationship between the caries etiology bacteria Streptococcus mutans and the pathogenic fungus Candida albicans is one of the factors that play a role in exacerbating caries disease. Propolis extract has a high content of phenolics and flavonoids and shows stronger antibacterial activity. It has been observed that propolis is able to inhibit the growth of Streptococcus mutans and Candida albicans fungi. Objective: Analyze and determine the effect of 5% propolis mouthwash on biofilm growth and the interaction of Streptococcus mutans and Candida albicans fungi. Methods: Biofilm formation test of dual species Streptococcus mutans ATCC 25175 and Candida albicans ATCC 10231 was performed. Then the biofilm was incubated for 24 hours. Biofilm mass test was carried out using crystal violet assay. Inverted microscopy observations after 0 hours, 3 hours, and 24 hours of incubation to see the density of the biofilm. Results: The total mass of biofilms of dual species Streptococcus mutans and Candida albicans as measured using crystal violet in the distilled water control group showed higher results compared to the propolis treated group. This was also supported by observations through an inverted microscope which showed a denser biofilm formation in the aquades control group than the propolis treatment group. Conclusion: There are indications that propolis mouthwash inhibits Streptococcus mutans and Candida albicans biofilm growth but propolis mouthwash does not affect the synergistic interaction between Streptococcus mutans bacteria and Candida albicans fungi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Revyliana Marta Betzy
"Latar Belakang: Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) merupakan tanaman herbal Indonesia yang telah diketahui memiliki efek antibakteri dan antijamur khususnya terhadap S. mutans dan C. albicans. Dalam rongga mulut, S. mutans dan C. albicans memiliki hubungan sinergis dalam pembentukan biofilm. Ikatan sinergis dual species dalam biofilm tersebut dapat meningkatkan resistensi terhadap agen antimikroba. Dalam pengembangan ekstrak etanol temulawak, diperlukan keamanan dan kualitas tanaman yang baik, yang dapat dilihat dari kemampuannya dalam mempertahankan stabilitas fisika, kimia, dan biologisnya dalam durasi dan temperatur penyimpanan yang berbeda. Tujuan: Menganalisis efek ekstrak etanol temulawak dalam mengeradikasi perkembangan biofilm single species dan dual species (S. mutans dan C. albicans), serta pengaruh durasi dan temperatur penyimpanan terhadap stabilitas biologis ekstrak etanol temulawak. Metode: Pemaparan ekstrak etanol temulawak pada biofilm single species dan dual species (S. mutans dan C. albicans) selama 6 jam untuk mencapai biofilm fase awal, dan dilakukan TPC dan MTT Assay. KEBM diuji dengan memaparkan ekstrak etanol temulawak pada biofilm usia 6 jam. Stabilitas biologis ekstrak dapat diamati melalui uji kontaminasi mikroba pada ekstrak etanol temulawak yang disimpan pada temperatur 4°C dan 28°C dan dilakukan pengujian setiap 2 minggu selama 4 minggu. Pengujian dilakukan dengan melakukan pengenceran ekstrak etanol temulawak yang ditumbuhkan pada medium Plate Count Agar (PCA) dan dilakukan perhitungan koloni atau Total Plate Count (TPC), yang kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil: Ekstrak etanol temulawak memiliki nilai KEBM50 pada biofilm single species (S. mutans maupun C. albicans) pada fase awal sebesar 15%. Sedangkan pada dual species (S. mutans dan C. albicans) fase awal sebesar 25%. Kontaminasi mikroba yang terjadi masih berada di bawah batas produk farmasi non steril (<107 CFU/gr). Kesimpulan: Ekstrak etanol temulawak mampu mengeradikasi biofilm single species dan dual species (S. mutans dan C. albicans) pada fase awal. Diperlukan konsentrasi ekstrak etanol temulawak yang lebih tinggi untuk menghambat dan mengeradikasi biofilm dual species dibandingkan single species. Ekstrak etanol temulawak yang disimpan pada temperatur 4°C dan 28°C masih dapat mempertahankan stabilitas biologisnya bahkan setelah durasi 4 minggu penyimpanan.
......Background: Javanese turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb) is an Indonesian native herbal plant which is known to have antibacterial and antifungal effects, especially against S. mutans and C. albicans. In the oral cavity, S. mutans and C. albicans have a synergistic relationship in the formation of biofilm. The synergistic bond of dual species in the biofilm can increase resistance to antimicrobial agents. In the development of Javanese ethanol extract, good safety and quality of the plant is needed, which can be seen from its ability to maintain its physical, chemical, and biological characteristics in different storage duration and temperatures. Objective: To analyze the effect of Javanese turmeric ethanol extract in eradicating the development of single species and dual species (S. mutans and C. albicans) biofilm, and the effect of storage duration and temperature on the biological characteristic of Javanese turmeric ethanol extract. Methods: Exposure of Javanese turmeric ethanol extract to single species and dual species (S. mutans and C. albicans) biofilm for 6 hours to achieve early phase, and measured by TPC and MTT Assay. MBEC was tested by exposing Javanese turmeric ethanol extract to a 6 hour old biofilm. Biological characteristic can be observed through microbial contamination test on Javanese ethanol extract stored at 4°C and 28°C and tested every 2 weeks for 4 weeks long. The test was carried out by diluting the Javanese turmeric ethanol extract grown on Plate Count Agar (PCA) medium and total plate count (TPC), then were statistically analyzed using the Mann-Whitney test. Results: MBEC50 of Javanese turmeric ethanol extract for single species (S. mutans as well as C. albicans) in early phase were 15%. And for dual species (S. mutans and C. albicans) in early phase were 25%. The microbial contamination that occurred was still below the limit for non-sterile pharmaceutical products (<107 CFU/gr) Conclusion: Javanese ethanol extract has the ability to eradicate single species and dual species (S. mutans and C. albicans) in the early phase. Higher concentrations of Javanese turmeric ethanol extract are required to eradicate dual species than single species biofilm. Javanese turmeric ethanol extract stored at 4°C and 28°C still maintained its biological characteristics even after 4 weeks of strorage."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audra Nadhifa Sulaksono
"Latar Belakang: Protein saliva pada pelikel yang melapisi jaringan rongga mulut dapat mendukung perlekatan bakteri. Terdapat perbedaan kandungan protein antara saliva anak dan dewasa. Bakteri hidup dalam ekuilibrium pada mulut. Porphyromonas gingivalis dan Solobacterium moorei merupakan bakteri yang berperan pada kejadian patologis rongga mulut. Belum diketahui pengaruh saliva terhadap interaksi antar-bakteri tesebut. Tujuan: Menetapkan pengaruh pajanan protein saliva terhadap pembentukan biofilm dual-spesies Porphyromonas gingivalis dan Solobacterium moorei. Metode: Pajanan protein saliva asal subjek anak dan dewasa sebagai pelikel artifisial terhadap pembentukan biofilm dual- spesies Porphyromonas gingivalis dan Solobacterium moorei dilakukan pada 96-well plate, kemudian diinkubasi selama 24 jam secara anaerob. Selanjutnya, dilakukan pewarnaan dengan kristal violet untuk perhitungan massa biofilm dan jumlah koloni dengan OpenCFU, serta dilakukan Total Plate Counting untuk perhitungan viabilitas bakteri. Hasil: Pembentukan biofilm tidak menghasilkan tren berdasarkan konsentrasi protein saliva dan mengalami peningkatan pada pajanan saliva anak dibandingkan saliva dewasa. Biofilm menurun pada pajanan saliva dewasa dibandingkan variabel kontrol. Pada pajanan saliva anak, terjadi peningkatan dan penurunan pembentukan biofilm dibandingkan variabel kontrol. Kesimpulan: Pajanan saliva dewasa dapat menghambat pembentukan biofilm, sementara pengaruh pajanan protein saliva anak terhadap pembentukan biofilm belum dapat ditentukan secara pasti. Pembentukan biofilm tidak dipengaruhi oleh konsentrasi protein. Interaksi antar-bakteri yang dihasilkan berbeda antara pajanan protein saliva anak dan dewasa.
......Background: Salivary pellicle that coats the oral cavity surface tissues contains proteins that promotes bacteria attachment. Difference was shown in protein content between child and adult saliva. Bacteria lives in equilibrium inside the oral cavity. Porphyromonas gingivalis and Solobacterium moorei are bacterias that contributes to oral disease. The effect of saliva on the interactions between the two bacteria is unknown. Objective: Determine the effect of salivary protein exposure on the formation of dual-species biofilm Porphyromonas gingivalis and Solobacterium moorei. Methods: Dual-species biofilm formation was carried out on 96-well plates, then incubated for 24 hours anaerobically. Furthermore, staining with crystal violet was carried out to calculate biofilm mass and number of colonies using OpenCFU, then Total Plate Counting was performed for bacteria viability measurement. Results: Biofilm formation did not produce a trend based on salivary protein concentration. There was an increase in biofilm formation in child saliva exposure compared to adult saliva. Compared to control variables, biofilms decreased in adult saliva exposure. In child saliva exposure, both increase and decrease of biofilm was shown compared to control variables. Conclusion: Adult saliva exposure can inhibit biofilm formation, while the effect of child saliva exposure on biofilm formation cannot be certainly determined. Biofilm formation is not affected by protein concentration. Inter-bacterial interactions differed between child and adult saliva exposure."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library