Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Laurensia Nathasya
"Tulisan ini menganalisis bagaimana kesesuaian pemenuhan syarat wanprestasi dalam upaya eksekusi jaminan fidusia berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021. Studi ini akan memfokuskan pada analisis Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 67/PDT/2022/PT PLK, dengan tujuan untuk menganalisis pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi telah mempengaruhi proses eksekusi jaminan fidusia dalam kasus wanprestasi. Mengingat dalam praktiknya banyak sekali proses eksekusi terhadap kasus wanprestasi di Indonesia masih dilakukan dengan prosedur-prosedur intimidasi seperti penagihan melaluidebt collector dan penarikan paksa hal ini dapat diamati pada studi yang penulis angkat. Tulisan ini disusun menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah Putusan Pengadilan Negeri Nomor 6/PDT.BTH/2022/PN KSN jo. Putusan Banding Nomor 67/PDT/2022/PT PLK dengan Putusan MK Nomor 2/PUU-XIX/2021 belum sepenuhnya sesuai. Pertimbangan hukum pada tingkat banding dalam Putusan Banding Nomor 67/PDT/2022/PT PLK membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Nomor 6/PDT.BTH/2022/PN KSN. Hal ini terkait dengan penegasan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021 mengenai eksekusi jaminan fidusia yang harus diajukan ke Pengadilan Negeri oleh kreditur sebagai pilihan alternatif. Proses eksekusi jaminan fidusia sering mengalami hambatan karena keberatan debitur dalam menyerahkan objek jaminan. Kurangnya ketentuan mengenai tata cara eksekusi objek jaminan fidusia dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia dan peraturan pelaksanaannya menyebabkan tidak adanya batasan yang jelas. Penarikan objek jaminan seringkali dilakukan dengan intimidasi oleh penerima fidusia, yang mengakibatkan penarikan tersebut dianggap sebagai perampasan. Selain itu, tidak ada penjelasan mengenai pihak yang berwenang membantu dalam pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia, dan kurangnya pengetahuan debitur dan debt collector tentang prosedur hukum yang benar.
......This paper analyzes the conformity of default condition fulfillment in executing a fiduciary guarantee based on Constitutional Court Decision Number 2/PUU-XIX/2021. The study focuses on the analysis of the High Court Decision Number 67/PDT/2022/PT PLK, aiming to assess how the implementation of the Constitutional Court's decision has influenced the fiduciary guarantee execution process in default cases. The research, using a normative juridical research method, reveals that the High Court Decision Number 67/PDT/2022/PT PLK, considering Constitutional Court Decision Number 2/PUU-XIX/2021, is not entirely in line. Legal considerations at the appellate level in Decision Number 67/PDT/2022/PT PLK annul the District Court Decision Number 6/PDT.BTH/2022/PN KSN. This is related to the Constitutional Court's affirmation in Number 2/PUU-XIX/2021 that fiduciary guarantee execution must be submitted to the District Court by the creditor as an alternative option. The fiduciary guarantee execution process often faces obstacles due to debtor objections to surrendering the collateral. The lack of clear regulations on the procedures for executing fiduciary collateral objects in the Fiduciary Guarantee Law and its implementing regulations leads to ambiguous limitations. The withdrawal of collateral objects is frequently carried out through intimidation by the fiduciary receiver, causing it to be perceived as confiscation. Additionally, there is no clarification on the authorized parties to assist in fiduciary guarantee execution, and both debtors and debt collectors lack proper knowledge of legal procedures."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Rahmadhani
"Skripsi ini membahas mengenai Valuasi dan Eksekusi terhadap Hak Paten sebagai Objek Jaminan Utang yang telah menjadi topik perbincangan untuk diterima di Indonesia. Mengenai Hak Paten sebagai Jaminan telah diatur dalam Undang-Undang Paten Nomor 13 Tahun 2016 bahwa Hak Paten dapat dijadikan objek jaminan fidusia. Melakukan Valuasi terhadap Hak Paten menjadi hal yang penting, mengingat bahwa dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 terdapat ketentuan bahwa nilai benda sebagai objek jaminan Fidusia harus dicantumkan dalam Akta Fidusia. Dari segi Perbankan, Nilai Hak Paten sebagai agunan juga akan menjadi pertimbangan dalam pemberian kredit perbankan berdasarkan prinsip 5C rsquo;s. Hak Paten merupakan benda tidak berwujud yang unik pada dirinya sendiri, sehingga menelaah mengenai Eksekusi Hak Paten juga merupakan hal yang penting, karena memiliki konsep yang berbeda dengan kebendaan lainnya. Dengan digunakannya metode penelitian yuridis empiris, Penulis berusaha menemukan bagaimana melakukan Valuasi dan Eksekusi terhadap Hak Paten apabila dijadikan Jaminan Utang.
......This research is concerning about Patent Valuation and Execution as a Debt Collateral. Patent as a Collateral regulate in Patent Law 13 2016 that Patent can be a Fiduciary object. Valuation of Patent is important, considering that in the Fiduciary Law 42 1999 there is a provision about a value of the object as the object of the Fiduciary must be written in the Fiduciary Deed. In terms of Banking, the Value of Patent as collateral will also be a consideration in banking credit based on 5C 39 s principles. Patent is an unique intangible object itself, so it is important to analyze the Execution of the Patent as it has a different concept than the others. With the use of empirical juridical research methods, the author tries to find how to Valuate and Execute Patent as a Debt Collateral."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roma Borunami Olivia
"Putusan Mahkamah Konstusi Nomor 2/PUU-XIX/2021 memberikan kewenangan bagi pengadilan negeri untuk dapat mengeksekusi objek jaminan fidusia dalam hal tidak adanya kesepakatan mengenai cidera janji (wanprestasi) dan debitur tidak sukarela menyerahkan benda jaminannya. Mahkamah Konstitusi memberikan norma hukum yang baru ini dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi debitur yang sering kali mendapatkan perbuatan semena-mena dari kreditur atau debt collector dalam menarik benda jaminan fidusia. Namun pada praktiknya pelaksanaan eksekusi melalui pengadilan mengalami berbagai hambatan dan kendala. Dibandingkan dengan Negara Inggris dan Kanada, negara-negara tersebut mengenal lembaga jurusita swasta yang bukan pegawai pengadilan yang memiliki kewenangan layaknya jurusita pengadilan. Tulisan ini akan menganalisis bagaimana aturan hukum eksekusi jaminan fidusia di Indonesia, pengaturan eksekusi di negara Inggris dan Kanada serta bagaimana sebaiknya aturan mengenai eksekusi jaminan fidusia di Indonesia di masa yang akan datang.
......Decision of the Constitutional Court Number 2/PUU-XIX/2021 authorizes the district court to be able to execute the object of the fiduciary guarantee in the event that there is no agreement regarding default and the debtor does not voluntarily hand over the object of guarantee. The Constitutional Court gave this new legal norm in order to provide legal protection for debtors who often get arbitrary actions from creditors or debt collectors in withdrawing fiduciary collateral objects. However, in practice the implementation of execution through the courts experienced various obstacles. Compared to the United Kingdom and Canada, these countries recognize private bailiff institutions that are not court employees who have authority like court bailiffs. This paper will analize how the legal rules for executing fiduciary guarantees in Indonesia, the execution arrangements in England and Canada and how best the rules regarding the execution of fiduciary guarantees in Indonesia will be in the future."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manogihon, Benedictus Hananta
"Banyaknya kasus pengambilan paksa kendaraan bermotor milik debitor yang menjadi objek fidusia oleh kreditor berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia dan perbuatan dari kreditor tersebut bertentangan dengan konstitusi sehingga ketentuan tersebut membuat pihak debitor merasa dirugikan. Seharusnya Debitor mengajukan permohonan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia terlebih dahulu kepada pengadilan negeri. Metode Penelitian dalam Penulisan ini berbentuk doktriner, yaitu suatu Penelitian yang bekerja untuk menemukan jawaban-jawaban yang benar dengan pembuktian kebenaran yang dicari. Isi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 10/Pdt.G.S./2021/PN.Jkt.Tim telah merugikan Debitor. Kreditor merampas 1 (satu) unit kendaraan bermotor roda empat milik Debitor. Penarikan kendaraan tersebut telah melanggar ketentuan penarikan kendaraan yang dibeli secara kredit yang termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia.
......There are many cases of forced taking of motor vehicles belonging to debtors which are fiduciary objects by creditors based on the provisions of Article 15 paragraphs (2) and (3) of Law Number 42 of 1999 concerning Fiduciary and the creditors' actions are contrary to the constitution so that these provisions make the debtor feel disadvantaged. The debtor should submit a request for execution of the object of the fiduciary guarantee first to the district court. This research method in writing is in the form of doctrinaire, namely research that works to find the correct answers by proving the truth sought. The contents of the East Jakarta District Court Decision Number 10/Pdt.G.S/2021/PN.Jkt.Tim have harmed the Debtor. The Creditor confiscated 1 (one) four-wheeled motorized vehicle belonging to the Debtor. The withdrawal of the vehicle violates the provisions for withdrawing vehicles purchased on credit as contained in Minister of Finance Regulation Number 130/PMK.010/2012 concerning Registration of Fiduciary Guarantees for Finance Companies that Provide Consumer Financing for Motorized Vehicles with Fiduciary Guarantees."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sally Utami Hayuningtyas
"Skripsi ini menganalisis Putusan Nomor 07/RV/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst jo. 847K/Pdt.Sus/2012, dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif. Putusan ini mengenai tumpang tindih jaminan fidusia atas 2 (dua) buah mesin yaitu mesin DMF Sus Tank tahun 2003 dan Mesin Dry Process Synthetic tahun 1997, yang dimiliki oleh PT. Samwoo Indonesia sebagai debitor pailit. Tumpang tindih diketahui oleh kurator pada saat proses verifikasi aset. Masing-masing mesin memiliki alur cerita yang berbeda. Pada Mesin DMF Sus Tank tahun 2003, terjadi pembebanan fidusia ulang terhadap mesin tersebut. Oleh sebab itu, maka timbul permasalahan mengenai status kepemilikan objek jaminan fidusia, siapa pihak yang berwenang untuk mengeksekusi 2 (dua) buah mesin di atas, dan siapa pihak yang berhak didahulukan. Untuk menentukan hal tersebut, dapat merujuk kepada Pasal 17 dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Jaminan Fidusia. Namun, ternyata 2 (dua) pasal ini saling bertentangan dalam menentukan boleh tidaknya fidusia ulang. Sedangkan pada Mesin Dry Process Synthetic tahun 1997, terjadi pengalihan objek jaminan fidusia ke kreditor baru tanpa dilakukan pendaftaran. Sebagaimana diketahui bahwa pendaftaran fidusia menjadi salah satu faktor penentu status hak kepemilikan, kewenangan eksekusi, dan hak didahulukan.
......This thesis is analyzing judicial decision number 07/RV/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst jo. 847 K/Pdt.Sus/2012, by using normative judicial research and qualitative analysis. In this judicial decision, the curator found double fiduciary on 2 (two) machine owned by PT. Samwoo Indonesia as a bankrupt debtor. An overlap is known by the curator at the verification asset process. The machines DMF Sus Tank year 2003 and Dry Process Synthetic year 1997. Each machine has a different storyline. First, there is a double fiduciary on DMF Sus Tank year 2003. Therefore, it has raised the question of the ownership status, also who has the rights to execute the machine, and who has the preference rights. To determine that, we can refer to Article 17 and Article 28 of Law No. 42 of 1999 Fiduciary. However, it turns out that 2 (two) of this article may contradict each other. Further more, Dry Process Synthetic year 1997 is transferred to a new creditor without any registration. As we know, fiduciary recipient who have registered will acquire benefits such as the executorial power if the debtor is default and will also make them as preferred creditors, while fiduciary recipient who have not registered serve as concurrent creditors"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56188
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library