Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuliarni Syafrita
Abstrak :
Latar Belakang dan Tujuan Salah satu masalah dalam penanggulangan epilepsi ialah menegakkan diagnosis dan salah satu cara yang dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis adalah membuat rekaman EEG. Adanya aktivitas epileptiform pada rekaman EEG interiktal sadar merupakan suatu petunjuk yang hampir pasti kearah diagnosis epilepsi Temuan aktivitas epileptiform pada EEG interiktal lebih tinggi pada pasien dengan frekwensi serangan yang sering atau pada rekaman yang segera dibuat dalam beberapa saat setelah serangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan gambaran klinis dan lokasi aktivitas epileptiform, pengaruh jarak waktu antara serangan terakhir dan frekwensi serangan terhadap munculnya aktivitas epileptiform pada rekaman EEG interiktal sadar pada penderita epilepsi parsial. Metodologi: Telah diteliti 84 orang penderita epilepsi parsial yang memenuhi persyaratan, berumur 15 - 60 tahun. Rekaman EEG interiktal sadar dilakukan satu kali selama 20 menit dengan menggunakan elektrode tempel menurut sistem 10-20, disertai prosedur aktivasi hiperventilasi dan perangsangan fotik. Semua hasil dianalisis dengan program SPSS dan uji X² test. Hasil Terdapat perbedaan yang bermakna mengenai lokasi aktivitas epileptiform antara kelompok dengan gejala klinis saat awitan berasal dari lobus temporal dibandingkan kelompok dengan gejala klinis saat awitan berasal dari lobus ekstratemporal (p-0,0018) Temuan aktivitas epileptiform pada kelompok yang direkam dalam waktu 6 x 24 jam setelah serangan lebih tinggi dibandingkan kelompok yang direkam setelah waktu tersebut (p = 0,016). Temuan aktivitas epileptiform pada kelompok yang mengalami serangan >1 kali/bulan dan kelompok yang mengalami serangan < 1 kali/bulan, tidak bisa dianalisa karena data yang tersedia tidak cukup. Kesimpulan: Ada hubungan gambaran klinis saat awitan dan lokasi aktivitas epileptiform pada mereka dengan gejala fokal saat awitan berasal dari lobus temporal. Temuan aktivitas epileptiform lebih tinggi pada kelompok yang direkam dalam waktu 6 x 24 jam setelah serangan, dibandingkan kelompok yang direkam setelah waktu tersebut.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusi Amalia
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang. Kejang merupakan gejala yang sering ditemukan pada tumor primer intrakranial dan penyebab utama morbiditas terhadap pasien.Pemeriksaan EEG diperlukan untuk menentukan kesesuaian antara fokus kejang dengan lokasi tumor pada MRI yang akan menentukan prognosis kejang serta banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kesesuaian antara fokus kejang dengan lokasi tumor. Belum adanya data mengenai kejang pada tumor primer intrakranial serta kesesuaian berdasarkan gambaran EEG dan MRI menjadi dasar dilakukannya penelitian ini. Tujuan.Mengetahui kesesuaian antara aktivitas epileptiform pada EEG dan lesi tumor dengan MRI pada pasien tumor primer intrakranial dengan klinis kejang. Metode.Desain penelitian berupa studi potong lintang (cross sectional).Subyek penelitian adalah semua pasien dengan tumor primer intrakranial yang ada di ruang rawat inap dan rawat jalan neurologi, bedah saraf, radiologi RS Cipto Mangunkusumo yang sudah dilakukan EEG dan MRI.Ditentukan aktivitas epileptiform dan dianalisa kesesuaiannya dengan lokasi tumor berdasarkan MRI. Hasil.Dari 33 subyek dengan tumor primer intrakranial dengan klinis kejang , didapatkan hanya 17 subyek yang menunjukkan aktivitas epileptiform (51,5%), perempuan lebih banyak dari lelaki, dengan rerata usia adalah 34 tahun. Sebagian besar mengalami kejang parsial dan secondary generalized seizure(SGS) merupakan tipe kejang parsial terbanyak (16 dari 17 subyek). Kejang sering ditemukan pada tumor di frontal (11 dari 17 subyek) dan pada jenis tumor primer Low grade(8 dari 17 subyek). Kesesuaian aktivitas epileptiform dengan lokasi tumor didapatkan pada 8 dari 17 subyek dengan lebih banyak yang sesuai pada lobus temporal. Kesimpulan.Dari seluruh pasien tersangka tumor primer intrakranial dengan klinis kejang hanya didapatkan 8 dari 17 subyek yang sesuai antara aktivitas epileptiform pada EEG dengan lesi tumor pada MRI.Gambaran aktivitas epileptiform pada EEG tidak dipengaruhi oleh usia, bentuk bangkitan kejang, jenis tumor, lokasi berdasarkan lobus, lokasi berdasarkan parenkim otak, durasi sakit, dan ukuran tumor.
ABSTRAT
Background.Seizures are a common symptom in primary intracranial tumors and a major cause of morbidity to the patient. EEG examination is necessary to determine the suitability of the seizure focus to the location of the tumor on MRI that will determine the prognosis of seizures as well as a lot of factors that affect compatibility between focal seizures with tumor location. The absence of data on seizures in primary intracranial tumors and suitability based on EEG and MRI picture is the basis of this study. Purpose.Knowing the correspondence between epileptiform activity on EEG and MRI tumor lesions in patients with primary intracranial tumors with clinical seizures. Method.Design research is a cross-sectional study (cross-sectional). Subjects were all patients with primary intracranial tumors that exist in the inpatient and outpatient neurology, neurosurgery, radiology Cipto Mangunkusumo already done EEG and MRI. Epileptiform activity determined and analyzed for compliance with the location of the tumor by MRI. Result. From 33 subjects with primary brain tumors with clinical seizures, obtained only 17 subjects demonstrated epileptiform activity (51.5%), more women than men, with a mean age was 34 years. Most had partial seizures and secondary generalized seizures (SGS) is a type of partial seizure majority (16 of 17 subjects). Seizures are often found in tumors in the frontal (11 of 17 subjects) and the type of primary tumor Low grade (8 of 17 subjects). Suitability of epileptiform activity by tumor location obtained in 8 of 17 subjects with more appropriate in the temporal lobe. Conclusion.From all patients suspected of primary brain tumors with clinical seizures obtained only 8 of the 17 subjects that fit between epileptiform activity on EEG with tumor lesions on MRI. Picture of epileptiform activity on EEG was not influenced by age, shape seizures, tumor type, location based lobes, based on the location of the brain parenchyma, duration of illness, and tumor size.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Norma Mediciani
Abstrak :
ABSTRAK Epilepsi lobus temporal mesial adalah sindrom epilepsi yang banyak diderita oleh dewasa yang sering mengalami refrakter dalam pengobatan. Atrofi hipokampus yang terlihat melalui MRI kepala dapat ditemukan sebanyak 87% pada pasien epilepsi lobus temporal mesial dan memiliki respon yang baik dengan operasi epilepsi. Salah satu syarat operasi epilepsi adalah EEG monitoring untuk mencari EEG iktal untuk mencari fokus epileptik, walaupun sudah didapatkan adanya gelombang interiktal sebelumnya. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan dan kesesuaian antara abnormalitas gelombang EEG dengan sisi atrofi hipokampus dan untuk mengetahui prevalensi atrofi hipokampus pada epilepsi lobus temporal mesial. Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong lintang dengan 37 subyek epilepsi lobus temporal mesial, yang terbukti secara klinis dan EEG. Dilakukan pemeriksaan MRI kepala 1,5T untuk melihat ada atau tidaknya atrofi hipokampus secara visual. Kemudian dibandingkan antara abnormalitas gelombang EEG interiktal dengan sisi atrofi hipokampus. Onset usia bangkitan, frekuensi bangkitan, riwayat kejang demam, lama menderita epilepsi dan penggunaan obat entiepilepsi dianalisis sebagai data demografi klinis. Hasil: Prevalensi atrofi hipokampus sebesar 64,8% dengan 64,8% subyek ditemukan gambaran EEG berupa gelombang epileptiform dan 45,8% gelombang lambat. Didapatkan kesesuaian yang kuat antara lateralisasi EEG interiktal, yaitu gelombang epileptiform, dengan MRI (p 0,000; nilai kappa 1,00) dan didapatkan keseuaian yang lemah antara gelombang lambat dengan atrofi hipokampus (p 0,500; nilai kappa 0,689, p 0,008). Simpulan: Pada penelitian ini, didapatkan keseuaian yang kuat antara lateralisasi gelombang epileptiform dengan sisi atrofi hipokampus dan kesesuaian yang lemah antara gelombang lambat dengan sisi atrofi hipokampus.
ABSTRACT Mesial temporal lobe epilepsy (mTLE) is the most common epilepsy syndrome in adults and often refractory in medical treatment. The Magnetic resonance imaging (MRI) showed hippocampal atrophy present in 87% patients with mesial temporal lobe epilepsy and have good respons with surgery. EEG monitoring is needed to find ictal EEG although interictal EEG already obtained as one of the requirements of epilepsy surgery for localize the epileptic region. Objective: To investigate the concordance between abnormalities EEG and side of hippocampal atrophy in patients with mesial temporal lobe epilepsy. To determine prevalance of hippocampal atrophy. Methods: We reviewed 37 consecutive patients with mesial temporal lobe epilepsy defined by clinical and EEG criteria and had 1,5T MRI visually analyzed by radiologist. We compared the interictal EEG and side of hippocampal atrophy. Age of seizure onset, seizure frequency, history of febrile seizure, antiepileptic drug and duration of epilepsy were analyzed as clinical demographic data. Results: The prevalence hippocampal atrophy was 64,8%. With 64,8% had epileptiform discharge and 45,8% had slow wave associated with hippocampal atrophy. There was significant concordance between MRI lateralization and interictal EEG (p 0,000, Kappa value 1,00). There was weak concordance between hippocampal atrophy and focal slow wave (p 0,500; Kappa value 0,689, p 0,008). Conclusions: We found strong concordance between MRI lateralization and interictal EEG in patients with mTLE and weak concordance between hippocampal atrophy and interictal slow wave.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library