Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sidarta Ilyas
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
617.742 SID k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sidarta Ilyas
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
618.92 SID k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
617.771 UNI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Istiantoro Soekardi
Jakarta: Granit, 2004
R 617.742 IST t
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Hadi Pradnyana
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi Indonesia menginisiasi ASEAN Our Eyes. Selain itu, diamati juga implementasi strategi baru kontra terorisme ASEAN di bidang kerjasama pertukaran informasi intelijen, yaitu ASEAN Our Eyes di Indonesia. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh lemahnya koordinasi dan integrasi terkait pertukaran informasi intelijen antar negara anggota ASEAN khususnya dalam penanganan terorisme di kawasan. Teori yang digunakan adalah Proactive Counterterrorism: Intelligence Model. Teori Proactive Counterterrorism: Intelligence Model menjadi pisau analisa untuk mengamati implementasi dari ASEAN Our Eyes di Indonesia, termasuk mekanisme, prosedur, teknis, dan lain sebagainya. ASEAN Our Eyes dibentuk pada tahun 2017 dan telah diratifikasi oleh seluruh negara anggota ASEAN pada tahun 2018. ASEAN Our Eyes merupakan sebuah kolaborasi konkret ASEAN khususnya di bidang pertukaran informasi intelijen sebagai bagian dari proses untuk membangun fondasi keamanan regional terkait kontra terorisme. Hasil analisa adalah Indonesia menginisasi pembentukan ASEAN Our Eyes dalam upaya memperkuat stabilitas kawasan dan domestik dari eskalasi ancaman terorisme. Disisi lain sebagai upaya menjaga sentralitas ASEAN sebagai organisasi regional di Asia Tenggara. ......This research aims to analyze the factors that influence Indonesia to initiate ASEAN Our Eyes. In addition, it was also observed the implementation of a new ASEAN counter-terrorism strategy in the field of intelligence exchange cooperation, namely ASEAN Our Eyes in Indonesia. This was motivated by weak coordination and integration related to the exchange of intelligence information between ASEAN member countries, especially in dealing with terrorism in the region. The theory used is Proactive Counterterrorism: Intelligence Model. The theory of Proactive Counterterrorism: Intelligence Model becomes an analytical knife to observe the implementation of ASEAN Our Eyes in Indonesia, including mechanisms, procedures, techniques, and so on. ASEAN Our Eyes was formed in 2017 and has been ratified by all ASEAN member countries in 2018. ASEAN Our Eyes is a concrete collaboration between ASEAN, especially in the field of intelligence information exchange as part of the process to build a regional security foundation related to counter terrorism. The results of the analysis shows that Indonesia initiated the formation of ASEAN Our Eyes in an effort to strengthen regional and domestic stability from the escalation of the threat of terrorism. On the other hand, it is an effort to maintain ASEAN centrality as a regional organization in Southeast Asia.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidarta Ilyas
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
618.92 SID k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Liliyarni
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan mengetahui determinan pemanfaatan BKKM oleh penderita katarak di Sumatera Barat. Penelitian ini non experimental dengan metode survey clan desainnya cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Kota Padang dan Kabupaten Limapuluh Kota. Responden dipilih secara ;leak sebanyak 154 orang dengan usia di atas 40 tahtm. Hasil penelitian menunjukan 16,88 % masyarakat memanfaatkan BKMM sebagai fasilitas pelayanan katarak. Ada hubungan antara pengetahuan, sikap, jarak, dan kepercayaan dengan pemanfaatan BKMM oleh penderita katarak (p<0,05). Variabel paling dominan yang berhubungan dengan pemanfaatan BIKKM oleh penderita katarak adalah pengetahuan (OR=8,8, 95% CI: 2,3-32,9). Perlunya peningkatan kuantitas ICIE tentang BIC/Aryl, katarak (definisi, eara pencegahan, penyebab, tanda-tandaigejala, penyembuhan dan cara mengobati) secara berkesinambungan dan mengembangkan sasaran KM pada yang berusia muda. ......This research aims to find out determinant of utilization of BICM1v1 by cataract patients in West Sumatera. It is non experimental using cross sectional as survey and design method. It was conducted in Padang City and Limapuluh Kota Regency. Respondents were randomly selected of 154 people with age over 40 years old. Research results showed 16,88% of society taking advantage of BIC/vIM as provider of cataract services facilities. There is correlation between knowledge, attitude, place, and trust with BK1vIrvl utilization by cataract patients (p(0,05). The most dominant variables is knowledge (OR 8,8, 95% CI: 2,3 - 32,9) associated with the utilization of BMA-NI by cataract patients. It need to increase quantity of KIE about BKMIVI, cataract (definition, prevention manner, cause, sings / symptoms, healing and treatment manner) continuously and develop objective of ICIE to the young age.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T34310
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yosephine Sri Sutanti
Abstrak :
Studi kasus terhadap kegiatan informal dilakukan di bengkel mobil "A", Jakarta. Desain ini dipilih karena memang sektor informal masih belum banyak diteliti. Data dikumpulkan dari pengamatan, anamnesis, pemeriksaan fisik, penunjang dan lingkungan. Hasil kajian didapatkan 2 kasus tenaga kerja , masa kerja 15 dan 11 tahun, dengan keluhan mata silau, yang mendapat pajanan kronik radiasi sinar ultra violet dan percikan logam (gram) berulang. Pengukuran pajanan radiasi yang diterima jaringan masih di bawah NAB, kelainan berupa sikatriks kornea (nebula) pada kedua pengelas dan pinguekula pada seorang pengelas. Faktor yang mendukung terjadinya kelainan yaitu akibat kurangnya pengetahuan tentang bahaya pengelasan dan tidak adanya alat pelindung mata (goggles) selama pengelasan. Diagnosis penyakit akibat kerja pada studi ini sikatriks kornea berupa nebula akibat percikan logam berulang selama pengelasan.
Disorder of the Eye of Welding Labor, A Case Study at a Garage "A" in Jakarta, 1998.A case study on informal sector was conducted at a garage "A" in Jakarta. This design was selected because there has not much studies being conducted on informal sector. Data were collected from observation, anamnesis, physical and laboratory examination and environment condition. As a result, there were two workers with 15 and 11 years of working period who have eye complaints due to the chronically exposed of ultra violet radiation and repeatedly hit metal sparks. Measurement of radiation exposure to the tissue was still under the TLV. Disorder of the eyes were corneal cicatrices (nebula) in both workers and pingeucula in one of the workers. Contributing factor to the disorder was due to the lack of knowledge about the dangerous of welding and no protection (goggles) during the welding activities. The occupational diseases diagnosed in this studio arc corneal cicatrices (nebula) due to repeatedly metal sparks during welding activities.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Takriyanti
Abstrak :
ABSTRAK
Secara umum keberhasilan siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah merupakan ukuran dari berhasil atau tidaknya seorang siswa mencapai tujuannya. Dalam pendidikan, berhasilnya seorang siswa memenuhi tuntutan tugas pelajarannya merupakan suatu kesuksesan. Keberhasilan ataupun kegagalan yang dialami siswa dapat merupakan suatu pengalaman belajar. Pengalaman belajar ini dapat menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan atau pemahaman terhadap sesuatu, baik dalam bidang keterampilan dan dalam bidang tingkah laku.

Pengalaman belajar dari siswa dapat dinilai oleh pendidik melalui prestasi belajar. Prestasi belajar ini dapat diwujudkan antara lain dengan kemampuan membaca. Oleh karena itu, bagi siswa berpenglihatan terbatas sangat diperlukan sekali bagaimana memanfaatkan sisa penglihatan yang ada padanya. Diharapkan dengan memanfaatkan sisa penglihatan yang ada padanya, siswa berpenglihatan terbatas dapat mencapai prestasi belajar yang optimal. Penggunaan sisa penglihatan ini sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan membaca awas. Oleh karena itu, perlu dicari upaya atau intervensi untuk memanfaatkan sisa penglihatan mereka, sehingga dikemudian hari anak-anak ini dapat berkembang menjadi manusia pembangunan yang berkualitas.

Melalui pelatihan (training) tertentu diharapkan siswa berpenglihatan terbatas dapat memanfaatkan sisa penglihatannnya sehingga kemampuan membaca awasnya tidak kalah jauh dengan anak yang tidak tergangu penglihatannya. Minimal mereka dapat menggunakan fasilitas-fasilitas umum yang ada dalam kehidupan sehari-han. Sehingga dalam aktivitas kehidupan sehari-harinya (ADL = Activity Daily Living) siswa berpenglihatan terbatas ini cukup mandiri dan tidak tergantung dengan individu lain, dan pada akhirnya nanti akan menunjang pula prestasi belajar akademiknya secara optimal sesuai dengan taraf kemampuan inteligensi dan kecerdasan emosinya.

Eksperimen Program Pelatihan Penggunaan Sisa Penglihatan (PPSP) terhadap kemampuan membaca awas ini menggunakan rancangan randomized pretest postest control group. Sedangkan alat pengumpul data yang digunakan adalah Kuesioner dan Tes Kemampuan Membaca.

Subyek penelitian adalah 12 siswa SLB Bagian A Negeri Bandung yang berusia 8 sampai 18 tahun. Mereka berpenglihatan terbatas dan belum mampu membaca awas dengan baik. Mereka secara random dibagi menjadi dua kelompok yaitu 6 orang sebagai kelompok eksperimen dan 6 orang sebagai kelompok kontrol. Kelompok eksperimen mengikuti Program Pelatihan Penggunaan Sisa Penglihatan (PPSP) selama 24 hari dengan lama setiap sesinya antara 30-90 menit.

Pemberian Program Pelatihan Penggunaan Sisa Penglihatan (PPSP) ini bersifat terarah dan terbimbing dengan melibatkan unsur bacaan awas dan proses kegiatan membaca awas. Pelaksanaan program pelatihan ini lebih ditekankan kepada masing-masing individu karena karakteristik sisa penglihatan merekapun sangat individual sekali pula. Walaupun dalam hal ini pelaksanaannya secara kelompok.

Pengujian statistik non parametrik dengan uji Kruskal Wallis (H Test) mendapatkan nilai H = 8, 2935 dengan tarap signifikansi p = . 001. Bila digunakan tabel a = 0, 01 maka menurut tabel x z o,ol; 2-1 = 6, 635. Nilai H (8, 2935) ternyata lebih besar daripada 6, 635, maka Ho diterima. Ini menunjukkan adanya perbedaan peningkatan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dengan demikian program pelatihan pengganaan sisa penglihatan terbukti efektif terhadap kemampuan membaca awas siswa berpenglihatan terbatas.

Meskipun hasil tersebut mendukung hipotesa yang diajukan, penelitian ini memiliki kendala keterbatasan generalisasi. Jumlah sampel yang kecil mengandung kemungkinan sampel kurang representatif terhadap populasi. Jadi generalisasi hasil penelitian ini terbatas hanya pada bagian populasi siswa berpenglihatan terbatas yang mempunyai karakteristik sisa penglihatan yang relatif sama dengan sampel penelitian.

Saran-saran untuk penelitian lebih lanjut adalah sampel penelitian dapat diperluas daerah atau wilayah tempat sekolah. Sehingga ada kesempatan untuk mengatasi generalisasi hasil penelitian ini, dengan demikian sampelnya cukup representatif terhadap populasi.
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neni Anggraini
Abstrak :
Tujuan : Mengetahui prevalensi ambliopia dan sebaran faktor ambliogeniknya serta mengetahui hubungan antara faktor risiko terhadap kejadian ambliopia pada murid Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Jakarta. Metode : Survei epidemiologi dengan disain potong lintang, dengan penggunaan kuesioner untuk menilai faktor risiko sosial ekonomi, pendidikan, pengetahuan, perilaku dan pemanfaatan fasilitas kesehatan dari orang tua murid. Hasil : Ambliopia didefinisikan sebagai tajam penglihatan dengan koreksi <619 yang tidak disebabkan oleh kelainan struktur bola mata maupun jalur penglihatan posterior dan didasari oleh adanya suatu faktor ambliogenik. Dari 948 murid berusia lebih atau sama dengan 6 tahun, ditemukan 26 murid dengan ambliopia (2,7%). Faktor ambliogenik pada murid SDN di Jakarta seluruhnya didasari oleh kelainan refraksi (defocused eye). Sebaran faktor ambliogenik terbanyak adalah isoametropia (69,2%), diikuti dengan anisometropia (23%) dan campuran dengan strabismus (7,8%). Faktor risiko tingkat perilaku orang tua secara bermakna mempengaruhi kejadian ambliopia (p<0,01). Faktor risiko sosial ekonomi, pendidikan, pengetahuan, perilaku dan pemanfaatan fasilitas kesehatan dari orang tua tidak terbukti secara berrnakna mempengaruhi kejadian ambliopia. Kesimpulan : Prevalensi ambliopia pada populasi murid SDN di Jakarta sesuai dengan prevalensi ambliopia anak usia sekolah di berbagai negara, namun lebih tinggi dibandingkan di negara-negara yang sudah melakukan skrining penglihatan secara rutin.
Objectives : To elucidate the prevalence of amblyopia, ambliogenic factors distribution and the association of risk factors and amblyopia in Jakarta public elementary school children. ethods : Epidemiology survey cross sectional study. Questionnaires asking about socioeconomic status, educational level, knowledge and behavior, and utilization of health facility were sent to the parents and the results were analyzed statistically in finding the association with amblyopia. Results : Amblyopia was defined as corrected visual acuity < 619 in the affected eye not attributable to any underlying structural abnormality of the eye or visual pathway, together with the presence of an amblyogenic risk factor. Of 948 pupils, 26 were recorded to have amblyopia. The prevalence of amblyopia in Jakarta public elementary school children were 2,7%. Arnbliogenic factors in all amblyopia cases were refractive errors. The major types of amblyopia were ametropic amblyopia (69,2%), anisometropic amblyopia (23%) and mixed amblyopia with strabismus (7,8%). Parent's behavior was the only risk factor which associated statistically significant with amblyopia (p<0,01). Other risk factors such as socioeconomic status, level of parents? education, knowledge and utilization of health facility were not associated with amblyopia. Conclusions : The prevalence rate of amblyopia in this population of Jakarta public elementary school children were the same as other countries, but higher than those reported in countries who already have routine visual screening program.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21259
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>