Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Fatma Suniarti
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Lidokain adalah anestetik lokal yang banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi, karena mempunyai mula kerja cepat dan masa kerja lama dan jarang menimbulkan alergi. Anestetik lokal lidokain yang biasa digunakan adalah lidokain 2% dengan epinefrin 1 : 80.000. LC adalah lidokain Inpres yang dikeluhkan oleh dokter gigi Puskesmas mempunyai mula kerja lama dan masa kerja singkat. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan mula kerja dan masa kerja LC dan PC (obat anestetik lokal standar) pada kasus pencabutan gigi molar satu atau molar dua rahang bawah. Penelitian dilakukan terhadap 60 orang pasien, yaitu 30 orang mendapat LC dan 30 orang mendapat PC dengan Cara anestesi infiltrasi dan anestesi blok rahang hawah. Observasi mula kerja dilakukan dengan penusukan sonde lurus pada daerah separuh bibir, 2/3 anterior lidah ipsilateral dan mukosa pipi dan luksasi ringan gigi yang akan dicabut dengan interval 1 menit. Observasi masa kerja dilakukan dengan penusukan sonde pada daerah observasi dan soket bekas pencabutan gigi setelah 1 jam dan kemudian setiap 15 menit. Hasil dan Kesimpulan: Mula kerja rata-rata LC 560,7 detik dan PC 254,8 detik. Masa kerja rata-rata LC 124,5 menit dan PC 170 menit. Mula kerja dan masa kerja LC dan PC berbeda bermakna dengan p <0,01. Perbedaan mula kerja dan masa kerja LC dan PC mungkin disebabkan perbedaan formulasi, yaitu perbedaan bahan baku dan zat penambah lain seperti vasokonstriktor, zat pengawet dan lain-lain.
Scope and Method of Study: Lidocain is currently a local anesthetic agent most widely used in dentistry, be-cause of its rapid onset, long duration of action and safety. It is commonly used as a 2% solution containing 1: 80.000 adrenalin. Lidocain (LC) is a trade name for lidocain that is routinely used in Puskesmas (Inpres drug). Complaints about the insufficiency of LC are frequently reported by dentists who work at these local health centers. On the other hand, a large body of information revealed that dentists prefer to use another trade name of lidocain, namely "Pehacain" (PC) to LC. The purpose of the present study is to compare the efficacy of LC vs PC in clinical use, i.e. in the extraction of the first or second molar of the mandible. A total of 60 patients is divided into two groups, consisting of 30 patients each. The first group was treated with LC and the second group with PC, each was locally injected as infiltration and block anesthesia. The onset of action of the drugs was determined by prickling of the lip, tongue and buccal mucosa with a sonde and by a slight luxation of the affected tooth, at an interval of 1 minute. The duration of action of the drugs was determined 1 hour after the onset of anesthesia, by prickling the anesthetized socket every 15 minutes. Findings and Conclusions: The onset of action of LC was 566.7 ± 82.8 (mean ± SD) seconds, and that of PC was 259.8 ± 32.0 seconds. The duration of action of LC was 124.5 ± 13.5 minutes, while that of PC was 170 ± 9.1 minutes. The onset and duration of action of these two drugs differed significantly (p <0.01). The cause of the differences might lie in the differences in the constituents of the drugs, such as the reducing agents, type of preservation, the amount of vasoconstrictor added, etc.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronaldo
Abstrak :
Peresepan obat berpotensi menimbulkan masalah terkait obat terutama interaksi obat. Interaksi obat dapat berujung pada bertambahnya lama perawatan dan menurunnya efektifitas biaya pengobatan. Interaksi obat terjadi diakibatkan oleh perubahan sifat farmakodinamika dan farmakokinetika obat. Peracikan obat bertujuan dalam meningkatkan dosis dan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat, namun dapat juga menimbulkan interaksi antar obat. Peresepan yang dievaluasi merupakan peresepan obat di Apotek Roxy Hasyim Ashari pada periode Juni 2023. Persentase interaksi obat-obat pada peresepan obat racikan di Apotek Roxy Hasyim Ashari periode Juni 2023 berdasarkan tingkat keparahan interaksi terbanyak pada interaksi moderate (79%), mayor (12%), dan minor (9%) sedangkan interaksi obat-obat berdasarkan mekanisme interaksi terbanyak pada interaksi farmakodinamika (85%) dan farmakokinetik (15%). Rekomendasi apoteker akan interaksi obat-obat yang terjadi yaitu sebaiknya dihindari penggunaannya secara bersama, memberi jeda antara kedua obat yang berpotensi interaksi, dan bila perlu ditambahkan terapi penunjang untuk mengurangi efek interaksi yang dihasilkan. Tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh apoteker Roxy Hasyim Ashari mengetahui terkait interaksi obatobat yang terjadi yaitu merekomendasi kepada dokter penulis resep agar dapat memberi terapi tambahan dan dihindari penggunaannya secara bersamaan terutama diracik menjadi satu kapsul. ...... Drug prescribing has the potential to cause drug-related problems, especially drug interactions. Drug interactions can lead to increased length of treatment and decreased cost-effectiveness of treatment. Drug interactions occur due to changes in the pharmacodynamic and pharmacokinetic properties of drugs. Drug compounding aims to improve dosage and patient compliance in using drugs, but can also cause interactions between drugs. The prescriptions evaluated were drug prescriptions at Roxy Hasyim Ashari Pharmacy in the x Universitas Indonesia period June 2023. The percentage of drug-drug interactions in compounded drug prescriptions at Roxy Hasyim Ashari Pharmacy in the June 2023 period based on the severity of the interaction was highest in moderate (79%), major (12%), and minor (9%) interactions while drug-drug interactions based on the interaction mechanism were highest in pharmacodynamic (85%) and pharmacokinetic (15%) interactions. Pharmacist recommendations for drugdrug interactions that occur are that they should be avoided using them together, give a break between the two drugs that have the potential for interaction, and if necessary add supporting therapy to reduce the effects of the resulting interactions. The follow-up that can be done by Roxy Hasyim Ashari pharmacists to find out about drug-drug interactions that occur is to recommend to the doctor who writes the prescription so that he can provide additional therapy and avoid using them together, especially compounded into one capsule.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siska
Abstrak :

Apium graveolens L. (seledri) merupakan obat herbal yang digunakan untuk pengobatan hipertensi. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa penggunaan bersama herbal dengan obat sintetik dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada farmakokinetik dan farmakodinamik obat sintetik. Informasi mengenai interaksi antara obat herbal dengan obat sintetik masih terbatas sehingga perlu diketahui efektivitas dan keamanan penggunaan kombinasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya interaksi farmakodinamik dan farmakokinetik kombinasi kaptopril dan ekstrak seledri yang diberikan secara oral sebagai antihipertensi. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah pengujian interaksi farmakokinetik dengan mengambil darah tikus pada titik waktu tertentu setelah pemberian obat dan ekstrak seledri. Konsentrasi kaptopril diukur menggunakan kromatografi cair kinerja ultra tinggi-tandem spektrometri massa (KCKUT-SM/SM), selanjutnya dihitung Ke, Cmax, AUC, Tmax, dan T1/2. Bagian kedua yaitu pengujian interaksi farmakodinamik untuk efek antihipertensi dengan metode pengukuran tekanan darah secara non-invasive pada ekor. Tekanan darah diukur sebelum perlakuan, setelah induksi NaCl 4%, dan setelah pemberian bahan uji. Pengambilan sampel urin dan darah untuk pengujian kadar natrium, kalium, volume urin, kadar kreatinin, aktivitas enzim ALT (SGPT), dan enzim penghambat konversi angiotensin. Hasil uji pada profil farmakokinetik kaptopril berbeda antara pemberian tunggal dengan kombinasi ekstrak seledri. Pemberian kaptopril 2,5 mg/kg bb bersamaan dengan ekstrak seledri 40 mg/kg bb tanpa jeda waktu menurunkan Cmax dan AUC serta memperpanjang waktu Tmax dan T1/2. Pemberian ekstrak seledri 1 jam sebelum kaptopril (10 mg/kg bb) pada kombinasi, meningkatkan Cmax dan AUC, serta memperpanjang T1/2. Tekanan darah tikus yang mendapat kombinasi kaptopril dosis 5 mg/kg bb dengan ekstrak seledri dosis 40 mg/kg bb menurun lebih besar dibandingkan dengan pemberian kaptopril tunggal. Penurunan tekanan darah pada kelompok kombinasi kaptopril dan ekstrak seledri diikuti dengan peningkatan volume urin. Kadar natrium urin dan serum, serta kadar kalium serum cenderung mengalami peningkatan pada semua kelompok perlakuan namun tidak berbeda bermakna dengan kelompok normal. Kadar kalium urin cenderung mengalami penurunan kecuali pada kelompok kombinasi kaptopril (5 mg/kg bb) dan ekstrak seledri (40 mg/kg bb). Kreatinin serum cenderung meningkat pada kelompok kombinasi kaptopril dengan ekstrak seledri tetapi masih dalam rentang normal. Kreatinin urin dan bersihan kreatinin pada tikus yang mendapat kombinasi kaptopril dan ekstrak seledri tidak berbeda dengan kelompok normal.  Kadar SGPT cenderung menurun pada semua kelompok kombinasi kaptopril dan ekstrak seledri, namun tidak berbeda bermakna dengan kelompok normal. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah pemberian kombinasi kaptopril dosis 2,5 mg/kg bb dan 10 mg/kg bb dengan ekstrak seledri dosis 40 mg/kg bb secara oral dapat mengubah farmakokinetik kaptopril.  Pemberian kombinasi kaptopril dosis 5 mg/kg bb dan ekstrak seledri dosis 40 mg/kg bb menurunkan tekanan darah kembali normal pada tikus hipertensi yang diinduksi NaCl.


Apium graveolens L. (celery) is commonly used as herbal medicine for antihypertension. There was evidence that herb combines with the synthetic drug may affect the pharmacokinetics and pharmacodynamics of the synthetic drug. Information about the interaction between herbal medicines and synthetic drugs is still limited, therefore it will be necessary to explore the clinical results when using these combinations. This study aimed to investigate the pharmacodynamic and pharmacokinetic interaction of oral administration of combined captopril and celery as antihypertensive agent in animal model. The study was divided into two parts. In the first part which was the pharmacokinetics study, blood samples were collected at a various time points after herb-drug combination administration. The blood values of Ke, Cmax, AUC, Tmax, and T1/2 of captopril were obtained by using LC-MS/MS method. The second part was the pharmacodynamic study. The blood pressure was measured bymeans of non-invasive tail method and recorded before and after treatment of induction of 4% NaCl solution and herb-drug administration. The urine and blood were collected and the sodium and potassium concentration, cumulative urine volume, creatinine, the activities of glutamic pyruvic transaminase enzyme and angiotensin converting enzyme inhibition were measured. The results of the pharmacokinetic study showed that concomittant administration of 2.5 mg/kg bw of captopril and 40 mg/kg bw of celery extract decreased Cmax, Ke, AUC and increased T1/2 and Tmax of captopril. When 40 mg/kg bw of celery extract was given 1 hour before 10 mg/kg bw of captopril, the Cmax, T1/2, AUC of captopril were increased and Ke was decreased compared with captopril alone. The combination 5 mg/kg bw of captopril and 40 mg/kg bw of celery extract decreased the blood pressure in hypertensive rats better than 5 mg/kg bw of captopril alone. The decreased in blood pressure was followed by an increase in urine volume. Urinary and serum sodium, serum potassium levels tended to increase in all treatment groups, but they were not significantly different from the normal group. Urinary potassium levels tended to decrease except in the combined 5 mg/kg bw of captopril and 40 mg/kg bw of celery extract. In conclusion, oral administration of combination of 2,5 mg/kg bw and 10 mg/kg bw captopril with 40 mg/kg bw celery extract changes the pharmacokinetics of captopril, whereas the administration of combination of 5 mg/kg bw captopril and 40 mg/kg bw celery extract decreased the blood pressure to normal value in NaCl-induced hypertension rats.

2019
D2586
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahriah
Abstrak :
Berbagai penelitian telah membuktikan khasiat ekstrak air rosella (Hibiscus sabdariffa L) dalam pemeliharaan fungsi kardiovaskular. Penggunaan ekstrak air rosella yang dikoadministrasikan dengan aspirin berpotensi untuk terjadi, karena aspirin merupakan terapi yang juga digunakan dalam pemeliharaan fungsi kardiovaskular, khususnya sebagai antiplatelet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak air rosella terhadap farmakokinetik dan farmakodinamik aspirin. Studi interaksi farmakokinetik dan farmakodinamik ekstrak air rosella dengan aspirin terbagi dalam beberapa kelompok perlakuan, yaitu kelompok aspirin tunggal, rosella tunggal dan tiga kelompok ko-administrasi ekstrak air rosella dengan aspirin. Ekstrak air rosella dalam tiga variasi dosis yang diberikan secara ko-administrasi dengan aspirin tidak memberikan pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap AUC, Cmaks, tmaks, Vd, Klirens, dan t1/2 asam salisilat. Selain itu, pemberian ekstrak air rosella secara ko-administrasi dengan aspirin tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan waktu perdarahan dan survival rate dari tikus uji. Berdasarkan  hasil penelitian ini disimpulkan, ekstrak air rosella yang digunakan secara ko-administrasi dengan aspirin pada tikus tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap farmakokinetik dan farmakodinamik aspirin.
Various studies have proven the efficacy of Roselle (Hibiscus sabdariffa L) in maintaining cardiovascular function. The use of aqueous extract of Roselle with aspirin has the potential to occur, because aspirin is a therapy that is also used in the maintenance of cardiovascular function, especially as antiplatelet. This study aimed to determine the effect of aqueous extract of Roselle on the pharmacokinetics and pharmacodynamics of aspirin. The study of pharmacokinetic and pharmacodynamic interactions of aqueous extract of Roselle with aspirin was divided into several treatment groups: single aspirin group, single Roselle and three co-administration groups of aqueous extract of Roselle with aspirin. Co-administration aqueous extract of Roselle with aspirin did not have a significant difference on AUC, Cmax, Tmax, Vd, clearance, and t½ salicylic acid. In addition, co-administration aqueous extract of Roselle and aspirin did not show a significant increase in the bleeding time and survival rate of rats. In conclusion, aqueous extract of Roselle used by co-administration with aspirin in rats did not have a significant effect on the pharmacokinetics and pharmacodynamics of aspirin.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
T54283
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Batubara, Risa Widiani
Abstrak :
Pengembangan penghantaran tertarget kolon bertujuan agar pelepasan obatnya mencapai target terapetik yang selektif sehingga dapat memaksimalkan efeknya baik dengan tujuan pengobatan secara sistemik maupun lokal. Lactobacillus plantarum FNCC 0461 yang telah dikembangkan dalam bentuk sediaan pelet dapat menjadi alternatif dalam terapi diare yang menjadi salah satu target penyakit dengan pengobatan tertarget kolon. Optimasi formula penyalut dilakukan untuk mendapatkan profil pelepasan obat yang lebih baik berdasarkan parameter persen kumulatif pelepasan probiotik melalui uji disolusi dengan medium yang menyerupai kondisi saluran pencernaan. Pelet yang dilapisi Cellulose Acetate Phthalate (CAP) dengan konsentrasi 5% menunjukkan profil pelepasan obat yang lebih baik dibandingkan konsentrasi 7,5% dan 10% selama pengamatan 24 jam dengan nilai masing-masing sebesar 50,5%; 24,3% dan 18,0%. Nilai tersebut sebanding dengan jumlah sel viabelnya dimana CAP dengan konsentrasi 5% > 7,5% > 10% dengan nilai masing-masing sebesar 3,45±0,520x107; 1,5±2,598x107 dan 1,05±2,598x107. Hasil uji secara in vivo menggunakan hewan uji tikus jantan galur Sprague Dawley menunjukkan bahwa kelompok hewan uji yang mendapat perlakuan sediaan pelet tertarget kolon yang mengandung L.plantarum FNCC-0461 mengalami perbaikan setelah dilakukan induksi E. coli dibandingkan kelompok lainnya. Efektivitas ini dinilai berdasarkan parameter farmakodinamiknya, terutama nilai rata-rata intensitas BAB sebesar 4,67±0,52 kali dengan konsistensi feses berada pada skala 0 (bentuk padat) diakhir pengamatan serta kandungan kadar air sekum rata-rata sebesar 43,52±2,177%. Keberhasilan lain juga terlihat dari perubahan berat badan yang lebih stabil, nafsu makan yang meningkat, nilai total BAL yang lebih tinggi, dan total E. coli yang lebih rendah dari kelompok lainnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa formulasi sediaan pelet tertarget kolon dengan konsentrasi CAP 5% yang mengandung L. plantarum FNCC-0461 memiliki efektivitas sebagai antidiare. ......The development of colon-targeted delivery aims to ensure that the drug release reaches selective therapeutic targets so that it can maximize its effects for both systemic and local treatment purposes. Lactobacillus plantarum FNCC 0461 which has been developed in pellet dosage form can be an alternative in diarrhea therapy which is one of the disease targets with colon-targeted treatment. Optimization of the coating formula was carried out to obtain a better drug release profile based on the cumulative percent parameter of probiotic release through a dissolution test with a medium that resembles the conditions of the digestive tract. Pellets coated with CAP (Cellulose Acetate Phthalate) with a concentration of 5% showed a better drug release profile than concentrations of 7.5% and 10% during 24-hour observation with a value of 50.5% each; 24.3% and 18.0%. This value is proportional to the amount of cell viability where CAP with a concentration of 5% > 7.5% > 10% with respective values of 3.45 ± 0.520x107; 1.5±2.598x107 and 1.05±2.598x107. In vivo test results using male Sprague Dawley rat test animals showed that the group of test animals treated with colon- targeted pellets containing L. plantarum FNCC-0461 experienced improvements after E. coli induction compared to other groups. This effectiveness was assessed based on pharmacodynamic parameters, especially the average defecation intensity value of 4.67 ± 0.52 times with fecal consistency being on a scale of 0 (solid form) at the end of the observation and an average cecum water content of 43.52 ± 2.177 %. Other successes were also seen from more stable weight changes, increased appetite, higher total BAL values, and lower total E. coli than the other groups. This research shows that a colon- targeted pellet formulation with a CAP concentration of 5% containing L. plantarum FNCC-0461 has been proven to be effective as an antidiarrheal.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library