Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Meta Yunia Candra
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang : Penerbang Sipil merupakan profesi pekerjaan yang memiliki resiko mengalamistres karena tantangan yang dihadapinya setiap hari, seperti lingkungan penerbangan, ketinggian,kebisingan, komunikasi, dan getaran. Penerbangan jarak dekat yang terjadi di Indonesia sebagainegara kepulauan tidak dapat dihindirai oleh penerbang sehingga dapat menjadi pemicu terjadikelelahan yang menyebabkan stres. Untuk mengukur kelelahan yang menyebabkan stres padapenerbang sipil dapat diketahui berdasarkan kuesioner dan biomarker stres dapat mengunakansampel saliva dengan mendeteksi kadar enzim alfa amilase saliva. Tujuan : Dengan mengetahuihubungan stres akibat faktor kelelahan pada penerbang sipil Indonesia terhadap kadar enzim alfaamilase saliva, maka diharapkan dapat meningkatkan keselamatan penerbangan sipil Indonesia.Metode : membandingkan kadar enzim alfa amilase saliva pada dua kelompok penerbang sipilIndonesia yang melakukan penerbangan sektor dan memiliki jam terbang total lebih dari 6624 jamdengan kelompok penerbang sipil Indonesia yang yidak melakukan penerbangan sektor danmemiliki jam terbang total kurang dari 6624 jam. Hasil : Terdapat hubungan peningkatan kadarenzim alfa amilase saliva pada kelompok penerbang sipil dengan Indonesia yang melakukanpenerbangan sektor dan memiliki jam terbang total lebih dari 6624 jam dengan kelompokpenerbang sipil Indonesia yang tidak melakukan penerbangan sektor dan memiliki jam terbangtotal kurang dari 6624 jam. Kesimpulan : Kadar enzim alfa amilsae saliva berbeda secarasignifikan pada dua kelompok penerbang, sehingga enzim alfa amilase saliva dapat dijadikanbiomarker untuk mengetahui adanya stres pada penerbang sipil Indonesia.
ABSTRACT
Background Aviators are one of the high risk jobs that have high levels of stress due to aviationenvironment, altitude, noise, communication and vibration. Indonesia as an archipelagic countryrequires its civilian aviators to go through high frequency intersection routes between islands. Thiscircumstance triggers fatigue that leads to a stress condition. Salivary amylase is an enzyme thatcan be used as a stress biomarker. Aim This study aims at analyzing the effect of stress on salivary amylase levels in Indonesian civil aviators. Methods comparing salivary alpha amylaseenzyme levels in two groups of Indonesian civil aviators who are on a sector flight and have a totalflight time of more than 6624 hours with Indonesian civil aviation groups that do not fly sectorsand have a total flight time of less than 6624 hours. Result Nineteen people 47.5 from 40subjects were clinically diagnosed fatigue. Ten out of nineteen subjects 52.6 had high SAAlevel and the rest had moderate one. Summary Based on this study, SAA level can be utilized asan effective tool for forensic investigation on aviation accidents and or incidents caused by humanfactors.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Melissa Ayu L. Witjaksono
Abstrak :
Latar Belakang: Post-stroke fatigue merupakan invisible handicap dengan prevalensi global 23% - 85%. Faktor yang berkaitan multidimensional, dan berdampak negatif terhadap angka rawat, luaran fungsional, kualitas hidup, dan kesintasan. Prevalensi dan faktor-fakor yang berkaitan dengan late PSF pada populasi stroke iskemik di Indonesia belum ada. Metode: Penelitian potong-lintang ini menggunakan teknik pengambilan sampel berurutan pada seluruh pasien stroke iskemik yang kontrol ke Poli Saraf RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Data primer didapatkan menggunakan kuisioner Fatigue Severity Scale, Skala Kecemasan dan Depresi Rumah Sakit, Montreal Cognitive Assessment, dan Pittsburgh Sleep Quality Index versi Indonesia. Data sekunder didapatkan dari rekam medis. Analisis dilakukan untuk menilai prevalensi, hubungan PSF dengan faktor-faktor yang memengaruhi, dan korelasi item FSS dengan PSF. Hasil: Dari 248 pasien, 100 pasien pertama yang memenuhi kriteria penelitian diambil sebagai subjek penelitian. Prevalensi PSF didapatkan sebanyak 49%. Pada analisis multivariate, pekerjaan sebelum stroke (aOR 0,34; IK95% (0,11-0,99); p=0,047), jumlah komorbid (aOR 3,07; IK95% (1,17-8,10); p=0,023), dan talamus (aOR 0,17; IK95% (0,03-0,89); p=0,036) menentukan kejadian PSF. Pada uji korelasi, item FSS yang berkorelasi tertinggi adalah item 8 dan 5. Simpulan: Pada penelitian ini, hampir setengah pasien stroke iskemik mengalami late PSF. Faktor-faktor yang berkaitan perlu diinterpretasi secara hati-hati. Fatigue bersifat subjektif sehingga faktor psikososial dan budaya perlu dipertimbangkan. ......Background: Post-stroke fatigue is an invisible handicap with a global prevalence of 23%-85%. The factors associated is multidimensional, and has negatif impact on hospitalization, functional outcome, quality of life, and survival. The prevalence and factors associated with late PSF among the Indonesian population with ischemic stroke has not been published. Methods: This is a cross-sectional study using consecutive sampling techniques on stroke ischemic patients who visits the Neurolgy clinic at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. Primary data is obtained by questionnaires consisting of the Indonesian version of the Fatigue Severity Scale, Hospital Anxiety and Depression Scale, Montreal Cognitive Assessment, dan Pittsburgh Sleep Quality Index. Secondary data is obtained through medical records. Analysis are performed to obtain the prevalence, relationship between PSF and associated factors, and correlation between FSS items with PSF. Results: From 248 patients, the first 100 patients meeting the study criteria were taken as study subjects. The prevalence of PSF is 49%. In multivariate analysis, employment before stroke (aOR 0.34; 95%CI (0.11-0.99); p=0.047), number of comorbid (aOR 3.07; 95%CI (1.17-8.10); p=0.023), and thalamus (aOR 0.17; 95%CI (0.03-0.89); p=0.036) are associated with PSF. In the correlation test, the items from FSS that have the highest correlation to PSF are items 8 and 5. Conclusion: In this study, nearly half of ischemic stroke patients experienced late PSF. Related factors need to be interpreted carefully. Fatigue is a subjective symptom so cultural and psychosocial factors needs to be considered.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Teinny Suryadi
Abstrak :
Latar Belakang. Perbaikan fungsi berjalan adalah target fungsional yang paling relevan pasca-stroke. Oleh karena itu diperlukan alat ukur yang dapat menilai kemampuan fungsional pasca-stroke yang aman dan tidak menimbulkan kelelahan. Tujuan dari penelitian ini untuk menilai korelasi antara Fatigue Severity Scale dan Skala Borg dengan uji jalan 2 menit pada penderita stroke.Metode. Studi potong lintang pada 35 subjek stroke subakut dan kronik di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Dilakukan uji korelasi Pearson antara Fatigue Severity Scale dan Skala Borg dengan hasil pengukuran uji jalan 2 menit.Hasil. Pada pasien stroke terdapat korelasi sedang yang signifikan pada Skala Borg kaki lelah ge;3 dengan uji jalan 2 menit baik pada jarak tempuh r=-0,505, p=0,046 maupun kecepatan r=-0,498, p=0,050 namun tidak terdapat korelasi antara FSS dengan hasil pengukuran uji jalan 2 menit. Tidak terdapat korelasi antara Skala Borg usaha dan sesak dengan jarak tempuh uji jalan 2 menit.Kesimpulan. Terdapat korelasi sedang yang bermakna secara statistik antara Skala Borg kaki lelah dengan hasil pengukuran uji jalan 2 menit.Tidak terdapat korelasi antara FSS dengan uji jalan 2 menit.
Background. Improvement of walking function is the most relevant functional target post stroke Therefore we need a measuring tool that can assess the functional ability of post stroke that is safe and does not cause fatigue. Aim of this study to assess the correlation between Fatigue Severity Scale and Borg Scale with 2 minute walking test in stroke patient.Method. Cross sectional study on 35 subacute and chronic stroke subjects at RSUPN Cipto Mangunkusumo. A Pearson correlation test was conducted between FSS and Borg Scale with 2 minute walking test.Result. In stroke patients there was a significant moderate correlation between Borg Scale leg fatigue ge 3 with 2 minute walking test on distance r 0,505, p 0.046 and walking speed r 0,498, p 0,050 but there was no correlation between FSS and 2 minute walking test. There was no correlation between the Borg Scale dypsnea and leg fatigue with 2 minute walking test.Conclusion. There was a statistically significant correlation between Borg Scale leg fatigue with 2 minute walking test. There was no correlation between FSS with 2 minute walking test.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Candra Tri Prasetyo
Abstrak :
Kelelahan pada pengemudi bus antarprovinsi jurusan Blitar-Jakarta berisiko tinggi dalam kecelakaan lalu lintas yang dapat menyebabkan kerugian terutama pada penumpang, pengemudi dan perusahaan otobus. Hasil prasurvey di PT CTP menunjukkan bahwa 3 dari 7 pengemudi mengeluh kelelahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat kelelahan dan faktor risiko yang memengaruhi kelelahan pada pengemudi bus antarprovinsi jurusan Blitar-Jakarta. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional, bersifat deskriptif dengan pendekatan semikuantitatif observasional. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling yang berjumlah 31 responden. Variabel yang diteliti di antaranya faktor risiko terkait kerja (shift kerja, durasi mengemudi, dan waktu istirahat) dan faktor risiko tidak terkait kerja (usia, indeks masa tubuh, waktu tidur, masa kerja, pekerjaan sampingan, dan kondisi kesehatan). Data dianalisis dengan metode Fisher exact, Fatigue Severity Scale digunakan sebagai instrumen untuk mengukur kelelahan. Hasil penelitian ini menunjukkan hampir semua pengemudi mengalami kelelahan. Meskipun secara statistik tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara tingkat kelelahan dengan faktor risiko baik yang terkait maupun tidak terkait dengan pekerjaan. Namun, faktor risiko terkait pekerjaan dan faktor risiko tidak terkait pekerjaan memiliki kontribusi dalam menaikkan risiko kelelahan pada pengemudi bus. ......Fatigued bus driver between provinces in Blitar-Jakarta has high risk in traffic accidents. This can cause losses especially to passengers, drivers, and auto companies. The survey results at PT CTP showed that 3 out of 7 drivers complained of fatigue. The purpose of this study is to describe the level of bus driver fatigue and risk factors affecting it. The study design is cross sectional, descriptive in nature with a semi-quantitative observational approach. The sampling technique uses a total sampling of totaling 31 respondents. The variables studied included work-related risk factors (work shifts, driving duration, and rest periods) and non-work related risk factors (age, body mass index, sleep time, years of service, side jobs, and health conditions). Data analyzed using Fisher exact method and Fatigue Severity Scale as an instrument to measure fatigue. The results of this study show that most drivers experience fatigue and only a small proportion do not experience fatigue. Although there is no significant relationship between the level of fatigue with work-related and non-work-related risk factors, those variables do contribute to the increase of fatigue in bus drivers
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library