Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Faruq Fauzi
Abstrak :
Febrile neutropenia merupakan salah satu efek samping dari kemoterapi yang harus diperlakukan sebagai keadaan darurat medis onkologi. Febrile neutropenia 80% terjadi pada pasien pasca kemoterapi agresif yang diberikan untuk keganasan hematologi. Kemoterapi agresif dapat menyebabkan neutropenia ditambah dengan adanya pencetus lain seperti infeksi. Pengetahuan perawat yang rendah mengenai faktor risiko septikemia dan tempat infeksi utama pada pasien neutropenia sangat mengkhawatirkan. Hal tersebut akan menyebabkan perawatan dan pengobatan yang diberikan pada pasien febrile neutropenia dengan syok septik akan lebih sulit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang febrile neutropenia pada pasien leukemia pasca kemoterapi di Rumah Sakit Kanker di Jakarta. Desain penelitian adalah croos sectional deskriptif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Proportionate Stratified Random. Jumlah sampel sebanyak 150 perawat rawat inap dimana pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan menggunakan uji frekuensi dengan persentase atau proporsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat 71,3% memiliki pengetahuan yang cukup tentang febrile neutropenia. Hasil analaisis juga menunjukkan bahwa usia, pendidikan, pengalaman kerja, serta pelatihan memiliki hubungan yang signifikan terhadap pengetahuan perawat tentang febrile neutropenia. Pentingnya upaya peningkatan pengetahuan secara berkala seperti pelatihan khusus tentang febrile neutropenia serta evaluasi kompetensi secara berkala penting untuk meningkatkan pengetahuan perawat. ......Febrile neutropenia is a side effect of chemotherapy that could be treated as a medical oncology emergency. Febrile neutropenia occurs in 80% of patients' post-aggressive chemotherapy for haematological malignancies. aggressive chemotherapy cause neutropenia coupled with other triggers such as infection. Nurses' low knowledge of risk factors for septicaemia and the main site of infection in neutropenic patients is very worrying. This makes the care and treatment given to febrile neutropenic patients with septic shock more difficult. This study aimed to describe the level of knowledge of nurses about febrile neutropenia in post-chemotherapy leukaemia patients at Cancer Hospital in Jakarta. The research design was descriptive. The sample was recruited using the Proportionate Stratified Random technique. The total sample is 150 nurses. The results showed that most of the nurses 71, 3% have a moderate knowledge of febrile neutropenia. The results of the analysis also showed that age, education, work experience, and training have a significant relationship with nurses' knowledge about febrile neutropenia. The importance of regular efforts to improve knowledge, such as special training on febrile neutropenia and periodic competency evaluations, is important to increase nurse knowledge
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosa Melati
Abstrak :
ABSTRAK
Demam neutropenia merupakan komplikasi yang terjadi paska kemoterapi. Tujuan Karya Ilmiah Akhir adalah menggambarkan aplikasi model adaptasi Roy dalam merawat anak dengan kanker yang mengalami masalah demam neutropenia dan pencapaian kompetensi praktik spesialis keperawatan anak. Peran perawat yang dilakukan selama praktik adalah pemberi asuhan, advokator, konselor, pendidik, kolaborator, peneliti dan inovator berlandaskan etik dan legal dalam keperawatan. Pendekatan model adaptasi Roy diaplikasikan pada 5 kasus dan proses keperawatan yang dilalui adalah pengkajian perilaku, pengkajian stimulus, diagnosa keperawatan, tujuan keperawatan, intervensi dan evaluasi. Evaluasi yang didapat adalah nilai ANC lebih dari 1000 mm3 saat anak keluar dari ruang rawat demam neutropenia, dan gejala klinis mengalami perbaikan. Model adaptasi Roy dapat diterapkan pada anak kanker di ruang rawat anak dalam upaya mencapai proses adaptasi dan meningkatkan kualitas hidup anak.ABSTRACT Neutropenic febrile is a complication effect of post chemotherapy treatment. This final paper aimed to describe the application of Roy?s Adaptation Model in caring for children with cancer experiencing neutropenic febrile and to describe the achievement of pediatric nurse specialist student?s competencies in clinical practice. During the residency programme, role as caregiver, advocate, educator, collaborator, researcher, and innovator was conducted based on ethic and legal in nursing issues. Roy?s Adaptation Model was implemented on 5 pediatric clients. Nursing process was conducated by behavior and stimuli assessment, nursing diagnosis, nursing outcome, intervention, and evaluation. The children with neutropenia febrile experienced ANC value more than 1000m3 after the care. Roy?s Adaptation Model can be applied in caring for children with cancer in order to improve children?s quality of life.
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fannya Ayu Permatasari
Abstrak :
Salah satu dari komplikasi kemoterapi adalah kejadian Febrile Neutropenia (FN), yang mana ditandai dengan demam lebih dari 38o C dalam jangka waktu lebih dari 1 jam dengan hitung jenis neutrophil kurang dari 500/mm3.  Berdasarkan hasil pengkajian pada kasus anak dengan LLA, didapatkan kejadian FN post kemoterapi dengan gejala umum demam, serta ditambah dengan Pneumonia sehingga timbul sesak dan batuk berdahak. Masalah keperawatan yang ditegakkan terdiri dari ketidakefektifan bersihan jalan napas, hipertermia, dan risiko infeksi. Intervensi yang menjadi fokus dalam karya ilmiah ini yaitu kompres hangat Tepid Water Sponge (TWS). Selain itu, dilakukan intervensi untuk mengatasi masalah lainnya, seperti penerapan manajemen jalan napas dan pencegahan infeksi. Hasil evaluasi dari intervensi yang telah dilakukan adalah sesak dan batuk berkurang, demam tidak ada, dan penyebaran infeksi tidak terjadi. TWS yang dilakukan menunjukkan efektifitas pada pasien dengan LLA yang mangalami demam ketika dilakukan segera minimal 30 menit setelah pemberian antipiretik. TWS dapat menurunkan suhu dengan rata-rata penurunan 0.43o C. Hasil karya ilmiah ini menyarankan institusi kesehatan atau rumah sakit untuk menerapkan teknik kompres hangat TWS sebagai tindakan non-farmakologi yang efektif menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami demam. 
One of the complications of chemotherapy is the occurrence of Febrile Neutropenia (FN), which is characterized by fever of more than 38o C in a period of more than 1 hour with a count of neutrophils of less than 500/mm3. Based on the results of studies in cases of children with LLA, post-chemotherapy FN was found with common symptoms of fever and added to Pneumonia resulting in tightness and coughing up sputum. The established nursing problems consist of ineffectiveness of airway clearance, hyperthermia, and risk of infection. The intervention that is the focus of this scientific work is warm compresses of Tepid Water Sponge (TWS). In addition, interventions are done to address other problems, such as the application of airway management and prevention of infection. The results of the evaluation of the interventions that have been done are reduced dipsnoe and coughing, no fever, and the spread of infection doesnt occur. TWS performed shows effectiveness in patients with ALL who experience fever when done immediately at least 30 minutes after antipyretic administration. TWS can reduce the temperature by an average temperature drop of 0.43o C. This scientific work suggests health institutions or hospitals to apply the warm TWS compress technique as a non-pharmacological action that effectively lowers the body temperature of children who have fever.

Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khoirunnisa
Abstrak :
Demam neutropenia merupakan salah satu kegawatan yang terjadi pada kasus anak kanker yang sedang menjalani kemoterapi. Demam neutropenia dapat meningkatkan risiko infeksi pada anak dan dapat memperburuk keadaan umum anak. Perawat berperan dalam meningkatkan kapasitas anak dan keluarga untuk upaya pengendalian infeksi selama di rumah sakit dan sebagai persiapan perawatan di rumah. Penelitian ini menggunakan rancangan kuasi-eksperimen dengan pendekatan pre-post without control group. Sampel penelitian ini berjumlah 30 anak dengan kanker yang dirawat dengan demam neutropenia. Intervensi manajemen pengendalian infeksi terdiri dari edukasi dan pemantauan perilaku pengendalian infeksi selama lima hari. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada tingkat pengetahuan orang tua dan ada perubahan perilaku setelah diberikan intervensi manajemen pengendalian infeksi pada anak dengan demam neutropenia. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan metode pemantauan yang lebih efektif sehingga manajemen pengendalian infeksi dapat berjalan optimal. ......Febrile neutropenia is one of the main causes of cancer children who are undergoing chemotherapy. Febrile neutropenia can increase the risk of infection in children and can worsen the general condition of children. Nurses play a role in increasing the capacity of children and families for infection control efforts while in the hospital and as preparation for home care. This study used a quasi-experimental design with a pre-post without control group approach. The study sample consisted of 30 children with cancer who were treated with febrile neutropenia. The infection control management intervention consisted of education and monitoring of infection control behavior for five days. The results showed a significant difference in the level of knowledge of parents and there was a change in behavior after being given an infection control management intervention in children with febrile neutropenia. Further research can be carried out with more effective monitoring methods so that infection control management can run optimally.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Edel Herbitya
Abstrak :
Latar Belakang. Demam neutropenia adalah salah satu kegawatdaruratan di bidang onkologi medis dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, menyebabkan pembiayaan kesehatan yang tinggi serta memicu luaran klinis yang buruk. Oleh karena itu, klinisi perlu mengenali faktor-faktor risiko untuk mencegah demam neutropenia. Skor FENCE merupakan model prediksi demam neutropenia pada pasien yang menjalani kemoterapi siklus pertama. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan validasi skor FENCE dalam memprediksi risiko terjadinya demam neutropenia pada pasien kanker padat dan limfoma yang menjalani kemoterapi siklus pertama. Metode. Penelitian ini memiliki desain kohort retrospektif dengan menggunakan data rekam medis pada pasien kanker padat dan limfoma yang menjalani kemoterapi siklus pertama di RS Kanker Dharmais pada tahun 2020. Identifikasi penilaian skor FENCE akan dievaluasi saat akan menjalani kemoterapi siklus pertama. Data terkumpul dianalisis uji kalibrasi dengan Hosmer-Lemeshow dan uji diskriminasi dengan Area Under the Curve(AUC) dalam memprediksi risiko terjadinya demam neutropenia. Hasil. Diantara 700 pasien, proporsi demam neutropenia adalah 13,3% dengan mortalitas sebesar 21,5%. Mayoritas subjek adalah wanita (70,4%), usia < 65 tahun (91,6%) dengan median usia 49 tahun, kanker payudara (44%), dan stadium lanjut (54,7%). Skor FENCE memiliki performa kalibrasi yang baik (p = 0,354, koefisien korelasi r = 0,979). Performa diskriminasi skor FENCE baik dengan AUC 0,816 (IK95% 0,771 – 0,862). Kesimpulan. Performa kalibrasi dan diskriminasi skor FENCE dalam memprediksi risiko terjadinya demam neutropenia pada pasien kanker padat dan limfoma adalah baik.  ......Background. Febrile neutropenia is an emergency case in the medical oncology field with high morbidity and mortality rates, causing high health costs, and leading to poor clinical outcomes. Therefore, clinicians need to identify risk factors to prevent febrile neutropenia. The FENCE score is a prediction model of febrile neutropenia in patients undergoing the first cycle of chemotherapy. Aim. This study aims to validate the FENCE score in predicting the risk of febrile neutropenia in solid cancer and lymphoma patients undergoing the first cycle of chemotherapy. Methods. In this study, a retrospective cohort design was used using medical records of solid cancer and lymphoma patients who underwent the first cycle of chemotherapy at Dharmais Cancer Hospital in 2020.The identification of the FENCE score will be evaluated when undergoing the first cycle of chemotherapy. Collected data were analyzed using the Hosmer-Lemeshow test for the calibration performance and the Area Under the Curve (AUC) test for the discrimination performance in predicting the risk of febrile neutropenia. Results. Among 700 patients, 13.3% had febrile neutropenia, with a mortality rate of 21.5%. The majority were females (70.4%), age < 65 years (91.6%) with a median age of 49 years, breast cancer (44%), and advanced stage (54.7%). The FENCE score had good calibration performance (p = 0.354, coefficient of correlation r = 0.979). The discrimination performance of FENCE score was good with AUC 0.816 (95%CI 0.771 – 0.862). Conclusion. The calibration and discrimination performance of FENCE score in predicting the risk of febrile neutropenia in solid cancer and lymphoma is good. 
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
R Gantira Wijayakusumah Danasasmita
Abstrak :
Latar Belakang. Pasien demam neutropenia yang bukan akibat efek samping kemoterapi angka kejadiannya semakin meningkat. Kondisi neutropenia meningkatkan risiko terjadinya infeksi, adapun penyebab neutropenia tidak hanya obat kemoterapi. Beberapa sistem penilaian risiko komplikasi digunakan untuk dasar terapi antibiotik pada pasien demam neutropenia pasca kemoterapi, belum ada penelitian terhadap pasien demam neutropenia selain pasca kemoterapi. Penelitian ini bertujuan untuk validasi dan menilai performa skor MASCC dan penambahan prokalsitonin pada populasi demam neutropenia tidak terkait kemoterapi. Metode. Penelitian dilakukan pada rekam medis 68 pasien demam neutropenia yang bukan terkait kemoterapi di ruang perawatan RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan Januari 2018-November 2019. Dilakukan penilaian validasi kalibrasi menggunakan Hosmer- Lameshow dan deskripsi dengan ROC. Hasil. Terdapat variasi skor MASCC dan nilai prokalsitonin subjek penelitian. Median skor MASCC adalah 21 (18-24) yang masuk dalam kategori low-risk. Median prokalsitonin subjek adalah 1,99 ng/mL (0,72-10,60). Performa MASCC menghasilkan kalibrasi baik p>0,05 dan area under curve (AUC) sebesar 0,888(IK95% 0,813-0,962, p = 0,000). Prokalsitonin menunjukkan AUC sebesar 0,797 (IK95% 0,683-0,911, p = 0,000), titik potong 1,67 dengan sensitifitas 78,8% dan spesifisitas 72,4%. Performa gabungan skor MASCC dan prokalsitonin juga menghasilkan kalibrasi Hosmer-Lameshow dengan p>0,05 dan AUC sebesar 0,901 (IK95% 0,827-0,974). Kesimpulan. Dapat disimpulkan bahwa MASCC merupakan instrumen yang baik untuk mendeteksi komplikasi perawatan pada pasien dengan FN yang tidak terkait kemoterapi. Gabungan antara MASCC dan PCT didapatkan hasil yang bermakna dalam prediktor komplikasi dengan validasi baik.
Background. Neutropenia patients who are not due to side effects of chemotherapy are increased. Neutropenia increases the risk of infection. Several complications risk assessment systems are used for antibiotic therapy in patients with post-chemotherapy neutropenia. There are no studies in neutropenic fever patients who are not due to chemotherapy drugs. This study aims to validate and assess the performance of the MASCC score and the addition of procalcitonin in the neutropenia fever population not related to chemotherapy. Methods. The study was conducted on the medical records of 68 neutropenic fever patients who were not chemotherapy-related in the National Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo in January 2018-November 2019. The calibration validation was assessed using Hosmer- Lameshow and description with ROC. Results. There are variations in MASCC scores and procalcitonin scores in the study subjects. The median MASCC score is 21 (18-24). The median procalcitonin subject was 1.99 ng / mL (0.72 - 10.60). MASCC's performance resulted in a good calibration of p> 0.05 and area under curve (AUC) of 0.888 (IK95% 0.813 - 0.962, p = 0.000). Procalcitonin showed AUC of 0.797 (IK95% 0.683 - 0.911, p = 0.000), the cut point 1.67 with a sensitivity of 78.8% and specificity of 72.4%. The combined performance of MASCC and procalcitonin scores also resulted in Hosmer-Lameshow calibration with p> 0.05 and AUC of 0.901 (IK95% 0.827- 0.974). Conclusion. It can be concluded that MASCC is a good instrument for detecting treatment complications in patients with FN that are not chemotherapy related. The combination with PCT has significant results
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library