Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alvansa Vickya
"Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis implikasi adanya klausul pilihan forum non eksklusif perihal penentuan forum penyelesaian sengketa di Indonesia berdasarkan teori-teori terkait Hukum Perdata Internasional, Hukum Kontrak Internasional dan Hukum Acara Perdata Internasional. Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian ini terhadap beberapa kasus di Indonesia, implikasi dari klausul pilihan forum non eksklusif dalam menentukan forum penyelesaian sengketa di Indonesia belum diatur secara utuh oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dengan masih digunakannya doktrin forum non conveniens, lis pendens, serta res judicata yang ketiganya masih belum terdapat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, meskipun telah terdapat doktrin yang tersirat dalam Pasal 118 HIR, yakni the basis of presence dan principle of effectiveness. Hal ini menunjukkan bahwa belum terdapat kepastian hukum terhadap suatu sengketa yang di dalamnya terdapat pilihan forum non eksklusif di antara para pihaknya. Oleh karena itu, alangkah lebih baiknya apabila Indonesia memiliki Undang-Undang Hukum Perdata Internasional dan aksesi Hague Choice of Court Convention 2005 demi memberikan kepastian, keadilan, serta kemanfaatan hukum bagi setiap pihak yang akan bertindak dalam ranah hukum perdata dan dagang, khususnya dalam sengketa yang timbul dari kontrak internasional yang di dalamnya terdapat pilihan forum non eksklusif.

This research aims to analyse the implications of a non-exclusive choice of forum clause in determining the competent dispute resolution forum in Indonesia based on theories related to Private International Law, International Contract Law and International Civil Procedure Law. The author in this research uses a normative juridical research method. Based on the results of this research of several cases in Indonesia, the implications of the non-exclusive choice of forum clause in determining the competent dispute resolution forum in Indonesia have not been fully regulated by Indonesian laws and regulations. This can be seen from the use of the doctrines of forum non conveniens, lis pendens and res judicata, the three of which are still not contained in the laws and regulations in Indonesia, even though there are already doctrines implied in Article 118 of HIR, namely the basis of presence and the principle of effectiveness. This shows that there is no legal certainty regarding a dispute in which there is a non-exclusive choice of forum between the parties. Therefore, it would be better if Indonesia had a written law about Private International Law and ractify the Hague Choice of Court Convention 2005 to provide certainty, justice, and legal benefits for every party who will act in the civil and commercial law field, especially in disputes arising from international contracts in which there is a choice of non-exclusive forum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Cecilia
"

Perjanjian pinjaman sindikasi merupakan suatu perjanjian pinjaman yang melibatkan beberapa kreditur untuk memberikan dana besar kepada debitur, serta dapat diselesaikan dengan teori Hukum Perdata Internasional (HPI). Dalam penelitian hukum normatif, kehadiran elemen asing dalam perjanjian kredit sindikasi internasional memungkinkan penerapan teori HPI untuk menentukan hukum yang berlaku dan forum penyelesaian sengketa. Pokok kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1345 K/PDT/2015 menunjukkan dapat digunakannya teori HPI dalam menentukan hukum yang berlaku dan forum yang berwenang berdasarkan kedudukan dan hubungan hukum antara pihak-pihak yang asing. Penggunaan hukum Indonesia oleh majelis hakim pokok sengketa dalam menentukan hukum yang berlaku dapat dipertimbangkan melalui teori proper law of the contract. Sementara itu, diskusi tentang kebebasan berkontrak dalam penyelesaian sengketa perjanjian kredit sindikasi internasional akan berhubungan dengan pelaksanaan penjaminan terhadap sindikasi dalam pokok sengketa. Prinsip kebebasan berkontrak adalah prinsip diakui dalam hukum kontrak internasional, namun terdapat pembatasan tertentu, terutama dalam hukum Indonesia. Penunjukan Pengadilan Negeri Cilacap dengan dasar Klausul 'Ketentuan Lainnya' serta Pasal 99 ayat (1) RV dalam pokok gugatan tingkat pertama menyebabkan kompleksitas hukum dalam menentukan forum yang berwenang. Kesalahan penerapan dasar hukum dan eksistensi klausul dengan ketentuan multi tafsir serta memiliki risiko forum shopping dapat memiliki implikasi hukum yang signifikan bagi para pihak.


The dispute involving international syndicated loan agreements and foreign parties requires the application of Private International Law (PIL) principles for resolution. Normative legal research reveals that the foreign elements in these agreements allow the use of PIL to determine applicable law and the competent dispute resolution forum. In the Supreme Court decision No. 1345 K/PDT/2015, the legal position and relationship among foreign parties necessitate the application of PIL to decide applicable law and the competent forum. The use of Indonesian law in determining the contract's applicable law aligns with the proper law of the contract. Freedom of contract in resolving disputes in international syndicated credit agreements relates closely to collateral implementation in the dispute. Despite its recognition in international contract law, freedom of contract has limitations within Indonesian law. The designation of Cilacap District Court as the competent forum, based on 'Other Provisions' Clauses and Article 99 paragraph (1) RV in the lawsuit done on the District Court further creates legal complexity in determining the actual dispute resolution forum. Errors in using legal bases and such existence of ambiguous provisions implied with forum shopping risks within this syndicated loan agreement can have significant legal implications for the involved parties.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Christian Jeremia
"Walaupun telah memberi kemudahan pada konsumen untuk menggugat dan meminta ganti rugi kepada pelaku usaha, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen belum mengatur apabila terdapat sengketa konsumen internasional yang melibatkan pelaku usaha dan/atau konsumen yang tidak tunduk pada hukum Indonesia. Selain itu, adanya klausula baku dalam kontrak konsumen menyebabkan konsumen tidak memiliki posisi dan daya tawar yang lebih kuat di hadapan pelaku usaha. Walaupun sudah terdapat pasal khusus mengenai klausula baku, akan tetapi hal tersebut belum sepenuhnya melindungi konsumen apabila terdapat pilihan hukum dan pilihan forum yang ditetapkan secara unilateral oleh pelaku usaha. Hal ini tentunya menciptakan kekosongan dan ketidakpastian perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia. Melalui penelitian yuridis-normatif, tulisan ini membahas tentang hukum yang berlaku dan forum yang berwenang dalam sengketa konsumen menurut hukum perlindungan konsumen dan hukum perdata internasional Indonesia. Penelitian ini juga akan melihat putusan pengadilan Indonesia terkait sengketa konsumen internasional. Dapat disimpulkan bahwa dalam hubungan kontraktual, Hakim menerapkan asas kebebasan berkontrak yang dianggap mengikat para pihak dan dilakukan dalam keadaan konsensual. Sementara untuk hubungan nonkontraktual, prinsip klasik lex loci delicti commissi masih menjadi dasar penentuan hukum yang berlaku. Mengenai forum yang berwenang, UU Perlindungan Konsumen telah menyediakan beberapa mekanisme penyelesaian sengketa konsumen.

Although it has been easier for the consumers to sue and seek compensation from business enactors, Law No. 8 of 1999 regarding Consumer Protection has not regulated if there are international consumer disputes involving business enactors and/or consumers who are not subject to Indonesian law. Also, there are standard clauses in consumer contract that cause consumers to not have a stronger position and bargaining power in front of business enactors. Although there is already specific provision regarding standard clause, it has not fully protected consumer, specifically if there is a choice of law and a choice of forums that are determined unilaterally by the business enactor. This of course creates the void and uncertainty of legal protection for consumers in Indonesia. Through juridical-normative research, this paper discusses the applicable law and the competent forum in consumer disputes according to the Indonesia consumer protection law and private international law. This research will also look at Indonesia court decisions related to international consumer disputes. It can be concluded that on a contractual basis, the judges apply the principle of freedom of contract which considered binding for the parties and presumed in a consensual state. Meanwhile, for a non-contractual basis, the classic principle of lex loci delicti commissi is still become the basis for determining the applicable law. As for the competent forum, the Consumer Protection Law has provided some mechanisms to settle and resolve consumer disputes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fariza Hanif Iskandar
"Pemerintah Indonesia sudah memilih the International Centre for Settlement of Investment Disputes melalui ratifikasi Konvensi ICSID, dan kasus ICSID Case No. ARB/12/14 and 12/40 antara Churchill Mining plc dan Planet Mining Pty Ltd melawan Pemerintah Indonesia merupakan salah satu contoh sengketa penanaman modal asing di Indonesia. Petitum dari Penggugat salah satunya adalah pemerintah Indonesia telah melakukan perbuatan indirect expropriation terhadap obyek penanaman modal asing Penggugat. Hal tersebut membawa dua pokok permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini, yaitu bagaimana penentuan hukum yang berlaku dan forum yang berwenang untuk mengadili sengketa ini, dan bagaimana implementasi hukum dalam konteks hukum investor protection, proper due diligence, dan expropriation dalam kasus ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-doktrinal. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa untuk hukum yang berlaku, karena proyek penanaman modal asing ini dilakukan menggunakan perseroan terbatas berstatus personal Indonesia, maka hukum yang berlaku adalah hukum Indonesia dan maka dari itu pula, karena Indonesia sudah menjadi negara peserta Konvensi ICSID, serta Penggugat merupakan perseroan-perseroan terbatas yang berstatus personal Inggris Raya dan Australia, maka penanaman modal ini dilakukan berdasarkan bilateral investment treaty antara Indonesia dengan masing-masing kedua negara tersebut, yang memilih ICSID sebagai forum penyelesaian sengketa. Selain itu, untuk investor protection, proper due diligence, dan expropriation, dalam proses acara persidangan di ICSID ditemukan bahwa Penggugat telah melakukan perbuatan pemalsuan tanda tangan Bupati proyek setempat untuk dokumen Kuasa Pertambangan yang diperlukan sebagai salah satu dokumen perizinan dilangsungkannya proyek ini. Maka dari itu, dokumen tersebur dinyatakan batal demi hukum dan oleh karena itu Indonesia tidak terbukti melakukan pelanggaran atas hukum investor protection, proper due diligence, dan expropriation. Penggugat justru yang telah melanggar proper due diligence dengan melakukan perbuatan pemalsuan tersebut.

The Indonesian Government has chosen the International Centre for Settlement of Investment Disputes as the dispute resolution forum for investor-state disputes regarding foreign direct investments in Indonesia, and the ICSID Case No. ARB/12/14 and 12/40 between Churchill Mining plc and Planet Mining Pty Ltd v Government of Indonesia is one of the example cases concerning foreign direct investment disputes in Indonesia. The Claimants claimed that the Respondent has committed an act of indirect expropriation towards the investment object, and that brings two research questions for this thesis, in which first, what are the technicalities of determining the proper governing law and dispute resolution forum for this case, and also what is the implementation regarding the laws of investor protection, proper due diligence, and expropriation in this case. The method used in this research is judicial-doctrinal. The results indicate that regarding the governing law used in this dispute, due to the fact that in this case, the investment is done through Indonesian limited liability companies, then these companies bear the personal status of Indonesia, making them bound to Indonesian law. Regarding the proper dispute resolution forum, Indonesia is one of the signatories of the ICSID Convention, and the Claimants in this case are a public limited company and a privately-owned company with personal statuses of the United Kingdom and Australia, making this investment bound to the bilateral investment treaties between Indonesia and the mentioned countries. Regarding the laws of investor protection, proper due diligence, and expropriation, the Respondent has been determined to have not broken any of those laws due to the fact that the indication during the arbitration of the Claimant has forged the signature of the Regent of the location of the project for the Kuasa Pertambangan licensing document thus making the licensing document null and void. The Claimant on the other hand has violated the provisions of proper due diligence in this case."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faqih Adhiwisaksana
"Penelitian ini menganalisis pelanggaran perlindungan data pribadi dengan unsur asing sebagai suatu permasalahan Hukum Perdata Internasional, dengan fokus terhadap forum yang berwenang dan hukum yang berlaku. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan untuk menjelaskan permasalahan terkait forum yang berwenang dan hukum yang berlaku terkait pelanggaran perlindungan data pribadi yang memiliki unsur asing. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa masih kurangnya pengaturan khusus mengenai hal ini di Indonesia. Penelitian ini juga menunjukkan beberapa pendekatan yang digunakan oleh hakim dalam menangani sengketa pelanggaran perlindungan data pribadi dengan unsur asing, ditunjukkan dalam kasus eDate Advertising GmbH v X, kasus Google Spain SL, Google Inc. v Agencia Española de Protección de Datos (AEPD), Mario Costeja González, serta pendekatan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam Intercompany Agreement on Data Processing oleh grup perusahaan X. Saran penulis adalah Indonesia perlu mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi, agar memperkuat kejelasan perlindungan data pribadi dengan unsur asing di Indonesia.

This research analyses violation of personal data protection with a foreign element as a private international law issue, focusing on competent forum and applicable law. The author uses a juridical-normative research method with literature studies to explain issues surrounding competent forum and applicable law regarding competent forum and applicable law on violation of personal data protection with a foreign element. The author’s research finds that there is still a lack of sufficient legal framework regarding the issue. This study also shows various approaches used by judges in deciding violation of personal data protection with a foreign element case, as shown in eDate Advertising GmbH v X case, Google Spain SL, Google Inc. v Agencia Española de Protección de Datos (AEPD), Mario Costeja González case, as well as the approach used by business in the Intercompany Agreement on Data Processing by X group of companies. The author’s suggestion is that Indonesia should promulgate the Personal Data Protection Bill, to bring certainty regarding protection of personal data with a foreign element in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Andrea Larasati
"Keberadaan pilihan hukum Inggris dalam kontrak asuransi laut melekat pada praktik yang terbentuk selama ratusan tahun. Para pihak yang berkedudukan di Indonesia pun menggunakan polis yang memilih hukum Inggris untuk kontrak asuransi lautnya. Pengadilan Indonesia berpotensi mengadili sengketa kontrak asuransi laut yang memilih hukum Inggris, sehingga penting bagi pengadilan untuk menentukan hukum yang berlaku dan forum yang berwenang. Dalam kurun waktu 2010 hingga 2022, terdapat delapan kasus kontrak asuransi laut yang diadili oleh pengadilan Indonesia. Kedelapan perkara tersebut timbul dari polis yang mengandung pilihan hukum Inggris. Alih-alih memakai hukum Inggris untuk mengadili perkara-perkara tersebut, pengadilan Indonesia menyatakan ketidakberwenangannya atas dasar keberlakuan hukum Inggris. Para pihak diharuskan untuk menyelesaikan sengketanya di pengadilan Inggris. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan bahan pustaka untuk mengkaji ketentuan hukum dan putusan pengadilan Indonesia. Penelitian ini berpendapat bahwa pengadilan Indonesia memerlukan suatu pedoman untuk menentukan hukum yang berlaku dan forum yang berwenang dalam menangani kontrak asuransi laut

The existence of English choice of law in marine insurance contracts adheres to the practice established for hundreds of years. Indonesian parties also conclude marine insurance contracts which incorporates an English choice of law clause therein. The Indonesian court might adjudicate disputes rising from such contracts, therefore it is crucial for courts to determine the applicable law and competent forum. From 2010 until 2022, there had been eight marine insurance contract cases brought before the Indonesian court. Instead of using the English law to judge them, the Indonesian court states its incompetence to hear the case. The parties are required to bring their case before the English court. This research is conducted with juridical-normative method utilizing legal documents and literatures to study the existing regulations and Indonesian court judgments. It argues that the Indonesian court needs a guideline to determine the applicable law and competent forum in resolving marine insurance contract cases."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library