Latar belakang: Stabilitas sekunder memiliki pengaruh besar terhadap oseointegrasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi keberhasilan perawatan implan. Desain thread implan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi stabilitas implan. Namun belum banyak penelitian yang menganalisa pengaruhnya terhadap stabilitas sekunder. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimental yang mengevaluasi stabilitas sekunder 44 buah implan dengan jenis implan BL (Bone Level) dan BLT (Bone Level Tapered) masing-masing berjumlah 22 buah implan. Stabilitas implan diukur sebanyak 3 kali pada setiap implan menggunakan alat RFA (Resonance Frequency Analysis). Rerata nilai ISQ (Implant Stability Quotient) akan didapat pada saat pemasangan implan, 1 bulan, dan 2 bulan setelah pemasangan implan. Hasil: Hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai ISQ yang signifikan antara nilai saat pemasangan implan dibandingkan nilai saat kontrol 1 bulan serta kontrol 2 bulan setelah pemasangan baik pada kelompok BL maupun BLT dengan nilai p < 0,05. Namun, tidak ada perbedaan nilai ISQ yang signifikan antara implan berdiameter 4,1 mm dan 4,8 mm pada jenis implan BL maupun BLT naik pada saat pemasangan implan, saat kontrol 1 bulan, dan kontrol 2 bulan setelah pemasangan dengan nilai p = 0,21. Kesimpulan: Jenis desain thread implan bone level tidak mempengaruhi stabilitas sekunder. Faktor lain seperti diameter implan juga tidak mempengaruhi nilai stabilitas sekunder baik pada jenis implan BL maupun BLT.
Background: Secondary stability greatly influences osseointegration, which ultimately affects the success of implant treatment. Though implant thread design is one important factor influencing implant stability, not many studies have analyzed its impact on secondary stability. Methods: This quasi experimental study involving 44 implants evaluated the biological stability of threaded implants with cylindrical (bone-level; BL) and tapered (bone-level tapered; BLT) designs. Implant stability was evaluated for each implant at 3 time parameters using resonance frequency analysis. A mean implant stability quotient (ISQ) value was calculated for each measurement time. Results: A significant increase in the ISQ value was found at each time parameter consecutively in both implant design groups (P < 0.05). No significant difference was noted in ISQ value between the groups at all 3 time parameters (P = 0.05). There was also no significant difference in the ISQ value at all 3 time parameters between implants with diameters of 4.1 mm and 4.8 mm in the BL and BLT implant groups (P = 0.21). Conclusion: The implant thread designs of BL and BLT implants did not affect the secondary stability. Factors such as implant diameter also did not affect the secondary stability in either implant group.
"
Pada saat ini metode pengukuran tekanan darah secara non-invasive paling banyak digunakan baik didalam maupun diluar fasilitas kesehatan. Namun metode tersebut masih membuat pengguna tidak nyaman karena adanya tekanan manset pada saat pengukurannya. Beberapa metode non-invasive tanpa manset telah dikembangkan salah satunya adalah metode pulse wave analysis (PWA). Photoplethysmograpy (PPG) merupakan satu-satunya masukan dan dasar bagi perhitungan pengukuran tekanan darah pada metode PWA. Tantangan utama dalam menggunakan metode PWA berbasis PPG adalah akurasinya sangat dipengaruhi oleh noise. Selain itu, karakteristik PPG bervariasi tergantung pada kondisi fisiologis, karenanya sistem harus melakukan kalibrasi untuk menyesuaikan perubahan tersebut. Kami berupaya mengatasi keterbatasan tersebut dan mengusulkan pengembangan metode pulse wave analysis untuk klasifikasi tekanan darah secara non-invasive berbasis PPG menggunakan kombinasi algoritma Bidirectional Long Term Memory (BSLTM) dengan Time Frequency Analysis (TFA). Kami menggunakan 121 subyek untuk pengujian model yang bersumber dari figshare database dan mengklasifikasikannya ke dalam tiga tingkatan klasifikasi: normotension (NT), prehypertension (PHT), hypertension (HT) sesuai dengan standar klinis Join National Commitee. Pelatihan jaringan BLSTM menggunakan fitur TFA, secara signifikan meningkatkan efisiensi dengan mengurangi waktu pelatihan sekaligus meningkatkan akurasi klasifikasi. Metode yang diusulkan berhasil mengklasifikasikan tekanan darah dengan rata-rata nilai accuracy pada NT, PHT, dan HT masing-masing 92.43%, 94.83%, dan 94.01%.
The blood pressure measurement non-invasive methods that are presently implemented using a cuff cause discomfort, particularly for injured people, overweight people, and infants. Several non-invasive cuff-less methods have been developed, one of which is the pulse wave analysis (PWA) method. Photoplethysography (PPG) is the only input and basis for the calculation of blood pressure measurements in the PWA method.The main challenge in using the PPG method is that its accuracy is greatly influenced by motion artifacts. In addition, the characteristics of PPG vary depending on physiological conditions; hence, the system must be calibrated to adjust for such changes. We attempt to address these limitations and propose a novel method for the classification of BP using a bidirectional long short-term memory (BLSTM) network with time-frequency analysis (TFA) based on PPG signals. We used 121 subjects from the figshare database for model testing and classify into three classification levels: normotension (NT), prehypertension (PHT), and hypertension (HT) according to the Join National Committee. BLSTM network training uses the TFA feature, significantly increasing efficiency by reducing training time while increasing classification accuracy. The proposed method is successful in the classification of BP with accuracy values of NT, PHT, and HT; 92.43%, 94.83%, and 94.01% respectively.
"