Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abi Hasan
"Program pemagangan kampus merdeka merupakan program yang dimiliki oleh Kementrian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi yaitu sebuah program pemagangan yang dibuat untuk kegiatan pengembangan diri bagi pekerja maupun calon pekerja untuk menjadi kompeten ketika telah terjun ke pekerjaan yang sesungguhnya tetapi penyelenggara pemagangan sering kali tidak memenuhi hak-hak peserta pemagangan penelitian dalam tesis ini menggunakan metode pendekatan normatif. permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah pelaksanaan pemagangan program Kampus Merdeka oleh Kemendikbudristek, pemenuhan hak peserta magang program, dan penyelenggaraan pemagangan berdasarkan hukum yang berlaku baik dari segi pelaksanaan dan pemenuhan hak. kesimpulan dari permasalahan ini adalah Pelaksanaan pelaksanaan magang/ praktik kerja program kampus merdeka didasari dari 3 Pihak pelaksana yaitu Perguruan Tinggi/universitas, Mahasiswa, Mitra program Kampus Merdeka sebagai tempat pelaksanaan magang, kemudian pemenuhan hak dari peserta magang harus terlindungi, Penyelenggaraan pemagangan pada Mitra X dikatakan tidak sesuai karena hak peserta magang yang kurang lengkap Juga pada Perjanjian Pemagangan oleh Mitra dan Peserta Pemagangan tidak dituliskan jumlah nominal Uang Saku yang akan didapatkan oleh Peserta Magang dari pemagangan yang dilakukan.

Kampus Merdeka Internship Program is a program run by the Ministry of Education, Culture, Research and Technology and the internship program is made for self-development activities for workers and prospective workers to become competent when they have entered a real job but the internship organizers often do not fulfill the rights of research apprentices in this thesis using normative approach methods. The problem in this study is how is the implementation of the Independent Campus program internship by the Ministry of Education, Culture, Research and Technology, the fulfillment of the rights of program interns, and the implementation of internships based on applicable law both in terms of implementation and fulfillment of rights. The conclusion of this problem is that the implementation of internships/work practices of the independent campus program is based on 3 implementing parties, namely Universities/universities, Students, Partners of the Independent Campus program as a place for implementing internships, then the fulfillment of the rights of apprentices must be protected, the implementation of internships at Mitra X is said to be inappropriate because the rights of apprentices are not complete Also in the Internship Agreement by Partners and Internship Participants is not stating the nominal amount of Pocket Money that will be earned by interns from the internships done."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayhan Naufaldi Hidayat
"Tulisan ini menganalisa bagaimana pemenuhan hak memilih/ right to vote bagi difabel netra dalam akses pemilu di Indonesia. Pokok analisa tertuju pada bagaimana perkembangan konsep dan aturan hak memilih difabel netra serta bagaimana evaluasi dan cetak biru proyeksi hak memilih difabel netra di Indonesia. Tulisan ini dalam menganalisa menggunakan metode penelitian hukum doktrinal dengan studi kasus hanya terfokus pada pemilu tahun 2019 dan 2024. Indonesia tengah memasuki babak baru pengakuan hak bagi difabel netra setelah turut serta bergabung menjadi negara pihak yang tunduk pada Convention on the Rights of Persons with Disabilities. Ratifikasi dilakukan melalui pengesahan UU 19/2011 yang dilanjutkan dengan UU 8/2016. Penanda baru telah tercipta sejatinya paradigma harus diletakkan atas dasar hak yang mengacu pada esensi dari keberagaman manusia. Martabat menuntut kesetaraan akan peluang partisipasi politik dalam penikmatan yang sama. Difabel netra berhak atas penikmatan hak memilih pada pemilu melalui jaminan kesempatan dan akses yang disesuaikan. Akan tetapi, hambatan masih saja terus berulang, seperti ditolak memilih, sulit mengakses informasi dan pemungutan suara tanpa otonomi serta privasi. Oleh karenanya, pembenahan harus menjadi proyeksi holistik sedari koherensi antar norma pemilu, pendataan yang menyeluruh hingga pengembangan pemungutan suara yang berbasis asistensi, sistem braille bahkan pemanfaatan teknologi baru.

This paper analyzes how the visually diffabled are able to access the right to vote in Indonesian elections. The point of the analysis focuses on how the development of the concept and rules of the right to vote for the visually diffabled have evolved, as well as the evaluation and blueprint for the implementation of the right to vote in Indonesia. This paper analyzes using the doctrinal legal research method, with a case study focused solely on the 2019 and 2024 elections. Indonesia has entered a new era of rights recognition for individuals with visual different ability by becoming a state party to the Convention on the Rights of Persons with Disabilities. Ratification was carried out through the Law 19 of 2011, followed by Law 8 of 2016. A new marker has been created to indicate that the paradigm must be based on rights that refer to the essence of human diversity. Dignity necessitates equal rights to political participation and equal enjoyment. Individuals with visual different ability have the right to vote in elections by ensuring personalized opportunities and access. However, impediments persist, such as being refused the right to vote, difficulty getting information, and voting without autonomy and privacy. Thus, improvement must be a holistic projection, ranging from electoral norm coherence to extensive data gathering to the development of assistance-based voting, braille systems, and even the employment of new technology."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library