Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fajar Firsyada
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T57263
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Mulyaharti
"ABSTRAK
Teh adalah minuman yang sangat digemari oleh masyarakat. Teh mempunyai aroma yang wangi dan rasa yang khas. Dikatakan; bahwa penggunaan yang berlebihan, dari teh dapat mengganggu kesehatan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Jurusan Farmakologi FK-UI, menyatakan bahwa ekstrak teh hijau dapat menyebabkan. keiainan kimroskopis hati pada mencit. Untuk melihat lebih jelas efek toksik dari ekstrak. teh hijau. ini maka dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh ekstrak teh hijau terhadap fungsi hati, degan meggunakan tikus sebagai hewan. percobaan. Pada penelitian ini tikus diberikan ekstrak teh hijau dengan dosis yang berbeda-beda. Kelompok pecobaan. di berikan ekstrak teh hijau setiap hari, dengan dosis 150 mg/ kg berat badan, 750 , mg/kg berat badan dan 3750 mg/kg berat badan, selama 90 hari. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Pemberian ekstrak teh hijau dengan dosis rendah dan sedang tidak memengaruhi berat badan sedangkan pada dosis tinggi dapat menyebabkan penurunan berat badan. Demikian pula dengan kenaikan aktivitas SGPT dan SGOT, hanya terjadi pada pemberian ekstrak teh hijau dengan dosis tinggi."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Anindya Prathitasari
"Artritis reumatoid (AR) merupakan penyakit otoimun kronik terutama menyerang
sendi. AR dapat menyebabkan deformitas sendi yang menurunkan kualitas hidup
penderitanya. Penatalaksanaan AR dilakukan dengan terapi metotreksat (MTX)
dosis rendah yang berfungsi menghambat progresi penyakit. MTX memiliki efek
samping gangguan fungsi hati, yang didefinisikan sebagai peningkatan nilai SGOT dan atau SGPT hingga melebihi batas atas normal. Faktor yang diduga dapat
memengaruhi gangguan fungsi hati adalah jenis kelamin, usia, dosis kumulatif dan durasi terapi MTX. Prevalensi gangguan fungsi hati akibat pemberian MTX pada pasien AR di Indonesia masih belum diketahui. Penelitian ini bertujuan mencari proporsi gangguan fungsi hati akibat terapi MTX pada pasien AR di RSCM tahun 2013-2015 serta hubungannya dengan faktor yang berpengaruh. Data mengenai jenis kelamin, usia, dosis kumulatif dan durasi terapi MTX, nilai SGOT, dan nilai SGPT diperoleh dari 115 rekam medis pasien AR. Proporsi gangguan fungsi hati akibat terapi MTX pada pasien AR di RSCM adalah sebesar 42.60%. Jenis kelamin, usia, dosis kumulatif dan durasi terapi MTX tidak berpengaruh terhadap gangguan fungsi hati (p>0.05). Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kejadian gangguan fungsi hati dan faktor jenis kelamin, usia, dosis kumulatif dan durasi terapi MTX pada pasien AR yang diterapi MTX di RSCM tahun 2013-2015."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70311
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gede Bagus Yoga Satriadinatha
"ABSTRAK
Komponen dalam fraksi etil-asetat ekstrak perikarp Garcinia mangostana Linn memiliki aktivitas antikanker dalam berbagai cell-line kanker kolon. Enkapsulasi ekstrak ini dalam kitosan alginat dapat mempercepat penghantaran senyawa aktif dalam ekstrak ke situs absorpsinya. Namun, belum terdapat penelitian yang mengevaluasi efek toksisitas senyawa ini pada hati (SGOT dan SGPT), ketika diadministrasi berulang selama 14 hari. Penelitian ini dirancang untuk mengevaluasi efek toksisitas setelah pemberian berulang selama 14 hari dari pemberian oral mikropartikel ekstrak Garcinia mangostana Linn dilapisi kitosan-alginat. Lima puluh enam mencit BALB/c dibagi menjadi 7 kelompok, termasuk dosis 0.5 gram/kgBB, 1.0 gram/kgBB, 2.0 gram/kgBB, pelarut, kontrol (normal), satelit dosis 2.0 gram/kgBB), dan satelit akuades (kontrol). Setiap tikus diberi ekstrak menggunakan sonde selama 14 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pada semua parameter toksisitas, kecuali SGOT. Pada parameter ini, kelompok perlakuan dosis tertinggi hingga terendah, menunjukkan kadar SGOT yang lebih tinggi dan bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p=0.011). Setelah dilakukan subanalisis berdasarkan jenis kelamin hewan coba, perbedaan nilai SGOT yang signifikan terhadap kontrol hanya terjadi pada kelompok jantan (p=0.033). Akan tetapi, toksisitas ini bersifat reversibel, ditandai dengan tidak bermaknanya perbedaan nilai SGOT antar kelompok satelit (p=0.082). Nilai p untuk parameter SGPT, perubahan massa tubuh, dan massa hati berturut-turut sebesar 0.630, 0.202, dan 0.762. Administrasi harian per oral dari mikropartikel ekstrak perikarp buah manggis selama 14 hari menyebabkan peningkatan SGOT secara bermakna pada hewan coba jantan, dan bersifat reversibel. Administrasi ini tidak menunjukkan sifat toksisitasnya pada parameter lain (SGPT, massa tubuh, dan massa organ hati), baik pada kelompok jantan maupun betina.

ABSTRACT
Components in the ethyl-acetate fraction of the Garcinia mangostana Linn pericarp extract have anticancer activity in various colon cancer cell-lines. Encapsulation of this extract in chitosan alginate can accelerate the delivery of active compounds in the extract to its absorption site. However, there are no studies evaluating the toxicity effects of these compounds on the liver (SGOT and SGPT), when administered over and over for 14 days. This study was designed to evaluate the effect of toxicity after 14 days of repeated administration of oral administration of Garcinia mangostana Linn microparticles extract coated with chitosan-alginate. Fifty-six BALB / c mice were divided into 7 groups, including a dose of 0.5 gram / kgBB, 1.0 gram / kgBB, 2.0 gram / kgBB, solvent, control (normal), satellite dose 2.0 gram / kgBB), and aquades satellite (control). Each rat was given extract using intragastric tube for 14 days. The results showed that there were no differences in all toxicity parameters, except SGOT. In this parameter, the highest to lowest dose treatment group showed higher and significant SGOT levels compared to the control group (p=0.011). After sub-analysis based on the sex of the experimental animals, significant differences in SGOT values compared to controls only occurred in the male group (p=0.033). However, this toxicity is reversible, characterized by the insignificant difference in SGOT values between two satellite groups (p=0.082). The p value for the SGPT parameters, changes in body mass, and liver mass respectively were 0.630, 0.202 and 0.762. 14 days repeated daily oral administration of the mangosteen pericarp extract microparticles causes a significant increase in SGOT in male animals, and is reversible. This administration does not show its toxicity in other parameters (SGPT, body mass, and liver mass), both in male and female groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Mey Rina
" ABSTRAK
Latar belakang. Sepsis masih menjadi masalah di bidang neonatalogi sampai saat ini karena
dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas. Kolestasis merupakan salah satu morbiditas
yang terjadi selama sepsis. Angka kematian dan lama perawatan di rumah sakit akan
meningkat pada sepsis neonatorum yang disertai kolestasis. Asam ursodeoksikolat (AUDK)
dilaporkan dapat memperbaiki luaran kolestasis pada dewasa dan anak. Penelitian mengenai
manfaat AUDK pada neonatus masih terbatas, sampai saat ini belum ada penelitian tentang
manfaat AUDK pada kolestasis terkait sepsis (KTS).
Tujuan. Mengetahui pengaruh AUDK terhadap penurunan parameter fungsi hati (bilirubin
total/direk/indirek, AST, ALT, GGT), angka kematian, dan lama rawat neonatus dengan
KTS.
Metode. Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda yang dilakukan di Divisi
Neonatologi Departemen IKA FKUI-RSCM dari Januari - Oktober 2012. Neonatus yang
memenuhi kriteria inklusi dibagi secara random menjadi 2 kelompok (AUDK atau plasebo).
Asam ursodeoksikolat diberikan 30 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 7 hari. Parameter
fungsi hati di evaluasi setelah 7 hari pengobatan. Luaran utama adalah penurunan nilai
bilirubin total/direk/indirek, AST, ALT, dan GGT. Luaran tambahan adalah angka kematian
dan lama rawat. Analisis statistik untuk luaran utama dan lama rawat dilakukan dengan uji
t/uji Mann-Whitney. Perbedaan kematian di analisis dengan uji x2 dan perbedaan survival
dengan metode Kaplan Meier.
Hasil : Penelitian dilakukan pada 37 subjek, 19 subjek pada kelompok AUDK dan 18 subjek
pada kelompok plasebo. Perbedaan perubahan parameter fungsi hati antara kelompok AUDK
dan kelompok plasebo tidak bermakna [bilirubin total (2,2 ± 2,9 vs 1,7 ± 4,6; p= 0,080),
bilirubin direk (1,1 ± 2,3 vs 0,6 ± 3,6; p= 0,080), bilirubin indirek [0,4 (0,1-5,6) vs 0,9 (0,1-
4,1); p= 0,358], ALT (0,5 [(-80,0) – (21,0)] vs -2,0 [(-167,0) – (85,0)]; p= 0,730), AST (43,0
(14,0-297,0) vs 150,0 (24,0-840,0); p= 0,081), and GGT (125,0 (48,0-481,0) vs 235,0 (56,0-
456,0); p= 0,108)], tetapi perubahan nilai bilirubin total, bilirubin direk, dan AST cenderung
lebih baik pada kelompok AUDK. Penurunan nilai bilirubin total terjadi pada 85,7% subjek
kelompok AUDK dan 64,3% pada kelompok plasebo. Nilai bilirubin direk menurun pada
78,6% subjek kelompok AUDK dan 64,3% subjek kelompok plasebo. Penurunan nilai AST
terdapat pada 57% subjek kelompok AUDK dengan penurunan terbesar 72 U/L, sedangkan
pada kelompok plasebo 57% subjek mengalami peningkatan nilai AST dengan peningkatan
tertinggi 473 U/L. Kematian terjadi pada 10,5% subjek di kelompok AUDK dan 27,7% di
kelompok plasebo (p=0,232). Dari analisis kesintasan tidak terdapat perbedaan survival
antara kedua kelompok. Tidak terdapat perbedaan rentang waktu lama rawat antara
kelompok AUDK (15-70) hari dan kelompok plasebo (10-88) hari (p=0,148).
Simpulan : Pemberian AUDK 30 mg/kg/hari selama 7 hari cenderung menurunkan nilai
bilirubin total, bilirubin direk, AST, serta angka kematian meskipun secara statistik tidak
terbukti bermakna. Hal ini masih mungkin disebabkan oleh power yang kurang pada
penelitian ini. Penelitian ulang perlu dilakukan dengan jumlah sampel yang lebih besar dan
durasi pemberian AUDK yang lebih panjang.

<ABSTRACT
Background. Sepsis is still an important issue in Neonatology field since it is related with
high mortality and morbidity. Cholestasis is one of the morbidities that related with sepsis.
Mortality and length of hospital stay will be increased in neonatal sepsis that associated with
cholestasis. Efficacy of ursodeoxycholic acid (UDCA) in cholestasis has been reported from
adult and pediatric population, however there is no publication regarding the efficacy of this
drug in neonates with sepsis associated cholestasis.
Objectives. To investigate the role of UDCA in liver function parameter (total, direct,
indirect bilirubin, AST, ALT, GGT), mortality, and length of hospital stay in neonates with
sepsis associated cholestasis.
Methods. A randomized controlled trial were done in Neonatology Division, Pediatric
Department, Cipto Mangunkusumo Hospital from January to October 2012. Neonates that
fulfilled the inclusion criteria, randomized into UDCA group and placebo group. We gave
ursodeoxycholic acid 30 mg/kg BW/day which divided into 3 doses for 7 days. Liver
function test were done after 7 days treatment. Primary outcome are an improvement of liver
function parameter and the secondary outcome are mortality rate and length of hospital stay.
Statistical analysis with t test/ Mann-Whitney test was done for primary outcome and length
of hospital stay, x2 test for differences of mortality, and Kaplan Meier method for survival
analysis.
Result. There were 37 subject, 19 subject in UDCA group and 18 in placebo group. There
were no significant differences of liver function parameter between UDCA group and
placebo [total bilirubin (2.2 ± 2.9 vs 1.7 ± 4.6; p= 0.080), direct bilirubin (1.1 ± 2.3 vs 0.6 ±
.6; p= 0.080), indirect bilirubin [0.4 (0.1-5.6) vs 0.9 (0.1-4.1); p= 0.358], ALT (0.5 [(-80.0) –
(21.0)] vs -2.0 [(-167.0) – (85.0)]; p= 0.730), AST (43.0 (14.0-297.0) vs 150.0 (24.0-840.0);
p= 0.081), and GGT (125.0 (48.0-481.0) vs 235,0 (56.0-456.0); p= 0.108)]. Although that,
there were a better improvement of total bilirubin, direct bilirubin, and AST in UDCA group.
Decrease of total bilirubin and direct bilirubin level occurred in 85.7% and 78.6% in UDCA
group vs 64.3% and 64.3% in placebo group. For the AST level, there was an improvement
in 57% subject UDCA with the profound declining 72 U/L; conversely, deterioration
occurred in 57% subject placebo, with the maximal increment 473 U/L. Mortality occurred
in 10.5% subject in UDCA group and 27.7% placebo group (p=0.232). There were no
differences of survival from both groups. Length of hospital stay in UDCA and placebo
group were 15-70 days and 10-88 days (p=0.148).
Conclusion: UDCA treatment 30 mg/kgBW/day for 7 days tends to decrease the total
bilirubin, direct bilirubin, AST level, and mortality, although not statistically significant.
This could be happened due to the limitation of power in this study. Future studies with
larger subject and longer duration of UDCA treatment will be needed.
"
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Lead editor of Braunwald's Heart Disease, Dr. Douglas L. Mann, and nationally and internationally recognized heart failure expert Dr. G. Michael Felker, bring you the latest, definitive state-of-the art information on heart failure in this outstanding Braunwald's companion volume. Heart Failure, 3rd Edition, keeps you current with recent developments in the field, improved patient management strategies, and new drug therapies and implantable devices that will make a difference in your patients' lives and in your practice. Braunwald's Heart Failure Companion also has an on-line version that is."
Philadelphia, PA: Elsevier-Saunders , 2016
616.12 HEA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tara Wandhita Usman
"Latar Belakang : Gangguan fungsi hati pada meningitis tuberkulosis (MTB) dilaporkan sebesar 9,5- 43,3%. Gangguan hati dapat mempengaruhi tata laksana berupa interupsi pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) yang dapat menyebabkan perburukan klinis dan meningkatkan risiko kematian terutama pada fase intensif. Metode : Studi kohort retrospektif pada pasien MTB untuk mengetahui karakteristik demografi, laboratorium gangguan fungsi hati dan mortalitas baik pada kelompok dengan dan tanpa interupsi OAT fase intensif. Penelurusan rekam medis pada pasien MTB yang dirawat di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada Januari 2019 – April 2023. Hasil : Dari 200 subjek yang memenuhi kriteria, sebanyak 145 subjek (72,5%) mengalami gangguan fungsi hati, terdiri dari 88 subjek (60,7%) derajat ringan, 25 subjek (17,2%) derajat sedang, dan 32 subjek (22,1%) derajat berat. Gangguan fungsi hati banyak terjadi pada lak-laki (59,3%), median usia 37 tahun. Interupsi OAT dilakukan pada 43 subjek (29,7%). Perbedaan karakteristik yang bermakna adalah laki-laki (72,1% vs 53,9%, p=0,04), kadar tertinggi serum glutamic ocaloacetic transaminase (SGOT) (195 (10-2.945) vs 53,5 (14-464), p=<0,001) serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) (128 (10-1.268) vs 50 (10-294), p=<0,001), bilirubin total (1,57 (0,34-8,98) vs 1,08 (0,25-2,43), p=<0,001) dan direk (1,11 (0,19-8,05) vs 0,56 (0,12-2,01), p=<0,001). Gangguan fungsi hati derajat berat lebih banyak pada kelompok dengan interupsi (62,8% vs 4,9%, p=<0,001). Mortalitas lebih banyak pada kelompok dengan gangguan fungsi hati (34,5% vs 16,4%, p=0,012) dan pada kelompok dengan interupsi (55,8% vs 44,2%, p=<0,001). Kesimpulan : Gangguan fungsi hati pada MTB lebih banyak ditemukan pada laki-laki dengan usia dekade ketiga. Perbedaan karakteristik bermakna pada kelompok dengan interupsi OAT adalah kadar fungsi hati dan derajat gangguan fungsi hati yang lebih buruk. Mortalitas lebih banyak pada kelompok dengan gangguan fungsi hati dan kelompok dengan interupsi OAT.

Background : Liver dysfunction in tuberculosis meningitis (TBM) has been reported 9,5 – 43,3%. Liver dysfunction could impact to the therapy with interuption of antituberculosis therapy (ATT). That interruption can caused clinical deterioration and increase risk of death, especially in the intensive phase. Methods : Retrospective study on TBM patients to determine the demographic and laboratory characteristics of liver dysfunction and mortality in both groups with and without interruption of intensive phase ATT. Using medical records of TBM patients who admitted at Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital from January 2019 to April 2023. Results : Total 200 subjects met the criteria, there were 145 subjects (72.5%) had liver dysfunction, the degree were consist of 88 subjects (60.7%) mild, 25 subjects (17.2%) moderate, and 32 subjects (22.1%) severe. Interruption ATT were in 43 subjects (29.7%). Liver dysfunction was common in male and median age were 37 years. Significant characteristics difference were male (72.1% vs 53.9%, p=0.04), peak level of aspartate transaminase (AST) (195 (10-2945) vs 53.5 (14-464), p=<0.001), alanine aminotransferase (ALT) (128 (10-1268) vs 50 (10-294), p=<0.001), total bilirubin (1.57 (0.34-8.98) vs 1.08 (0.25-2.43), p=<0.001) and direct bilirubin (1.11 (0.19-8.05) vs 0.56 (0.12-2.01), p=<0.001). Severe liver dysfunction more common in group with interruption (62.8% vs 4.9%, p=<0.001). Mortality was higher in liver dysfunction group (34.5% vs 16.4%, p=0.012), and in group with interruption (55.8% vs 44.2%, p=<0.001). Conclusion : Liver dysfunction in TBM more common in male in third decade. Significant characteristics difference were male, higher level of liver function test and degree of liver dysfunction. Mortality was higher in liver dysfunction group and group with interruption"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover