Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syarifudin Tippe
Yogyakarta: Yayasan Ulul Arham bekarjasama dengan Pusaka Pelajar , 2001
959.81 T 196 h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hamid Awaludin
Jakarta: Centre for Strategic and International Studies (CSIS), 2008
303.66 HAM d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Suradi
Abstrak :
Tesis ini merupakan suatu gambaran terjadinya konflik di Aceh, sebab - sebab terjadinya konflik dan solusi bersama penyelesaian konflik. Konflik yang terjadi di Aceh mempunyai latar belakang perrnasalahan yang unik, dari memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia sampai mempertahankannya hingga pembangunan pengisi kemerdekaan sampai sekarang konflik di Aceh masih terjadi. Konflik yang terjadi di Aceh berawal dari tidak ditepatinya janji yang pernah diucapkan oleh Presiden pertama RI Ir.Soekamo yang telah merealisasi bahwa setelah kemerdekaan Indonesia, Aceh akan dianugerahkan sebagai daerah istimewa dan mempunyai hak-hak yang sesuai dengan daerahnya. Anugerah sebagai daerah istimewa karena daerah Aceh dianggap sebagai modal dan motor dari memperjuangkan kemerdekaan Indonesia hingga memperjuangkan kedaulatan kemerdekaan di dunia internasional. Konfrensi memperjuangkan harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia internasional setelah kemerdekaan menelan biaya yang cukup besar. Sementara biaya pengembalian pemerintah pusat ke Yogyakarta tahun 1948 juga cukup besar, semua biaya tersebut didapat dari sumbangan masyarakat Aceh sebagai simpatisan dan sekaligus sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Cikal bakal kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan perintis dari pembentukan Negara Kesatuan ini bermula dari tokoh pejuang Aceh yang ingin mempersatukan seluruh wilayah RI dalam satu kesatuan yang utuh dan besar. Setelah Indonesia di proklamirkan kemerdekaannya, harapan untuk menjadi negara yang berdaulat adil dan makmur tidak dirasakan oleh masyarakat Aceh. Aceh di jadikan sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) semasa Orba, kekayaan alam di bawa ke pusat semua ini menambah penderitaan masyarkat Aceh, hingga akhirnya mereka melakukan perlawanan terhadap pemerintah pusat. Konflik yang berkepanjangan menjadi sorotan bagi para elit politik dan pemerintah pusat. Solusi - solusi yang pernah di tempuh oleh pemerintah pusat maupun GAM untuk mengatasi dan mengakhiri konflik dilaksanakan. Namun semuanya tidak membuahkan hasil, karena pihak yang berkonflik tidak konsekuen dalam mematuhi semua perjanjian bersama perdamaian. Hingga perjanjian kesepakatan bersama juga di saksikan oleh Henry Dunant Centre (HDC) juga telah dilaksanakan namun belum berhasil. Harapan untuk dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di Aceh terus dilaksanakan, dan ini menjadi dambaan dari masyarakat Aceh.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlizar Rachman
Abstrak :
Memorandum of Understanding Helsinki pada tahun 2005 merupakan capaian terbaik sebuah negara dalam menyelesaikan konflik asimetris secara damai. Perundingan yang terjadi antara Pemerintah Indonesia dengan pihak GAM menjadi titik paling menarik selama proses ini karena tidak banyak aktor negara yang berinisiatif untuk menyelesaikan sebuah konflik asimetris dengan menggunakan cara-cara yang non- koersif. Oleh karena itu, penelitian ini mengajukan pertanyaan mengapa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla membuka mediasi dengan pihak GAM dalam proses resolusi konflik Aceh tahun 2004-2005? Dengan menggunakan teori rekonsiliasi, penelitian ini menemukan bahwa cara non-koersif yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia pada proses resolusi konflik Aceh tahun 2004-2005 bertujuan untuk memanfaatkan momentum kemunduran GAM, membentuk citra positif di dunia internasional, serta rekonstruksi pasca-bencana. Temuan tersebut merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan dengan metode process tracing yang memelajari percabangan-percabangan sejarah dari genealogi konflik Aceh dalam periode waktu tahun 2004 sampai dengan tahun 2005. ...... The 2005's Memorandum of Understanding of Helsinki was known as a state?s best response to asymmetric conflict using peaceful way. The negotiations between the Government of Indonesia and the Aceh Free Movement, or GAM, had become the core of the process since the rarity of such occassion in which a state solving an asymmetric conflict using non-coercive ways. Thus, this research asks why the Yudhoyono and Kalla administration opens a mediation with the Aceh Free Movement during the Aceh conflict resolution process in 2004-2005? Using reconciliation theory, this research finds that the Government of Indonesia?s choice in using non-coercive ways is due to maximizing the moment of the setback of the Aceh Free Movement, creating positive image among international community, and the post-disaster reconstruction. Those findings are the result of a process tracing method in which this research study the genealogy of the conflict of Aceh and its disjunctures of events during 2004-2005.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S63511
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Perubahan peta kekuatan parpol tampaknya akan kembali pada pemilu 2009. Terlebih dalam kurun waktu 2006-2008 dalam politik di Aceh. Disahkannya UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh membawa implikasi pada dua hal. Pertama, diperbolehkannya calon independen dalam ajang pilkada. Kedua, disahkannya keberadaan parpol lokal untuk bertarung di pemilu legislatif provinsi dan kabupaten/kota. Pilkada di sebagian besar wilayah Aceh pada 11 Desember 2006 telah mengubah basis wilayah parpol nasional. Kemenangan calon-calon independen yang didukung mantan aktivis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di 6 kabupaten/kota (Aceh Utara, Pidie, Aceh Timur, Aceh Jaya, Kota Lhokseumawe dan Kota Sabang), Aceh Barat, Aceh Selatan, Bireuen, dan Pidie Jaya menyusul kemenangan calon independen serta di tingkat provinsi akan memberi dorongan yang sangat kuat bagi perubahan peta politik. Kekuatan calon independen yang berasal dari unsur GAM dan Sentral Informasi referendum Aceh (SIRA) juga dibuktikan lewat pemilihan gubernur. Situasi politik di Aceh memang berubah drastis setelah bencana tsunami. Selain gagasan calon independen diadopsi dalam UU Pemerintahan Aceh, gagasan pembentukan parpol lokal pun direalisasikan sebagai konsekuensi dari Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki. Kendati tidak dapat bertarung di level nasional, kekuatan partai lokal akan sangat diperhitungkan dalam pemilihan anggota DPRA dan DPRK. PA yang dibentuk mantan kombatan dan aktivis GAM, selain mempertahankan basis massa, juga memperluas jaringan yang sebelumnya dikuasai oleh partai-partai nasional. Perebutan suara pemilih, selain akan diwarnai persaingan antarsesama partai lokal dan partai nasional.
ALJUPOP
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Riskal Ahmad
Abstrak :
Cerita rakyat, legenda, dongeng, adalah hasil pemikiran masyarakat di masa lalu yang dilahirkan untuk menjawab fenomena-fenomena yang ada di sekitar masyarakat tersebut. Hasil pemikiran ini kemudian diakui kebenarannya dengan keyakinan yang tinggi sehingga menjadi suatu pegangan atau pedoman untuk berhubungan dengan manusia lain dan hubungannya dengan alam sekitar. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan antropologi sastra dalam cerita rakyat Gadis Bermata Biru dan mendeskripsikan antropologi sastra dalam cerita rakyat Tolire ma Gam Jaha. Penelitian ini merupakan jenis penelitian pustaka. Data penelitian ini berupa antologi cerita rakyat yang berjudul Pohon Cengkih Berbuah Emas dan Sastra Lisan Ternate. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian mengungkap bahwa;(1) tiga dari empat aspek tersebut telah ditemukan dalam cerita rakyat “Gadis Bermata Biru” karya Muhammad Guntur yaitu Masa Lampau, Primordial, dan Kearifan Lokal, (2) dua dari empat aspek tersebut telah ditemukan dalam cerita rakyat “Tolire ma Gam Jaha” karya Mahdi Ahmad yaitu Primordial dan Kearifan Lokal.
ambon: Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, 2020
400 JIKKT 8:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Zulkarnaen
Abstrak :
Dengan metode kualitatif, penelitian ini mengkaji permasalahan bagaimana dan mengapa Henry Dunant Centre (HDC) dapat terlibat untuk memfasilitasi penyelesaian konflik di Aceh antara Pemerintah Indonesia dan GAM serta menganalisa penyebab berbagai kegagalannya. Kecuali dalam konteks pembicaraan sejarah konflik di Aceh, penelitian ini mengambil periode mulai dari awal tahun 2000 sampai diberlakukannya status Darurat Militer di Aceh, Mei 2003. Dalam hubungan internasional, peran diplomasi resmi (official) atau diplomasi track one tidak selamanya berhasil dalam menyelesaiakan konflik, terutama konflik internal. Anarkisnya situasi konflik internal membuat diplomasi resmi sering mengalami frustrasi dalam menyelesaiakan kasus yang ada. Karena itu, konflik internal biasanya diselesaikan tidak melalui lembaga-lembaga resmi internasional tetapi oleh organisasi non pemerintah (NGO) yang dikenal sebagai un-official diplomay atau track two diplomacy. Fleksibilitas dan sifat netral membuat NGO lebih mudah terlibat dan diterima oleh semua pihak tanpa terikat pada protokoler atau ketakutan tiadanya pengakuan terhadap kedaulatan maupun legitimasi. Fokus konsentrasi NGO yang penuh terhadap masalah yang ia hadapi membuatnya lebih mampu memahami permasalahan yang ada dan relatif tidak terbebani oleh keterbatasan waktu. Resiko yang dihadapi ketika peran fasilitasi atau mediasi yang ia lakukan gagalpun tidak terlalu berat, baik bagi NGO itu sendiri maupun bagi pihak-pihak yang terlibat konflik. Alasan inilah yang menjadikan mengapa NGO, seperti HDC, lebih mudah diterima sebagai aktor pihak ketiga untuk menyelesaikan konflik internal daripada aktor resmi lain, seperti PBS, organisasi regional atau antar negara. Kegagalan peran pihak ketiga dalam memediasi konflik pada dasarnya bukanlah karena ketidakmampuannya bertindak sebagai pihak penengah, tetapi karena tiadanya political will dari pihak-pihak yang terlibat konflik itu sendiri dan dukungan maupun tekanan masyarakat internasional untuk menyelesaikan konflik yang ada. Ini karena dalam konflik internal ada kelaziman umum dimana para pemimpin kelompok bersengketa memiliki sifat patologi yang lebih senang mengobarkan propaganda perang total yang mengutamakan kemenangan mutlak dan menafikan kemungkinan kompromi atau dialog dengan lawannya daripada menyelesaiakan dengan cara damai.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13809
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitti Zarfina
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai "Kampung Janda" selama pelaksanaan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh tahun 1989-1998 dan perkembangan setelah status DOM dicabut. Pengoperasian yang dilakukan untuk menjaga keutuhan wilayah Indonesia, dalam pelaksanaannya telah menimbulkan berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia. Hal ini tidak hanya dirasakan oleh gerakan yang menentang pemerintah yaitu Gerakan Aceh Merdeka (GAM), melainkan masyarakat sipil terutama perempuan. Sebutan "Kampung Janda" pada desa bernama Cot Keng di Kabupaten Pidie Jaya akibat dari banyaknya para ayah dan suami yang hilang maupun meninggal selama pemberlakuan DOM. Penelitian skripsi ini membuktikan bahwa istilah "Kampung Janda" merupakan salah satu dampak yang tidak biasa dari pemberlakuan operasi militer di Aceh. Melalui istilah ini juga Cot Keng mendapat perhatian, baik dari pemerintah maupun pihak asing yang meningkatkan kesejahteraan desanya. Skripsi ini menggunakan metode penelitian sejarah dan menggunakan sumber-sumber primer (a.l. dokumen, koran dan majalah sezaman, wawancara, dll.) dan sumber sekunder (a.l. buku, jurnal, dll.). ...... This thesis discusses about "Kampung Janda" during the implementation of Military Operation Area (DOM) in Aceh 1989-1998 and the developments after DOM status revoked. The operation objective is to maintain the territorial stability of Indonesia, but the implementatation of the operation has caused many human rights violations. The impact not only affect the Anti-Government Movement, Gerakan Aceh Merdeka (GAM), but also civilian,especially women. The term of "Kampung Janda" in a village called Cot Keng in Pidie Jaya because many fathers and husbands lost or died during the DOM. This thesis research proves that the term of "Kampung Janda" is one of the unusual impact of the implementation of military operations in Aceh. Because of this term, Cot Keng also received attention from government and foreigners who want to improve the social welfare of the village. This thesis uses the method of historical research and use of primary sources (e.g. documents, contemporary newspapers and magazines, interviews, etc.) and secondary sources (e.g. books, journals, etc.).
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S65516
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairan
Abstrak :
Kebijakan Daerah Operasi Miiiter (DOM) terhadap Aceh mulai tahun 1989 s.d. 1998 sebagal sebuah strategi Pemerintah Republik Indonesia untuk menumpas Gerakan Aceh Merdeka (GAM), telah menimbulkan mala petaka yang beraklbat luka dan kedukaan bagi rakyat Aceh. Akibatnya tidak kurang dari 8.344 orang meninggal dunia, 575 orang hilang, 1.465 orang istri menjadi janda, 4.670 orang anak yatim, 298 orang cacat seumur hidup dan 34 orang perempuan diperkosa. Kekerasan seksual merupakan goncangan yang luar biasa yang tetjadi di Aceh sepanjang sejarah petjuangan rakyat Aceh (ketika masih sebagai sebuah bangsa yang berdaulat), belum pernah terjadi dan kenyataan ini terlalu menyakitkan bagi rakyat Aceh. Karena faktor budaya, korban merasa malu dan rendah diri dalam masyarakat. Ada kecenderungan korban merahasiakan kekerasan seksual yang dialaminya. Disisi lain, pada umumnya mereka perempuan yang berpendidikan rendah, cenderung tidak mempunyai ketrampilan khusus dan juga berpenghasilan rendah serta hidup dalam kemiskinan. Ada perempuan korban yang merasa malu melaporkan diri kepada pihak yang berkompeten. Selain rasa malu, para korban juga sulit menjangkau ibu kota kecamatan untuk melapor kejadian yang mereka alami, karena situasi konflik terus berlangsung dan juga Jarak yang harus ditempuh ke kecamatan relatif jauh. Yang menjadi fokus masalah di sini adalah bagaimana persepsi korban tentang dirinya sendiri, interaksi mereka dengan orang lain, dan cara mereka melihat masa depannya sendiri. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif melalui pendekatan kualitatif yang berperspektif perempuan, bertujuan untuk memahami pengalaman korban perempuan dengan meneliti persepsi dirinya sendiri. interaksi dengan orang lain dan cara korban melihat masa depannya sendiri, agar dapat dijadikan landasan dalam membuat program untuk membantu perempuan korban kekerasan seksual. Informan penelitian diperoleh pada dua kecamatan yaitu kecamatan Peureulak dan Julok yang dilakukan pada bulan Pebruari s.d. Maret 2001 dan dilanjutkan pada bulan Juni 2001. Informan penelitian yang dijadikan kelompok kasus sebanyak 7 orang. Penelusurannya dilakukan dengan tehnik Snow Ball, dengan karakteristik informan perempuan gadis (belum menikah), perempuan berkeluarga (menikah) dan perempuan janda. Kemudian dilengkapi dengan 4 informan lainnya yang dinggap dapat memperjelas informasi yang diperoleh. Metode pengambilan informasi dilakukan dengan pengamatan terlibat terhadap kelompok kasus dilengkapi dengan wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seseorang dilabelkan sebagai orang yang menyimpang dari norma yang berlaku tergantung proses terjadinya tindak kekerasan seksual itu sendiri. Reaksi masyarakat terhadap korban dapat berupa positif atau negatif. Secara umum peran keluarga, orang dekat korban dan tokoh agama ikut berpengaruh terhadap korban dalarn mengembalikan cara pandang korban terhadap dirinya sendiri, interaksi dengan orang lain dan cara melihat masa depannya sendiri setelah korban mengalami tindak kekerasan seksual. Pada umumnya korban masih melihat dirinya sendiri sebagai orang yang berguna setelah lingkungan memberikan reaksi simpati terhadap korban. Lalu dari interaksi antara korban dengan lingkungannya, muncul kembali semangat meraih masa depan dengan kemampuan yang dimiliki korban. Hal ini menunjukkan bahwa sosial masyarakat Aceh signifikan ikut mempengaruhi persepsi diri korban. Di sisi lain, secara umum perempuan korban kekerasan seksual di Aceh mempunyai mental yang tangguh, hal ini ditandai oleh data lapangan dengan tidak ditemukan satu orangpun korban yang bunuh diri akibat diperkosa. Ada kecenderungan signifikan hal tersebut berhubungan dengan budaya Aceh yang melarang seseorang bunuh diri karena itu adalah salah satu dosa besar dalam Agama (Islam). Pembinaan korban relatif sulit dilaksanakan, Jika situasi keamanan masih rawan. Oleh karena itu untuk melakukan pembinaan yang sustainable melalui pemberdayaan, korban memeriukan situasi keamanan yang kondusif. Memberikan bantuan kepada korban adalah baik. Namun hal tersebut harus dibarengi dengan program konkrit yang dilaksanakan yaitu membuat pusat-pusat rehabilitasi mental pada tiap Puskesmas/Puskesmas Pembantu oleh psikolog (ahli Jiwa) dan menghidupkan kembali pengajian tradisional secara regular dan konsultasi personal dalam dimensi keagamaan terhadap korban dengan rnemanfaatkan pesantren. Membuat pusat rehabilitasi personsMcommunity dalam rangka kesinambungan (sustainabelity) melalui pelatihan sesuai bakat, minat dan prospek bahan baku yang ada di desa korban (people centered development). Kemudian membantu melakukan pangsa pasar untuk pemasaran produk secara berkelanjutan. Bagi korban yang tidak mempunyai ketrapilan khusus, dibimbing dengan memberikan modal usaha tradisional (misalnya beternak).
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2001
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Yudha Apriliasari
Abstrak :
Memorandum of Understanding Helsinki merupakan hasil kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka GAM sebagai bentuk penyelesaian konflik berkepanjangan di Aceh secara damai, menyeluruh, dan berkelanjutan. Implementasi atas butir-butir MoU menjadi instrumen bagi pemeliharaan perdamaian positif jangka panjang di Aceh. Pemerintah dan Eks kombatan GAM menjadi aktor penting dalam implementasinya, karena beberapa butir MoU menargetkan langsung pada kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan Eks Kombatan GAM. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, skripsi ini akan menjelaskan bagaimana implementasi MoU Helsinki memperbaiki kesejahteraan eks kombatan GAM pascakonflik. Skripsi ini menggunakan pendekatan welfare criminology dan didukung dengan pemikiran peacemaking criminology dari Richard Quinney dalam menganalisis seberapa jauh implementasi MoU Helsinki berperan sebagai pemelihara perdamaian di Aceh, dan sebagai tolok ukur untuk mengukur keseriusan pemerintah dalam pemenuhan kesejahteraan sosial bagi eks kombatan GAM, serta menjelaskan permasalahan dalam pengimplementasiannya hingga saat ini.
Helsinki MoU is an agreement between the Government of The Republic of Indonesia and The Free Aceh Movement GAM as the solution of long term conflict in Aceh in peaceful, whole, and sustainable. Implementation of the points of MoU becomes instrument for keeping the long term positive peace in Aceh. The government and the Ex GAM Combatant become important actors in the implementation, because some the MoU points directly target the welfare of Ex GAM Combatants. Using qualitative approach, this undergraduate thesis will explain how implementation of Helsinki MoU repairs the welfare of Ex GAM Combatants post conflict. This undergraduate thesis uses a welfare criminology approach that is supported by Richard Quinney's peacemaking criminology to analyze how far the implementation of Helsinki MoU takes role as the keeper of peace in Aceh, and as an indicator to measure the Government's seriousness in fulfilling social welfare for Ex GAM combatants, and to explain the problems in implementating the MoU until now.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>