Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nelly Tandiari
Abstrak :
Latar belakang dan tujuan: Gangguan fungsi ginjal dapat terjadi karena pemberian media kontras. Antioksidan N-asetil sistein (NAC) dapat mencegah penurunan fungsi ginjal karena NAC merupakan sumber gugus sulfhidril yang merangsang sintesa Gamma Glutamylcysteinglysine (Glutathion/GSH), meningkatkan aktivitas glutathion transferase, menghindari detoksifikasi dan bekerja langsung pada oksidan radikal yang reaktif. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan penurunan fungsi ginjal kelompok penderita yang diberi antioksidan NAC dengan kelompok penderita tanpa pemberian antioksidan NAC pada pemeriksaan angiografi menggunakan media kontras nonionik monomer osmolaritas rendah. Bahan dan cara: Dilakukan sudi eksperimental dengan kontrol tersamar ganda pada 36 pasien angiografi antara bulan juni 2003 sampai dengan januari 2004 dengan konsentrasi kreatinin dan ureum serum awal normal. Pada 18 pasien kelompok penelitian diberikan antioksidan NAC 2x600mg 1 hari sebelum dan pada hari pemeriksaan angiografi, 18 pasien kelompok kontrol diberi placebo. 48 jam pasca pemberian media kontras dilakukan pemeriksaan kreatinin dan ureum serum. Data yang didapat diolah secara statistik dengan uji t klinis dan analisis kovarian untuk mengontrol faktor jenis kontras dan volume kontras. Hasil penelitian: Pada kelompok penelitian, 16,7% (3 dari 18 pasien) terjadi peningkatan konsentrasi kreatinin serum dibandingkan 77,8% (14 dari 18 pasien) kelompok kontrol..Perubahan konsentrasi kreatinin serum rata-rata kelompok penelitian berbeda bermakna (p= 0,001) dengan kelompok kontroL Pada kelompok penelitian tidak didapatkan peningkatan konsentrasi kreatinin serum > 0,3 mg/dl tetapi didapatkan 27,8 % pada kelompok kontrol. Kesimpulan: Pemberian antioksidan NAC dapat mencegah terjadinya penurunan fungsi ginjal akut karena pemberian media kontras pada pasien angiografi tanpa resiko dengan konsentrasi kreatinin serum awal normal.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T58796
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Prabowo
Abstrak :
Latar Belakang. Prevalensi penyakit ginjal kronik di Indonesia termasuk 60 besar negara dengan prevalensi penyakit ginjal kronik stadium akhir tertinggi dan menimbulkan biaya kesehatan nomor dua terbesar. Prevalensi tersebut lebih tinggi pada pekerjaan agrikultural, salah satunya adalah petani. Petani merupakan pekerjaan berisiko tinggi dengan pajanan pestisida, panas, logam berat dan zat lainnya sehingga dapat menimbulkan gangguan fungsi ginjal. Penelitian bertujuan mengetahui prevalensi gangguan fungsi ginjal serta faktor risiko yang berhubungan pada petani padi di Jawa Barat, Indonesia. Metode. Penelitian dengan desain potong lintang dilakukan pada Oktober 2017-Januari 2018 dengan pengambilan sampel menggunakan random cluster sampling. Penelitian dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan darah Cystatin C dan Asetilkolinesterase AChE Eritrosit, urin rutin dan urin kadmium. Analisis data dilakukan dengan program SPSS Statistics 20.0. Hasil. Sebanyak 100 subjek, petani padi, dianalisis untuk mendapatkan prevalensi gangguan fungsi ginjal dan faktor risiko yang berhubungan. Sebanyak 55 subjek 55 mengalami gangguan fungsi ginjal. AChE eritrosit dan kadmium urin tidak berhubungan dengan gangguan fungsi ginjal. Faktor risiko individu yang berhubungan dengan gangguan fungsi ginjal yaitu indeks massa tubuh abnormal dengan OR sebesar 2,51 95 CI 1,04-6,09 dan proteinuria p= 0,031 . Faktor risiko dominan gangguan fungsi ginjal pada petani padi adalah masa kerja lebih dari 10 tahun dengan OR sebesar 4,292 95 CI 1,014-18,170. Simpulan. Prevalensi gangguan fungsi ginjal pada petani padi sebesar 55 . Faktor risiko dominan gangguan fungsi ginjal pada petani padi adalah masa kerja di atas 10 tahun. Perlu dilakukan tindakan preventif dan promotif segera untuk mencegah perburukan fungsi ginjal pada petani padi.
Background. Indonesia is the top 60 countries with a high prevalence of end stage chronic kidney disease and it accounts for the second highest national health cost. The prevalence is higher in the agricultural work population. Farmers are occupations at risk of exposure to pesticides, heat, heavy metals and other substances that can cause impaired renal function. The goal is to know the prevalence of renal function disorder and related risk factors among rice farmers in West Java. Methods. A cross sectional study was conducted on October 2017 January 2018 using random cluster sampling method. All subject underwent interviews using questionnaires, physical examination, Erythrocyte Acetylcholinesterase AChE , urine routine and urine cadmium tests. Data analysis was performed by SPSS Statistics 20.0 for univariate, bivariate and multivariate. Result. 100 subjects included were analyzed. Fifty five subjects 55 had kidney function disorder. The AChE and cadmium urine were not associated with kidney function disorder. Risk factors associated with kidney function disorder were abnormal body mass index with OR of 2, 51 95 CI 1.04 6.09, p 0,038 and proteinuria p 0.031 . The dominant risk factor for kidney function disorder in rice farmers was more than 10 years of working with OR of 4,292 95 CI 1.014 18,170, p 0,048. Conclusion. The prevalence of kidney function disorder in rice farmers was 55 . The dominant risk factor for kidney function disorder among rice farmers was more than 10 years of working. The promotive and preventive action should be done immediately to prevent kidney function worsen.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58965
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmaningtyas Nurifahmi
Abstrak :
ABSTRAK
Gangguan fungsi ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang dapat ditandai oleh senyawa 8-iso-Prostaglandin F2a. Pada penelitian ini, dilakukan analisis hubungan antara kadar 8-iso-Prostaglandin F2a dengan estimasi Laju Filtrasi Glomerulus (eLFG). Sampel yang dianalisis adalah 50 pasien diabetes melitus tipe 2 di RSK Dr. Sitanala Tangerang yang terbagi menjadi dua yaitu kelompok sulfonilurea dan kombinasi biguanid-sulfonilurea dengan teknik total sampling. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode kohort retrospektif. Nilai eLFG diperoleh berdasarkan kadar kreatinin serum, sedangkan kadar 8-iso-Prostaglandin F2a diukur dengan metode Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Uji beda dilakukan terhadap nilai eLFG antara kedua kelompok, yaitu Cockroft Gault (p = 0,961), MDRD (p = 0,567), CKD-EPI (p = 0,443), serta pada kadar 8-iso-Prostaglandin F2a (p = 0,070). Hubungan antara kadar 8-iso-Prostaglandin F2α dengan nilai eLFG dianalisis pada seluruh sampel (n=48), yaitu Cockroft-Gault (r = 0,329; p = 0,023), MDRD (r = 0,231; p = 0,115) dan CKD-EPI (r = 0,256; p = 0,079). Sehingga, tidak terdapat perbedaan nilai eLFG dan kadar 8-iso-Prostaglandin F2a di antara kedua kelompok. Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar 8-iso-Prostaglandin F2a dengan nilai eLFG berdasarkan Cockroft-Gault, namun tidak terdapat hubungan pada nilai eLFG MDRD dan CKD-EPI.
ABSTRACT
Renal dysfunction is a common complication in type 2 diabetes mellitus patient that can be characterized by 8-iso-prostaglandin F2a compound. The aim of this study was to analyze the correlation between the level of 8-iso-prostaglandin F2a and estimated Glomerular Filtration Rate (eGFR). Samples analyzed were 50 patients with type 2 diabetes mellitus in Dr. Sitanala Tangerang Hospital were divided into two groups of sulfonylurea and combination of biguanide-sulfonylurea using total sampling technique. This study was an observasional study using cohort retrospective method. The value of eGFR obtained by serum creatinine levels, while the level of 8-iso-Prostaglandin F2a measured by the method of Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Different test carried out on eGFR values ​​between the two groups, those were Cockroft-Gault (p = 0,961), MDRD (p = 0,567), CKD-EPI (p = 0,443), as well as on the level of 8-iso-prostaglandin F2a (p = 0.070). The correlation between the levels of 8-iso-prostaglandin F2a with eGFR was analyzed on all samples (n=48), those are Cockroft-Gault (r = 0,329; p = 0,023), MDRD (r = 0,231; p = 0,115) and CKD-EPI (r = 0,256; p = 0,079). Thus, there was no difference in eGFR values ​​and levels of 8-iso-Prostaglandin F2a between the two groups. There was significant correlation between the levels of 8-iso-Prostaglandin F2a and eGFR values were calculated by Cockroft-Gault equation, meanwhile there was no correlation in eGFR values were calculated by MDRD and CKD-EPI equation.
2015
S60238
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Helia Putri
Abstrak :
Gangguan fungsi ginjal merupakan salah satu faktor risiko infeksi COVID-19. Studi ini bertujuan untuk meneliti hubungan gangguan fungsi ginjal dengan tingkat keparahan COVID-19 di rumah sakit wilayah Depok tahun 2020. Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan studi cross-sectional menggunakan rekam medis rumah sakit di wilayah Depok pada Juni sampai September 2020. Uji Chi Square dan Fisher digunakan untuk melihat hubungan gangguan fungsi ginjal, tingkat estimated Glomerular Filtration Rate (eGFR), dan faktor risiko COVID-19 lainnya dengan tingkat keparahan COVID-19. Untuk mengontrol variabel perancu dilakukan analisis regresi logistik etiologik. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara gangguan fungsi ginjal dengan tingkat keparahan COVID-19 di rumah sakit wilayah Depok tahun 2020 (p=0,029; OR=2,381 IK 95%=1,15-4,93). Setelah dikontrol jenis kelamin sebagai perancu, OR adjusted menjadi 2,126. Hubungan tingkat eGFR dengan tingkat keparahan COVID-19 ditemukan hanya signifikan pada eGFR 30-59 mL/menit/1,73 m2 (p=0,025). Mayoritas pasien COVID-19 di bawah 60 tahun (80%), laki-laki (53,6%), dan berasal dari Rumah Sakit UI (54%). 37 pasien COVID-19 (15,7%) ditemukan mengalami gangguan fungsi ginjal. Faktor risiko lain yang diteliti, seperti usia lanjut, laki-laki, diabetes melitus, hipertensi, autoimun, keganasan, PPOK, dan gagal jantung, tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat keparahan COVID-19 (p>0,05).  ......Renal insufficiency is one of risk factor  of COVID-19 infection. The aim of this study is to investigate the association between renal insufficiency and severity level of COVID-19 in hospitals surrounding Depok region in 2020. This cross-sectional study uses medical record of hospitals surrounding Depok June-September 2020. Chi Square and Fisher test are utilized to test the association between renal insufficiency, which is the level of estimated Glomerular Filtration Rate (eGFR), and another risk factor of COVID-19 with its severity level, followed etiologic logistic regression analysis. The result shows a significant relation between renal insufficiency and COVID-19 severity level (p=0.029; OR=2.381; 95% CI =1.15-4.93). After it is controlled by gender, OR adjusted becomes 2.126. The relation between level of eGFR with COVID-19 severity level has been found only significant at eGFR 30-59 mL/minute/1,73 m2 (p=0.025). Most of COVID-19 patients are under 60 years old (80%), male (53.6%), and come from UI Hospital (54%). There are 37 sufferers of COVID-19 (15.7%) who have been found experiencing renal insufficiency. Another observed risk factor, such as aged people, man, diabetes mellitus, hypertension, autoimmune, malignancy, PPOK, and heart failure do not have a significant relation with COVID-19 severity level (p>0.05).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rindhy Utami Muris
Abstrak :
Gangguan fungsi ginjal merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi pada pasien diabetes melitus tipe 2. Pendeteksian dini dengan menggunakan senyawa 8-iso-Prostaglandin F2α dan KIM-1 diperlukan untuk mencegah progresifitasnya. Dalam penelitian ini dilakukan analisis hubungan antara kadar 8-iso-Prostaglandin F2α dan KIM-1 urin dengan estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG). Sampel yang dianalisis adalah 40 orang pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Pasar Minggu, dengan teknik total sampling. Nilai eLFG diperoleh berdasarkan nilai kreatinin serum yang diukur menggunakan metode kinetik Jaffe, sedangkan kadar 8-iso-Prostaglandin F2α dan KIM-1 diukur dengan menggunakan metode ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Kadar 8-iso-Prostaglandin F2α diperoleh 6633,87 ± 1292,62 pg/mg kreatinin, kadar KIM-1 diperoleh 8,23 ± 3,23 ng/mL dan nilai eLFG diperoleh 99,65 ± 41,12 (Cockroft-Gault); 96,59 ± 41,90 (MDRD study); dan 100,79 ± 40,07 (CKD-EPI). Hubungan antara kadar 8-iso-Prostaglandin F2α dengan nilai eLFG berdasarkan persamaan Cockroft-Gault (r = 0,520; p = 0,001), MDRD (r = 0,477; p = 0,004) dan CKD-EPI (r = 0,403; p = 0,013), serta setelah perokok dieksklusi, berdasarkan ketiga persamaan, yaitu Cockroft-Gault (r = 0,595; p = 0,001), MDRD (r = 0,554; p = 0,003) dan CKD-EPI (r = 0,559; p = 0,003). Hubungan antara kadar KIM-1 dengan nilai eLFG berdasarkan persamaan Cockroft-Gault (r = -0,155; p = 0,339), MDRD (r = -0,173; p =0,285) dan CKD-EPI (r = -0,024; p = 0,883). Sehingga diketahui terdapat hubungan yang bermakna antara kadar 8-iso-Prostaglandin F2α dengan nilai eLFG dan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara KIM-1 dengan nilai eLFG.
Renal dysfunction is one of complication that most common in type 2 diabetes mellitus patients. The earlier detection is needed to prevent its progression with 8-iso-Prostaglandin F2α and KIM-1. The aim of this study was to analyze concentration of 8-iso-Prostaglandin F2α and KIM-1urine and its correlation with estimated glomerular filtration rate (eGFR). Samples analyzed were 40 type 2 diabetes mellitus patients at Pasar Minggu Local Government Clinic, used total sampling method. eGFR was obtained based on the measurement of serum creatinine on kinetic Jaffe method, 8-iso-Prostaglandin F2α and KIM-1 was measured by ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) method. Concentration of 8-iso-Prostaglandin F2α was 6633,87 ± 1292,62 pg/mg creatinine, concentration of KIM-1 was 8,23 ± 3,23 ng/mL and the eGFR values were 99,65 ± 41,12 (Cockroft-Gault); 96,59 ± 41,90 (MDRD study); and 100,79 ± 40,07 (CKD-EPI). The correlation between 8-iso-Prostaglandin F2α concentration and eGFR is based on Cockroft-Gault (r = 0,520; p = 0,001), MDRD (r = 0,477; p = 0,004) and CKD-EPI (r = 0,403; p = 0,013), and the correlation between 8-iso-Prostaglandin F2α concentration after smoker exclution and eGFR based on Cockroft-Gault (r = 0,595; p = 0,001), MDRD (r = 0,554; p = 0,003) and CKD-EPI (r = 0,559; p = 0,003). But the correlation between KIM-1 concentration and eGFR based on Cockroft-Gault (r = -0,155; p = 0,339), MDRD (r = -0,173; p =0,285) and CKD-EPI (r = -0,024; p = 0,883). So there was a significant correlation between 8-iso-Prostaglandin F2α concentration and eGFR, and also there were no significant correlation between KIM-1 concentration and eGFR.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55000
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Wulandari
Abstrak :
[ABSTRAK Gangguan fungsi ginjal yang sering terjadi pada pasien diabetes melitus tipe 2 diperankan oleh stres oksidatif. Belum diketahui efektivitas pengobatan diabetes melitus tipe 2 terhadap gangguan fungsi ginjal. Penelitian ini membandingkan dan menganalisis hubungan hidrogen peroksida urin yang merupakan produk stress oksidatif dan estimasi Laju Filtrasi Glomerulus (eLFG) pada kelompok pengobatan sulfonilurea dan kombinasi biguanid-sulfonilurea. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kohort retrospektif dengan jumlah sampel 50 orang yang diambil di RSK Dr. Sitanala Tangerang dengan teknik total sampling. Nilai eLFG diperoleh berdasarkan nilai kreatinin serum yang diukur menggunakan metode kinetik Jaffe, sedangkan hidrogen peroksida urin menggunakan metode FOX (Ferrous ion Oxidation Xylenol Orange) 1. Nilai hidrogen peroksida urin pada dua kelompok pengobatan tidak memiliki perbedaan yang bermakna (p = 0,69). Sedangkan nilai eLFG pada dua kelompok juga tidak memiliki memiliki perbedaan yang bermakna dengan Cockroft Gault adalah p = 0,884; MDRD p = 0,886; dan CKDEP p= 0,490. Analisis hubungan hidrogen peroksida urin dengan eLFG berdasarkan persamaan MDRD dan CKDEPI menghasilkan hubungan positif bermakna (r = 0,326; p = 0,021) dan (r = 0,282; p = 0,047).
ABSTRACT , Renal dysfunction which frequently occurs in type 2 diabetes mellitus patients caused by oxidative stress. The effectiveness of the type 2 diabetes mellitus treatment to renal dysfunction is unknown. This study compare and analyze the correlation between urinary hydrogen peroxide which is a product of oxidative stress and estimated glomerular filtration rate (eGFR) in the treatment groups of sulfonylurea and combination biguanide-sulfonylurea. This study used a retrospective cohort study design with 50 sampels that was taken in Dr. Sitanala Tangerang hospital with total sampling technique. Estimated GFR value obtained based on serum creatinine values were measured using a kinetic Jaffe method, while the urinary hydrogen peroxide using FOX (Ferrous ion Oxidation Xylenol Orange) 1. Value of urinary hydrogen peroxide in the two treatment groups did not have significant difference (p = 0.69) , While the value eGFR the two groups did not have significant differences with the Cockroft Gault is p = 0.884; MDRD p = 0.886; and CKDEP p = 0.490. Analysis of urinary hydrogen peroxide and eGFR based on the MDRD equation and CKDEPI generate significant positive correlation (r = 0.326; p = 0.021) and (r = 0.282; p = 0.047). ]
2015
S61099
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library