Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andi Cleveriawan Arviputra
"ABSTRAK
Nama : Andi CleveriawanProgram studi : Ilmu Kesehatan MataJudul : Perbandingan Hasil Trabekulektomi MMC Dengan Dan Tanpa Viskoelastik Sodium Hyaluronat Terhadap Morfologi Bleb Pada Glaukoma PrimerPembimbing : Widya Artini, Joedo Prihartono Penelitian ini bertujuan mengetahui manfaat pemberian viskoelastik sodium hyaluronat pada pasien glaukoma primer yang dilakukan bedah trebekulektomi dengan mitomicin C di RSCM. Desain penelitian ini adalah uji klinis prospektif tersamar tunggal. Sebanyak 34 mata 33 pasien yang masing- masing terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu 17 mata diberikan viskoelastik dan 17 mata pada kelompok yang diberikan tanpa viskoelastik. Pemeriksaan Tekanan bola mata TIO diukur pada hari 1, minggu 1, minggu 2, dan minggu ke 4 pasca operasi. Penilaian bleb dengan menggunakan Moorfield Bleb Grading System MBGS dilakukan pada minggu ke 4.Setelah 1 bulan pasca operasi, pada pemeriksaan MBGS area sentral, area maksimal, ketinggian, dan vaskularitas pada kedua kelompok tidak ditemukan perbedaan bermakna. Namun pada pemeriksaan TIO minggu 1 didapatkan terdapat perbedaan bermakna pada kelompok viskoelastik sebesar 8,94 3,36 dan pada kelompok tanpa viskoelastik sebesar 11,41 3,72 p = 0,034 . Meskipun pada TIO pada minggu ke 4 tidak didapatkan perbedaan bermakna pada kelompok viskoelastik sebesar 11,70 2,46 dan tanpa viskoelastik sebesar 12,35 3,08 p = 0,504 . Perubahan TIO pada kelompok viskoelastik didapatkan sebesar 21,88 12,29 dan tanpa viskoelastik sebesar 23,29 9,25 p = 0,352 . Pada pemeriksaan OCT ketinggan bleb pada kedua kelompok juga tidak didapatkan perbedaan bermakna yaitu 1,28 0,325 dan 1,17 0,324 p = 0,321 .Tekanan intra okular dan morfologi bleb pasca tindakan trabekulektomi MMC dengan penambahan viskoelastik tidak berbeda bermakna statisik namun memiliki kecenderungan lebih baik dibandingkan tanpa vikoelastik. Kata kunci :Glaukoma primer, MBGS, sodium hyaluronat, trabekulektomi, viskoelastik

ABSTRACT
Name Andi CleveriawanStudy Program OphthalmologyTitle Comparison Of Trabeculectomy MMC With And Without Sodium Hyaluronate Viscoelastic Results To Bleb Morphology In Primary GlaucomaCounsellor Widya Artini, Joedo Prihartono To determine the benefits of viscoelastic sodium hyaluronate in primary glaucoma patients performed by trebeculectomy surgery with mitomycin C in RSCM. Clinical prospective single blinded clinical trial. A total of 34 eyes 33 patients , each split into 2 groups, 17 eyes were given viscoelastic and 17 eyes in the group administered without viscoelastic. Examination of Eye Pressure IOP was measured on day 1, week 1, week 2, and week 4 postoperatively. Assessment of bleb using Moorfield Bleb Grading System MBGS was performed at week 4. After 1 month postoperatively, MBGS examination of central area, maximal area, height, and vascularity in both groups found no significant difference. However, at week 1 IOP examination, there were significant differences in the viscoelastic group of 8.94 3.36 and in the no viscoelastic group of 11.41 3.72 p 0,034 . Although in the IOP at week 4 there was no significant difference in the viscoelastic group of 11.70 2.46 and without viscoelastic at 12.35 3.08 p 0,504 . IIO changes in the viscoelastic group were found to be 21.88 12.29 and without viscoelastic at 23.29 9.25 p 0.352 . In the OCT examination, bleb height in both groups also did not get significant difference that is 1.28 0.325 and 1.17 0.324 p 0.321 . Intraocular pressure and bleb morphology post trabeculectomy MMC action with viscoelastic addition did not differ significantly statistically but had a better tendency than without vicoelastic. Keywords MBGS, primary glaucoma, sodium hyaluronate, trabeculectomy, viscoelastic"
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasbiya Tiara Kamila
"Latar belakang: Glaukoma merupakan kondisi rusaknya saraf optik yang mengakibatkan penderitanya mengalami penurunan lapang pandang dan ketajaman penglihatan. Saat ini, glaukoma masih menjadi penyebab utama kebutaan ireversibel di dunia. Kondisi menurunnya kemampuan penglihatan hingga kebutaan pada pasien glaukoma berdampak dalam fungsinya dalam menjalani aktivitas sehari-hari sehingga kualitas hidup penderita dapat menurun. Glaukoma yang tidak diketahui penyebab pastinya disebut sebagai glaukoma primer, yang kemudian dibagi menjadi dua subtipe yaitu sudut terbuka dan sudut tertutup berdasarkan kondisi anatomis dan patofisiologi. Perbedaan perjalanan penyakit pada kedua subtipe glaukoma primer tersebut diyakini dapat memengaruhi kualitas hidup penderitanya secara berbeda. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan untuk membandingkan kualitas hidup antara pasien glaukoma primer sudut terbuka dengan sudut tertutup.
Metode: Penelitian ini merupakan studi cross-sectional. Pasien glaukoma primer sudut terbuka dan sudut tertutup yang aktif berobat di RSCM Kirana hingga Juli 2022 diundang untuk berpartisipasi. Penilaian kualitas hidup dilaksanakan dengan The 25-item National Eye Institute Visual Function Questionnaire (NEI-VFQ-25) berbahasa Indonesia yang telah divalidasi.
Hasil: Terdapat 70 subjek dari tiap kelompok. Terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0.012) pada skor rerata kualitas hidup antar kelompok, dengan glaukoma primer sudut tertutup (72.38) lebih tinggi dibanding sudut terbuka (65.53).
Kesimpulan: Pasien glaukoma primer sudut tertutup memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibanding pasien glaukoma primer sudut terbuka.

Introduction: Glaucoma is a condition where the optical nerves are damaged, resulting in reduced visual fields and decreased visual acuity. Glaucoma is the leading cause of irreversible blindness in the world. Visual impairments in glaucoma cause the patients inconveniences in doing their daily activities and thus could decrease their degree of quality-of-life. Primary glaucoma is idiopathic, meaning that there is no definite cause of the disease. Primary glaucoma could be differentiated into 2 subtypes according to the anatomic and pathophysiologic conditions: open angle glaucoma and angle-closure glaucoma. The disease progression of each subtype is different and thus each subtype may affect the quality-of-life of the patients in different manners. This study is aimed to compare the quality-of-life between patients with primary open angle glaucoma (POAG) and primary angle-closure glaucoma (PACG).
Method: Cross-sectional study was conducted. The patients of POAG and PACG that were actively seeking treatment in RSCM Kirana until July 2022 are invited to participate. Quality-of-life of the patients were evaluated using the validated Bahasa Indonesia version of 25-item National Eye Institute Visual Function Questionnaire (NEI-VFQ-25).
Result: Each of the groups consisted of 70 subjects. This study shows significant difference (p = 0.012) of the quality-of-life scores between the groups, with PACG scored higher (72.38) than POAG (65.53).
Conclusion: PACG patients have better quality of life compared to POAG patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christofel Dwi Putra Kawinda
"Glaukoma adalah penyebab kebutaan nomor dua di dunia. Jenis glaukoma yang paling sering terjadi adalah glaukoma primer sudut terbuka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penurunan tekanan intraokular antara operasi trabekulektomi dibandingkan implan. Desain studi dalam penelitian adalah cross-sectional. Metode pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Sampel pada penelitian diambil dari data rekam medis pasien glaukoma primer sudut terbuka dengan total 62 sampel, yang mana 31 diantaranya adalah pasien yang telah menjalani operasi trabekulektomi dan 31 lainnya adalah pasien yang telah menjalani operasi implan. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna penurunan tekanan intraokular antara operasi trabekulektomi dan implan p = 0,730 . Hal ini mengindikasikan bahwa baik trabekulektomi maupun implan memilki keefektifan yang sama dalam menurunkan tekanan intraokular dalam jangka waktu 2-4 bulan.

Glaucoma is the second leading cause of blindness worldwide. The most common type of glaucoma is primary open angle glaucoma POAG . The objective of this study is to compare the reduction of intraocular pressure between trabeculectomy and ocular implant prosedure. A cross sectional study was performed with study samples was taken using simple random sampling method from medical records of POAG patient. From a total of 62 patient, 31 individual had a trabeculectomy procedure and the other had implant surgery. The study found that there is no significance difference between the reductions of intraocular pressure of both groups p 0.730 . This indicate that either trabeculectomy and implant have same effectivity in decreasing intraocular pressure within 2-4 months.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70441
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Saphira Wulandari
"Latar belakang: Glaukoma membutuhkan pengobatan seumur hidup untuk mencegah perburukan dari saraf optik mata sehingga tingkat kepatuhan pasien menjadi faktor yang sangat penting untuk keberhasilan pengobatan.
Tujuan: RSCM Kirana sebagai pusat rujukan penyakit mata di Indonesia belum memiliki data mengenai tingkat kepatuhan pada pasien glaukoma, sehingga penelitian ini ditujukan untuk menyediakan informasi mengenai tingkat kepatuhan pasien serta pengaruh antara lama pemakaian dan frekuensi pemakaian terhadap tingkat kepatuhan pasien.
Metode: Penelitian ini menggunakan teknik potong lintang dan digunakan kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) sebagai instrumen yang disebarkan kepada pasien glaukoma pada RSCM Kirana dengan pengisian kuesioner dilakukan dengan mewawancarai pasien khususnya pasien glaukoma primer sudut terbuka. Pengambilan subjek dilakukan dengan teknik consecutive sampling dengan jumlah subjek sebanyak 96 pasien.
Hasil: Didapatkan sebesar 50% pasien tergolong memiliki tingkat kepatuhan rendah, 32.29% pasien memiliki tingkat kepatuhan sedang, dan 17.70% lainnya tergolong memiliki tingkat kepatuhan tinggi. Lama pengobatan terbanyak berada pada rentang 1 – 5 tahun yaitu sebesar 42.71% sedangkan untuk frekuensi pemakaian terbanyak berada pada kelompok dengan frekuensi pemakaian 1–3 kali yaitu sebanyak 56.25% pasien. Pengaruh antara lama pemakaian terhadap tingkat kepatuhan pasien cenderung tidak menunjukkan adanya hasil yang signifikan secara statistik yaitu nilai p = 0.355. Pada pengaruh antara frekuensi pemakaian terhadap tingkat kepatuhan juga cenderung tidak menunjukkan adanya makna yang signifikan secara statistik yaitu nilai p= 0.537.
Simpulan: Korelasi antara lama pemakaian dan frekuensi pemakaian terhadap tingkat kepatuhan cenderung tidak memiliki pengaruh (p= >0.05), sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor – faktor lain yang dapat menyebabkan ketidakpatuhan pada pasien.

Background: Glaucoma needs a lifelong time of medication to prevent optic nerve damage, hence patient adherence is crucial to ensure treatment success.
Purpose: RSCM Kirana as a National Central General Hospital for eye disease has not been able to provide the data regarding medical adherence among glaucoma patients, therefore this study was aim to assess level of adherence among primary angle glaucoma patients and to analyze the relationship between length of use and frequency of use against medical adherence among glaucoma patients in RSCM Kirana.
Methods: This study was a cross sectional study. A consecutive sampling was used to select 96 participants. The participants were interviewed and adherence was rated using a Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) questionnaire.
Results: 50% of patients have low level of adherence to medical prescription, 32.29% have moderate level of adherence, and 17.70% other have high level of adherence to medical prescription. Most patients have been using glaucoma medication for 1 – 5 years which is 42.71% while 56.25% of patients were using 1 – 3 times of eye drops daily. There were no association between length of use and frequency of use with medical adherence (p= >0.05).
Conclusions: Medical adherence were not correlated with the length of use and frequency of use of medication. Therefore, we suggested to do a further research to identify other factors that may affect medical adherence among glaucoma patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Mulyawarman
"Tujuan:Membandingkan perubahan,nilai puncak dan rata-rata tekanan intra okular (TIO) pada pasien glaukoma primer sudut terbuka (GPSTa) yang terkontrol menggunakan travoprost 0,004 %dengantimolol hydrogel 0,1% padauji provokes iminum air.
Metode: ujieksperimental tersamar tunggal pada 42 pasien GPSTa yang dibagi secara acak menjadi dua kelompok. Kelompok yang mendapatkan pengobatan dengan Travoprost 0,004% dengan frekuensi sekali/hari, selanjutnya dibandingkan dengan yang mendapatkan Timolol hydrogel 0,1% sekali/hari. Pemeriksaan TIO dilakukan pada evaluasi minggu ke-empat pasca terapi, meliputi TIO baseline sebelum uji provokasi minum air, TIO menit ke-15, 30, 45, 60, 75, 90, 105, dan 120 pasca uji provokasi minum air.
Hasil:Setelah terapi selama empat minggu, TIO baseline sebelum uji provokasi minum air tidak berbeda bermakna antara kelompok travoprost 0,004% dibandingkan dengan timolol hydrogel 0,1% (p=0,28; uji T tidak berpasangan). Nilai TIO minimal dan maksimal pasca uji provokasi minum air secara signifikan lebih rendah pada kelompok travoprost 0,004% dibandingkan dengan timolol hydrogel 0,1% (p=0,04; p=0,01, uji T tidak berpasangan). Nilai mean TIO pada kelompok travoprost juga didapatkan lebih rendah dibandingkan dengan timolol hydrogel 0,1% (p=0,02, uji T tidak berpasangan). Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara fluktuasi TIO kelompok travoprost 0,004% dengan timolol hydrogel 0,1% (p=0,15, uji Mann Whitney).
Kesimpulan: Travoprost 0,004% lebihbaikdalammempertahankanTIO dibandingkan dengan Timolol Hydrogel 0,1% pada uji Provokasi Minum Air.

Objective: To evaluate the intraocular pressure (IOP) profile after water drinking test (WDT) in primary open angle glaucoma (POAG) patients who had already treated with travoprost 0,004% eye drop versus timolol hydrogel 0,1%.
Methods: A single-blind experimental study. Fourty two POAG patients were randomly assigned to receive travoprost 0,004% once daily or timolol hydrogel 0,1% once daily. The IOP profiles were evaluated 4-weeks after treatment, including baseline IOP before WDT, IOP 15-, 30-, 45-, 60-, 75-, 90-, 105-, and 120-minutes after WDT.
Results: At 4-week after treatment, travoprost 0,004% and timolol hydrogel 0,1% had equivalent effect on baseline IOP (p=0,28; unpaired t-test). Minimum and maximum IOP after WDT of travoprost 0,004% group were significantly less than timolol hydrogel 0,1% group (p=0,04; p=0,01; unpaired t-test, respectively). Mean IOP of travoprost 0,004% group was lower than hydrogel 0,1% group as well (p=0,02; unpaired t-test). The IOP fluctuation was not different between two groups (p=0,15; Mann Whitney test).
Conclusion: This study suggests that travoprost 0,004% was more likely to maintain IOP after WDT compared to timolol hydrogel 0,1% treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Amany
"Latar belakang: Glaukoma primer sudut terbuka (GPSTa) merupakan penyakit kronik dengan terapi yang bervariasi, salah satunya adalah pemberian obat tetes mata. Namun, diketahui bahwa tingkat ketidakpatuhan pasien dalam pengobatan GPSTa cukup tinggi (20–58%). Pasien yang tidak patuh pengobatan (tingkat kepatuhan pengobatan < 80%) memiliki nilai vision-related quality of life yang lebih rendah daripada peserta yang dinyatakan patuh dalam pengobatan. Frekuensi penggunaan obat merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kepatuhan pengobatan pasien. Studi ini bertujuan untuk membahas lebih lanjut mengenai hubungan antara frekuensi pengobatan dan kualitas hidup pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka. Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Subjek dari penelitian ini merupakan pasien GPSTa yang berobat di RSCM Kirana hingga bulan Juli 2022. Dilakukan wawancara kepada 140 subjek yang bersedia menggunakan kuesioner the 25- Item National Eye Institute Visual Function Questionare (NEI-VFQ-25) yang telah divalidasi. Hasil: Subjek dibagi menjadi dua kelompok, pasien dengan frekuensi pengobatan ≤ 2 kali perhari dan > 2 kali perhari. Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara frekuensi pengobatan dan kualitas hidup pasien GPSTa (p=0,689). Kesimpulan: Frekuensi pengobatan tidak berpengaruh dalam kualitas hidup pasien glaukoma.

Introduction Primary open-angle glaucoma (POAG) is a chronic disease with various therapies, one of which is the administration of eye drops. However, it is known that the non-adherence rate of treatment is quite high (20–58%). Patients who did not adhere to treatment (medication adherence rate <80%) had a lower vision-related quality of life than participants who were declared adherent to treatment. Frequency of drug use is one of the factors that affect patient medication adherence. This study aims to further discuss the relationship between frequency of treatment and quality of life of patients with primary open-angle glaucoma. Method: This study used a cross sectional study design. The subjects of this study were POAG patients who were treated at RSCM Kirana until July 2022. Interviews were conducted with 140 subjects use the 25-Item National Eye Institute Visual Function Questionnaire (NEI-VFQ-25) that has been validated. Result: Subjects were divided into two groups, patients with treatment frequency ≤ 2 times per day and > 2 times per day. There was no significant relationship between the frequency of treatment and the quality of life of primary open-angle glaucoma patients (p=0.689). Conclusion: The frequency of treatment has no effect on the quality of life of glaucoma patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Stephanus
"Glaukoma primer merupakan glaukoma yang paling sering muncul, dan trabekulektomi merupakan tatalaksana operatif lini pertamanya. Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbandingan bagaimana trabekulektomi menurunkan tekanan intraokular pada kedua bentuk glaukoma primer dalam jangka waktu antara 1-6 bulan. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang, yaitu dengan mengambil data sekunder dari rekam medik pasien berupa data pra-intervensi dan pasca intervensi dalam waktu yang sama. Intervensi adalah trabekulektomi. Waktu antara pasca trabekulektomi dengan trabekulektomi dilaksanakan minimal 1 bulan dan maksimal 6 bulan. Peneliti mengambil 90 pasien sebagai sampel, 38 di antaranya adalah pasien POAG dan 52 lainnya pasien PACG. Melalui trabekulektomi, penurunan tekanan intraokular pada PACG lebih besar dibandingkan pada POAG. Namun penurunan tekanan intraokular hasil trabekulektomi pada pasien POAG dibandingkan dengan pasien PACG tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Penelitian selanjutnya membutuhkan tekanan intraokular pra-operasi yang cenderung sama untuk mengetahui hasil yang lebih objektif.

Primary glaucoma is the most common form of glaucoma, and trabeculectomy is the first line for operative management for it. This research is intended to find out the comparison between how trabeculectomy lower intraocular pressure in both kinds of primary glaucoma patients within a short period 1 6 months . This research uses cross sectional design by taking secondary data from glaucoma patients rsquo medical record and seeing the intraocular pressure before and after trabeculectomy at the same time. The time between the post operation data and the operation is a month at minimum and six months at most. Researcher took 90 patients as samples, 38 are POAG patients and the other 52 are PACG patients. The result shows that the intraocular pressure lowering effect trabeculectomy in PACG patients is bigger than in POAG patients. The difference of intraocular pressure lowering effect by trabeculectomy among PACG patients is not significant compared to POAG patients. The upcoming research will need the same pra operation intraocular pressure patients to objectify the results more.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70383
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library