Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Thahir R.
"Arus reformasi yang terjadi di Indonesia telah membawa cakrawala baru dalam sistem politik dan pemerintahan yang selama 32 (tiga puluh dua tahun) tidak berubah dan cenderung bersifat stagnan. Karena itu perubahan yang terjadi saat ini dipandang sebagai langkah baru menuju terciptanya Indonesia baru dimasa depan dengan dasar-dasar efesiensi dan demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Demokratisasi menjadi pilihan wajib bagi kegiatan pemerintahan berdasarkan pertimbangan bahwa hanya pemerintahan yang demakratisiah yang dapat menempatkan manusia pada jati dirinya. Proses demokratisasi itu sendiri sedang berlangsung di Indonesia, dimana saluran-saluran yang dulunya dianggap menghambat demokratisasi telah dibuka secara lebar.
Pada masa kurun waktu Pemerintahan Orde Baru proses pelaksanaan sistem pemerintahan dinilai kurang berhasil. Hal ini terlihat dengan munculnya berbagai kondisi ketidakpuasan di daerah yang menuntut agar Pemerintah Pusat dapat lebih bijak dalam menyikapi permasalahan-parmasalahan di daerah. Ada tiga hal yang menyangkut pemerintahan daerah masa lalu yang dapat kita lihat. Pertama, selama masa tersebut (orde baru) penyelenggaraan pemerintahan di daerah terlalu menekankan prinsip sentralistik dalam pelaksanaannya. Dampak dari kondisi ini adalah banyak hal yang seharusnya bisa diputuskan didaerah, namun karena sistem tersebut harus menunggu persetujuan pusat yang tentunya saja harus melalui birokrasi yang panjang serta membuka kemungkinan korosi, kolusi dan nepotisme pada semua tingkatan. Kedua, akibat tingkat pengaturan yang sebegitu ketat dan kuat dari pusat, berakibat pada minimnya tingkat kreativitas daerah sehingga pemerintah di daerah hanya melaksanakan apa yang diperintahkan dan atas, dan banyak diantaranya yang tidak sesuai dengan kondisi daerah yang bersangkutan. Ketiga, karena aspirasi-aspirasi dari daerah tidak pernah sampai kepusat, maka timbul ketidakpuasan didaerah-daerah yang lama-kelamaan akan menjadi semacam duri dalam daging yang apabila dibiarkan akan menimbulkan sikap berontak terhadap ketidakpuasan tersebut yang bermuara disintegrasi bangsa.
Permasalahan-permasalahan pada sistem pemerintahan yang terjadi pada masa orde baru tersebut merupakan salah satu penyebab lahirnya tuntutan perubahan. Perubahan ini ditandai dengan bergulirnya arus reformasi yang melahirkan otonomi daerah dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan-perubahan inilah yang selanjutnya akan menjadi dasar penelitian dalam penyusunan tesis ini.
Selanjutnya penelitian ini ditujukan untuk melihat implementasi otonomi daerah di Kota Palembang dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah tersebut. Adapun faktor-faktor dimaksud adalah faktor manusia sebagai pelaksana , faktor keuangan yang cukup , faktor peralatan serta factor organisasi yang baik. Namun dalam penelitian ini penulis akan membatasi tingkat penelitian dengan mengkaji faktor organisasi saja, khususnya dalam hal penataan kelembagaan perangkat daerah Kota Palembang .
Adapun yang menarik perhatian penulis untuk lebih mengkaji faktor tersebut adalah dengan melihat proses perubahan sistem pemerintah daerah yang terjadi saat ini, dimana salah satu akibat dari perubahan ini berdampak pada adanya kewenangan urusan pemerintahan yang begitu luas yang diberikan kepada daerah dalam rangka otonomi daerah. Kondisi ini pada satu sisi dapat merupakan berkat, namun pada sisi lain sekaligus merupakan beban yang pada gilirannya menuntut kesiapan dari daerah yang melaksanakannya. Artinya daerah tidak boleh bergembira dengan hadirnya kewenangan baru tersebut. Akan tetapi hams berfikir dan berusaha keras agar urusan-urusan pemerintahan yang menjadi urusan rnmah tangga daerah tersebut dapat dilaksanakan dengan baik atau malah sebaliknya.
Untuk melaksanakan kewenangan urusan pemerintah daerah yang cukup luas tersebut maka diperlukan suatu wadah berupa kelembagaan yang dapat digunakan untuk melaksanakan kewenangan-kewenangan yang dimaksud dengan baik. Untuk mencapai suatu bentuk kelembagaan yang dimaksud maka diperlukan suatu restrukturisasi kelembagaan dari sistem kelembagaan perangkat daerah yang lama yang selanjutnya akan diadakan perbaikan untuk menghasilkan sistem kelembagaan yang baik dan dapat mengakomodasi semua kenbutuhan masyarakat.
Restrukturisasi organisasi tersebut akan dibahas pada ruang lingkup perangkat daerah dalam hal penataan kelembagaan yang didasarkan pada kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh pemerintah daerah. Kewengangan-kewenangan ini akan diukur dengan melihat kewenagan yang harus dimilki oleh Pemerintah Daerah dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat (basic services), potensi unggulan daerah (core competencies) dan kewenangan-kewenangan normative dan yang dibutuhkan oleh Pemerintah daerah Kota Palembang.
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan terlihat bahwa Pertama, terjadi restrukt ulsasi lembaga perangkat daerah. Restrukturisasi ini merupakan jawaban dari konsekuensi perubahan yang dibawa oleh arus reformasi kearah globalisasi dan masyarakat yang telah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sebagai konsekuensi dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam hal ini masyarakat mulai kristis melihat rantai hirarki dalam organisasi pemerintah daerah yang terlalu panjang dan kadang menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang lebih cepat (faster), lebih baik (better) dan lebih murah (cheaper). Kedua, secara garis besar lembaga perangkat daerah yang sudah terbentuk sudah sesuai dengan lembaga perangkat daerah hasil analisis yang akan direkomendasikan. Ketiga, terdapat beberapa lembaga perangkat daerah yang belum dibentuk berkaitan dengan fungsi lembaga perangkat daerah untuk melaksanakan kewenangan yang harus dimiliki oleh Pemerintah daerah Kota Palembang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T9251
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
G. Ambar Wulan Tulistyowati
"Proses terbentuknya Karesidenan Surakarta yang berlangsung selama periode 1945-1950 merupakan perubahan kekuasaan dari tradislonal ke dalam bentuk kekuasaan modern. Hal ini tidak terlepas dari tuntutan rakyat setempat yang menolak wilayahnya dlpimpin oleh para penguasa swapraja di Surakarta, karena mereka dianggap tidak mampu menangkap tuntutan perubahan jaman pada saat itu.
Proklamasi Kemerdekaan RI yang merupakan momentum lahirnya ideologi nasional, menjadi "roll" dalam perjuangan revolusi Indonesia yang ditandai oleh munculnya struktur politik baru, yaitu keingingan untuk menghancurkan kekuasaan kolonial beserta sekutu-sekutunya. Kondisi lnilah kemudian menciptakan timbulnya gerakan yang menentang keberadaan kepemimpinan lembaga keraton Surakarta yang dianggap ingin tetap mempertahankan kekuasaan tradisionalnya. Ternyata setelah negara RI terbentukpun, Surakarta diberi status sebagai daerah istimewa yang tetap dikepalai oleh para raja setempat.
Meningkatnya ketegangan politik yang menuntut penghapusan dan penglengseran Sunan beserta Mangkunegoro sebagai Kepala Daerah Istimewa Surakarta, menycbabkan pemerintah RI menetapkan wilayah tersebut menjadi bentuk karesidenan seperti daerah-daerah lainnya. Sebagai tindak lanjut atas penetapan daerah itu, pemerintah menempatkan secara administratif Karesidenan Surakarta ke dalam lingkungan Provinsi Jawa Tengah.
Kompleksitas situasi perpolitikan yang melanda wilayah Surakarta tersebut menyebabkan proses penetapan status sebagai karesidenan harus berlangsung selama lima tahun. Namun yang terpenting dari permasalahan ini adalah krisis kewibawaan para pemimpin Swapraja/daerah Istimewa Surakarta sehingga harus kehilangan legitimasi kraton sebagai penguasa daerah yang telah dibangun oleh para leluhurnya itu."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T9481
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library