Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suharto Abdul Majid
Jakarta: Rajawali, 2009
387.7 SUH g (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Zubaidah
"Tesis ini membahas efek modifikasi status hidrasi dengan memperhitungkan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada petugas ground handling di Bandara Soekarno Hatta. Yang sering terpajan panas dalam waktu lama, yang dapat menyebabkan dehidrasi dan kelelahan. Lestari (2016) dalam penelitiannya menyatakan iklim kerja yang panas dan melebihi NAB dapat meningkatkan risiko terjadinya dehidrasi.  Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, 219 responden yang bekerja di dalam Gedung dan apron. Status hidrasi diukur menggunakan berat jenis urin, IMT diukur dengan berat badan dan tinggi badan, dan kelelahan diukur menggunakan kuisioner IFRC. Hasil penelitian 63,5% responden mengalami kelelahan berat dan 36,5% mengalami kelelahan ringan. 70,3% pekerja memiliki status hidrasi yang baik, sementara 29,7% mengalami dehidrasi. 58,9% responden obesitas dan sisanya 41,1% tidak obesitas. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara status hidrasi terhadap kelelahan kerja (p-value 0,340), ada hubungan signifikan antara IMT dengan kelelahan (p-value 0,014). Ada interaksi antara status hidrasi dengan IMT. Analisis multivariat menyatakan ada hubungan signifikan antara efek modifikasi status hidrasi dengan memperhitungakan IMT terhadap kelelahan (p-value 0,022 dan cOR 1,184). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh status hidrasi terhadap tingkat kelelahan kerja bergantung atau bervariasi menurut status IMT, sehingga diketahu nilai OR pada IMT obesitas (kode 1) adalah 1,46. Artinya responden yang obesitas dengan status dehidrasi berisiko 1,46 kali lebih tinggi pada responden yang mengalami kelelahan berat dibandingkan dengan status euhidrasi setelah dikontrol oleh faktor risiko terkait pekerjaan dan faktor risiko tidak terkait pekerjaan.

This thesis discusses the effect of hydration status modification considering Body Mass Index (BMI) on ground handling workers at Soekarno Hatta airport. Those worker are often exposed to prolonged heat, which can cause dehydration and fatigue. Lestari (2016) stated that a hot working climate exceeding TLV can increase the risk of dehydratin. This cross-sectional study involved 219 respondents working inside buildings and the apron. Hydration status was measured using urin specific gravity; BMI was measured with weight and height; and fatigue was measured using the IFRC questionnaire. The result showed that 63,5% of respondents experienced severe fatigue and 36,5% experienced mild fatigue; 70,3% of workers had good hydration status, while 29,7% were dehydrated; 58,9% of respondents were obese and the remaining 41,1% were not obese. Statistical analysis results showed no significant relationship between hydration status and work fatigue (p-value 0,340), but there was a significant relationship between BMI and fatigue (p-value 0,014). There was an interaction between hydration status and BMI. There was also a significant relationship between the effect of hydration status modification considering BMI on fatigue (p-value 0,022 amd cOR 1,184). This shows that the impact of hydration status on the level of work fatigue varies depending on BMI status. The OR value for obese BMI (code 1)was 1,46; meaning that obese respondents with dehydration were 1,46 times more likely to experience severe fatigur compared to respondents with good hydration status, after controlling for work-related and non-work-related risk factors.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kegiatan pelayanan ground handling meliputi seluruh pelayanan yang di butuhkan untuk menyambut kedatangan pesawat udara beserta penurunan muatannya,dan/atau mempersiapkan pesawat udara berikut muatannya untuk keberangkatan menujuntujuan selanjutnya,dapat dilaksanakan oleh perusahaan penerbangan dan/atau di berikan kepada perusahaan tersendiri yang independen yang menkhususkan diri untuk menyediakan jasa pelayanan ground handling untuk perusahaan penerbangan."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Primus Mitaran
"Gangguan pendengaran akibat bising masih menjadi masalah kesehatan baik di dunia maupun Indonesia. Data WHO 2005 melaporkan bahwa 278 juta 4.2 penduduk dunia mengalami gangguan pendengaran, 50 di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Tingkat kebisingan di pelabuhan udara El Tari Kupang tahun 2010 mencapai 92,2 dB pada pagi hari dan 95,2 dB pada siang hari. Pada tahun 2011 tingkat kebisingan di area apron atau area udara mencapai rata-rata 90,48dB dengan interval 74,5-120 dB dan di area terminal rata-rata 89,2 dB. Pada tahun 2013 mencapai 91,5 dB di area apron dan 97,2 dB di ruangan check in, di ruangan keberangkatan mencapai 97 dB Data Tahunan KKP Kupang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat kebisingan dengan gangguan pendengaran pada pekerja di pelabuhan udara El Tari Kupang. Penelitian ini dilakukan menggunakan desain studi cross sectional analitik. Populasi studi pada penelitian ini adalah pekerja berjenis kelamin laki-laki yang bekerja pada perusahaan ground handling di pelabuhan udara El Tari Kupang tahun 2016. Hasil penelitian menemukan prevalensi gangguan pendengaran sensorineural pada pekerja di pelabuhan udara El tari Kupang sebesar 39,5.
Hasil estimasi risiko menemukan PR=1,80: 95 CI 1,01-3,19 artinya risiko gangguan pendengaran sensorineural pada pekerja ground handling yang terpapar tingkat kebisingan > 85 dBA 1,80 kali dibandingkan dengan pekerja ground handling yang terpapar tingkat kebisingan le; 85 dBA selama 8 jam TWA sehari di pelabuhan udara El Tari Kupang.
Kesimpulan: ada perbedaan risiko kejadian gangguan pendengaran antara pekerja yang terpapar tingkat kebisingan > 85 dBA dengan pekerja yang terpapar tingkat kebisingan le; 85 dBA selama 8 jam TWA sehari. Upaya pencegahan penting dilakukan yaitu mewajibkan semua pekerja menggunakan APD ear plug atau ear muff terutama yang bekerja di area apron pelabuhan udara El Tari Kupang.

Noise induced hearing impairment remained a health issue in Indonesia and the world. WHO 2005 reported 278 million 4.2 of the world population suffered from hearing impairment, 50 of them lives in South East Asia including Indonesia. In 2010, the noise level in El Tari airport of Kupang reached 92.2 dB in the morning and 95.2 dB in the noon time. In 2011, the noise level within the apron area or the air area reach the average of 90.48 dB with the interval of 74.5 ndash 120 dB and within the terminal area it reached the average of 89.2 dB. In 2013 the figure reached 91.5 dB within the apron area and 97.2 dB within the check in area, while within the departure area it reached 97 dB. Kupang Port Health Office, Annual Reports.
This research aims to find out the relationship between the noise level and the noise induced hearing impairment amongst the workers of El Tari airport in Kupang. The research applied cross sectional analytical design study. The study population of this research is male workers who works for the ground handling companies of El Tari airport in Kupang in 2016. The research found that the prevalence of sensorineural hearing impairment within the workers of El Tari airport in Kupang is 39.5.
The risk estimation result showed PR 1,80 95 CI 1,01 3,19. It means that the risk of suffering from sensorineural hearing impairment within the ground handling workers with the noise level exposure of more than 85 dB is 1.80 times compared to those with less or equal to 85 dBA noise level exposure for 8 TWA hours a day in the airport.
Conclusion there is a difference in the risk of suffering from sensorineural hearing impairment between the workers exposed to more than 85 dBA noise level and those exposed to less or equal to 85 dBA noise level per 8 TWA hours a day. It is crucial to take prevention efforts as in obliged the workers especially those working within the apron area of El Tari airport to use self protection devices ear plug or ear muff during their working hours within the apron area.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Rafifa
"Ground handling service merupakan bagian penting dalam operasional bandar udara. Airport taxiways, ramps, dan aprons merupakan lingkungan yang kompleks yang berpotensi membahayakan karyawan ground handling. Karyawan ground handling yang bekerja untuk memastikan ketepatan waktu dan operasional penerbangan berisiko mengalami kelelahan kerja.
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi keluhan subjektif kelelahan kerja dan faktor risikonya pada karyawan ground handling, sekaligus mengidentifikasi faktor risiko yang paling relevan dalam memprediksi kelelahan kerja pada responden. Kuesioner yang telah divalidasi digunakan untuk memperoleh informasi mengenai keluhan subjektif kelelahan, faktor individu (jenis kelamin, usia, indeks massa tubuh, riwayat penyakit), faktor gaya hidup (durasi tidur, kualitas tidur, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi kafein), faktor terkait kerja (masa kerja, shift kerja, jam kerja, waktu istirahat), dan faktor psikososial (tuntutan di tempat kerja, kontrol terhadap pekerjaan, dukungan sosial di tempat kerja, kepuasan kerja, stress kerja, dukungan keluarga) dari 130 responden.
Penelitian ini mendapatkan skor rata-rata kelelahan kerja responden, yang diukur dengan kuesioner Checklist Individual Strength, sebesar 73,69 (standard deviasi 15,146; nilai min. 28 maks. 124). Analisis multivariat menggunakan regresi linier berganda menunjukkan kualitas tidur yang buruk (8,785; 95% CI 1,958 - 15,613), shift malam (5,576; 95% CI 0,987 - 10,165), shift siang/sore (6,177; 95% CI 1,617 - 10,738), tuntutan di tempat kerja (1,128; 95% CI 0,612 - 1,644), dan overcommitment (1,602; 95% CI 0,829 - 2,376) sebagai faktor risiko yang paling bisa memprediksi kenaikan keluhan subjektif kelelahan kerja pada karyawan ground handling. Sementara itu, durasi tidur (-3,171; 95% CI -5,375 - -0,967) dan kebiasaan merokok (-3,454; 95% CI -6,843 - -0,065) menjadi faktor protektif karena memiliki asosiasi negatif dengan keluhan subjektif kelelahan kerja.

Ground handling services are an essential part of airport operations. Airport taxiways, ramps, and aprons are complex environments potentially hazardous to ground handling crews or workers. Ground handling crews working at airports to ensure flight operation punctuality and arrangement are at risk of experiencing work-related fatigue.
This study was performed to evaluate subjective fatigue severity among ground handling crews and its risk factors, as well as to identify the most relevant risk factors in predicting fatigue. A validated questionnaire was used to obtain information on subjective fatigue, individual factors (sex, age, body mass index, fatigue-inducing illness history), lifestyle factors (sleep duration, sleep quality, physical activity, smoking habit, caffeine consumption), work-related factors (work tenure, shift work, work hours, resting time), and psychosocial factors (demand at work, control of work, social support at work, work satisfaction, work stress, family support) from 130 participants.
Average subjective fatigue score, measured using Checklist Individual Strength, was 73.69 (with standard deviation of 15.146, min. value of 28 and max. value of 124). Multivariate analysis using multiple linear regression showed that bad sleep quality (8.785, 95% CI 1.958 - 15.613), night shift (5.576, 95% CI 0.987 - 10.165), afternoon shift (6.177, 95% CI 1.617 - 10.738), demands at work (1.128, 95% CI 0.612 - 1.644), and overcommitment (1.602, 95% CI 0.829 - 2.376) as the risk factors that best predict the increase of subjective fatigue in ground handling crews. Meanwhile, sleep duration (-3.171, 95% CI -5.375 - -0.967) and smoking habit (-3.454, 95% CI -6.843 - -0.065) were found to be a protective factor from subjective fatigue since it is negatively associated with subjective fatigue.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T54520
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Khanaya Putri
"COVID-19 telah membentuk dunia dalam kondisi yang berbeda-beda. Ini telah mengubah cara kita bertindak, berperilaku, dan memandang sesuatu. Banyak industri yang sangat terkena dampak virus ini, lima industri teratas adalah Penerbangan, Hotel & Hiburan, Mobil, Ritel Khusus, dan Peralatan & Layanan Energi. Dari kelima industri tersebut, Industri Penerbangan merupakan industri yang paling terkena dampaknya. Manajemen pelayanan di bidang penerbangan perlu lebih terjamin pasca pandemi agar operasionalnya terjamin. Dalam penelitian ini dilakukan studi kasus pada maskapai penerbangan Indonesia. Ini melibatkan Ground Handling Operations (GHO) / Operasi Penanganan Darat yang operasinya dilakukan secara manual. Sebagai solusinya, kemajuan teknologi melalui Business Process Reengineering (BPR) akan berperan dalam penelitian ini. Metode tersebut bertujuan untuk mengubah proses bisnis awal perusahaan secara drastis melalui penghapusan proses dan integrasi teknologi. Dua fase rekayasa proses bisnis adalah perbaikan proses dan pemodelan proses atau simulasi proses bisnis yang ada. Tujuh skenario perbaikan dihasilkan pada penelitian ini dan waktu pemrosesan untuk setiap kasus berbeda-beda. Setelah simulasi setiap skenario dihasilkan, maka dibuatlah prototipe digital skenario terbaik melalui Pendekatan Manajemen Strategis dan Minimum Viable Product (MVP).

COVID-19 has shaped the world in different conditions. It has changed the way we act, behave, and perceive things. Many industries are highly impacted by the virus, those top five being, Aviation, Hotel & Leisure, Automobiles, Specialty Retail, and Energy Equipment & Services. Out of those five, Aviation Industry is the highly impacted one. The service management inside aviation needs to be further assured for post pandemic so they will obtain their operational excellence back. In this research, a case study on an Indonesian flight carrier is conducted. It involves Ground Handling Operations (GHO) that involves manual & repetitive activities.  As a solution, the advancement of technology through Business Process Reengineering will play a role in this research. The method aims to change the company’s initial business process drastically by process elimination and technology integration. The two phases of business process engineering are process improvement and process modelling or simulation of existing business processes. Seven improvement scenarios are generated on this research and the processing times for each case vary. After the simulation of each scenario is generated, a digital prototype of the best scenario is made through Strategic Management and Minimum Viable Product (MVP) Approaches."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library