Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nandipinta
"Keberhasilan penanggulangan penyakit menular seksual (PMS) tidak hanya tergantung pada mutu pelayanan, tetapi juga tergantung pada faktor manusianya terutama perilaku pencegahan dan perilaku pencarian pengobatan. Salah satu faktor yang panting diperhatikan adalah perilaku pencarian pengobatan, karena kegiatan penanggulangan PMS terutama adalah penemuan penderita secara dini dan segera diobati. Hal ini disebabkan karena PMS dapat bersifat merusak kesehatan dan dapat berakibat fatal serta komplikasi. Selain itu PMS mempermudah penularan virus HIV dari seorang ke orang lain. Sebaliknya infeksi HIV menyebabkan seseorang lebih mudah` terserang PMS dan lebih sukar diobati.
Dari beberapa hasil survei menunjukkan bahwa banyak penderita PMS yang tidak mencari pengobatan sehingga meinungkinkan terjadinya penularan kepada orang lain atau kepada pasangan mereka. Selain itu penderita yang tidak berobat memungkinkan terjadinya peningkatan kasus HIV. Penderita PMS yang mencari pengobatan sendiri memungkinkan terjadinya resistensi penyakit tersebut terhadap obat antibiotik yang digunakan secara tidak teratur, atau obat yang digunakan hanya antiseptik dan jamu diragukan kesembuhannya.
Tujuan penelitian untuk menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan pada penderita PMS di Kabupaten Indramayu. Penelitian ini menggunakan jenis desain potong lintang (cross sectional), dengan sampel adalah sebagian dari pria/klien yang menderita penyakit menular seksual dalam 1 (sate) tahun. terakhir yang berkunjung ke lokalisasi/tempat prostitusi yang ada di wilayah Kabupaten Indramayu.
Dari basil penelitian diperoleh bahwa dari 384 responden yang pernah mengalami PMS dalam 1 (satu) tabu' terakhir sewaktu dilaksanakan penelitian, sebanyak 22 responden (5,7%) tidak mencari pengobatan dan 362 responden (94,3%) mencari pengobatan. Dari 362 responden tersebut pengobatan pertama yang dilakukannya adalah dengan melakukan pengobatan sendiri 121 responden (33,4%) dan yang ke pelayanan kesehatan 241 responden (66,6%).
Faktor-faktor yang berhubungan bermakna antara yang tidak mencari pengobatan dan yang mencari pengobatan adalah variabel persepsi sakit (OR 14,40; 95%CI 3,77-55,01) dan biaya pengobatan (OR 19,71; 95% CI 6,17-62,95). Faktor-faktor yang berhubungan bermakna antara yang mengobati sendiri dan yang ke pelayananan kesehatan adalah variabel-variabel status perkawinan (OR 2,27; 95 CI 1,11-4,64), persepsi sakit (OR 6,24; 95% CI 3,30 - 11,79), dan anjuran berobat (OR 2,11 ; 95% CI 1,30 -3,41).
Disarankan untuk meningkatkan pengetahuan penderita PMS dengan memberikan penyuluhan, terutama dalam meningkatkan pemahaman bahwa pengobatan dengan antiseptik dan jamu bukanlah obat yang tepat untuk pengobatan PMS. Selain itu perlu ditingkatkan penyuluhan tentang bahaya PMS dan upaya-upaya pencegahan yang mungkin dilakukan untuk mengurangi risiko penularan PMS. Melalui upaya pencegahan seperti menggunakan kondom, diharapkan dapat mengurangi biaya pengobatan.

Related Factors to Health Seeking Behavior on Sexual Transmitted Disease Clients That Visited to Prostitution Area in Indramayu District in Year 2000The successful prevention of sexual transmitted disease (STD) does not only depend on quality of services but also depends an human factors in particular health seeking behavior and prevention. One of the most important factors is health seeking behavior, because the most important STD prevention activity is to find patients and to cure them immediately. This is because STD could damage person health and could be fatal and complicated. Beside that, STD facilitate HIV including complication and fatal outcome. In contrary, HIV infection easily contracted to infected STD but difficult to cure.
Several surveys, show that many STD patients do not seek for treatment, and will infect to other person including their spouses. Beside that, untreated STD patients will increase the number of HIV cases. Patients who is seek self treatment will cause resistance STD drugs due to irregular intake. The patients only use antiseptic drugs and traditional medicine of which the efficacy is questionable.
The objective of this research is to analysis related factors to health seeking behavior in STD patients in Indramayu District. This research is based on cross sectional design method of patients with sexual transmitted disease that visited existing prostitution area in Indramayu District during one year.
In the study was found that 384 respondents has suffered from STD during the year 362 respondents (94.3%) did seek treatment and 22 did not (5.7%). 121 respondents (33.4%) preferred self-treatment initially and, 241 respondents (66.6%) went to health facilities.
Factors that significantly influence health seeking behavior (treatment or non treatment) are disease perception variable (OR 14.40; 95%CI 3.77-55.01) and treatment cost (OR 19.81; 95%CI 6.17-62.95). Related factors influencing the choice between and seeking treatment at health facilities are marital status variables (OR 2.27; 95%CI 1.11-4.64), disease perception (OR 6.24; 95%CI 3.30-11.79), and advice by others to take treatment (OR 2.11; 95%CI 1.30-3.41).
In conclusion, it is recommended to increase knowledge to STD patients by giving health education in particular to increase their understanding that antiseptic treatment and traditional medicine is not an appropriate method for STD treatment. Beside that it is necessary to increase knowledge on dangers of STD and intensify efforts to decrease the risk of STD infection (by condom use). These efforts will lower treatment costs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T5170
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Isti Purwanti
"Angka kesakitan dan kematian karena ISPA pada kelompok umur balita di Indonesia masih tinggi, maka penatalaksanaan program dititik beratkan kepada penanggulangan pneumonia pada balita. Pada akhir-akhir ini salah satu upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian tersebut adalah dengan adanya peningkatan pengetahuan ibu tentang ISPA , sikap dan perilaku pencarian pengobatan, serta praktek pengobatan oleh para petugas kesehatan setempat.
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan pencarian pengobatan pertama penderita pneumonia pada balita di Kabupaten Majalengka tahun 2003.
Penelitian ini menggunakan desain studi kasus kontrol, dengan menggunakan data penderita pneumonia pada balita yang pencarian pengobatan pertama tidak ke fasilitas kesehatan ( kasus ), dan penderita pneumonia pada balita yang pencarian pengobatan pertama ke fasilitas kesehatan ( kontrol ). Adapun untuk pemilihan kasus dan kontrol adalah seluruh balita penderita pneumonia yang berobat ke puskesmas (16 puskesmas ) pada bulan Juni 2003.
Dari basil penelitian ini menunjukkan pengetahuan kurang baik (OR = 3,592 ; dan 95 % CI 2,054 ; 6.282 ), sedangkan sikap yang negatif ( OR = 2,166 ; dan 95 % CI 1,230 ; 3,815 ) merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan pencarian pengobatan pertama penderita pneumonia pada balita.
Dari hasil penelitian ini terlihat masih sangat diperlukannya kegiatan-kegiatan dari petugas kesehatan, terutama kegiatan penyuluhan mengenai penyakit pneumonia pada ibu-ibu yang memiliki balita terutama pada tanda bahaya penyakit pneumonia, sehingga apabila balitanya menderita pneumonia langsung dibawa berobat ke fasilitas kesehatan.
Daftar Pustaka : 35 ( 1975 - 2002 )

Morbidity and mortality rates of ARI among under fives in Indonesia is still very high, thus program management is emphasized on efforts to overcome pneumonia among under fives. At the present time, one effort to reduce morbidity and mortality rates of pneumonia among under fives is by improving mother's knowledge about ARI, improving mother's attitude and health seeking behavior, and improving medication practices provided by local health personnel.
This study aimed to investigate the relationship between knowledge and attitude with health seeking behavior among under fives with pneumonia in Majalengka District in 2003.
This study employed case-control study design with under fives with pneumonia whose first health seeking behavior was not directed to health facility as cases and under fives with pneumonia whose first health seeking behavior was directed to health facility as controls. Those cases and controls were all under fives with pneumonia who went to community health center for medication (16 CHCs) during June 2003.
The study showed that poor knowledge (OR=3.592; 95% CI 2:054:6.282) and negative attitude (OR=2.166; 95% CI 1.230:3.815) were risk factors related to first health seeking behavior among under fives with pneumonia.
The study showed the importance and the necessity of improving health personnel activities, mainly those related to extension and community education about pneumonia targeted to mothers with under fives, particularly those with pneumonia danger signs. Therefore, whenever the child is getting sick, the mother would seek for health care to health facility at the first time.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13188
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This study aims to End factors that influence
utilization of maternal health care by pregnant women with
complication using the results of the 2002-2003 indonesia
Demographic and Health Survey. Factor analyzed are women ?s
empowerment, husband 's involvement, women's knowledge on
health care and socioeconomic conditions. By applying logistic
regression and using I0 independent variables to represent
those factors, this study reveals that husbands education,
husband's companionship for antenatal care (ANC) visits,
women 's knowledge about danger signs of pregnancy
complications, and 14/0men's involvement in decision making
significantly influence the utilization of maternal health care.
Husband 's support in ANC was found as the strongest factor of
women?s health seeking behavior during pregnancy followed by
husband 's education, women 's involvement in decision making,
and women 's knowledge about danger signs of pregnancy
complications. Therefore, any intervention program aimed at
improving maternal health in indonesia should address the
issues related to the four aspects mentioned above.
"
Journal of Population, 12 (2) 2006 : 139-172, 2006
JOPO-12-2-2006-139
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Neny Utami
"ABSTRAK
Perilaku mencari pertolongan kesehatan pada ibu hamil memiliki peran yang penting dalam pencegahan komplikasi kehamilan yang berisiko. Tujuan penelitian ini mengidentifikasi perilaku mencari pertolongan kesehatan pada ibu hamil pre-eklampsia berat dan faktor yang berkontribusi. Metode penelitian adalah cross sectional dengan convenience sampling pada pengambilan sampel. Responden berjumlah 217 yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan pelayanan (nilai p=0,049), pengambilan keputusan (nilai p =0,001) dan tingkat pengetahuan tanda dan bahaya kehamilan (nilai p= 0,001) berkontribusi pada perilaku mencari pertolongan kesehatan pada ibu hamil pre-eklampsia berat. Faktor yang paling dominan berkontribusi pada perilaku mencrai pertolongan kesehatan pada ibu hamil pre-eklampsia berat menunjukkan bahwa pengambilan keputusan OR=2,741(95%CI; 1,49-5,02) dan tingkat pengetahuan tanda dan bahaya kehamilan OR=0,25 (95%CI; 0,13-0,48). Tenaga kesehatan diharapkan mampu meningkatkan edukasi tentang pengambilan keputusan dalam pemanfaatan layanan kesehatan pada masa kehamilan.

ABSTRACT
Maternal health seeking behavior has an important role in the prevention of high risk pregnancy complications. The purpose of this study is to identified the maternal helath seeking behaviour with severe pre-eclampsia and contributing factors. The research method is cross sectional with convenience sampling. There were 217 respondents who met the inclusion criteria. The results of this study indicate that service satisfaction(p value =0,049), decision making (p value = 0,001) and the level of knowledge of signs and dangers of pregnancy (p value = 0,001) are factors that contribute to the maternal health seeking behaviour with severe pre-eclampsia. The dominant factors influencing the maternal health seeking behavior with severe pre-eclampsia were decision making OR=2,741(95%CI; 1,49-5,02) and the level of knowledge of signs and dangers of pregnancy OR=0,25 (95%CI; 0,13-0,48). Health workers are expected to be able to increase education about decision making in utilizing health services during pregnancy."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilma Hakiki
"Penelitian ini membahas dinamika caregiver dalam memilih pengobatan untuk perawatan skizofrenia. Perilaku pengambilan keputusan yang dilakukan caregiver adalah proses dimana mereka merespon penyakit dan mencoba untuk mencari pengobatan yang tepat dan efektif untuk perawatan anggota keluarga yang mengalami skizofrenia. Peneliti mencoba memetakan faktor-faktor apa yang mempengaruhi caregiver dan bagaimana dinamika caregiver dalam merawat dan memilih jenis pengobatan untuk penderita skizofrenia. Studi sebelumnya menyebutkan informasi dan pengalaman percobaan pengobatan, kepercayaan dan kebudayaan, serta tingkat keparahan penyakit mempengaruhi keputusan pengobatan dipilih caregiver. Berdasarkan temuan data peneliti menemukan bahwa kepercayaan akan mitos, persepsi caregiver tentang penyakit, konflik, dan kefektifan pengobatan menjadi hal yang mempengaruhi dinamika caregiver dalam memilih jenis pengobatan. Argumentasi penulis adalah perbedaan keputusan caregiver dalam memilih jenis pengobatan mengalami dinamika dipengaruhi oleh respon terhadap kefektifan pengobatan yang telah dipilih, mitos dan kepercayaan, serta bagaimana caregiver mendefinisikan skizofrenia `penyakit`. Metode yang digunakan dalam penelitian ini kualitatif dengan teknik wawancara mendalam dan observasi untuk mempelajari fenomena dan latar belakang dari perilaku pemilihan jenis pengobatan. 
This study discusses the dynamics of caregiver in selecting treatment for treatment of schizophrenia. The behavior of decision making made caregiver is the process by which they respond to ` illness and try to find the appropriate and effective treatment for the care of family members who experience schizophrenia. Researchers are trying to map out what factors affect caregiver and how the dynamics caregiver in treating and choosing the type of treatment for schizophrenia patients. Previous studies mentioning information and experience of experimental treatment, belief and culture, as well as the severity of the disease affects the decision of treatment chosen caregiver. Based on the findings of data researchers found that the belief in myth, perception of caregiver about disease, conflict, and effectiveness of treatment becomes the case that affects the dynamics of caregiver in choosing a type of treatment. The author`s argument is the difference Caregiver decision in choosing the type of treatment experienced the dynamics influenced by the response to the treatment`s effectiveness of selected treatments, myths and beliefs, as well as how caregiver defines Schizophrenia `disease`. The method used in this research is qualitative with in-depth interview techniques and observations to study the phenomenon and background of the behaviour of selection of treatment types"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hannifah
"Infeksi Menular Seksual (IMS)adalah infeksi yang utamanya ditularkan melalui hubungan seksual (Kemenkes, 2023), kelompok remaja dan dewasa muda (usia 15 -24 tahun) merupakan kelompok umur yang berisiko paling tinggi untuk tertular IMS (Kemenkes, 2016). Bandung merupakan kota dengan prevalensi IMS terbanyak di Indonesia dengan gonorhea 37,4%, chlamydia 34,5% dan syphilis 25,2%. Estimasi jumlah PSP di Indonesia 230.000 orang, (Organisasi Perubahan Sosial Indonesia, 2019). Estimasi jumlah PSP di Jawa Barat adalah 31.375 orang, sedangkan jumlah PSP Kota Bandung : 3211 orang, 1710 PSP terjangkau, 54 % akses ke klinik. Jumlah PSP remaja kurang dari 24 tahun sebanyak 104 orang (3 %). PSP yang terinfeksi IMS, akan berupaya untuk mencari pengobatan. Tujuan penelitian ini untuk melihat fenomena Health Seeking Behavior IMS pada remaja PSP di Kota Bandung yang dipengaruhi oleh pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), pengalaman orang lain (personal reference), sumber daya (resources), dan  kebudayaan (culture).

Metode penelitian menggunakan metode kualitatif, desain phenomenology. Informan penelitian 8 orang, 5 informan utama remaja PSP online (apartemen dan kost) dan offline (lokalisasi, tempat hiburan, jalanan) berusia 10-24 tahun, serta 3 orang informan kunci yaitu mucikari, penghubung dan petugas lapangan. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan informan tidak mengetahui dengan baik gejala dan penularan IMS, IMS merupakan hal yang menakutkan tetapi merupakan risiko pekerjaan. PSP memilih no action dan self-treatment jika gejala yang dirasakan ringan. Dukungan mucikari cukup membantu dengan syarat tidak merugikan mucikari. Pengaruh orang lain (personal reference) sangat besar bagi PSP mendorong upaya pengobatan sendiri (self-treatment). Sumber daya yang tidak dimiliki oleh PSP menjadi hambatan bagi PSP offline, yaitu dana yang terbatas, waktu buka layanan kesehatan formal yang tidak sesuai dengan jam kerja PSP, perlakuan stigma dan diskriminasi dari tenaga kesehatan klinik. Sedangkan bagi PSP online, hambatannya adalah kekurangan dana dan ketergantungan terhadap orang yang mengantar ke klinik. Budaya pengobatan turun temurun seperti jamu-jamuan atau ke dukun menjadi hambatan bagi PSP online dan offline.

Rekomendasi: meningkatkan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) pada remaja PSP, mucikari dan penghubung mengenai IMS, pengobatan yang benar dan pengunaan kondom; memperbaiki kualitas layanan IMS; evaluasi berkala terhadap layanan dan Petugas Lapangan PSP dalam program pencegahan IMS.


Sexually Transmitted Infections (STIs) are infections that are mainly transmitted through sexual contact (Ministry of Health, 2023), teenagers and young adults (aged 15 -24 years) are the age group at highest risk of contracting STIs (Ministry of Health, 2016). Bandung is the city with the highest prevalence of STIs in Indonesia with gonorrhea 37.4%, chlamydia 34.5% and syphilis 25.2%. Estimated 230,000 people Female Sex Worker (FSW) in Indonesia, (Indonesian Social Change Organization, 2019). The estimated number of FSWs in West Java is 31,375 people, in Bandung City is: 3211 people, 1710 FSWs are reach, and 54% have access to clinics. The number of FSW less than 24 years old was 104 people (3%). FSW who are infected with STIs will try to seek treatment. The aim of this research is to look at Health Seeking Behavior for STI among adolescents FSW in Bandung which is influenced by thoughts and feelings, personal references, resources and culture.

The research method used qualitative methods, with phenomenology design. The research informants were 8 people, 5 main informants were adolescent FSW who work online (apartments and boarding houses) and offline (localization, entertainment, and streets) aged 10- 24 years, and 3 key informants, pimps, liaisons and outreach worker. Data collection using in- depth interviews. The research results showed that informants did not know well the symptoms and transmission of STIs, STIs are terrible thing as an occupational risk. FSW chooses no action and self-treatment if the symptoms not serious. Pimps support is quite helpful as long as it doesn't cause harm. Personal reference influenced self-treatment for FSW.   The resources that FSWs do not have are obstacles for offline FSWs, namely limited funds, formal health service operational hours, stigmatized and discriminatory treatment from clinical providers. Meanwhile, for online FSW, the obstacles are lack of funds and dependence on people who accompany them to the clinic. The culture of traditional treatments such as herbal medicine or going to shamans is an obstacle for online and offline FSW.

Recommendations: improve IEC (communication, information and education) among adolescent FSW, pimps and liaisons regarding STIs, correct treatment and condoms use; improving the quality of STI services; continuous evaluation of services and FSW’s outreach worker in STI prevention program."

Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harimat Hendarwan
"Tingginya mortalitas bayi dan balita karma ISPA - Pnemonia menyebabkan penanganan penyakit ISPA - Pnemonia menjadi sangat penting artinya. Kondisi ini disadari oleh pemerintah sehingga dalam Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA telah menggariskan untuk menurunkan angka kematian balita akibat pnemonia dari 5/1000 balita pada tahun 2000 menjadi 3/1000 balita pada tahun 2005 dan menurunkan angka kesakitan pnemonia balita dari 10 -- 20 % menjadi 8 - 16 % pada tahun 2005.
Resiko mortalitas pada balita, khususnya pada bayi sangat tinggi dan resiko ini lebih ditentukan pada kemampuan ibu atau keluarga atau masyarakat dalam memberikan perhatian dan pengobatan kepada anak-anaknya. Rendahnya cakupan penemuan kasus pnemonia di Kabupaten Serang menunjukkan adanya suatu mata rantai yang harus ditelusuri mengenai pola pencarian pengobatan dari balita yang menderita pnemonia.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku pencarian pengobatan dari ibu yang memiliki balita dengan gejala pnemonia dan faktor - faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan.
Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang (cross sectional). Lokasi penelitian meliputi wilayah kerja dari 3 puskesmas di wilayah utara Kabupaten Serang yaitu Puskesmas Kramat Watu, Puskesmas Bojonegara, Puskesmas Pontang, 3 puskesmas di Kota Serang yakni Puskesmas Serang Kota, Puskesmas Rau, Puskesmas Singandaru, dan 3 puskesmas di daerah selatan Kabupaten Serang yaitu Puskesmas Baros, Puskesmas Pabuaran, dan Puskesmas Jawilan. Sarnpel diambil secara quota dengan memperhitungkan proporsi balita yang ada di masing-masing wilayah kerja puskesmas tempat penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 8 variabel yang diteliti (umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengetahuan, pengalaman, kepercayaan pengobatan, dan pengaruh orang lain) dalam hubungannya dengan upaya pencarian pengobatan terhadap kasus-kasus balita dengan gejala pnemonia ditemukan ada 2 variabel yang berhubungan secara bermakna dengan perilaku pencarian pengobatan pada ibu balita yaitu pengaruh orang lain dan kepercayaan pengobatan. Variabel pengaruh orang lain merupakan variabel yang paling dominan, dimana ibu yang memilih upaya pencarian pengobatan dipengaruhi oleh orang lain berpeluang untuk mengobati anak balitanya ke tenaga kesehatan 6,54 x dibandingkan dengan ibu yang memilih upaya pencarian pengobatan dengan inisiatif sendiri setelah dikontrol dengan variabel kepercayaan pengobatan.
Dari hasil penelitian ini disarankan perlunya perhatian yang lebih besar dari Dinas Kesehatan Kabupaten Serang untuk kegiatan-kegiatan penyuluhan mengenai pneumonia pada ibu - ibu yang memiliki balita dengan penekanan pads kemampuan melakukan deteksi dini pneumonia, meningkatkan sistem pencatatan dan pelaporan dan seluruh pelayanan kesehatan yang dikelola oleh tenaga kesehatan, pelatihan untuk meningkatkan kemampuan teknis petugas kesehatan, serta melakukan audit terhadap kematian bayi yang disebabkan oleh pneumonia secara lain.
Daftar Pustaka : 40 (1975 - 2002)

Factors Related to Mother's Health Seeking Behavior on Under Fives Suffered from Pneumonia Symptoms in Serang District, Banten Year 2003High infant and under five mortality rates due to ARI-Pneumonia justify the importance of handling this disease. Government responded to this condition by targeting to reduce under five mortality rate caused by pneumonia from 511000 under fives in 2000 to 3/1000 under fives in 2005 and to reduce the morbidity rate of pneumonia among under fives from 10-20% to 8-16% in 2005 as stated in P2ISPA Program.
Under five mortality rates, particularly among infant are very high and this was determined by the ability of mother or family to provide sufficient attention, care, and cure for the suffered children. Low coverage of newly diagnosed pneumonia cases in Serang district indicates missing link to be identified regarding the health seeking behavior among mothers of pneumonia suffered under five.
The aim of this study is to describe the health seeking behavior among mothers with child suffered from pneumonia symptoms and to understand factors related to it.
This study was a cross sectional study, study location was working area of three community health centers in the northern part of Serang district, Kramat watu,Bojonegara, and Pontang community health centers; 3 community health centers in Serang city, that is, Serang City, Rau, and Singandaru community health centers; and 3 in the southern part of Serang district, that is, Baros, Pabuaran,and Jawilan community health centers. Samples were selected by quota considering the proportion of underfive in each working area.
The study showed that out of 8 variables under study (age, education, occupation, income, knowledge, experience, belief in medication, and other's influence) there were two variables, that is, other's influence and belief in medication which had significant relationship with health seeking behavior. The most dominant variable was other's influence, where mother whose health seeking behavior was influenced by other people had 6.54 times higher chance to take her child to health facility compared to mother whose health seeking behavior was based solely on her own initiative, after controlled by belief in medication variable.
Based on study results, it is suggested that Health Office Serang district to pay more attention on extension and education programs on pneumonia targeted to mothers with under five, emphasizing the ability to early detect pneumonia symptoms, to improve recording and reporting system of all lines of health office managed by health personnel, to provide training as to improve health personnel's technical skill, and to conduct child mortality audit caused by pneumonia routinely.
References: 40 (1975-2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12709
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Maylasari
"Tujuan penelitian mempelajari pengaruh pengaturan tempat tinggal, yaitu tinggal sendiri, berdua dengan pasangan dan bersama terhadap perilaku pencarian pengobatan lansia dengan memperhitungkan variabel jenis kelamin, kelompok umur, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal, status ekonomi dan akses pelayanan kesehatan dengan menggunakan data Susenas 2012 dan Podes 2011. Hasil regresi logistik multinomial menunjukkan bahwa pengaturan tempat tinggal secara signifikan memengaruhi perilaku pencarian pengobatan lansia, baik mengobati sendiri maupun berobat jalan. Setelah memperhitungkan faktor klasifikasi, ketika tidak tinggal sendiri, lansia laki-laki memiliki kecenderungan yang tinggi untuk mengobati sendiri maupun berobat jalan, dan sebaliknya pada lansia perempuan. Setelah memperhitungkan pengaturan tempat tinggal dan jenis kelamin, faktor terkuat dalam menentukan perilaku pencarian pengobatan lansia adalah umur dan status ekonomi, terutama untuk berobat jalan.

This study examines the effect of living arrangement, which are living alone, couple and with others on health seeking behavior of elderly, both self-treatment and outpatient treatment by controlling variables such as sex, age group, education level, rural urban, economic status and access to health services. Results of multinomial logistic regression analysis using Susenas 2012 and Podes 2011 data show that living arrangement affect health seeking behavior of elderly, both self-treatment and outpatient treatment. According control variables, if the elderly not living alone, men more likely than women to has self-treatment and outpatient treatment, and vice versa if they living alone. According to living arrangement and sex, the strongest determinants of health seeking behavior of elderly, are age group and economic status, especially for outpatient treatment."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifa Alyaratri Susilo
"Universitas Indonesia memiliki organisasi paguyuban daerah untuk memfasilitasi mahasiswa rantau dalam menghadapi kehidupan kampus. Namun masih ada kasus mahasiswa rantau yang meninggal karena sakit dan kurang mendapat layanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan perilaku mencari layanan kesehatan pada mahasiswa rantau Universitas Indonesia tahun 2024. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Data dikumpulkan menggunakan self-administered questionnare oleh mahasiswa S1 Reguler Universitas Indonesia yang terdaftar sebagai anggota di paguyuban daerah hingga Mei 2024 yang berjumlah 299 mahasiswa. Data dianalisis menggunakan uji chi-square untuk mengetahui hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 217 (76,2%) responden pernah mencari layanan kesehatan di kampus selama berkuliah di Universitas Indonesia. Penelitian ini juga menunjukkan hubungan yang signifikan secara statistik antara asuransi kesehatan (p<0,001; OR=6,32; 95% CI=3,59–11,13), literasi kesehatan (p=0,004; OR=2,12; 95% CI=1,26–3,56), dan dukungan sosial (p=0,011; OR=0,51;95% CI=0,30–0,86) dengan perilaku mencari layanan kesehatan. Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian ini adalah meningkatkan sosialisasi layanan kesehatan di lingkungan kampus oleh kakak asuh dari masing-masing paguyuban, terutama saat masa Orientasi Kehidupan Kampus sebagai bentuk peningkatan promosi kesehatan di lingkungan Universitas Indonesia.

The University of Indonesia has regional community organizations to facilitate overseas students in facing campus life. However, there are still cases of overseas students who have died due to illness and lack of healthcare services. This study aims to determine the determinants of health service-seeking behavior among overseas students at the University of Indonesia in 2024. This study uses a cross-sectional design. Data were collected using a self-administered questionnaire by undergraduate students of the University of Indonesia who were registered as members of regional communities until May 2024, totaling 299 students. Data were analyzed using the chi-square test to determine the relationship between independent variables and the dependent variable. The results showed that 217 (76.2%) respondents had sought health services on campus while studying at the University of Indonesia. This study also showed a statistically significant relationship between health insurance (p<0.001; OR=6.32; 95% CI=3.59– 11.13), health literacy (p=0.004; OR=2.12; 95% CI=1.26–3.56), and social support (p=0.011; OR=0.51; 95% CI=0.30–0.86) with health service-seeking behavior. Therefore, the recommendations based on this study are to enhance the socialization of health services within the campus environment by senior mentors from each regional community, especially during the Campus Life Orientation period, as a form of health promotion improvement at the University of Indonesia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Permata Imani Ima
"Berdasarkan WHO, pada tahun 2017 TB merupakah salah satu penyebab kematian di dunia dan Indonesia menjadi negara ketiga dengan kasus TB terbesar setelah India dan China. Sebanyak 2 dari 3 penderita TB yang meninggal berdasarkan WHO diakibatkan karena tidak mendapat pengobatan, hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan yang rendah, sistem kesehatan, pendidikan, dan stigma yang ada di masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku pencarian pengobatan pada orang dengan gejala tuberkulosis 14 hari atau lebih batu atau batuk berdarah di Indonesia berdasarkan faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor kebutuhan. Pada penelitian ini, desain studi yang digunakan adalah studi cross sectional menggunakan data sekunder dari survei prevalensi tuberculosis 2013-2014 yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi dengan analisis univariat dan bivariat. Berdasarkan penelitian ini, hasil yang ditemukan bahwa perilaku pencarian pengobatan pada orang dengan gejala TB lebih besar di non fasyankes ( 75,4%) dibandingkan dengan perilaku pengobatan di fasilitas pelayanan kesehatan ( 24,6%). Gambaran perilaku pencarian pengobatan ke non fasyankes pada orang dengan gejala TB lebih banyak pada usia <46 tahun ( 77,2%), jenis kelamin laki-laki (80,1%), memiliki tingkat pendidikan rendah ( 75,7%), memiliki pengetahuan rendah (76,1%), memiliki perilaku merokok ( 82,9%), tidak memiliki stigma ( 76,2%), berada di perkotaan ( 75,6%),tidak mengetahui bahwa OAT gratis ( 76,5%), tidak memiliki faktor risiko DM ( 75,6%), tidak tinggal dengan penderita TB ( 75,7%) dan tidak memiliki pengetahuan TB bisa disembuhkan ( 76,4%). Selain itu, perilaku pencarian pengobatan pada orang dengan gejala tuberkulosis memiliki hubungan yang signifikan pada faktor predisposisi yaitu umur, jenis kelamin dan perilaku merokok; pada faktor pendukung yaitu pengetahuan bahwa OAT gratis; dan pada faktor kebutuhan yaitu faktor risiko DM dan risiko tinggal dengan penderita TB. Oleh karena itu, terkait rendahnya perilaku pencarian pengobatan yang tepat pada orang dengan gejala TB, maka perlunya ditingkatkan sosialisasi, serta skrining pada masyarakat khususnya pada populasi berisiko serta penelitian lebih lanjut terkait multifaktor yang mempengaruhi dan alasan terhadap perilaku pencarian pengobatan tuberkulosis.

According to WHO, in 2017 TB was one of the causes of death in the world and Indonesia was the third country with the largest TB cases after India and China. Moreover, based on WHO, 2 out of 3 people with TB will die if they do not receive the treatment, this condition is influenced by low knowledge and awareness, poor health systems, inadequate education, and stigma that exists in society.The study aims to find out a description of health seeking behavior for tuberculosis symptoms in Indonesia based on predisposing characteristics, enabling resources and need of the respondent. Furthermore, this study used cross sectional study design with secondary data from the 2013-2014 tuberculosis prevalence survey that met the inclusion and exclusion criteria and analyzed by univariate and bivariate.This study found that Health seeking behavior in people with TB symptoms was greater in non-health facilities (75.4%) compared to in health care facilities (24.6%). The description of the health seeking behavior for treatment of non-health care in TB symptoms was most of the respondents were at age <46 years (77.2%), male (80.1%), having a low education level (75.7%), having low knowledge (76.1%), have smoking behavior (82.9%), do not have stigma (76.2%), were in urban areas (75.6%), do not know that anti-tuberculosis drug (OAT) is free (76.5%), no have DM risk factors (75.6%), do not live with TB patients (75.7%) and do not have knowledge of TB can be cured (76.4%).In addition, health seeking behavior for TB symptoms has a significant relationship to predisposing factors for age, gender and smoking behavior; on enabling resources for the knowledge that OAT is free; and on the need factors for risk factors for DM and the risk of staying with TB patients.In conclusion, we found that in Indonesia, most of the TB symptoms did not have appropriate health seeking behavior and how stigma were not significant related to appropriate health seeking behavior but the knowledge of free OAT and risk of TB. Therefore, the need to raise the awareness of free anti-tuberculosis drugs and screening in the society especially in at-risk population with the further qualitative and multifactor research is important to elevate the appropriate health seeking behavior for TB symptom in Indonesia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library