Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harrison Handoko
Abstrak :

Glioma adalah tumor yang bermula dari tulang belakang atau otak yang berasal dari sel glial, dan merupakan salah satu keganasan yang sering ditemukan di Indonesia. TGF-I²1 mempunyai peran yang penting dalam mengontrol homeostasis jaringan dan peranjakan keganasan kanker, oleh sebab itu TGF-I²1 mempunyai potensi untuk menjadi biomarker untuk membedakan antar glioma keganasan tinggi dan rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis ekspresi relatif TGF-I²1 glioma tingkat tinggi dan rendah, untuk melihat potensi menjadi biomarker. Dalam eksperimen terdapat 28 sampel yang digunakan dalam studi ini,16 jaringan dengan keganasan rendah, 10 dengan keganasan tinggi dan 2 jaringan otak normal yang didapat dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Indonesia. Jaringan telah digolongkan berdasarkan klasifikasi yang diberikan oleh World Health Organization, derajat 1 dan 2 sebagai keganasan rendah dan derajat 3 dan 4 sebagai derajat tinggi. Ekspresi relatif dari TGF-I²1 dianalisa menggunakan Real-Time RT PCR dengan 18sRNA sebagai houskeeping gene. Dari hasil terlihat bahwa adanya penurunan ekspresi relatif TGF-I²1 di glioma keganasan tinggi saat dibandingkan dengan ekspresi di glioma keganasan rendah. Tetapi setelah dianalisis secara statistik, hasil penemuan ini tidak signifikan. Kegunaan dari TGF-I²1 sebagai biomarker belum terbukti, maka dari itu studi lebih lanjut harus dilakukan untuk menjelaskan fungsi dari TGF-I²1 sebagai biomarker untuk glioma.


......Glioma is a term used to describe tumors which originate from the spinal cord or brain, specifically the glial cells. This type of tumor is one of the most commonly found brain malignancies in Indonesia. TGFI²1 has a key role in the maintenance of tissue homeostasis and progression of cancer, due to this fact TGF-I²1 has the potential as a tissue biomarker to differentiate low grade and high grade gliomas. The goal of this study is to analyze the relative expression of TGF-²1 in both high grade and low grade glioma to explore its potential as a biomarker. In the experiment there was a total of 28 samples, 16 low grade glioma, 10 high grade glioma and 2 normal brain tissue obtained from Cipto Mangunkusumo Hospital, Indonesia. The sample was categorized to low grade and high grade glioma based on the guideline given by the World Health Organization. Grades 1 and 2 are considered to be low grade gliomas and grades 3 and 4 are considered to be high grade gliomas. The relative expression of TGF-I²1was measured through Real-Time RT-PCR with 18sRNA as a housekeeping gene. It was seen that there was a decrease in the expression of TGF-I²1 in high grade glioma as to low grade glioma. However, when the result was analyzed it is proven to be statistically insignificant.The role of TGF-I²1 as a definitive biomarker for glioma grading is yet to be proven, therefore further research must be conducted to elaborate the role of the gene as a glioma biomarker.

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riana Rikanti Hakim
Abstrak :
Tujuan dan latar belakang : High grade glioma mecakup hanya 2% dari seluruh kanker, namun memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi walaupun dengan menggunakan pendekatan terapi multimodal menggunakan kombinasi modalitas operasi, radiasi, kemoterapi dan targetd therapy. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi kadar MGMT, sebuah protein repair, yang diperiksa menggunakan teknik ELISA dengan respon tumor terhadap radiasi pada High Grade Glioma sehingga diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai sifat biomolekuler dari High grade Glioma. Metode : Studi ini merupakan sebuah studi restrospektif yang melibatkan 14 pasien yang telah didiagnosa sebagai High Grade Glioma berdasarkan histopatologi dan telah mendapatkan radiasi postoperasi dengan dan/atau tanpa chemosensitizer temozolomide di Departemen Radioterapi RSUPN Cipto Mangunkusumo dari tahun 2004-2015. MGMT diperiksa dengan teknik ELISA dari jaringan tumor yang sudah diparafinisasi. Respon tumor dihitung berdasarkan perubahan volume tumor pada imaging CT/MRI pre dan pasca radiasi. Hasil: Rerata kada MGMT adalah 184 (160-206) pg/mL. Rerata penyusutan tumor adalah 10,64% (-75.64-80.20%). Tidak didapatkan korelasi antara kadar MGMT dengan respon tumor, dengan r= 0.065 (p=0.825). Pada kelompok yang hanya mendapat radiasi didapatkan r= 0.199 (p=0.607) dan pada kelompok yang mendapat kemoradiasi dengan TMZ didapatkan korelasi negatif dengan r= -0,447 (p=0.45). Kesimpulan : Tidak ada korelasi antara kadar MGMT dengan respon radiasi. Baik pada kelompok yang mendapatkan radiasi saja ataupun pada kelompok yang mendapatkan kemoradiasi dengan TMZ. ...... Purpose and background : High Grade Glioma comprises just 2% of all cancer, but it disproportionally has the 6th lowest survival of all cancer found. Despite combined multimodality approach that has been used by clinician which can be the combination of two or more modalities of such : surgery, radiation, chemotherapy and targeted therapy, the mortality and morbidity of HGG remains high. This study aims to know the correlation between MGMT protein expression, a repair protein well known in glioma, with the radiation response, in order to gain more knowledge of the bio molecular behavior of HGG. Material and Methods : This study is a retrospective study that involves 14 patients which were diagnosed as HGG based on histopathological findings and received postoperative radiation with or without concurrent Temozolomide (TMZ) at the Radiotherapy Department of Cipto Mangunkusumo Hospital from 2004-2015. Tumor MGMT concentration was quantified by Enzyme-Linked Immunosorbent Assay from Formalin-Fixed Paraffin-Embedded (FFPE) tissue. Tumor response was evaluated by comparing pre and post radiation tumor volume by CT and MRI. Result: MGMT concentration was 184 (160-206) pg/mL. Mean tumor volume shrinkage was 10,64% (-75.64-80.20%). There were no correlation between MGMT concentration and tumor response (r= 0.065, p=0.825). The sample was split according to use of TMZ. In the group that had radiation only, the correlation between MGMT concentration and tumor response was not significant (r= 0.199, p=0.607). In the chemoradiation group there was a moderate negative correlation, but was not significant (r= -0,447, p=0.45). Conclusion: MGMT protein expression was not correlated with the tumor radiation response. There was a negative moderate correlation between MGMT concentrasion and tumor response in patients who underwent chemoradiation with TMZ, but this correlation was not statistically significant.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Ramasha Amangku
Abstrak :
HIF-2α adalah mediator yang penting dalam reaksi hipoksia di situasi keganasan dan tingginya tingkat ekspresi HIF-2α berkorelasi dengan konsep metastasis, resistensi terapi dan penurunan kualitas prognosis dalam berbagai bentuk pertumbuhan kanker. Karena kemampuan sel glioma otak yang sangat infiltratif, glioma tidak dapat sepenuhnya dihilangkan dengan pembedahan dimana tingkat kekambuhan juga tinggi. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi ekspresi relatif dari gen HIF-2α dihubungkan dengan keganasan glioma. Spesimen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 22 sampel yang diperoleh dari Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia- Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Ekspresi relatif HIF-2α dianalisis dengan menggunakan quantitative RT-PCR. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan ekspresi relatif HIF-2α pada glioma derajat tinggi dibandingkan dengan glioma derajat rendah, namun tidak bermakna secara statistik. Dengan demikian kemungkinan HIF-2α dapat digunakan sebagai penanda prognostik untuk pasien yang didiagnosis glioma, meskipun eksperimen tambahan perlu dilakukan untuk memperkuat fakta ini.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fidinny Izzaturrahmi Hamid
Abstrak :
Glioma is one of the most common central nervous system tumors that show variant responses towards radiotherapies. Most of the cases especially the high grade Glioblastoma Multiforme have very poor prognosis. Pluripotency of cMyc genes might be another factor for the high glial cell differentiation in glioma thus it may become an alternative therapeutic target. mRNA obtained from 20 glioma samples with different degree of malignancy are converted to cDNA and then amplified. Relative quantification of cMyc mRNA expression is measured by calculating the cycle threshold values of Real Time RT PCR and normalized towards 18s rRNA to predict the relationship between the expression of cMyc and the degree of malignancy. The cMyc expression is increased in accordance with the tumor grade. The cMyc expressions in high grade glioma are 17424.23 folds higher when calibrated to the normal cell, whereas the genes in lower grade tumors are expressed with the rate of 6167.35. Despite the statistically insignificant values the genes express, this research has strengthened molecular diagnosis, specifically pluripotency, to be the factor that gives a greater prognostic relevance than the histopathologic diagnosis. As a conclusion, there is a clinical tendency where the c Myc expression is higher than in high degree glioma compared to low degree malignancy, however it is not statistically significant.
Glioma adalah salah satu tumor sistem saraf pusat yang sering terjadi dan memiliki respon yang variatif terhadap radioterapi. Glioblastoma Multiforme cenderung memiliki prognosis buruk terhadap pengobatan. Pluripotensi mRNA cMyc dapat menjadi salah satu faktor tingginya diferensiasi sel glial pada gliom sehingga dapat menjadi target terapi alternatif. mRNA yang diperoleh dari 20 sampel glioma dengan derajat keganasan berbeda ditransformasi menjadi cDNA dan diamplifikasi menggunakan Accupower Two-Step RT-PCR with SYBR Green. Kuantifikasi relatif mRNA cMyc ditentukan dengan menghitung nilai cycle threshold pada RT PCR ang dinormalisasi dengan rRNA 18S untuk melihat hubungan antara ekspresi cMyc dan derajat keganasan glioma. Ekspresi cMyc ternyata lebih tinggi seiring dengan meningkatnya tingkat keganasan. Ekspresi cMyc pada glioma klasifikasi WHO derajat tinggi senilai 17424.23 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ekspresi pada sel otak normal, sedangkan glioma derajat rendah menurut klasifikasi WHO mengalami ekspresi gen cMyc senilai 6167.35. Meskipun nilai yang diperoleh tidak signifikan secara statistik, penelitian ini telah menunjukkan bahwa diagnosis molekuler, terutama pluripotensi, dapat menjadi faktor penentu prognosis glioma selain ditentukan dengan derajat keganasan melalui pemeriksaan histopatologis. Terdapat kecenderungan secara klinis dimana ekspresi relatif mRNA cMyc lebih tinggi pada glioma derajat tinggi dibandingkan dengan glioma derajat rendah, namun nilainya tidak signifikan secara statistik.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hesty Lidya Ningsih
Abstrak :
Latar Belakang: Enzim O6-methylguanine-DNA methyltransferase MGMT merupakan suatu DNA-repair enzyme yang dapat menghambat proses kematian sel tumor akibat proses alkilasi oleh zat alkilasi termasuk zat kemoterapi. Enzim ini berhubungan dengan mekanisme pertahanan tumor terhadap zat kemoterapi. Eskpresi dari enzim MGMT ini ditemukan tinggi pada pada berbagai tumor termasuk glioma. Metilasi promoter MGMT mengakibatkan gen dalam sel tumor berhenti menghasilkan MGMT. Adanya metilasi dari promoter MGMT dihubungkan dengan respon yang lebih baik terhadap zat alkilasi termasuk kemoterapi. Status metilasi dari promoter MGMT pada pasien glioma dapat digunakan untuk memperkirakan efektifitas kemoterapi dengan zat alkilasi. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil enzim O6-methylguanine-DNA methyltransferase MGMT pada pasien glioma derajat tinggi dan glioma derajat rendah dan karakteristik pasien glioma di Departemen Bedah Saraf RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Metode: Peneliti mengumpulkan data profil MGMT yang diperiksa menggunakan methylation-specific polymerase chain reaction pada pasien glioma derajat tinggi dan glioma derajat rendah yang menjalani pembedahan di Departemen Bedah Saraf Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dalam periode 1 tahun. Data berupa usia, jenis kelamin, Karnofsky Performance Scale KPS, and derajat serta jenis histopatologi tumor dikumpulkan. Hasil: Dalam periode 1 tahun terdapat 17 pasien dengan hasil histopatologi glioma derajat tinggi dan derajat rendah yang masuk kriteria inklusi. Promoter MGMT termetilasi ditemukan pada 11 pasien 64,7 dan tidak termetilasi pada 6 pasien 35,3. Promoter MGMT termetilasi methylated MGMT lebih banyak didapatkan pada pasien berusia ge; 40 tahun dibandingkan pasien yang berusia < 40 tahun 85,7 vs 50 dan pada pasien laki-laki dibandingkan perempuan 77,7 vs 50. Sedangkan berdasarkan KPS, promoter MGMT termetilasi ditemukan lebih banyak pada pasien dengan KPS > 70 dibandingkan dengan KPS le; 70 70 vs 57,1. Berdasarkan derajat keganasan, promoter MGMT termetilasi ditemukan lebih banyak ditemukan pada glioma derajat rendah WHO grade II dibandingkan pada glioma derajat tinggi WHO grade III dan IV 85,7 vs 50. Pada glioma derajat tinggi, promoter MGMT termetilasi ditemukan lebih banyak pada astrositoma/oligoastrositoma anaplastik WHO grade III dibandingkan glioblastoma WHO grade IV 66,6 vs 42,8. Pada glioma derajat rendah, promoter MGMT termetilasi ditemukan lebih banyak pada oligoastrositoma dibandingkan astrositoma difus 100 vs 75. Kesimpulan: Promoter MGMT termetilasi lebih sedikit ditemukan pada derajat tumor yang lebih tinggi WHO grade IV, KPS yang rendah, usia lebih muda saat diagnosis dan pasien wanita, meskipun perbedaannya belum dibuktikan signifikan secara statistik. Promoter MGMT termetilasi ditemukan lebih banyak pada tumor dengan komponen oligodendroglioma. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk menentukan apakah metilasi promoter MGMT memiliki hubungan yang signifikan dengan faktor-faktor tersebut. ...... Background: O6 methylguanine DNA methyltransferase MGMT is a DNA repair enzyme that correlates with resistance mechanism of tumors to chemotherapy. MGMT inhibits the killing process of tumor cells by alkylating agents including chemotherapy MGMT expression has been noted higher in several tumors including glioma.. Methylation of MGMT promoter inhibits the cells to produce MGMT. Methylation status of the MGMT promoter in gliomas is useful to predict the effectiveness of chemotherapy with alkylating agents. Objective: The purpose of this study was to evaluate profile of MGMT enzyme and characteristic of low grade and high grade glioma patients in Neurosurgery Department of Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. Methods: We evaluated data of MGMT promoter methylation status from methylation specific polymerase chain reaction result in low grade and high glioma patients who underwent surgical resection in Department of Neurosurgery, Cipto Mangunkusomo Hospital Jakarta. Demographic characteristic and clinical data of glioma patiens including age, sex, Karnofsky Performance Scale KPS, and grading of tumor were collected. Results: In one year period, there are 17 patients with pathological finding of low grade and high grade gliomas met criteria of inclusion. Methylated MGMT promoter was found in 11 patients 64.7 and unmethylated in 6 patients 35.3. MGMT promoter methylation was observed more often in patients diagnosed in age more than 40 years old than in patient less than 40 years old 85,7 vs 50, and men than women 77,7 vs 50. In patients with KPS more than 70 and KPS 70 or less, methylation of MGMT promoter was observed in 70 and 57,1, respectively. Base on tumors grading, MGMT promoter methylation was observed more often in low grade gliomas WHO grade II than high grade gliomas WHO grade II and IV 85,7 vs 50. In high grade glioma, methylation was observed more often in grade III tumors anaplastic astrocytomas oligoastrocytomas than grade IV tumors glioblastomas 66,6 vs 42,8. In low grade gliomas, methylation was observed more in oligoastrocytomas than difus astrocytomas 100 vs 75. Conclusions. MGMT promoter methylation was observed less in higher grade of tumors grade IV, lower KPS, younger age at time of diagnosis and female patients, although the differences were not statistically significant. MGMT promoter methylation was observed more often in gliomas with oligodendroglioma component. Further and larger scale of research is needed to determine whether MGMT promoter methylation significantly correlates with these factors.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutrisno
Abstrak :
Tujuan: Mengetahui pengaruh mutasi patogenik BRCA1/2 tumor terhadap kesintasan pasien advanced stage-high grade serous epithelial ovarian cancer di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP Persahabatan, dan RS MRCCC Siloam Jakarta. Metode: Sejumlah 68 sampel dari 144 pasien diagnosis high-grade serous epithelial ovarian cancer (HGSOC) stadium FIGO IIB-IV, periode 1 Januari 2015 sampai 31 Maret 2021, di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP Persahabatan, dan RS MRCCC Siloam Jakarta, menjalani pemeriksaan NGS mutasi patogenik BRCA1/2 tumor, dilibatkan dalam penelitian kohort historikal ini. Kami membandingkan karakteristik klinikopatologis pasien, dan hasil luaran kesintasan, setelah pasien menjalani tatalaksana primer, berdasarkan status mutasi patogenik BRCA1/2 tumor. Faktor terkait tatalaksana, yang diperkirakan berpengaruh terhadap hasil luaran kesintasan pasien, juga turut dianalisis dalam penelitian ini. Hasil: Angka kejadian mutasi patogenik BRCA1/2 tumor diketahui sebesar 27,94% (19/68). Antara kelompok mutasi patogenik BRCA1/2 tumor, dengan kelompok tanpa mutasi patogenik, tidak terdapat perbedaan statistik signifikan berdasarkan usia, paritas, indeks massa tubuh (kg/m2), riwayat kanker payudara, stadium FIGO 2014, kadar CA125 serum pre operatif (U/mL), volume cairan ascites intra operatif (mL), lesi residual pasca laparotomi debulking, pemberian neoadjuvant chemotherapy (NACT), pemberian kemoterapi adjuvant. Riwayat kanker keluarga terkait HBOC, merupakan variabel paling berpengaruh terhadap mutasi patogenik BRCA1/2 tumor. Kelompok dengan riwayat kanker keluarga terkait HBOC, berisiko 5,212 kali lebih besar mengalami mutasi patogenik BRCA1/2 tumor, dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat kanker tersebut (RR adjusted 5,212; 95%CI 1,495-18,167; nilai p=0,010). Pada kelompok mutasi patogenik BRCA1/2 tumor, kemungkinan meninggal 86% lebih rendah (RR adjusted 0,149; 95%CI 0,046-0,475; nilai p=0,001), dan median survival yang lebih baik (median 46 bulan; 95%CI 34,009-57,991; nilai p=0,001), apabila dibandingkan dengan kelompok tanpa mutasi patogenik (median 23 bulan; 95%CI 15,657-30,343; nilai p=0,001). Analisis multivariat menunjukkan mutasi patogenik BRCA1/2 tumor merupakan faktor prognostik independen yang baik terhadap hasil luaran kesintasan (RR adjusted 0,149; 95%CI 0,046-0,475; nilai p=0,001). Kesimpulan: Pasien advanced stage-high grade serous epithelial ovarian cancer, dengan mutasi patogenik BRCA1/2 tumor, memiliki kesintasan lebih baik, dibandingkan pasien tanpa mutasi patogenik BRCA1/2 tumor. ......Objective: To evaluate the impact of pathogenic BRCA1/2 tumor mutational status on advanced stage- high grade serous epithelial ovarian cancer survival outcome at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP Persahabatan, and RS MRCCC Siloam Jakarta. Methods: A total 68 of 144 patients diagnosed with FIGO 2014 stage IIB-IV high grade serous epithelial ovarian cancer (HGSOC) between January 1st, 2015 until March 31st, 2021, at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP Persahabatan, and RS MRCCC Siloam Jakarta, underwent NGS tumor BRCA1/2 gene testing, and were included in this cohort hystorical study. We compared patients clinicopathological characteristics, and survival outcomes after primary treatment, according to pathogenic BRCA1/2 tumor mutational status. Treatment-related factors that might affect patients’ survival outcome were also investigated. Results: The BRCA1/2 pathogenic tumor mutations prevalence was observed in this study 27.94% (19/68). There were no significant statistical differences in age, parity, body mass index (kg/m2), previous breast cancer history, FIGO 2014 staging, pre-operative serum CA 125 level (U/mL), intra operative ascites volume (mL), post cytoreductive surgery residual lesion, neoadjuvant chemotherapy (NACT), and adjuvant chemotherapy administration, between the pathogenic tumor BRCA1/2 mutation, and no pathogenic tumor BRCA1/2 mutation groups. The hereditary breast ovarian cancer family history (HBOC) variable has the strongest correlation with pathogenic tumor BRCA1/2 mutation. The group with a family history of HBOC-related cancer had a 5.212 times greater risk of developing pathogenic BRCA1/2 tumor mutations, compared with the group without a history of those cancer (RR adjusted 5.212; 95%CI 1.495-18.167; p value=0.010). The pathogenic BRCA1/2 tumor mutation group displayed better survival outcome. In the pathogenic BRCA1/2 tumor mutation group, the likelihood of dying was 86% lower (RR adjusted 0.149; 95%CI 0.046-0.475; p-value=0.001), and the median survival was better (median 46 months; 95%CI 34.009- 57.991; p value=0.001), than without pathogenic BRCA1/2 tumor mutations group (median 23 months; 95%CI 15.657-30.343; p value=0.001). The multivariate analyses identified pathogenic BRCA1/2 tumor mutation as an independent favorable prognostic factor for survival outcome (RR adjusted 0.149; 95%CI 0.046-0.475; p-value=0.001). Conclusions: In advanced stage-HGSOC, patients with pathogenic BRCA1/2 tumor mutations have a better prognosis with longer survival outcome than those without pathogenic BRCA1/2 tumor mutations.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library