Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rosihan Ramin
"ABSTRAK
"
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pertahanan RI, 2017
355 JIPHAN 3:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Agnesha
"Latar Belakang : Brakhiterapi intrakaviter merupakan terapi keganasan pada stadium lanjut yang sering digunakan pada bidang ginekologi. Pasien brakhiterapi pada umumnya dilakukan dengan pelayanan rawat jalan sehingga anestesia yang menjadi pilihan selama ini adalah anestesia spinal.Pemilihan obat yang memiliki waktu pulih anestesia spinal yang lebih cepat membuat pasien dapat pulang kerumah lebih cepat. Penelitian ini mencoba mengetahui waktu pulih anestesia spinal levobupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg dibandingkan dengan bupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg pada brakhiterapi intrakaviter rawat jalan.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dan uji klinik acak tersamar ganda yang akan dilaksanakan di unit radioterapi RSCM pada bulan Oktober 2015. Sebanyak 60 orang subyek penelitian akan dibagi menjadi dua kelompok perlakuan yaitu levobupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg (LV) dan bupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg (BV) untuk menilai waktu pulih anestesia spinal antara kedua kelompok perlakuan tersebut.
Hasil : Pengukuran waktu pulih dilakukan dengan menilai waktu kesiapan pulang pasien, waktu ambulasi dan waktu pasien dapat miksi spontan. Pada variabel waktu ambulasi, miksi spontan, dan waktu kesiapan pulang didapatkan hasil berbeda bermakna (p < 0,05).
Simpulan : Waktu pulih anestesia spinal, waktu ambulasi dan waktu miksi pada kelompok levobupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg lebih cepat jika dibandingkan dengan bupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg pada brakhiterapi intrakaviter rawat jalan.

Introduction : Intracavitary brachytherapy is one of advanced stage cervical cancer modality treatment. These patients were treated as outpatient clinic fashion and the chosen anesthesia was spinal anesthesia. The regimens of spinal anesthesia will influenced the recovery time. The aim of the study is to compare the recovery time between two spinal anesthesia regimens Levobupivacaine + 25 mcg Fentanyl and 5 mgs Hyperbaric Bupivacaine+ 25 mcg Fentanyl for brachytherapy outpatient clinic patient.
Method: This is a double blind randomized control trial study. The study was taken place at radiotherapy unit RSCM at October 2015. There were 60 patients that divided into two groups Levobupivacaine + 25 mcg Fentanyl group and 5 mgs Hyperbaric Bupivacaine+ 25 mcg Fentanyl group. These two groups will be measured for spinal anesthesia recovery time.
Result : The spinal anesthesia recovery time measured by discharged readiness time, ambulation time, spontaneous micturition time. From the result of the study all of these three variables were significantly different between these two group regimens (P< 0,05).
Conclusion : spinal anesthesia recovery time, ambulation time, spontaneous micturition time of Levobupivacaine + 25 mcg Fentanyl group were faster than 5 mgs Hyperbaric Bupivacaine+ 25 mcg Fentanyl group at intracavitary brachytherapy outpatient clinic.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T55725
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cokroningrum Dewi Windarsih
"Latar Belakang : Kelelahan merupakan suatu permasalahan umum di segala bidang pekerjaan. Didalam proses kelelahan ini tidak lepas dari adanya peran suatu sistem dalam eliminasi Reactive Oxygen Species (ROS) yang juga melibatkan peran antioksidan endogen baik antioksidan enzimatik maupun antioksidan non enzimatik seperti Glutathione (GSH). Dalam proses patofisiologinya terdapat titik dimana pemberian oksigen hiperbarik dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kelelahan tersebut; sehingga menjadikan peneliti tertarik untuk mengetahui efek pemberian oksigen hiperbarik terhadap kadar glutathione pada perawat dengan kelelahan. 
Metode : Penelitian ini merupakan bagian dari suatu penelitian payung dengan desain randomized control trial. Penelitian ini dilaksanakan pada 30 orang perawat yang sebelumnya telah terdiagnosis dengan kelelahan secara subjektif dan terbagi dalam kelompok intervensi dan kontrol, dengan pada masing-masing kelompok dilakukan pemeriksaan kadar glutathione (GSH) sebelum dan setelah perlakuan. 
Hasil : Terdapat kenaikan tidak bermakna kadar GSH sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok kontrol dengan p=0,074, dan terdapat penurunan kadar GSH sebelum dan sesudah perlakuan yang bermakna pada kelompok intervensi dengan p=0,012. Selisih GSH sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi secara berurutan adalah sebesar 0,68±1,353 µg/ml dan -1,46±1,526 µg/ml dengan nilai uji perbandingan rerata keduanya meunjukkan hasil signifikan (P<0,05) yaitu dengan nilai sebesar p=0,001. 
Kesimpulan : Terdapat perbedaan bermakna pada selisih kadar GSH Kelompok Intervensi setelah perlakuan pemberian oksigen hiperbarik dibandingkan dengan kelompok Kontrol.

Background: Fatigue is a common problem in all fields of work. In fatigue process, it is inseparable from the role of a series elimination process of Reactive Oxygen Species (ROS) which also involves the endogenous antioxidants both enzymatic and non-enzymatic antioxidants such as Glutathione (GSH). In the pathophysiological process there is a point where hyperbaric oxygen administration can be utilized to overcome fatigue; thus, making researchers interested in knowing the effect of hyperbaric oxygen administration on glutathione levels in nurses with fatigue.
Methods: This study is part of joint research with double blinded-randomized control trial design. This study was conducted on 30 nurses having fatigue condition defined by the Japan Industrial Fatigue Research Committee (JIFRC) and Maslach Burnout inventory (MBI) then divided them into intervention and control groups, with plasma glutathione (GSH) levels retrieved before and after treatment.
Results: There was no significant increase in GSH levels before and after treatment in the control group with p=0.074, and there was a significant decrease in GSH levels before and after treatment in the intervention group with p=0.012. The difference in GSH before and after treatment in the control group and intervention group respectively was 0.68±1.353 µg/ml and -1.46±1.526 µg/ml with the value of the comparison test of the two means showing significant results (P <0.05), namely with a value of p=0.001.
Conclusion: There is a significant difference of Plasma GSH levels in the Intervention Group after hyperbaric oxygen treatment compared to the Control group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bobby Natanael Nelwan
"Introduksi:
Pemakaian Oksigen Hiperbarik (OHB) sebagai terapi tambahan makin banyak digunakan. Pengaruh OHB terhadap penyembuhan tendon pasca repair dan terhadap komplikasi perlekatan merupakan tujuan penelitian ini. Penilaian makroskopis dan mikroskopis akan dibandingkan antara kelompok yang menggunakan OHB dengan kelompok yang tidak menggunakan OHB.
Metode:
Penelitian eksperimen ini menggunakan binatang coba kelinci jantan jenis New zealand white sebanyak 16, dengan rancangan penelitian Post Test Only Control Group Design. Kelompok perlakuan berjumlah 8 ekor, diberikan terapi oksigen hiperbarik tekanan 2,4 AT A (Atmosphere Absolute), 3x30 menit per hari selama 7 hari. Setelah 7 hari pasca operasi, kedua kelompok di nilai secara makroskopis dan mikroskopis.
Hasil:
Perlekatan secara makroskopis terdapat perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (p< 0,05). Perlekatan secara mikroskopis, terdapat perbedaan tidak bermakna (p > 0,05) tetapi penggunaan OHB memiliki kecenderungan lebih baik sebesar 62,5%. Demikian pula dengan penyembuhan tendon, secara makroskopis terdapat perbedaan yang tidak bermakna (p >0,05), namun penggunaan terapi OHB cenderung menghasilkan penyembuhan tendon sebanyak 62,5%. Penyembuhan tendon secara mikroskopis terlihat perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (p < 0,05).
Simpulan:
Oksigen hiperbarik dapat meningkatkan produksi kolagen parta tendon pasca repair sehingga kualitas penyembuhan tendon menjadi lebih baik. Oksigen hiperbarik dapat pula menurunkan perlekatan pada tendon pasca repair."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T59027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Susanti
"Latar Belakang: Kelelahan merupakan  hal yang biasa dialami pekerja. Kelelahan apabila tidak diatasi akan menyebabkan penurunan performa dan berdampak pada keselamatan pasien. Superoxide Dismutase (SOD) adalah salah satu biomarker kelelahan yang merupakan antioksidan endogen sebagai reaksi alami tubuh terhadap peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS) yang timbul karena aktifitas fisik. Penelitin terkait upaya mengatasi kelelahan terkait enzim antioksidan SOD masih terbatas. Pemberian Oksigen Hiperbarik (OHB)  diharapkan mampu meningkatkan produksi SOD dan menurunkan kelelahan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh OHB pada aktivitas SOD dengan tabel klinis tunggal.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain true experimental dengan double-blind control trial.  Sebanyak 30 orang perawat dengan kelelahan yang dibagi kelompok Normobarik Normosik (NN) sebagai kontrol dan Hiperbarik Hiperoksik (HH) sebagai  perlakuan dengan randomisasi blok, Aktivitas SOD diukur sebelum dan 1 jam sesudah perlakuan menggunakan metode kolorimetri.
Hasil : Tidak terdapat perubahan aktivitas SOD pada kelompok intervensi (p=0,649) dibandingkan kelompok kontrol yang cenderung menurun (p=0,087) Tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) setelah perlakuan pada aktivitas SOD antara 2 kelompok.
Kesimpulan : Pemberian oksigen hiperbarik tidak memberikan perubahan bermakna pada aktivitas SOD, namun dapat mempertahankan nilai SOD dibandingkan dengan kontrol yang menurun. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar subjek hanya memiliki tingkat kelelahan ringan (80%).

Background: Fatigue is a common experience for workers. Fatigue, if not addressed, will cause a decrease in performance and impact on patient safety. Superoxide Dismutase (SOD) is one of the biomarkers of fatigue which is an endogenous antioxidant as the body's natural reaction to increased Reactive Oxygen Species (ROS) arising from physical activity. There is limited research on overcoming fatigue related to the antioxidant enzyme SOD. Hyperbaric Oxygen Treatment (OHB) is expected to increase SOD production and reduce fatigue. This study is intended to determine the effect of OHB on SOD activity with a single clinical table. Methods: This study used a true experimental design with a double-blind control trial. A total of 30 nurses with fatigue were divided into Normobaric Normoxia (NN) groups as control and Hyperbaric Hyperoxia (HH) as treatment with block randomization, SOD activity was measured before and 1 hour after treatment using the colorimetric method. Results: There was no change in SOD activity in the intervention group (p=0.649) compared to the control group which tended to decrease (p=0.087) There was no significant difference (p>0.05) after treatment on SOD activity between the 2 groups. Conclusion: Hyperbaric oxygen administration does not provide significant changes in SOD activity, but can maintain SOD values compared to controls which decrease. This is possible because most subjects only had mild fatigue levels (80%)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhadi
"Latar Belakang: Aktifitas dan lingkungan penyelaman yang dilakukan penyelam Kopaska memiliki bahaya potensial baik fisik, kimia maupun biologi. Teori adatatif Guritno mengatakan bahwa lingkungan penyelaman merupakan stressor yang menyebabkan manusia melakukan penyesuain, dimana dalam melakukan adaptasinya mengalami strain yang mempengaruhi beberapa organ tubuh manusia. Penelitian ini bertujuan membuktikan pengaruh kerja jantung : isi sekuncup, frekuensi denyut jantung dan curah jantung dengan kerja fisik submaksimal menggunakan media napas oksigen 100% dan udara kompresi di kedalaman 5 meter pada penyelam Kopaska. Metode: Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan cross over design. Subyek penelitin 22 orang penyelam Kopaska, dibagi dua kelompok, yaitu oksigen 100% (intervensi) dengan udara kompresi (kontrol). Kerja fisik submaksimal menggunakan sepeda ergocycle dengan metode Astrand modifikasi Guritno. Hasil: Perbandingan respon kardiovaskuler antara media napas oksigen 100% dengan udara kompresi kondisi hiperbarik saat istirahat, respon isi sekuncup dengan nilai value-p p = 0.655, frekuensi denyut jantung p = 0.512 dan curah jantung p = 0.769 (p > 0.05). Dalam kondisi hiperbarik saat pembebanan fisik submaksimal 2 Kp, respon isi sekuncup dengan nilai value-p p = 0.655, frekuensi denyut jantung p = 0.512 dan curah jantung p = 0.769 (p > 0.05). Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna pada sistem kardiovaskuler berupa respon isi sekuncup, frekuensi denyut jantung dan curah jantung antara media napas oksigen 100% dengan udara kompresi di kedalaman 5 meter baik saat istirahat maupun saat pembebanan fisik submaksimal 2 Kp.
Background: activities and environmental dives conducted frogmen divers have good potential danger of physical, chemical and biological. "Guritno adatatif Theory" says that the dive environment is a stressor that causes people to do adjustment, which in doing adaptation subjected to strain that affects several organs of the human body. This study aims to prove the influence of the heart: stroke volume, heart rate and cardiac output with submaximal physical work using the media breathing 100% oxygen and compressed air at a depth of 5 meters at divers frogmen. Methods: This study is an experimental study with cross-over design. The subjects of the research is conducted 22 divers frogmen, divided into two groups, namely oxygen 100% (intervention) with compressed air (control). Submaximal exercise using a bicycle Ergocycle Astrand method "Guritno modification". Results: Comparison of cardiovascular responses between the media breathing oxygen 100% (hyperbaric hyperoxia) with compressed air (hyperbaric ?hyperoxia air?) conditions hyperbaricat rest, stroke volume response with value-p of p = 0.655, heart rate p = 0.512 and cardiac output p = 0.769 (p> 0.05). In conditions hyperbaric submaximal exercise 2 Kp, stroke volume response with value-p of p = 0.226, heart rate p = 0.647 and cardiac output p = 0.195 (p> 0.05). Conclusions: There were no significant differences in the response of the cardiovascular system such as stroke volume, heart rate and cardiac output between the media breathing oxygen 100% with compressed air at a depth of 5 meters both at rest and during submaximal exercise 2 Kp."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Richard Hermawan
"Latar Belakang: Penelitian ini bertujuan menentukan efek dari pemberian Oksigen Hiperbarik (OHB) sesi tunggal, terhadap kadar plasma Malondialdehyde (MDA) pada perawat yang mengalami kelelahan di RS. X. Metode: Penelitian ini adalah randomized double-blinded controlled trial pada 30 orang perawat RS X yang terdefinisi mengalami kelelahan berdasarkan kuesioner JIFRC (Japan Industrial Fatigue Research Committee). Subyek dirandomisasi, dibagi menjadi 15 orang di kelompok kontrol (menghirup udara biasa pada tekanan 1 ATA) dan 15 orang di kelompok intervensi (menghirup oksigen hiperbarik, pada tekanan 2,4 ATA, menghirup O2 100% selama 3 x 30 menit, dengan interval udara biasa selama 5 menit). Sampel darah untuk menentukan kadar plasma MDA, diambil sebelum dan 1 jam setelah perlakuan, dengan metode TBARS (Thiobarbituric Acid Reactive Substances). Hasil: Nilai rerata kadar MDA sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan, 3,42 ± 1,05 nmol/mL dan 3,63 ± 1,34 nmol/mL (p=0,623), sedangkan pada kelompok intervensi, berturut-turut, 3,50 ± 1,12 nmol/mL dan 3,50 ± 1,24 nmol/mL (p=0,990). Nilai rerata Δ MDA (selisih individual nilai MDA sebelum dan sesudah perlakuan), antara kelompok kontrol dan intervensi, berturut-turut, 0,08 ± 1,05 nmol/mL dan - 0,13 ± 1,77 nmol/mL (p=0,692). Kesimpulan: Walaupun tidak terdapat hasil bermakna pada penelitian ini, namun dapat kami temui adanya kecenderungan penurunan kadar MDA pada kelompok intervensi yang dibandingkan dengan kecenderungan kenaikan kadar MDA pada kelompok kontrol.

Background: This study aimed to determine the effect of HBO single session on Malondialdehyde (MDA) plasma level for nurses with fatigue at Hospital X. Methods: This study is a randomized double-blinded controlled trial, on 30 fatigue nurses from Hospital X in Jakarta, defined by JIFRC (Japan Industrial Fatigue Research Committee) Questionnaire. Subjects randomized into 15 nurses in each group (control vs intervention). Control group was given atmospheric air (21% O2) under 1 ATA pressure, while intervention group was given 100% oxygen, for 3 x 30 minutes, under 2.4 ATA pressure, with 5 minutes interval-break inhaling compressed air (21% O2) in between. Blood sample for determining MDA plasma level, were sampled before- and 1 hour aftertreatment, using TBARS (Thiobarbituric Acid Reactive Substances) method. Results: MDA plasma levels before- and after-treatment in control’s group, were consecutively, 3.42 ± 1.05 nmol/mL and 3.63 ± 1.34 nmol/mL (p=0,623), while in the intervention’s group, respectively, were 3.50 ± 1.12 nmol/mL and 3.50 ± 1.24 nmol/mL (p=0,990). Δ MDA (individual MDA value differences between after and before treatment) means, in control’s and intervention’s group was compared, subsequently they were 0,08 ± 1,05 nmol/mL and - 0,13 ± 1,77 nmol/mL (p=0,692). Conclusions: Even though, there is no significant differences, between the two groups in MDA plasma level, there is propensity of MDA plasma level decrease in intervention group, compared with raising MDA plasma level in the control group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Rizki A.
"Latar Belakang: Ulkus diabetik merupakan komplikasi diabetes melitus yang menjadi salah satu masalah utama di bidang kesehatan. Di Indonesia, angka mortalitas ulkus diabetik mencapai 17-30%, dengan laju amputasi sekitar 15-30%. Pemberian terapi oksigen hiperbarik (TOHB) dapat meningkatkan oksigenasi endotel dan merangsang produksi vascular endothelial growth factor (VEGF) yang merupakan faktor pertumbuhan paling spesifik dan poten untuk proses angiogenesis sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan luka.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah TOHB berpengaruh terhadap peningkatan kadar VEGF pasien ulkus diabetik.
Metode: Dilakukan penelitian uji ktinis eksperimental dari bulan Februari 2006 sampai April 2006 terhadap 12 pasien ulkus diabetik yang mendapat TOHB 3 X 30 menit per hari selama 5 hari (kelompok TOHB) dan 10 pasien ulkus diabetik yang tidak mendapat TOHB (kelompok non-TOHB, kelompok kontrol). Kadar VEGF pada kedua kelompok diukur pada hari pertama dan hari kelima.
Hasil: Pada kelompok TOHB kadar VEGF hari pertama menunjukkan nilai rerata 1241,325 + 237,6533 pg/ml dan setelah 5 hari nilat rerata menjadi 1244,458 + 264,5641 pg/ml, (p = 0,583). Sedangkan pada kelompok non-TOHB kadar VEGF hari pertama menunjukkan nilai rerata 1262,350 + 227,9603 pg/ml kemudian pada hari ke-5 nilai rerata menjadi 1112,460 + 220,3795 pg/ml, (p = 0,093). Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna nilai rerata kadar VEGF antara kelompok TOHB dan kelompok nonTOHB pada hari pertama (p= 1) maupun hari kelima (p = 0,872).
Kesimpulan: Terapi oksigen hiperbarik selama 5 hari tidak meningkatkan kadar VEGF pada pasien ulkus diabetik.

Background: Diabetic ulcer is a complication of diabetes mellitus which one of the main health problem. In Indonesia the mortality rate of diabetic ulcer is about 17-30%, while the amputation rate is about 15-30%. Hyperbaric oxygen therapy (TOHB) increase endothelial oxygenation and stimulates vascular endothelial growth factor (VEGF) as the most specific and potent growth factor for angiogenesis and increases wound heating process.
Aim of the study: The aim of the study is to know if TOHB can increase the level of VEGF in diabetic ulcer patients.
Methods: Clinical experimental study was conducted from February 2006 until April 2006 of 12 diabetic ulcer patients who received TOHB 30 minutes, 3 times a day for 5 days (TOHB group) and 10 diabetic ulcer patients as a control group who did not receive TOHB (non-TOHB group). The VEGF level in both groups was measured on days 1 and 5.
Results: In TOHB group the mean level of VEGF on day 1 was 1241.325 + 237.6533 pg/ml and became 1244.458 + 264.5641 pg/ml (p = 0.583) on day 5, while in non-TOHB group the mean level of VEGF on day | was 1262.350 + 227.9603 pg/ml and became 1112.460 + 220.3795 pg/ml (p = 0.093) on day 5. There were no significant differentiation of VEGF level between TOHB group and non-TOHB, group both on day 1 (p = 1) and day 5 (p = 0.872).
Conclusion: Hyperbaric oxygen therapy for 5 days did not increase the VEGF level of diabetic ulcer patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T22682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library