Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
H. Hilman Hadikusuma
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990
340.57 HIL h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muriel D.E Kandouw
Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meliyana Yustikarini
"Skripsi ini membahas mengenai kedudukan anak (perempuan) dalam hukum waris adat, khususnya daerah Batak. Di Batak kedudukan anatar anak laki-laki dengan anak perempuan tidaklah sama. Anak laki-laki kedudukannya lebih istimewa di bandingkan dengan anak perempuan. Anak laki-laki merupakan penerus keturunan dan selalu seclan dengan ayah dan keluarga ayah. Sedangkan anak perempuan tidak selamanya seclan dengan ayah dan keluarga ayah. Anak perempuan setelah dikawin jujur, hak dan kewaj iban pindah ke keluarga suami, sehingga anak perempuan bukan ahli waris ayahnya. Di Batak tidak mengenal anak perempuan sebagai ahli waris tetapi di sana dikenal adanya lembaga "Holong Ate". Lembaga "Holong Ate" ini dapat memperluas hukum waris adat setempat. Anak perempuan dapat meminta bagian dari ayah sebagai pemberian atau hibah sebelum dia rnanikah. Pemberian harta peninggalan ini dapat dilakukan sebelum atau sesudah ayahnya meninggal, ini merupakan wujud dari kasih sayang ayah kepada anak perempuan. Akan tetapi pemberian harta peninggalan ini tidak berlaku pada harta pusaka (leluhur). Dengan adanya lembaga "Holong Ate" ini kedudukan anak perempuan dan anak laki-laki akan menjadi sarna dalam hal mewaris. Akan tetapi masyarakat Batak tidak semuanya mempergunakan lembaga "Holong Ate" dalam kewarisan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S20892
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aregina Nareswari Firuzzaurahma
"Masyarakat adat Syaibatin Buay Pernong adalah masyarakat adat yang terletak di Lampung Barat dan menganut sistem waris adat mayorat, dimana utamanya warisan secara keseluruhan diberikan kepada laki-laki. Akan tetapi di dalam hal suatu keluarga tidak memiliki anak laki-laki untuk menjadi ahli waris, maka diperbolehkanlah anak perempuan menggantikan posisinya sebagai ahli waris. Skripsi ini membahas mengenai bagaimana kedudukan perempuan bila dilihat dalam hukum waris adat Syaibatin Buay Pernong dimana ia berkedudukan sebagai ahli waris dan menggantikan posisi laki-laki dalam keluarga.
Penelitian ini dilakukan dengan cara pendekatan normatif dan pendekatan empiris Pendekatan normatif meliputi penelitian terhadap asas-asas, pengertian dan ketentuanketentuan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis. Pendekatan empiris dilakukan untuk memperoleh fakta mengenai perilaku subyek hukum yang berhubungan dengan permasalahan.

Syaibatin Buay Pernong's society is located in West Lampung and adopts a mayorat system as their law of inheritance. It is a custom that is regularly practiced among Syaibatin Buay Pernong people that the one who will inherit all the family's wealth is the son. However, in the case of a family does not have a son to be the heir, a daughter is allowed to replace him as heir. This thesis discusses how the position of women seen in the customary law of inheritance in Syaibatin Buay Pernong, where after she inherits, she need to serve the family and replace the man position as a father in the family.
This study aims to identify and understand the position of women in Syaibatin Buay Pernong's law of inheritance. The research was conducted by the normative approach and empirical approach to normative approach include the study of the principles, terms and provisions of the law either written or unwritten. Empirical approach taken to obtain facts about the behavior of law-related subject matter.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45449
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Hilman Hadikusuma
Bandung: Alumni, 1983
340.57 HIL h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Audy Miranti
"Keraton Surakarta merupakan lingkungan adat yang memiliki hukum adatnya sendiri, termasuk mengenai kewarisan. Berlainan dengan masyarakat Jawa pada umumnya, keluarga Keraton Surakarta memiliki prinsip tersendiri dalam menerapkan masalah pewarisannya terutama dalam pewarisan tahta kerajaan. Dalam pengangkatan raja di Keraton Surakarta, maka kedudukan anak laki-laki raja dari permasuri lebih diutamakan, sesuai dengan prinsip pancer lanang. Pewarisan tahta kerajaan ini sering menimbulkan konflik dalam prosesnya. Yang paling hangat adalah kasus Raja Kembar, masih berlangsung sampai sekarang. Konflik terjadi karena Paku Buwono XII tidak memiliki permaisuri dan meninggal tanpa menunjuk calon raja. Skripsi ini menjabarkan mengenai kedudukan anak laki-laki sangat diutamakan dalam proses pewarisan tahta kerajaan di Keraton Surakarta serta analisa terhadap masalah pewarisan tahta tersebut yang masih berlangsung.

Abstract
Keraton Surakarta is a custom environment that has its own customary law, including the inheritance. Unlike the Java community in general, Keraton Surakarta family has its own principles in applying the inheritance issue, especially regarding the inheritance of the throne. In the appointment of the king, in Keraton Surakarta, the position of the king?s son of the queen are preferred, in accordance with the principle pancer lanang. Inheritance of the throne is often cause conflicts in the process. The most recent case is Twin Kings, still going on until now. The conflict occurs because Pakubuwono XII had no queen, and died without pointing future king. This study outlines the position of king?s sons is very preferred in the process of inheriting the throne in the Keraton Surakarta and analysis of inheritance of the throne of the problem is still ongoing."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S248
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dessi
"ABSTRAK
Sistem kewarisan di Minangkabau sangat berbeda
dengan sistem kewarisan adat yang lain. Minangkabau
mengenal adanya harta pusaka kaum yaitu harta pusaka
tinggi dan harta pusaka rendah. Orang yang sangat
berpengaruh dan mempunyai kuasa penuh terhadap harta
pusaka kaum adalah mamak kepala waris atau lebih
dikenal dengan sebutan Mamak. Mamak di Minangkabau
pada umumnya adalah seorang laki-laki yang dituakan
memangku jabatan sebagai pemimpin dari suatu paruik.
Mamak mempunyai tanggung jawab besar terhadap
kesejahteraan dan keselamatan semua kemenakan. Manfaat
dari harta pusaka adalah untuk keselamatan nagari,
menjaga keselamatan kaum, melindungi anak-anak kecil
dan menjaga nagari dari orang-orang yang ingin berbuat
jahat. Oleh sebab itu sangat tidak diperbolehkan harta
pusaka itu dijual, digadaikan apalagi
dihilanglenyapkan oleh siapapun yang menjadi anggota
kaum Kecuali untuk kepentingan yang sanagat mendesak.
Dalam hal ini timbul suatu permasalahan yang
memerlukan pembahasan yakni: Bagaimana bentuk
pengawasan yang dilakukan oleh mamak kepala waris
terhadap harta pusaka kaum menurut hukum waris adat
Minangkabau, dan Bagaimana kedudukan mamak kepala
waris terhadap harta pusaka kaum menurut hukum waris
adat Minangkabau? Metode yang digunakan adalah
kepustakaan yang bersifat normatif dengan menggunakan
tipe penelitian eksplanatoris dengan tujuan evaluatif.
Setelah melihat kenyataannya dapat disimpulkan bahwa
pengawasan dan kedudukan mamak kepala waris yang
ditemukan sekarang ini hanya sebatas pada harta pusaka
tinggi, yaitu dalam bentuk Ganggam bauntuak yaitu hak
untuk mengelola, menikmati hasil dari apa yang telah
dikelola oleh seseorang atas tanah yang dikuasai dan
digunakan untuk keperluan kaum. Karena semakin
berkurangnya harta pusaka, sementara jumlah kemenakan
semakin bertambah maka sebaiknya mamak kepala waris
mempergunakan ranji dalam hal pemakaian harta pusaka
yang dipergenggam bauntuakkan, tujuannya agar semua
kemenakan dapat menikmati pemakaian ganggam bauntuak
tersebut secara nyata."
2005
T36893
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Rafizha Pratidina Sikado
"Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 113/Pdt.G/2016 adalah kasus mengenai pengalihan objek wasiat berupa hak atas tanah tanpa terlebih dahulu melaksanakan pembagian warisan atau tanpa persetujuan dari para ahli waris. Oleh karena itu, terjadi sengketa dikarenakan para ahli waris beranggapan bahwa mereka masih mempunyai hak terhadap objek wasiat yang telah dilanggar dengan pengalihan tersebut. Dengan menggunakan metode yuridis normatif, di dalam penelitian preskriptif ini, akan dianalisis lebih lanjut mengenai kewenangan penerima wasiat dalam melaksanakan jual beli terhadap objek wasiat serta kewajiban PPAT dalam membuat akta jual beli tersebut. Hukum waris yang akan digunakan adalah hukum waris adat Jawa sebab pewaris termasuk ke dalam golongan penduduk Bumiputera yang tidak beragama Islam ketika ia meninggal dunia. Analisis terhadap kewenangan penerima wasiat terbagi atas dua yaitu kedudukannya sebagai janda dan penerima wasiat. Selanjutnya, dalam kedudukannya sebagai janda, akan dianalisis lebih lanjut mengenai haknya terhadap harta bersama dan haknya sebagai ahli waris dalam hukum adat Jawa. Penerima wasiat dinyatakan tidak sepenuhnya berhak mengalihkan objek wasiat karena berdasarkan kedudukannya selaku penerima wasiat, ia seharusnya meminta persetujuan para ahli waris atau melaksanakan pembagian warisan terlebih dahulu. Dengan demikian, perjanjian jual beli dalam kasus pada putusan pengadilan tersebut dapat dibatalkan. PPAT dalam kasus tersebut seharusnya lebih cermat dalam melaksanakan jabatannya dan memberikan penyuluhan hukum mengenai prosedur pengalihan objek wasiat berupa hak atas tanah. Namun, dalam kasus ini PPAT tidak melaksanakan kewajibannya tersebut sehingga dapat dinyatakan telah melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan peraturan jabatan PPAT. Oleh karena itu ia dapat dikenakan sanksi pemberhentian secara tidak hormat.

The case presented in the decision of South Jakarta District Court number 113/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel. was about the selling and purchasing of land rights that is an object of grant without the distribution of inheritance beforehand and the consent of heirs. Therefore, a legal dispute occurred when the heirs believed that they still had the rights to object of grant and such rights had been violated by the selling and purchasing done by the grantee. Using juridical normative method, in this prescriptive research, the writer will further analyze the legal competence of the grantee in selling the land rights as well as the obligations of the Land Deed Officials that made the deed. The inheritance law used in this research will be Javanese Adat Law as the inheritor was of the “Bumiputera” descendant and was not Muslim when he died. The analysis about the grantee’s legal competence is divided into two namely her position as the widow of the inheritor and as the grantee itself. Furthermore, the analysis of her position as the widow must be divided into two parts namely her rights to the object of grant that is also a joint property and her rights as one of the legal heirs in accordance to Javanese Adat Law. The grantee was found to not have the full legal competence to sell the land rights based on her position as the grantee as she needs the consent of all the legal heirs or should have distributed the inheritance beforehand. Thus, the selling and purchasing happened in this case can be nullified. The Land Deed Officials should have been more thorough and careful in conducting his duty and should provide legal counseling in regards to the procedure for selling and purchasing object of grant that is a land rights. However, in this case, the official did not carry out such obligations hence should be declared to have committed a serious violation of the Code of Ethics and Office Regulations of Land Deed Official. Therefore, he may be subjected to dishonorable dismissal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilda Natassa Putri
"Tesis ini membahas mengenai masyarakat Lampung Pepadun yang termasuk kedalam kelompok masyarakat yang menganut sistem kekerabatan Patrilineal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkawinan pada masyarakat Lampung Pepadun dilangsungkan dengan perkawinan jujur. Harta warisan menurut hukum adat masyarakat Lampung Pepadun dibedakan antara harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Sistem pembagian warisan menurut hukum adat Lampung Pepadun dilakukan dengan sistem pewarisan mayorat laki-laki. Kedudukan anak perempuan dalam hukum waris adat Lampung Pepadun tidak terhitung sebagai ahli waris dari harta peninggalan orangtuanya dan bagian yang diterima oleh anak perempuan hanya bersifat pemberian yang merupakan tanda kasih sayang, hal ini bertentangan dengan Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan bahwa anak perempuan mendapatkan bagian warisan.

This thesis discusses about Pepadun Lampung society into groups which include people who embrace patrilineal kinship system. The results of this study indicate that the marriage in community of Lampung Pepadun held with jujur marriage. Inheritance under customary law society Lampung Pepadun distinguished between inheritance of high and low inheritance. System of inheritance under customary law Lampung Pepadun done with inheritance system mayorat men. The position of girls in Lampung Pepadun customary inheritance law does not count as an heir of her parents and the inheritance received by girls are only a sign of affection, this is contrary to Islamic Law which states that girls get a share of inheritance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soepomo
Jakarta: Pradnya Paramita, 2007; 2013
340.57 SOE b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>