Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Syiifaa Aqiilla Ramadhani Laksana
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara gaya pengasuhan dengan intensi penggunaan hukuman fisik dan kepercayaan terhadap mitos hukuman fisik dengan intensi penggunaan hukuman fisik pada orang tua dengan anak usia early childhood. Gaya pengasuhan diukur menggunakan Parenting Styles and Dimensions Questionnaire milik Robinson dkk., 1995, kepercayaan terhadap mitos hukuman fisik diukur menggunakan Corporal Punishment Myth Scale (Kish & Newcombe, 2015), dan intensi penggunaan hukuman fisik diukur menggunakan vignettes dalam Corporal Punishment Myth Scale. Analisis statistika menggunakan Spearman correlation dengan arah pengujian 1-tailed. Terdapat 122 ayah dan ibu (M = 32.34, SD = 6.12) dengan anak usia 2-6 tahun (M = 3.66, SD = 1.33) yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara gaya pengasuhan authoritarian dengan intensi penggunaan hukuman fisik. Hasil yang sama juga ditemukan antara kepercayaan terhadap mitos hukuman fisik dengan intensi penggunaan hukuman fisik. Gaya pengasuhan permissive menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan dengan intensi penggunaan hukuman fisik, tetapi dengan arah korelasi yang berkebalikan dengan hipotesis. Tidak ditemukan hubungan yang negatif dan signifikan antara gaya pengasuhan authoritative dengan intensi penggunaan hukuman fisik. Hasil penelitian dapat menjadi acuan bagi konselor untuk melaksanakan intervensi bagi orang tua dengan anak usia early childhood.

The present study aims to search whether there is a relationship between parenting styles, belief in corporal punishment myth, and corporal punishment use intention. Parenting styles were measured with Parenting Styles and Dimensions Questionnaire, constructed by Robinson et al., 1995; belief in corporal punishment myth was measured with Corporal Punishment Myth Scale, constructed by Kish and Newcombe (2015); and corporal punishment use intentions was measured with vignettes inside the Corporal Punishment Myth Scale. Spearman correlation with 1-tailed tests was used for hypothesis testing. There are 122 parents consist of mother and father (M = 32.34, SD = 6.12) with their 2-6 years old children (M = 3.66, SD = 1.33) participating in this study. The results showed that there is a positive and significant correlation between authoritarian parenting style with corporal punishment use intention. A positive and significant correlation between belief in corporal punishment myth with corporal punishment use intention is also found. While in permissive parenting style, there is a positive and significant correlation with corporal punishment use intention, but the direction is contradictive with the hypothesis. Lastly, there is no negative and significant correlation between authoritative parenting style and corporal punishment use intention. Research implications are discussed."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefany
"Orang tua diberikan hak dan kewajiban untuk mendidik anaknya oleh negara yang diatur dalam undang-undang. Salah satu cara mendidik anak yang kerap menuai pro dan kontra adalah mendidik anak dengan menggunakan hukuman fisik. Walaupun cara mendidik ini menuai perdebatan di beberapa kalangan, pemberian hukuman fisik sebagai salah satu cara untuk mendidik anak masih banyak digunakan di Indonesia dan terkesan
telah membudaya. Beberapa negara melarang secara tegas mengenai pemberian hukuman fisik sebagai salah satu cara untuk mendidik anak karena dinilai sama dengan melakukan kekerasan terhadap anak. Beberapa penelitian tentang hukuman fisik pada anak sampai
pada kesimpulan bahwa pemberian hukuman fisik dapat membawa dampak negatif terhadap perkembangan anak. Penelitian ini mengkaji mengenai keberlakuan penerapan hak mendidik terkait hukuman fisik terhadap anak pada perkara KDRT dalam Putusan No. 115/Pid.Sus/2021/PN Dpk dan Putusan No. 336/Pid.Sus/2020/PN Plk. Penelitian ini bersifat kualitatif dan menggunakan metode penelitian yang berbentuk yuridis-normatif, yaitu dengan mengkaji data sekunder. Penelitian ini juga menggunakan data primer sebagai pendukung data sekunder yang diteliti. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan fakta bahwa, pertama, hak mendidik sebagai alasan penghapus pidana di luar undang-undang masih berlaku dalam peradilan pidana Indonesia sebagaimana terdapat Putusan MA No. 2024 K/Pid.Sus/2009 dan belum ada peraturan perundang-undangan terkait yang melarang secara tegas mengenai hal ini. Kedua, budaya penggunaan hukuman fisik sebagai salah satu cara untuk mendidik anak sebagai bentuk dari hak mendidik nyatanya masih terjadi pada kehidupan masyarakat sekarang walaupun menuai perdebatan dalam penggunaannya karena dinilai berdampak negatif terhadap perkembangan anak. Ketiga, Majelis Hakim yang memutus Putusan No.
115/Pid.Sus/2021/PN Dpk dan Putusan No. 336/Pid.Sus/2020/PN Plk dalam pertimbangannya menyatakan bahwa pemberian hukuman fisik merupakan salah satu bentuk kekerasan.

Parents are given rights and obligations to educate their children by the state which are regulated in law. One way to educate children that often reaps pros and cons is educating children using corporal punishment. Although this educating method has sparked some debate on its use, the usage of corporal punishment as a way of educating children is still widely used in Indonesia and has become a culture. Several research that has been conducted about the usage of corporal punishment as a way to educate children have come to conclusion that the usage of corporal punishment is considered to have a negative impact on children's development. This qualitative research examines the applicability of the right to educate related to corporal punishment against children in cases of domestic violence in District Court Decision Number: 115/Pid.Sus/2021/PN Dpk and Number: 336/Pid. Sus/2020/PN Plk using the juridical-normative writing methods by examining secondary data supported by primary data. Based on the research, it is found that, first. The right to educate as a reason for eliminating crimes outside the law is still valid in the Indonesian criminal justice system as contained in the Supreme Court’s Decision No. 2024 K/Pid.Sus/2009 and there are no related laws and regulations which explicitly prohibit this matter. Second, the culture of using corporal punishment as a way to educate children as a form of the right to educate in fact still happens today even though it has drawn debate because it is considered to have a negative impact on children's
development. Third, the District Court’s Panel of Judges who decided on Decision Number: 115/Pid.Sus/2021/PN Dpk and Decision Number: 336/Pid.Sus/2020/PN Plk in its consideration stated that corporal punishment is a form of violence.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Annisa
"ABSTRAK
Seiring dengan perkembangan, anak akan belajar memusatkan
perhatiannya pada suatu hal dalam jangka waktu terhenti dan belajar bersabar.
Wenar (1994) menyatakan bahwa anak-anak prasekolah diharapkan dapat
menyelesaikan kegiatan-kegiatan yang telah dimulainya dengan memuaskan
dan memonitor tepat atau tidaknya perilaku mereka. Namun, pencapaian anak
sangat bewariasi dalam hal. Ada beberapa anak yang tidak dapat
memusatkan perhatiannya pada sesuatu hal dalam waktu lama, hiperaktif dan
impulsif. Anak yang menunjukkan perilaku demikian biasanya menderita
ADHD (Attention Deficit Hipemctioity Disorder).
Anak prasekolah yang menderita ADHD dalam waktu satu tahun akan
sangat mungkin mengalami masalah perilaku dan diperkirakan akan menderita
ADHD pada masa middle childhood (Wenar, 1994). Dan pada masa ini dapat
dilihat perbedaan yang nyata antara anak normal dengan anak ADHD (Wenar ,
1994).
Masalah ADHD yang dihadapi anak dapat berkembang menjadi
permasalahan lain. Iansen, dkk (dalam Mash & Wolfe, 1999) menyatakan bahwa
antara 50% 80% anak ADHD juga mengalami gangguan lain seperti oppositional
defiant disorder, conduct disorder, emotional disorders , seperti kecemasan dan
depmesi serta learning disorders. Selain mengalami masalah dalam perilaku, anak
ADHD juga menghadapi masalah dalam keluarga. Interaksi di antara anggota
keluarga dikarakteristikan dengan negativistic, tidak adanya pemenuhan
kebutuhan anak (child noncompliance), kontrol orangtua yang besar dan konflik
dengan saudara (Mash & Johnston dalam Mash & Wolfe, 1999).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara
orangtua dengan anak ADHD melalui tampilan tes HTP. Emmanuel Hamrner
(1950) menyebutkan bahwa tes HTP merupakan tes yang melihat dunia dalam
individu dan lingkungannya dimana hal tersebut dianggap penting. Gambar
rumah diketahui dapat memunculkan asosiasi pada diri subyek mengenai
lingkungan rumahnya dan hubungan dalam keluarga. Gambar pohon dapat
mereflekslkan kepribadian individu yang paling dalam dan tidak disadari
Sedangkan gambar orang menunjukan manifestasi persepsi subyek mengenai
dirinya atau apa yang diharapkan dari dirinya sendiri (dalam Wenck, 1980).
Kemudian, untuk mengetahui permasalahan perilaku pada anak ADHD, akan
digunakan tes CBCL dimana rnelalui hes CBCL dapat diketahui gambaran
perllaku anak dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai data tambahan akan
digunakan hasil alloanamnesa dari orangtua.
Penelitian ini menggunakan metode kualiiatif dengan metode
pengumpulan data melalui analisis dokumen. Data yang diambil adalah data
sekuder yang diperoleh dari Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia periode pemeriksaan 2000 - 2003. Iumlah subyek yang
digunakan adalah 4 orang dengan karakterisitik sebagai berikut : usia Sekolah ,
antara 6 sampai 12 tahun dan didiagnosis mengalami gangguan ADHD pada
laporan pemeriksaan psikologis yang clilakukan oleh pemeriksa yang
bersangkutan.
Melalui penelitian ini diperoleh hasil sebagai berikut
1. Berdasarkan hasil alloanamnesa dan tes HTP diketahui bahwa hubungan
antara orangtua dan anak diwarnai dengan pernberian hukuman fisik seperti
memukul badan, tangan, paha atau pantat dan mencubit. Seluruh subyek
menganggap bahwa ibu sebagai tokoh yang seringkali memberikan
hukuman fisik dibandingkan dengan bapak. Walaupun diwarnai dengan
pemberian hukuman fisik dan penerapan aturan, dua subyek merasa bahwa
ibu masih memiliki kesediaan untuk membuka diri dan berkomunikasi
2. Berdasarkan data formal dari tes HTP diperoleh bahwa ada kecenderungan
para subyek untuk memposisikan kertas secara horizontal dan menggambar
rumah terlebih dahulu.
Berdasarkan aspek isi - interpretasi terpisah - dari hes HTP diperoleh bahwa
sebagian besar subyek menggambar pintu namun dengan ukuran yang
bervariasi. Seluruh subyek menggambar pintu yang tertutup dan memiliki
Iznndfe dan lidak menggambar jalan setapak. Pohon digambar kecil oleh
seluruh subyek.
Berdasarkan aspek isi - interpretasi hubungan tiga elemen - Gambar pohon
dibuat kecil oleh seluruh subyek. Sebagian besar subyek menggambar orang
kecil dan menempatkan gambar orang dekat dengan rumah.
3. Dalam hal perilaku diketahui bahwa 1 subyek memiliki kecenderungan
perilaku kearah internlizing, dan 1 subyek memiliki kecenderungan perilaku
kea nah externlizing. Area internalizing yang muncul adalah pada sindrom
withdrawn dan sematic complaints. Sedangkan area externalizing yang muncul
adalah pada delinquent problems dan aggressive behaviour."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T37974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Bagus Septian
"Persepsi mengenai keparahan dan keadilan hukuman fisik yang diberikan dalam rangka penerapan disiplin oleh orang tua merupakan faktor yang mempengaruhi sikap terhadap penggunaan hukuman fisik. Mengingat bahwa pemberi hukuman adalah orang tua, maka persepsi terhadap hukuman fisik juga dipengaruhi oleh attachment anak dengan orang tua. Terhadap 222 partisipan dewasa muda diukur sikap terhadap hukuman fisik dengan Discipline Questionnaire DQ, persepsi keparahan dan keadilan dengan Physical Punishment Questionnaire PPQ dan attacment dengan orang tua menggunakan Experience in Close Relationship-Relationship Structure ECR-RS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap terhadap penggunaan hukuman fisik. berkorelasi denganpersepsi keadilan r = 0,287.

Childrens perception of harshness and justness of corporal punishment administered by their parents as a way to uphold discipline are factors that predict attitude towards corporal punishment. Considering that corporal pusnishment are administered by parents, then perception of children to corporal punishment might be affected by their attachment with parents. Participants of 222 people were asked to report their attitude towards corporal punishment with Discipline Questionnaire DQ, perceived harshness and pereived justness with Physical Punishment Scale PPQ and parental attachment with Experience in Close Relationship Relationship Struture ECR RS. Result found that perceived justness r = 0,287.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaata Yamni
"Mendisiplinkan anak merupakan salah satu tugas yang penting bagi orang tua. Namun sayangnya, banyak orang tua yang masih menggunakan disiplin yang tidak efektif, seperti corporal punishment. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran corporal punishment myth dan regulasi emosi (suppression, capitulation, escape) terhadap penggunaan corporal punishment pada orang tua yang mengasuh anak berusia 2-6 tahun. Penelitian dilakukan pada 125 orang tua yang berasal dari seluruh Indonesia dengan menggunakan alat ukur Corporal Punishment Myth Scale, Revised Parental Emotion Regulation Inventory, Vignettes Corporal Punishment Intention, dan dimensi corporal punishment dari alat ukur Conflict Tactic Scale-Parent Child Version. Data dianalisis menggunakan teknik zero-inflated count regression. Hasil menunjukkan bahwa corporal punishment myth, suppression, escape, dan capitulation tidak dapat memprediksi perilaku corporal punishment. Selain itu, corporal punishment myth dan suppression tidak dapat memprediksi intensi corporal punishment. Sedangkan, capitulation dan escape mampu memprediksi intensi corporal punishment pada count model, (IRR = 4.19, p < .05; IRR = 1.14, p < .05), tetapi tidak pada zero model, (OR = 1.26, p > .05 OR = 1.12, p > .05). Hasil penelitian mengimplikasikan bahwa masing-masing jenis regulasi emosi memiliki peranan yang berbeda dalam mempengaruhi frekuensi munculnya intensi corporal punishment.

Discipline is one of the most important tasks in parents’ life. Unfortunately, many parents still use ineffective discipline, such as corporal punishment. This study aimed to determine the role of corporal punishment myth and emotion regulation (suppression, capitulation, escape) on corporal punishment use in parents who had children aged 2-6 years. The study was conducted on 125 parents from all over Indonesia using Corporal Punishment Myth Scale, Revised Parental Emotion Regulation Inventory, Corporal Punishment Intention Vignettes, and corporal punishment dimension of Conflict Tactic Scale-Parent Child Version. The data were analyzed using zero-inflated count regression. The results showed that corporal punishment myth, suppression, escape, and capitulation could not predict corporal punishment behavior. Moreover, corporal punishment myth and suppression could not predict the intention of corporal punishment. Meanwhile, capitulation and escape were able to predict the intention of corporal punishment in the count model (IRR = 4.19, p < .05; IRR = 1.14, p < .05), but not in the zero model (OR = 1.26, p>.05; OR = 1.12, p > .05). The results implied that each type of emotion regulation has different role in influencing the use of corporal punishment."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library