Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Juan Antonio Cedric Morelim
"Agama dan kepercayaan, termasuk di dalamnya Islam, telah menjadi sumber power dan legitimasi kekuasaan bagi umat manusia sejak dahulu. Agama sebagai seperangkat nilai mampu mempengaruhi pilihan yang diambil dan perilaku aktor-aktor politik. Sebagai sebuah ilmu yang lahir dari dan berkembang dalam sekularisme Barat/Utara, Hubungan Internasional, khususnya pendekatan positivistik, abai memperhatikan agama sebagai salah satu faktor yang menentukan rasionalitas serta agensi aktor internasional. Revolusi Islam yang terjadi di Iran pada 1979, gelombang Islamisasi pasca tuntuhnya tatanan Komunisme global pada akhir 1980-an, hingga 9/11 sampai menangnya rezim Taliban di Afghanistan menandai bagaimana Islam eksis dalam politik internasional hingga saat ini. Dalam menjembatani senjang tersebut. melalui penelaahan menggunakan metode taksonomi terhadap 46 literatur yang terdiri dari 9 monograf, 8 bab dalam edited volume, dan 29 artikel jurnal, tulisan ini berusaha untuk mengkaji bagaimana sebenarnya kedudukan Islam dalam ilmu Hubungan Internasional baik dalam ranah (1) diskursus ilmu pengetahuan; (2) sebagai identitas aktor transnasional; maupun (3) sebagai fenomena global itu sendiri. Penulis menemukan bahwa Islam masih dikontestasikan kedudukannya dalam ilmu HI, yang mana perdebatan mengenainya terbagi di sepanjang lini perbedaan paradigmatik dan identitas religius para ahli yang menulis tentangnya. Tulisan ini juga akan menyoroti senjang dan senyap lain berdasar literatur yang telah dipetakan serta memberikan rekomendasi untuk melakukan kodifikasi teori HI Islami dan untuk membuktikan eksepsionalisme Islam yang jadi asumsi dasar banyak literatur yang berbicara tentangnya.
Since its conception, religion and religious belief, Islam included, have influenced human courses of action as a source of ideational power and legitimacy. Islam has proven its influence over transnational political actors’ behaviour and the practice of international politics in general through many observable instances throughout the later half of 20th century–namely, the Iran 1979 Revolution, the Islamization of many Middle-Eastern and South-East Asian Nations, the 9/11, and the recent successful cooptation of Afghani Government by the Taliban. However, mainstream positivistic International Relations, as a discipline that is risen in the cradle of secularism, stubbornly insisted that Islam is not the cause behind those unravelled events. This writing is trying to scrutinize that claim by employing the taxonomy method to 46 literature consisting of 9 monographs, 8 chapters of an edited volume, and 29 journal articles, and observing how Islam interacts with the international relations field, whether (1) in a conceptual discourse setting; (2) as an identity for international actors; or (3) as a global phenomenon itself. Among the findings noted in this literatutre is that the contesting opinion regarding the place of Islam in international relations discourse is divided among paradigms and scholars’ religious identity lines. Through the mapping of literature cited in this work, this paper will also shows what the concensus, debate, gap, and silence among the writings is and will be concluded by a recommendation on doing further research to codify the scattered so-called Islamic IR theories, and to discuss even further the Islamic exceptionalism that is widely cited as a justification in singling out Islam over the rest of global religion by a wide array of literature referred in this paper."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Muhammad Nico Kurniawan
"Salah satu faktor yang telah ditemukan secara konsisten berkorelasi dengan kebahagiaan adalah religiusitas. Di sisi lain, terdapat kelompok minoritas yang tidak terafiliasi dengan agama manapun, yaitu orang orang yang mengidentifikasi diri mereka sebagai ateis atau agnostik. Penelitian sebelumnya menemukan beberapa inkonsistensi mengenai hubungan antara identitas religius, religiusitas dan kebahagiaan. Peneliti menduga hal ini dipengaruhi oleh faktor mediasi berupa kesepian. Penelitian ini bertujuan untuk memahami hubungan antara religiusitas, sekularisme, dan identitas beragama terhadap kebahagiaan ketika dimediasi oleh Kesepian. Sebanyak 171 partisipan berusia lebih dari 18 tahun telah mengisi seperangkat kuesioner online, yang terdiri dari PERMA Profiler, Central Religiosity Scale. Secular Belief Scale, dan Revised UCLA Loneliness Scale - 6. Hasil analisis menggunakan PROCESS simple mediation (Model 4) menunjukkan bahwa religiusitas merupakan prediktor positif dan signifikan untuk kebahagiaan. Namun kesepian tidak ditemukan memediasi hubungan ini. Selain itu juga ditemukan bahwa sekularisme dan identitas religius tidak dapat memprediksi tingkat kebahagiaan. Hasil penelitian ini memiliki banyak implikasi menarik yang dapat digunakan baik untuk pengembangan teori selanjutnya maupun aplikasi praktis.
One factor that has been found to consistently correlate with happiness is religiosity. On the other hand, there are minority groups who are not affiliated with any religion, namely people who identify themselves as atheists or agnostics. Previous research found some inconsistencies regarding the relationship between religious identity, religiosity and happiness. Researchers suspect that this is influenced by mediating factors in the form of loneliness. This research aims to understand the relationship between religiosity, secularism and religious identity on happiness when mediated by loneliness. A total of 171 participants aged over 18 years have filled out a set of online questionnaires, consisting of the PERMA Profiler, Central Religiosity Scale. Secular Belief Scale, and Revised UCLA Loneliness Scale - 6. The results of analysis using PROCESS simple mediation (Model 4) show that religiosity is a positive and significant predictor of happiness. However, loneliness was not found to mediate this relationship. Apart from that, it was also found that secularism and religious identity could not predict the level of happiness. The results of this research have many interesting implications that can be used both for further theoretical development and practical applications.."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Astrid Septriana
"Dominasi kelompok identitas religius di Indonesia, yang diperkuat dengan kekuasaan negara akan meminggirkan wacana yang datang dari kelompok identitas minoritas. Demokrasi harus melindungi iklim keberagaman dan pola hidup yang setara antar-individu, untuk menjaga pertukaran nilai yang dinamis dalam ranah masyarakat. Kekuasaan negara dalam ranah demokrasi, tidak bisa berpegang pada kepentingan sebuah kelompok identitas. Keberagaman, dan nilainilai yang terkandung dalam tiap kelompok identitas merupakan salah satu hal yang bisa dijadikan negara sebagai sumber kekuasaannya. Prioritas negara adalah merekognisi kelompok-kelompok identitas minoritas, dengan regulasi-regulasi yang dikeluarkannya.
Domination of religious identity groups in Indonesia, which got more strength from the power of constitution will repress every discourse that come from minor identity groups. Democracy must protects the diversity and people_s way of life in egalitarian rules, to keep the dynamics of value-exchange in society. The power of the state in a field of democracy, cannot rely on one identity group_s interests. Diversity, and the values of every identity groups are sources of government_s power. A prior responsibility of the state is to recognize minor identity groups, through regulations which is produced by government."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S16012
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library