Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shafira Ninditya
"Peraturan Menteri Kesehatan RI No.24 tahun 2022 tentang Rekam Medis mewajibkan setiap fasilitas kesehatan untuk menyelenggarakan rekam medis elektronik. Rumah Sakit Permata Depok telah memiliki aplikasi rekam medis elektronik sejak Juli 2019, namun hingga tahun 2022 kemajuan implementasi RME secara keseluruhan baru mencapai 57%. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi implementasi RME di Rumah Sakit Permata Depok pada tahun 2022 sebagai bahan rancangan strategi untuk optimalisasi implementasi RME. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif melalui kuisioner modifikasi DOQ-IT, check list observasi, observasi langsung, Diskusi Kelompok Terarah (DKT), dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menghasilkan usulan kebijakan untuk implementasi RME di Rumah Sakit Permata Depok. Hasil interpretasi kuisioner menunjukkan Rumah Sakit Permata Depok sudah cukup siap dalam implemetasi RME, namun masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki yaitu alur proses pengadaan fitur RME dari pihak vendor SIMRS, komunikasi antar manajemen dan PPA untuk pengisian RME, pembuatan petunjuk teknis RME untuk seluruh PPA dari pihak TI, penambahan SDM, dan masih ada sarana yang bisa dipenuhi oleh pimpinan. Tindak lanjut jangka pendek yang dapat dilakukan yaitu membuat SPO dan petunjuk teknis manual di setiap unit, mengadakan fitur privasi, dan meningkatkan koordinasi antar unit untuk pelatihan PPA. Tindak lanjut jangka panjangnya berkaitan dengan anggaran yaitu melakukan pengambilalihan sistem RME setelah dilakukan penambahan programmer dalam tim TI sehingga modifikasi RME dapat dilakukan oleh internal rumah sakit.

Indonesian Ministry of Health Regulation No. 24 in 2022 obligates every health facility in Indonesia to implement Electronic Medical Records (EMR). Permata Depok Hospital has had EMR since July 2019, but until 2022 the overall progress of implementing EMR has only reached 57%. The purpose of this study is to evaluate the implementation of EMR at Permata Depok Hospital in 2022 as material for designing strategies for optimizing RME implementation. This research was conducted in a descriptive analytic manner with a qualitative approach through modified DOQ-IT questionnaires, observation checklists, direct observations, focus group discussions (FGDs), and in-depth interviews. The results of this study resulted in policy proposals for the implementation of EMR at Permata Depok Hospital. The results of the questionnaire interpretation show that Permata Depok Hospital is quite ready for EMR implementation, but there are still a number of things that needs to be improved, namely the EMR feature procurement process flow from the HIS vendor, communication between management and user for filling in EMR, making EMR technical instructions for all user from the IT side, additional human resources, and there are still facilities that can be fulfilled by the leadership. Short-term activation that can be done is to make manual book instructions for each unit, provide privacy EMR features, and improve coordination between units for user training. The long-term activation is related to the company budget, namely taking over the EMR system after adding programmers to the IT team so that RME modifications can be carried out internally in the hospital."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia;Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suprihartini
"Akselerasi globalisasi terns meningkat seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Kemampuan teknologi informasi dan komunikasi saat ini akan mengalihkan organisasi dan masyarakat pada cara bagaimana mereka mengelola dan kecepatan merespon terhadap informasi yang diperoleh. Teknologi informasi telah dimanfaatkan secara luas dihampir semua aspek kehidupan manusia. Pemanfaatan secara luas ini mengakibatkan perubahan mendasar pada jenis pekerjaan yang menggunakan teknologi tersebut secara umum.
Sejalan dengan perkembangan era globalisasi dan informasi, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai infrastruktur politik dan lembaga representasi rakyat tidak bisa menghindar dan arus besar tuntutan perubahan Iingkungan globalisasi yang bercirikan dengan terbukanya akses melalui perkembangan teknologi informasi. Sejalan dengan perkembangan era globalisasi tersebut, Sekretariat Jenderal DPR-RI sebagai Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara yang mempunyai togas pokok memberikan dukungan teknis administrasi dan keahlian kepada DPR-RI jugs harus melakukan perubahan/penyesuaian yang signifikan dan tidak dapat terlepas dan pengaruh perkembangan teknologi informasi dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.
Untuk itulah guna menunjang pelaksanaan tugasnya dalam memberikan dukungan teknis administrasi dan keahlian kepada DPR-Rl serta untuk meningkatkan kinerjanya, Sekretariat Jenderal DPR-Rl telah mengeluarkan suatu Kebijakan berupa penyediaan Sistem Teknologi Informasi. Saiah satu sarana teknologi informasi tersebut adalah teknologi informasi berupa sistem informasi sumber daya manusia. Hal ini dikaitkan dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia di Sekretariat Jenderal DPR-RI dalam meningkatkan kinerjanya dan memberikan dukungan teknis administrasi dan keahlian kepada DPR-RI.
Dengan bertitik tolak dari hal-hal tersebut di atas, Peneliti mencoba mengevaluasi pelaksanaan dari kebijakan tersebut, untuk kemudian dapat diketahui sejauhmana pelaksanaan dari kebijakan penyediaan teknologi informasi dalam peningkatan kinerja Sekretariat Jenderal DPR-Rl guna memberikan dukungan teknis adminstrasi dan keahlian kepada DPR-Rl. Evaluasi kebijakan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan yang dikemukakan oleh William N. Dunn dengan kriteria evaluasi kebijakan meliputi : efektivitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan, responsivitas dan ketepatan. Disamping itu juga melihat aspek-aspek Iainnya, antara lain sumber daya manusia yang mengelola teknologi informasi tersebut dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
Untuk mendukung kegiatan evaluasi diperlukan data primer maupun data sekunder yang diperoleh dari cara melakukan teknik wawancara maupun penyebaran kuesioner. Metodelogi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Populasi dad penelitian ini adalah Pegawai Sekretariat Jenderal DPR-RI.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa :
1. Dalam kegiatan pemasukan data, kriteria efektivitas, efisiensi, kecukupan, responsivitas dan ketepatan menunjukan tingkat yang baik, sedangkan kriteria kesamaan menunjukan tingkat yang cukup.
2. Dalam kegiatan pemeliharaan/pengolahan data, kriteria efektivitas, efisiensi, kecukupan dan ketepatan menunjukan tingkat yang baik, sedangkan kriteria kesamaan dan responsivitas menunjukan tingkat yang cukup.
3. Dalam kegiatan keluaran data, kriteria efektivitas, efisiensi, responsivitas dan ketepatan menunjukan tingkat yang baik, sedangkan kesamaan dan kecukupan menunjukan tingkat yang cukup.
Disamping itu juga ditemukan bahwa kualitas sumber daya manusia yang mengelola dari teknologi informasi tersebut masih dirasakan kurang dan juga ditemukan kendala-kendala dalam pelaksanaan dari kebijakan tersebut antara lain kerusakan pada peralatan yang ada dan lambatnya proses perbaikan.
Berdasarkan analisis tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa meskipun pelaksanaan kebijakan tersebut telah berjalan dengan baik, namun perlu diitingkatkan dalam pelaksanaan selanjutnya antara lain dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, adanya pemerataan dalam pemanfaatan dari teknologi informasi tersebut serta dilakukan peningkatan upaya-upaya dalam mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13733
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Setiawan
"Tesis ini membahas evaluasi terhadap implementasi kebijakan penyediaan sistem teknologi informasi di Mahkamah Konstitusi. Penelitian ini dilatarbelakangi untuk mengetahui tingkat keberhasilan implementasi kebijakan penyediaan sistem teknologi informasi MK dalam mendukung persidangan MK. Sebagai lembaga peradilan yang memiliki visi dan misi menjadi peradilan yang modern dan terpercaya, penelitian ini berusaha untuk menilai sejauh mana dukungan kebijakan penyediaan sistem teknologi informasi (STI) MK telah menjadi solusi dalam memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses persidangan MK. Kemudahan akses tersebut antara lain informasi jadwal sidang, risalah persidangan, putusan persidangan, permohonan perkara online, dan persidangan jarak jauh dengan teknologi video conference. Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang menekankan pengkajian terhadap 6 (enam) indikator penelitian dari William N. Dunn (2003: 429-438) yaitu efektivitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan, responsivitas, dan ketepatan. Narasumber yang berhasil diwawancara adalah pejabat dan staf MK yaitu Sekretaris Jenderal MK, Kepala Biro Humas dan Protokol, Ketua Unit Layanan Pengadaan MK, dan staf IT MK. Dengan menggali kebenaran informasi baik melalui wawancara maupun data sekunder serta dokumentasi media cetak, dan media online, maka diperoleh simpulan bahwa Implementasi Kebijakan Penyediaan STI MK sudah dilaksanakan secara efektif, efisien dan tepat waktu. Wujud kebijakan penyediaan STI MK telah memenuhi aspek kecukupan dari kebutuhan persidangan MK. Kebijakan penyediaan STI MK telah meningkatkan pelayanan publik dalam hal kemudahan akses masyarakat dalam persidangan MK, dan kebijakan penyediaan STI MK telah direspon oleh masyakarat melalui 22 (dua puluh dua) pendaftaran perkara online dan 17 (tujuh belas) persidangan jarak jauh dalam persidangan sengketa pemilu 2009 di MK. Saran yang dapat diberikan dalam evaluasi implementasi kebijakan penyediaan STI MK adalah bahwa implementasi kebijakan tersebut saat ini telah menjadi solusi terutama dalam kemudahan akses masyarakat dalam persidangan MK. Dukungan STI MK tersebut secara konsisten dilaksanakan dan disosialisasikan kepada masyarakat melalui media cetak, media elektronik, website MK, MK Program Televisi, MK Program Radio. Saran lebih lanjut, agar selalu ditingkatkan kompetensi pegawai yang membidangi STI MK, pemeliharaan perangkat STI yang mendukung persidangan MK serta selalu melakukan penyesuaian terhadap perubahan STI dunia, sehingga dukungan implementasi kebijakan penyediaan sistem teknologi informasi MK senantiasa dapat mendukung kemudahan akses masyarakat dalam menjangkau peradilan Mahkamah Konstitusi yang modern dan terpercaya."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26364
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurrochman Wirabuana
"Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan strategis bank, bank dimungkinkan menggunakan pihak penyedia jasa teknologi informasi dalam menyelenggarakan kegiatan teknologi informasi bank. Penggunaan pihak penyedia jasa teknologi informasi dapat mempengaruhi risiko bank antara lain risiko operasional, hukum, reputasi dan stratejik. Dalam hal penyelenggaraan teknologi informasi bank dilakukan oleh pihak penyedia jasa teknologi informasi, bank harus memiliki prinsipprinsip penggunaan penyedia jasa teknologi informasi, salah satunya adalah penggunaan penyedia jasa teknologi informasi harus didasarkan pada hubungan kerja sama secara wajar, dalam hal pihak penyedia jasa teknologi informasi merupakan pihak terkait dengan bank. Hubungan kerja sama secara wajar adalah kondisi dimana transaksi antar pihak bersifat independen sebagaimana pihak yang tidak terkait, antara lain memiliki kesetaraan dan didasarkan pada harga pasar yang wajar sehingga meminimalisasi terjadinya benturan kepentingan. Pihak terkait adalah perseorangan atau perusahaan yang mempunyai hubungan pengendalian dengan bank, baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui hubungan kepemilikan, kepengurusan, dan/atau keuangan. Pokok permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai penerapan perjanjian kerjasama secara wajar antara bank umum dengan pihak terkait dan konsekuensi hukum bagi bank umum apabila tidak menerapkan arms length principle pada perjanjian penggunaan penyedia jasa teknologi informasi dengan pihak terkait.

In order to increase the effectiveness and efficiency of achieving banks strategic objectives, banks are allowed to use information technology service providers in carrying out banks information technology activities. The use of information technology service providers can influence bank risks including operational, legal, reputation and strategic risks. In the event that the implementation of bank information technology is carried out by the provider of information technology services, banks must have the principles of using information technology service providers, one of which is the use of information technology service providers must be based on arms length principle, in the event that the provider of information technology services is a party related to the bank. Arms length principle is a condition where transactions between parties are as independent as unrelated parties, including having equality and based on fair market prices so as to minimize conflicts of interest. Related parties are individuals or companies that have control relationships with banks, both directly and indirectly, through ownership, management, and or financial relationships. The main issues to be discussed in this research are implementation against the arms length agreement between commercial banks with related party and legal consequences for commercial banks if they dont implement arms length principle into the agreement on use of information technology service provider with related party.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54544
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library