Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Sumarjono
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mnengetahui apakah FTA adalah kebijakan yang efektif untuk meningkatkan perdagangan bilateral Indonesia dengan Australia, untuk im, penelitian ini menggunakan Trade Intensity Index dan analisis qualitative terhadap jasa-jasa perdagangannya sebagai metodenya. Disamping itu, untuk memformulasikan “request-offer” yang terkait dengan agreement tersebut, penelitian ini menggunakan Trade Indicative Potential. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa FTA Indonesia-Australia tidak layak untuk diterapkan berdasarkan pada fakta bahwa; (I) jasa-jasa yang menunjang pcrdagangan Indonesia masih buruk dan, (2) intensitas perdagangan Indonesia- Australia sudah tinggi. Walaupun 'Trade Intensity Index menunjukkan tren penurunan. Selanjutnya, apabila diasumsikan bahwa masalah terkait dengan jasa perdagangan yang buruk telah menjadi lebih baik, tetapi intensitas perdagangan kedua negara (Indonesia- dan Australia) menurun dan menjadi rendah, make FTA dapat dijadikan kebijakan yang efektif. Terkait dengan hal ini, terdapat tiga produk yang dapat di minta oleh Indonesia agar Australia membuka hambatannya, yaitu; furniture, udang, dan tekstil. Sementara, produk yang diminta oleh Australia agar Indonesia membuka hambatannya adalah produk konsumsi harian dan pertanien. Sebagai rekomendasi, perbaikan sarana jasa perdagangan intemasional (ketersedian informasi, sektor keuangan yang terpercaya, dan ketersediaan pelabuhan intemasional) adalah strategi terbaik yang harus ditempuh untuk meningkatkan perdagangan bilateral Indonesia dan Australia. ......This research try to answer the question does trade agreement effective to raise Indonesia-Australia bilateral trade. In order to answer the question, the objectives of the thesis are; (l) to explore feasibility of FTA between Indonesia and Australia, it uses Trade Intensity Index and qualitative analysis on trade services as the methodology, and, (2) to formulate request-offer products regard to the agreement, it uses Trade Indicative Potential. As result, FTA Indonesia-Australia is not feasible to be implemented regard to lack of trade services and the intensity is already high. However, even the intensity is higher means there is no other potency that could be reap, but the trend is decline. Furthermore, if it is assumed that those problems (lack of trade services) are already better but the trade intensity is being lower; FTA could be the right strategy. Regard to that condition, there are three kinds of product that could be requested by Indonesia, they are: furniture, shrimp, and textile. However, Australia could be requested Indonesia dairy products and agriculture to be open. As recommendation, the irnfxovement of Indonesia trade services (the availability of information, the better financial sector, and the availability of International port) is the best strategy that should be done to raise Indonesia-Australia bilateral trade.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T33874
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Ridlwan
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas penanganan ekstradisi tindak pidana penyelundupan manusia antara Indonesia dan Australia. Selama tahun 2007 ndash; 2016 dari 17 permintaan ekstradisi dari Australia ke Indonesia 11 permintaan ekstradisi merupakan kasus penyelundupan manusia. Hal tersebut membuktikan bahwa penyelundupan manusia merupakan masalah serius yang dihadapi oleh Australia sebagai negara tujuan serta Indonesia yang merupakan negara transit. Banyak para smuggler yang menjadi otak penyelundupan manusia berada di Indonesia. Ekstradisi merupakan jalur untuk mengembalikan para pelaku tindak pidana antar negara untuk mempertanggungjawabkan kejahatan mereka didepan pengadilan. Penanganan ekstradisi tiap tindak pidana penyelundupan manusia yang diminta ekstradisi tidak sama. Waktu dan proses penanganan ekstradisi ditentukan oleh beberapa faktor seperti masalah politik, ekonomi, sosial, hukum dan sebagainya. Indonesia sebagai negara yang diminta mempunyai kewajiban untuk bekerjasama untuk mencegah dan memberantas tindak pidana penyelundupan manusia.Ekstradisi terhadap penyelundupan manusia diharapkan dapat mengurangi jumlah imigran gelap di Indonesia.Serta menunjukan bahwa Indonesia serius dalam menangani berbagai macam kejahatan transnasional dan bukan merupakan negara yang aman bagi para pelaku kejahatan.
ABSTRACT
The tesis is explaining the settlement cases of extradition request precisely, regarding the people smuggling cases between Indonesia and Australia. Between 2007 2016, there are 17 requests from Australia to Indonesia, which 11 requests regarding people smuggling. That is the proved that people smuggling is a serious problem faced by Australia as the destination country and Indonesia as the transit country for people smuggling. Most of the smugglers who have a role as an inisiator of people smuggling, is in Indonesia. Extradition is a legal way to send back the perpetrator to the requesting country to be adjudicated in front of court. The handling of each cases for people smuggling on extradition to be extradited are varied. The time and the process to handling the cases is determined by many factors like political, economy, social, law, etc. Indonesia as requested country has the obligation to cooperate in preventing and combatting the criminal offense of people smuggling. Extradition in people smuggling cases has the purpose to decreasing illegal imigrant in Indonesia. It is also showed Indonesia seriousness in handling and combatting many of transnational crimes and to affirm that Indonesia is not a safe heaven for crimes and perpetrator.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
S7892
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Afie Abdullah
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai perbandingan isi perjanjian perkawinan di Indonesia dengan Australia. Di Australia, perjanjian perkawinan dikenal dengan istilah binding financial agreements. Perjanjian perkawinan dibuat dengan tujuan untuk mencegah masalah berkepanjangan dikemudian hari antara pasangan suami istri. Oleh karena itu, perlu diberlakukan pengaturan yang jelas mengenai ketentuan hukum mengenai perjanjian perkawinan. Permasalahan yang akan penulis bahas yaitu perihal perbandingan pengaturan mengenai perjanjian perkawinan di Indonesia dengan Australia dan perbandingan terhadap hal-hal yang dapat diatur dari isi perjanjian perkawinan di Indonesia dengan Australia. Bentuk penelitian ini bersifat yuridis normatif. Penelitian ini juga menggunakan metode pendekatan peraturan perundang-undangan dan perbandingan karena mendasarkan pada metode perbandingan hukum terhadap dua negara yang berbeda yaitu Indonesia dengan Australia. Dalam penelitian ini, akan dijelaskan mengenai persamaan dan perbedaan pengaturan mengenai isi dari perjanjian perkawinan di Indonesia dengan Australia.
ABSTRACT This research purpose is about to analyze the comparison of the content of prenuptial agreement in Indonesia and Australia. In Australia, Prenuptial Agreement known as the binding financial agreements. Prenuptial agreement made with the purpose to prevent further problems in the future between husband and wife. Therefore, an obvious regulations must be provided. Issues that will be explored by the author are regarding to the comparison regulation about Prenuptial Agreement in Indonesia with Australia and comparison to things that can be set from the contents of the Prenuptial Agreement in Indonesia with Australia. This research form method is normative. This research also uses the comparative approach because based on methods of comparative law against two different countries, Indonesia and Australia. In this research, there will be analyze about the similarities and differences in regulation regarding the content of the prenuptial agreement in Indonesia and Australia.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S61745
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Dian Hardiyanti
Abstrak :
ABSTRAK
Perjanjian franchise berperan penting dalam sistem franchise karena sistem franchise didasarkan pada suatu perjanjian sebagai pedoman pelaksanaan. Di Indonesia, mengenai franchise diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2007 tentang Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba. Sementara itu, di Australia, franchise diatur dalam Competition and Consumer Industry Codes ndash; Franchising Regulation 2014 Select Legislative Instrument No. 168, 2014 yang dikenal sebagai lsquo;Franchising Code of Conduct rsquo;. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, penelitian perbandingan hukum ini menunjukkan bahwa selain terdapat perbedaan dalam pengaturan hukum mengenai perjanjian franchise yang berlaku di Indonesia dan Australia, juga terdapat persamaan.
ABSTRACT
Franchise agreement has a vital role in the franchise system, because the franchise system based on an agreement as implementation guidance. In Indonesia, franchise is regulated in Government Regulation No. 42 year 2007 on Franchise and Regulation of the Minister of Trade of The Republic of Indonesia Number 53 M DAG PER 8 2012 on Franchising. Meanwhile, in Australia, franchise is regulated in Competition and Consumer Industry Codes ndash Franchising Regulation 2014 Select Legislative Instrument No. 168, 2014 also known as ldquo lsquo Franchising Code of Conduct rdquo . This research is jurisdistic normative research, this legal comparative research shows that other than the difference in the regulation about franchise in Indonesia and Australia, it also has the similarity.
2017
S68141
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Susanto
Malang: UIN-Malang Press, 2009
499.221 DJO t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
"There are no two neighbouring countries any where in the world that are more different than Indonesia and Australia. They differ hugely in religion, language, culture, history, geography, race, economics, worldview and population (Indonesia, 270 million, Australia less than 10 per cent of that). In fact, Indonesia and Australia have almost nothing in common other than the accident of geographic proximity. This makes their relationship turbulent, volatile and often unpredictable. Strangers Next Door? brings together insiders and leading observers to critically assess the state of Australia-Indonesia relations and their future prospects, offering insights into why the relationship is so important for Australia, why it is so often in crisis, and what this means for the future. This book will be of interest to anyone concerned with the Indo-Pacific region, Southeast Asia, Australia and Indonesia, and each country's politics, economy and foreign policy. It contains chapters that will interest specialists but are written in a style accessible to a general audience. The book spans a diverse range of subjects, including political relations and diplomacy, security and defence, the economy and trade, Islam, education, development, the arts, legal cooperation, the media, women, and community ties. Contributors assess the current state of relations in their sphere of expertise, and outline the factors and policies that could shape bilateral ties - and Indonesia's future - over the coming decades. University of Melbourne scholars Tim Lindsey and Dave McRae, both prominent observers and commentators on Indonesia and its relations with Australia, edited the volume, providing a synthesising overview as well as their own thematic chapters."--Provided by publisher.
Oxford: Hart Publishing, 2018
327.940 598 STR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Priambodo
Abstrak :
Berakhirnya kerjasama Indonesia dan Australia dalam Regional Cooperation Agreement (RCA) yang telah dibangun sejak tahun 2000 memunculkan permasalahan baru bagi kelompok Pengungsi dan Pencari Suaka yang berada di Indonesia. Kajian ini menganalisa latar belakang serta dinamika berakhirnya perjanjian bilateral penanganan pegungsi dan pencari suaka di Indonesia. Dengan mengadopsi teori neo-classical realism sebagai kerangka analisis terhadap variabel data dalam penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi berakhirnya kerjasama Regional Cooperation Agreement (RCA) dilatar belakangi oleh terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 125 tahun 2016 disajikan sebagai faktor sistemik yang memunculkan reaksi penilaian domestik Australia sebagai intervening variables yang mencakup persepsi pemimpin, budaya strategis, hubungan negara masyarakat, dan struktur negara dan politik domestik. ......The end of the cooperation between Indonesia and Australia in the Regional Cooperation Agreement (RCA), which has been built since 2000, has created new problems for groups of refugees and asylum seekers who have been displaced in Indonesia. This study analyzes the background and dynamics of the termination of the bilateral agreement on handling refugees and asylum seekers in Indonesia. By adopting the theory of neoclassical realism as a framework for analyzing the data variables in this study, the factors that influenced the termination of the Regional Cooperation Agreement (RCA) were motivated by the isuued of Presidential Decree of the Republic of Indonesia No. 125 of 2016 as systemic factor which triggered Australia domestic assesment presented as an intervening variable which includes the perception of leaders, cultural strategies, public relations, and the structure of the state and domestic politics.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anhar Jamal
Abstrak :
ABSTRAK
Salah satu dampak positif dari Perang Dunia I adalah berkembangnya pola hubungan berdimensi, baru antara. Indonesia dan Australia. Peristiwa ini telah mernpertemukan dua kelompok masyarakat yang sebelumnya tidak saling berhubungan. Puncak dari interaksi ini melahirkan satu kerja sama yang padu, antara kedua kelompok masyarakat.

Satu hal yang menarik dari interaksi ini adalah terja_linnya kerja sarna antara kelompok masyarakat pendatang dan kelompok masyarakat Australia (kaum buruh). Peristiwa ini menjadi menarik mengingat dalam sejarah hubungan kaum buruh Australia dengan buruh pendatang, selalu memperlihatkan pola permusuhan. Dalarn skripsi ini penulis mencoba mencari sebab timbulnya pola lain ini.

Seperti diketahui bahwa nilai dasar kaum buruh Australia adalah konsep mateship, yaitu hubungan persaudaraan yang akrab dan dekat antar sesama buruh. Nilai dasar ini mempunyai dua sisi yang kontradiktif yaitu sifat egaliter dan rasis. Kedua nilai inilah yang akan menentukan pola hubungan kaum buruh Australia dengan masyarakat pendatang.

Sifat rasis akan muncul seandainya buruh pendatang dinilai akan menggangu sistem kerja (pola penggajian dan pemberian fasiltas lainnya) yang sejauh ini berlaku. Sebalik_nya kalau indikasi di atas tidak tampak, maka bentuk interak_si akan dilandasi oleh nilai egaliter.

Dalam berhubungan dengan masyarakat pendatang dari Indonesia, nilai egaliterlah yang paling membersit. Munculnya sisi egaliter ini disebabkan para pendatang tidak menggangu sistem kerja buruh setempat. Para pendatang sudah mempunyai lapangan pekerjaan sendiri, sehingga tidak menyerobot kesem_patan kerja buruh Australia. Sehingga ketika bangsa Indonesia mengadakan perlawanan terhadap pemerintah (Hindia) Belanda, maka usaha mereka ini dengan mudah mendapat simpati dan ban_tuan dari kaum buruh Australia.
1990
S12140
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>