Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iva Prasetyo Kusumaning Ayu
"Sejalan dengan upaya untuk meningkatkan kemajuan sektor industri nasional, kebutuhan tenaga listrik akan terus meningkat sesuai tingkat industrialisasi. Dengan meningkatnya kebutuhan permintaan listrik permasalahan yang dihadapi selain produksi/ketersedian listrik, adalah bagaimana mendistribusikan listrik untuk memenuhi kebutuhan yang ada secara lebih merata. Ketidakmerataan permintaan listrik untuk sektor industri tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terdapat di provinsi masing-masing. Oleh karena itu, perlu diteliti faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pada sektor industri di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasikan faktor-faktor penentu yang mempengaruhi permintaan listrik untuk sektor industri di Indonesia. Faktorfaktor yang diduga nilai output aktifitas ekonomi di sektor industri (yang tercermin dalam indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor industri), harga barang itu sendiri (yaitu harga listrik sektor industri), jumlah pelanggan listrik di sektor industri, harga barang lain, salah satunya adalah harga solar sektor industri yang diduga sebagai substitusi dari listrik. Sumber data adalah PT PLN (Persero), Badan Pusat Statistik (BPS), dan PT Pertamina (Persero) dan publikasinya dari tahun 2002 hingga tahun 2008. Provinsi yang digunakan adalah 30 provinsi. Metode estimasi yang digunakan adalah estimasi menggunakan data panel (gabungan data cross-section dan time-series) dengan model individual effect (fixed effect).
Hasil analisis menunjukkan bahwa permintaan listrik sektor industri di Indonesia dipengaruhi signifikan secara positif oleh PDRB sektor industri, jumlah pelanggan sektor industri dan harga solar industri serta dipengaruhi signifikan secara negatif oleh harga listrik sektor industri itu sendiri. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa elastisitas PDRB sektor industri, harga listrik sektor industri, jumlah pelanggan listrik sektor industri dan harga solar industri sebagai subtitusi dari listrik sektor industri terhadap permintaan listrik sektor industri bersifat inelastis.

Along with the efforts to increase the progress of the national industrial sector, demand for the electricity power will continue to increase according to the industrialisation level. With the increase of the demand for the electricity the problem aside to the production/availability of the electricy, is how to equally distribute the electricity to fill the current demand. Unequally distributed electricity demand is surely determined by many factors existed in each of the regional province. As such, factors affecting the demand to the industrial sector in Indonesia are required to be examined.
This study is aimed at identifying determining factors affecting the electricity demand for the industrial sector in Indonesia. Factors to be assumed are: (i) output value of the economic activities in the industrial sector (reflected in the Gross Domestic Regional Product (PDRB) indicator of the industrial sector); (ii) the price of the goods itself (i.e. price of industrial sector electricity); (iii) number of electricity customers in the industrial sector; (iv) price of other goods, one of them is price of industrial sector diesel fuel, presumed as the substitute of the electricity. Sources of data are from PT PLN (Ltd), Central Statistic Office (BPS), and PT Pertamina (Ltd). The data used is published between 2002 until 2008. There are 30 provinces used as observations. Estimation method in this study is estimation using panel data (combination of data cross-section and timeseries) with mode individual effect (fixed effect).
Analysis of the result shows that the electricity demand of the industrial sector in Indonesia is positively affected significantly by: (i) the Gross Domestic Regional Product (PDRB) of the industrial sector; (ii) number of customers in the industrial sector and price of diesel fuel; as well as negatively affected significantly by the price of the electricity in the industrial sector itself. This study also shows that (a) elacticity of the PDRB of the industrial sector; (b) price of the electricity in the industrial sector; (c) number of customers in the industrial sector and price of diesel fuel as substitute of the industrial sector electricity to the demand of the industrial sector are inelastic."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T27515
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kusharyaningsih Candrawinata Boediono
"ABSTRAK
Penelitian Mengenai Migran Tetap dalam skripsi ini dikaitkan dengan penyesuaian terhadap pekerjaan, khususnya di sektor industri. Mengingat migran yang diteliti pada umumnya berasal dari daerah rural, yang berorientasi pada sektor pertanian maka diduga para migran akan mengalami kesuli±an dalam penyesuaian terhadap pekerjaan. Akan tetapi dalam penelitian ini ditemukan bahwa migran tetap yang mempunyai latar belakang kehidupan di sektor pertanian tidak mengalami kesulitan dalam penyesuaian. Penyebab kemudahan penyesuaian diri adalah kondisi internal yang berlaku di masing-masing pabrik pakaian jadi. Aturan kerja yang relatif tidak ketat, ternyata memudahkan responden melakukan penyesuaian. Bentuk penyesuaian yang dominan terhadap keempat objek penyesuaian adalah bentuk acceptance, dimana responden dapat menerima sepenuhnya norma yang berlaku baik dalam hubungannya dengan aturan kerja, ternan seruangan, pengawas dan peralatan kerja dan melakukan kegiatan sesuai dengan norma. Bentuk penyesuaian lainnya bagi sebagian responden mengalami ketidaksesuaian adalah convergent information, divergent innovation dan retreatism. Dalam ketiga bentuk penyesuaian tersebut responden dapat melakukan perubahan norma yang tidak merugikan perusahaan convergent innovation, merubah norma hanya untuk kepentingan responden divergent innovation dan tidak melakukan perubahan apa-apa, diam saja atau bersikap pasrah. Pengaruh tiga variabel independen terhadap keempat objek penyesuaian -aturan kerja, teman seruangan, pengawas dan peralatan kerja atau mesin ternyata tidak sama besarnya, di mana berdasarkan pengukuran kekuatan hubungan bahwa hubungan-hubungan yang secara statistik terlihat muncul relatif lemah. Variabel Lama menetap di Jakarta terlihat pengaruhnya pada kesesuaian terhadap Teman Seruangan, Pengawas dan Peraiatan Kerja, keseluruhanhya berlaku di pabrik pakaian jadi Tebet, dengan arah hubungan positif. Sedang variabel Kompleksitas Tugas terlihat berpengaruh pada kesesuaian terhadap Aturan Kerja di Tebet, terhadap Teman Seruangan, Pengawas dan Peralatan Kerja di pabrik pakaian jadi Cengkareng, dengan arah hubungan negatif, kecuali kesesuaian terhadap Peralatan Kerja atau Kesin. Penelitian ini dilakukan di dua lokasi pabrik yang berbeda, yaitu di pabrik pakaian jadi Tebet .dan pabrik pakaian jadi Cengkareng. Kedua pabrik tersebut berbeda dalam jumlah output-nya. Dasar pemilihan kedua pabrik ini terletak pada kemudahan menjumpai responden serti adanya izin yang diberikan pihak perusahaan untuk mengedarkan kuesioner pada para pekerjanya. Disadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini belum dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian mengenai migran tetap yang bekerja di sektor industri. Hal ini disebabkan karena penelitian ini dilakukan pada pabrik pakaian jadi yang mungkin tidak mewakili industri pakaian jadi yahg ada di Jakarta."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setyawan Warsono Adi
"Propinsi Jawa Barat, sebagai daerah yang memiliki sumber daya alam yang cukup banyak dan letaknya yang cukup strategis dekat dengan ibukota negara serta memiliki kegiatan usaha yang strategis, telah menjadikan peranan Jawa Barat dalam ekonomi nasional sangat besar. Hasil analisis perekonomian yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsl Jawa Barat (1999) menunjukkan bahwa Jawa Barat memberikan kontribusi sebesar 16,36% pada tahun 1993 dan sebesar 14,27% pada tahun 1999. Dari sisi PDRB berdasarkan penggunaan, tingkat konsumsi Jawa Barat terhadap konsumsi nasional rata-rata sebesar 16,9% selama periode 1993-1999. Sementara pengeluaran pemerintah memberikan kontribusi rata-rata sebesar 13,4% terhadap pengeluaran pemerintah total. Investasi yang terbentuk memberikan proporsi rata-rata 14,5% terhadap pembentukan investasi nasional. Sebagian besar dari kontribusi tersebut berasal dari sektor industri pengolahan yaitu sebesar 21,68% pada tahun 1993 dan sebesar 19,25% pada tahun 1999. Bagi Propinsi Jawa Barat sendiri sektor industri pengolahan, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi nilai tambah sebesar 23,20% pada tahun 1993 dan 30,80% 2000 sementara kontribusi terhadap ekspor sebesar 48,86% pada tahun 1993 dan 64,06% 2000.
Namun demikian, pembangunan sektor industri pengolahan di Jawa Barat telah memberikan dampak negatif terhadap lingkungan berupa pencemaran air dan udara. Berdasarkan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat (2001) sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terhadap pencemaran udara sebesar 93% dan beban pencemaran air sungai 43%. Sementara hasil pemantauan Program Kali Bersih (PROKASIH) menunjukkan bahwa sektor tersebut memberikan kontribusi terhadap pencemaran air sungai sebesar 25% - 50% dari total beban pencemaran.
Dilatarbelakangi oleh kondisi tersebut maka melalui penelitian ini akan diidentifikasi sektor industri pengolahan yang mana yang merupakan sektor unggulan dan bagaimana kontribusi sektor unggulan tersebut terhadap peningkatan PDRB dan peningkatan pencemaran air dan udara. Dengan demikian dapat diketahui sektor industri pengolahan yang mana yang dapat mendorong pertumbuhan perekonomian Jawa Barat dan mempunyai kontribusi kecil terhadap peningkatan pencemaran.
Model analisis yang dipilih dalam penelitian ini adalah Model Analisis Input-Output karena model ini mampu menggambarkan peran suatu sektor dalam suatu perekonomian pada periode waktu tertentu sehingga dengan mudah dapat diidentifikasi sektor industri pengolahan sesuai dengan tujuan penelitian ini. Variabel pencemaran yang digunakan dalam analisis ini adalah variabel pencemaran air dan udara serta variabel biaya pembersihan lingkungan sehingga dalam analisisnya dapat diidentifikasi sektor industri pengolahan mana yang mempunyai kontribusi kecil terhadap pencemaran air dan udara serta biaya pembersihan lingkungan. Analisis yang dilakukan terhadap variabel pencemaran tersebut dianalogkan dengan analisis yang dilakukan terhadap variabel tenaga kerja sehingga dalam penelitian ini tidak membangun tabel input-output baru yang memasukkan variabel pencemaran ke dalam strukturnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan yang teridentifikasi menjadi sektor unggulan dalam pertumbuhan perekonomian Jawa Barat adalah industri tekstil; industri kertas dan barang-barang dari kertas; industri mesin dan perlengkapannya; industri alas kaki dan barang dari kulit; industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia; industri barang dari karet dan plastik; industri pengilangan minyak dan gas bumi; industri pupuk dan pestisida. Sektor industri lainnya yang berpotensi untuk menjadi sektor unggulan adalah industri makanan; industri pakaian jadi, kecuali untuk alas kaki; industri semen; industri barang dari logam; industri minuman; industri barang mineral bukan logam; industri alat angkutan. Namun dilihat dari kontribusi sektor unggulan tersebut terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat, ternyata sektor tersebut tidak seluruhnya memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB. Sektor unggulan yang memiliki kontribusi relatif besar terhadap PDRB adalah industri mesin dan perlengkapannya sebesar 6,57%, dan industri alas kaki dan barang dari kulit sebesar 5,17%, dan industri tekstil sebesar 3,52% dari total kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB. Namun berdasarkan hasil anallsis yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa sektor industri pengolahan yang diusulkan dalam penelitian ini untuk menjadi sektor unggulan ternyata merupakan sektor-sektor yang perlu dikendalikan tingkat pencemarannya. Untuk pencemaran air, sektorsektor tersebut adalah sektor industri kertas dan barang-barang dari kertas; industri pupuk dan pestisida; industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia; industri barang dari karet dan plastik; industri alas kaki dan barang dari kulit; dan industri tekstil. Sementara untuk pencemaran udara adalah sektor industri pupuk dan pestisida; industri kertas dan barang-barang dari kertas; industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia; industri pengilangan minyak dan gas bumi; industri barang dari karet dan plastik; industri tekstil. Kondisi demikian menjadi dilematis karena di satu sisi sektor tersebut merupakan sektor yang diunggulkan untuk mendorong pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Barat namun di sisi lain secara sosial memberikan dampak negatif terhadap lingkungan.
Rekomendasi kebijakan yang diusulkan melalui penelitian ini adalah bahwa untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di sektor industri pengolahan, pemerintah daerah harus mengambil kebijakan pembangunan ekonomi yang lebih diarahkan pada peningkatan sektor-sektor industri pengolahan di luar sektor unggulan. Sektor-sektor tersebut adalah industri makanan; industri pakaian jadi kecuali untuk alas kaki; industri semen; industri barang dari logam. Meskipun tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi relatif kecil namun tingkat pencemarannya dapat dikendalikan sehingga dalam jangka panjang diharapkan perekonomian dapat berjalan secara stabil. Sementara, jika kebijakan pemerintah daerah tetap diarahkan pada pembangunan sektor industri pengolahan unggulan maka harus ada upaya-upaya pengendalian pencemaran secara tegas terhadap kegiatan produksi dari sektor industri unggulan tersebut.
Hal ini dapat dilakukan karena berdasarkan hasil analisis teridentifikasi bahwa sektor industri pengolahan unggulan tersebut memiliki biaya pembersihan lingkungan relatif kecil."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17070
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Melati
"Skripsi ini membahas mengenai dampak dari kenaikan tarif dasar listrik (TDL) terhadap sektor manufaktur Indonesia. Listrik merupakan faktor penggerak kehidupan manusia. Sektor manufaktur merupakan sektor penting bagi ekonomi Indonesia karena merupakan penyumbang PDB terbesar. Bagi sektor manufaktur, tenaga listrik merupakan salah satu input vital, dengan kata lain, tenaga listrik ikut berperan penting dalam menggerakkan ekonomi Indonesia. Penggunaan SNSE dalam penelitian ini dimaksud untuk mengetahui besarnya dampak yang disebabkan oleh kenaikan (TDL) terhadap harga produk dan volume output dari sektor manufaktur. Hasil dari penelitian ini adalah perkiraan perubahan harga (inflasi) dan nilai output (PDB) yang terjadi pada sektor manufaktur. Didapatkan bahwa inflasi pada sektor manufaktur sebesar 0,0013% untuk kenaikan TDL sebesar 10% dan 0,0019% untuk kenaikan sebesar 15%. Di sisi lain, penurunan PDB yang dialami sektor manufaktur sebesar 4,3% untuk kenaikan sebesar 10% dan 6,7% untuk kenaikan 15%.

This final paper discusses the impact of electricity price hikes to Indonesia's Industrial sector. Electricity has become one of the most important things in modern day human life. With recent cases of electricity price hikes in Indonesia, it is important to understand the severity of those policy changes to the industrial sector, as the sector acts as the biggest contributor to the country's GDP. The use of the SAM in this paper is for the purpose of analysing the impacts of electricity price increases to the prices of industrial end products (inflation) and to it's output volume (GDP). According to this reasearch, a 10% increase in electricity price will cause a sectoral inflation of 0,0013% and a fall in industrial GDP of 4,3%. Whereas a 15% increase will lead to a 0,0019% increase of commoditi prices (inflation) and GDP decrease of 6,7%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1013
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arind Vicha Pradina
"Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menyebutkan bahwa cakupan ASIeksklusif baru mencapai 38. Menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes tahun2014 diketahui cakupan ASI eksklusif di Indonesia sebesar 54,3. Cakupan ASI eksklusif di Jawa Barat hanya sebesar 33,7 dan cakupan ASI eksklusif diKabupaten Bandung pada tahun 2016 sebesar 17,2. Cukup rendahnya cakupanASI eksklusif disebabkan berbagai faktor. Salah satunya faktor ibu bekerja,terlebih Jawa Barat adalah jantung industri nasional. Angkatan kerja wanita puncukup besar di propinsi ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktorpenyebab kegagalan ASI eksklusif pada ibu bekerja sektor industri di salah satupusat industri di wilayah Kabupaten Bandung di Bawah pantauan wilayah KerjaPuskesmas Katapang berdasarkan teori Integrated Behavioral Model IBM .Rancangan penelitian ini memakai desain cross sectional pada data primer yangterdiri dari 114 responden. Penelitian dilakukan pada akhir bulan Mei 2017.Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat, analisis bivariat denganchi square dan analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik gandamodel prediksi.
Hasil penelitian menunjukkan proporsi kegagalan ASI eksklusifpada pekerja sektor industri sebesar 74,6 dengan 48,28 memberi alasan bahwaibu sibuk bekerja/habis masa cuti. Faktor yang berpengaruh signifikan terhadappemberian ASI eksklusif adalah niat menyusui eksklusif p-value 0,021; OR 3,0;95 CI 1,254-7,176 dan ketrampilan manajemen laktasi p-value 0,012; OR 4,22;95 CI 1,46-12,18.
Berdasarkan analisis multivariat diketahui bahwa faktorpaling dominan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah niat memberikanASI eksklusif p-value 0,018; OR 3,9; 95 CI 1,269-12,055. Niat menyusuieksklusif juga dipengaruhi oleh faktor pendidikan ibu p-value 0,002; OR 6,23;95 CI 2,011-19,300, dukungan tenaga kesehatan p-value 0,000; OR 8,18;95 CI 2,612-25,638, dukungan atasan p-value 0,008; OR 6,59; 95 CI 1,635-26,590 dan dukungan suami p-value 0,006; OR 5,519; 95 CI 1,639-18,578.

Basic Health Research Results of 2013 stated that exclusive coverage ofbreastfeeding reached 38 only. According to Center of Data and InformationMinistry of Health in 2014 known exclusive breastfeeding coverage in Indonesiaby 54.3. Exclusive breastfeeding coverage in West Java was only 33.7 and thecoverage of exclusive breastfeeding in Bandung Regency in 2016 was 17.2. Thelow coverage of exclusive breastfeeding is due to various factors. One of themwork mother factor, especially West Java is the central of national industry.Women 39 s labor force is quite large in the province.
This study aims to determinethe causing factors exclusive breastfeeding failure in industrial working mothersin one industrial center in Bandung Regency under the monitoring of Katapanghealth center working area based on Integrated Behavioral Model IBM theory.The design of this study used cross sectional design on primary data consisting of114 respondents. The study was conducted at the end of May 2017. Data analysisused was univariate analysis, bivariate analysis with chi square and multivariateanalysis using multiple logistic regression prediction model.
The results showed the proportion of exclusive breastfeeding failure in industrial sector workers of74.6 with 48.28 giving the reason that the mother is busy working out ofleave period. Factors that have significant effect on exclusive breastfeeding areexclusive breastfeeding p value 0.021, OR 3.0, 95 CI 1,254 7,176 andlactation management skills p value 0.012, OR 4.22, 95 CI 1, 46 12.18.
Based on multivariate analysis, it is known that the most dominant factor influencingexclusive breastfeeding is the intention of exclusive breastfeeding p value 0.018 OR 3,9 95 CI 1,269 12,055. Exclusive breastfeeding intentions are alsoinfluenced by maternal education factors p value 0.002, OR 6.23, 95 CI 2.011 19,300 , healthcare support p value 0,000, OR 8.18, 95 CI 2,612 25,638 ,leader Support p value 0,008 OR 6,59 95 CI 1,635 26,590 and husbandsupport p value 0,006 OR 5,519 95 CI 1,639 18,578.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48528
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feriz Kausar
"Industri otomotif terus berkembang di Indonesia, bidang ini terpilih sebagai prioritas lima sektor manufaktur dalam program pemerintah Making Indonesia 4.0. Dengan target menjadi produsen mobil terbesar di ASEAN, berdampak pada pertumbuhan konsumsi listrik sektor otomotif sebesar 6% per tahun pada kuartal IV 2021. Dibutuhkan penambahan kapasitas daya listrik yang selaras dengan komitmen pemerintah untuk beralih ke energi terbarukan. Penerapan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terdistribusi di sisi konsumen merupakan salah satu alternatif terbaik untuk penambahan kapasitas daya produsen otomotif yang diharapkan bisa bersaing di kancah internasional sebagai perusahaan berbasis energi bersih. Seperti yang diketahui, investasi PLTS masih menjadi tantangan bagi pelaku industri, maka, model bisnis third-party ownership (TPO) menjadi salah satu solusi alternatif dalam mengatasi masalah tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis tekno-ekonomi PLTS terdistribusi dengan odel bisnis TPO dengan tiga skema, yaitu on-grid, stand-alone, dan hybrid, dengan studi kasus pabrik ATPM – S1. Metodologi yang digunakan adalah mendesain kapasitas dan sistem operasi PLTS terdistribusi menggunakan perangkat lunak Homer Pro, lalu menganalisis keekonomian dengan metode cashflow menggunakan 3 skenario tarif (ceiling price setara tarif PLN I-3, variatif, dan floor price yaitu pada saat IRR=WACC), dan performa panel surya. Skema bisnis TPO yang dianalisis dengan solar leasing skema fixed rent (FR) dan performance-based rent (PBR). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skema on-grid dengan kapasitas PLTS sebesar 204 kWp, beroperasi dari pukul 06.00 s.d. 18.00, dengan nilai investasi sebesar 185.740 USD. Nilai IRR ketiga skenario tarif FR adalah 10,17%, 10,032%, dan 9,24%, sedangkan PBR sebesar 9,305%, 9,168%, dan 8,386%. Skema stand-alone menghasilkan kapasitas PLTS sebesar 1,570 MWp dengan Battery Energy Storage System (BESS) sebesar 9.000 kWh, beroperasi selama 24 jam, dengan nilai investasi 2.803.988 USD. Nilai IRR ketiga skenario tarif FR dan PBR adalah sama sebesar -13,44%, 10,295%, dan 9,24%. Skema hybrid menghasilkan kapasitas PLTS sebesar 800,28 kWp dengan BESS sebesar 4.000 kWh, beroperasi selama 24 jam, dengan nilai investasi 1.376.712 USD. Nilai IRR ketiga skenario FR adalah -3,89%, 10,77%, dan 9,24%, sedangkan PBR sebesar -4,93%, 9%, dan 7,48%. Nilai IRR pada PBR lebih rendah dibandingkan dengan FR, karena pada PBR terdampak degradasi daya panel surya. Skema hybrid dengan skenario 1 memiliki O&M yang selalu di atas pendapatan. Maka, penerapan TPO PLTS terdistrbusi pada ATPM – S1, hanya layak menggunakan skema on-grid solar leasing fixed rent.

The automotive industry continues to grow in Indonesia, this field was chosen as a priority for the five manufacturing sectors in the government's Making Indonesia 4.0 program. With a target to become the largest car manufacturer in ASEAN, it will have an impact on the growth of electricity consumption in the automotive sector by 6% per year in the fourth quarter of 2021. It is necessary to increase electricity capacity in line with the government's commitment to switch to renewable energy. The application of distributed solar photovoltaic (DSPV) on the consumer side is one of the best alternatives to increase the capacity of automotive manufacturers which are expected to compete internationally as clean energy-based companies. As is well known, PV mini-grid investment is still a challenge for industry players, so the third-party ownership (TPO) business model is an alternative solution to overcome this problem. The purpose of this study is to analyze the techno-economy of distributed solar power with a TPO business model with three schemes, namely on-grid, stand-alone, and hybrid, with a case study of the ATPM – S1 factory. The methodology used is to design the capacity and operating system of distributed PV mini-grid using Homer Pro software, then analyze the economy with the cash flow method using 3 tariff scenarios (the ceiling price is equivalent to the PLN I-3 tariff, varied, and the base price is when IRR = WACC), and solar panel performance. The TPO business scheme analyzed by leasing solar fixed rent (FR) and performance-based rent (PBR) schemes. The results of this study indicate that the on-grid scheme with a PLTS capacity of 204 kWp, operates from 06.00 s.d. 18.00, with an investment value of 185,740 USD. The IRR values of the three FR tariff scenarios are 10.17%, 10.032%, and 9.24%, while the PBR are 9.305%, 9.168%, and 8.386%. The stand-alone scheme produces a PLTS capacity of 1,570 MWp with a Battery Energy Storage System (BESS) of 9,000 kWh, operating for 24 hours, with an investment value of 2,803,988 USD. The IRR values for the three FR and PBR tariff scenarios are the same at -13.44%, 10.295%, and 9.24%. The hybrid scheme produces a PLTS capacity of 800.28 kWp with a BESS of 4,000 kWh, operating for 24 hours, with an investment of 1,376,712 USD. The IRR values of the three FR scenarios are -3.89%, 10.77%, and 9.24%, while the PBR are -4.93%, 9%, and 7.48%. The IRR value for PBR is lower than FR, because PBR inhibits the decrease in solar panel power. The hybrid scheme with scenario 1 has O&M always above revenue. So, the application of TPO PLTS distributed to ATPM – S1, is only feasible to use the fixed rent on-grid solar leasing scheme."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Ayu Riandini
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan dari perkembangan sektor perbankan terhadap perkembangan sektor perindustrian dan agrikultur di negara-negara ASEAN-5. Perkembangan sektor perbankan diukur menggunakan dua variabel, yaitu kredit perbankan yang disalurkan kepada sektor swasta, dan akses perbankan. Dengan menggunakan analisis data panel dengan metode fixed effect pada negara ASEAN-5 selama periode 2007-2016, penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan dari kredit perbankan yang disalurkan kepada sektor swasta dan akses perbankan terhadap perkembangan sektor perindustrian di ASEAN-5. Sedangkan, terdapat pengaruh signifikan dari kredit perbankan yang disalurkan kepada sektor swasta dan akses perbankan terhadap perkembangan sektor agrikultur di ASEAN-5.

This study aims to analyze the relationship of banking sector development towards industrial sector development and agricultural sector development in ASEAN 5 countries. Banking sector development is measured by 2 variables, which are domestic credit to private sector by banks, and bank access. By using a panel data analysis with fixed effect method on ASEAN 5 countries during 2007 2016, this study concluded that domestic credit to private sector by banks and bank access do not significantly affect the industrial sector development in ASEAN 5. Meanwhile, domestic credit to private sector by banks and bank access are found to significantly affect the agricultural sector development in ASEAN 5. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Chairunissa Adizaputri
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pengaruh dari manajemen modal kerja dan ketersediaan arus kas terhadap kinerja perusahaan. Pada penelitian ini dilakukan kepada perusahaan di sektor industri dengan sub sektor jasa industri dan komersial, barang industri dan transportasi di Indonesia. Jumlah data sekunder diperoleh dari Indonesia Capital Market Directory (ICMD) yang terdiri dari 111 perusahaan yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam jangka waktu 2017 hingga 2021. Hipotesis penelitian dirumuskan berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dan diuji menggunakan fixed effect model (FEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen modal kerja dan ketersediaan arus kas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan.
.....This study was conducted to determine the relationship between the effect of working capital management and the availability of cash flow on company performance. This research was conducted on companies in the industrial sector with sub-sectors of industrial and commercial services, industrial goods, and transportation in Indonesia. The number of secondary data was obtained from the Indonesia Capital Market Directory (ICMD) which consisted of 111 companies listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) in the period 2017 to 2021. The research hypothesis was based on previous studies and tested using the fixed effect model (FEM). The results showed that working capital management and cash flow availability had a significant influence on company performance."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library