Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Beti Kristinawati
"[ABSTRAK
Infark Miokard Akut dan lingkungan perawatan mempengaruhi kondisi fisik, psikologis dan sosial pasien. Penerapan perilaku caring dapat meningkatkan perubahan positif serta membangun kepercayaan dan kepuasan pasien beserta keluarganya. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran pengalaman perawat dalam menerapkan perilaku caring pada pasien IMA di Unit Perawatan Intensif. Desain kualitatif fenomenologi dipilih untuk mendapatkan informasi yang mendalam dengan wawancara pada dua belas perawat yang ditentukan melalui teknik purposive. Content analisis Collaizi menghasilkan delapan tema yang terpola dalam fenomena spirit of caring, penerapan caring dan hambatan caring. Diharapkan adanya program untuk meningkatkan penerapan perilaku caring untuk menangani pasien dalam kondisi akut dan kritis;

ABSTRACT
Acute Myocardial Infarction and the environment care affects physical conditions,
psychologis and social of the patient. The implementation of caring behavior can
increase positive changes and to build trust, satisfaction of patients with their
families too. The aims of this study was to explore the nurse?s experience in
applying caring behavior for patients with IMA at Intensive Care Unit. A
phenomenological qualitative design was chosen to obtain in-depth information
with interviews were conducted on twelve nurses were determined through
purposive technique. The content analysis Collaizi produced eight themes is
patterned in the phenomenon of spirit of caring, implementation of caring and
barriers caring implementation. Therefore expected the program to improve the
implementation caring behavior to treat with patients in acute and critical
conditions;Acute Myocardial Infarction and the environment care affects physical conditions,
psychologis and social of the patient. The implementation of caring behavior can
increase positive changes and to build trust, satisfaction of patients with their
families too. The aims of this study was to explore the nurse?s experience in
applying caring behavior for patients with IMA at Intensive Care Unit. A
phenomenological qualitative design was chosen to obtain in-depth information
with interviews were conducted on twelve nurses were determined through
purposive technique. The content analysis Collaizi produced eight themes is
patterned in the phenomenon of spirit of caring, implementation of caring and
barriers caring implementation. Therefore expected the program to improve the
implementation caring behavior to treat with patients in acute and critical
conditions;Acute Myocardial Infarction and the environment care affects physical conditions,
psychologis and social of the patient. The implementation of caring behavior can
increase positive changes and to build trust, satisfaction of patients with their
families too. The aims of this study was to explore the nurse?s experience in
applying caring behavior for patients with IMA at Intensive Care Unit. A
phenomenological qualitative design was chosen to obtain in-depth information
with interviews were conducted on twelve nurses were determined through
purposive technique. The content analysis Collaizi produced eight themes is
patterned in the phenomenon of spirit of caring, implementation of caring and
barriers caring implementation. Therefore expected the program to improve the
implementation caring behavior to treat with patients in acute and critical
conditions, Acute Myocardial Infarction and the environment care affects physical conditions,
psychologis and social of the patient. The implementation of caring behavior can
increase positive changes and to build trust, satisfaction of patients with their
families too. The aims of this study was to explore the nurse’s experience in
applying caring behavior for patients with IMA at Intensive Care Unit. A
phenomenological qualitative design was chosen to obtain in-depth information
with interviews were conducted on twelve nurses were determined through
purposive technique. The content analysis Collaizi produced eight themes is
patterned in the phenomenon of spirit of caring, implementation of caring and
barriers caring implementation. Therefore expected the program to improve the
implementation caring behavior to treat with patients in acute and critical
conditions]"
2015
T43560
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Insil Pendri Hariyani
"ABSTRAK
Infark miokard akut adalah bentuk penyakit jantung iskemik akut dengan angka mortalitas yang tinggi, menyebabkan kematian dan disabilitas di seluruh dunia. Pada pasien hidup, penegakan diagnosis infark miokard akut salah satunya menggunakan modalitas pemeriksaan troponin T di dalam darah. Akan tetapi, pemeriksaan troponin T postmortem pada jenazah masih belum lazim dilakukan. Pada pemeriksaan postmortem jenazah yang dilakukan otopsi dengan kemungkinan kematian jantung mendadak, diagnosis infark miokard biasanya dibuat dengan temuan aterosklerosis berat yang menyumbat arteri koronaria dan menggunakan berbagai modalitas pemeriksaan penunjang.2 Pemeriksaan penunjang yang paling sering digunakan adalah pemeriksaan histopatologi anatomi. Penelitian ini merupakan uji diagnostik dengan desain potong lintang (cross sectional) yang membandingkan hasil pemeriksaan troponin T dengan pemeriksaan histopatologi. Pada penelitian ini didapatkan nilai titik potong (cut off point) untuk menentukan diagnosis infark miokard akut adalah ≥ 265,5 ng/l dengan sensitivitas 40%, spesifisitas 100%, nilai duga positif (NDP) 100%, nilai duga negatif (NDN) 18%, rasio kemungkinan positif (RKP) tak terhingga, rasio kemungkinan negatif (RKN) 60% dan akurasi 47%. Dari penelitian ini dapat disimpulkan terdapat perbedaan bermakna antara kadar troponin T post mortem jenazah infark miokard akut dengan jenazah bukan infark miokard akut.

ABSTRACT
Acute myocardial infarction is an acute ischemic heart disease with high mortality rate, causing death and disability worldwide. In living patient, one of modality to diagnose acute myocardial infarction is the measurement of troponin T in blood. However, postmortem measurement of troponin T in a dead body is highly uncommon. On autopsy of a dead body who suspected of having acute myocardial infarction, the diagnosis was made based on finding of severe atherosclerosis plaque in coronary artery with several other diagnostic tests. The gold standard is anatomical histopathology examination. This diagnostic study is using cross sectional design to compare the troponin T result with the anatomical histopathology finding. The cut off point to diagnose acute myocardial infarction using post mortem troponin T was ≥ 265,5 ng/l which gave sensitivity of 40%, specificity 100%, positive predictive value 100%, negative predictive value 18%, positive likelihood ratio uncountable, negative likelihood ratio 60%, and accuray of 47%. In conclusion, the postmortem troponin T in dead body with acute myocardial infarction and no acute myocardial infarction was statisticaly significant."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Melinda Harini
"LATAR BELAKANG. Disfungsi seksual dan kecemasan sering dialami oleh pasien pasca infark miokard akut (acute myocardial infarct, AMI) dan dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hubungan fungsi seksual dengan kecemasan pasien pasca AMI.
METODE. Desain studi deskriptif analitik dengan disain potong lintang (crosssectional). Responden merupakan pasien rawat jalan Poliklinik Jantung Terpadu RS. Cipto Mangunkusumo yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, bersedia mengikuti program penelitian dan menandatangani surat persetujuan untuk mengikuti penelitian setelah diberikan penjelasan mengenai tujuan dan manfaat program penelitian. Kemudian responden mengisi formulir International Index of Erectyle Function (IIEF) untuk menilai fungsi seksual dan dilakukan wawancara untuk menilai kecemasan dengan Hamilton Anxiety Rating Scale (HAM-A).
HASIL. Pasien pasca AMI mengalami disfungsi ereksi (82,5%), disfungsi orgasme (72,5%), disfungsi libido (93,8%). Hampir seluruh responden menyatakan ketidakpuasan dalam hubungan seksual(97,5%) dan ketidakpuasan menyeluruh (90%). Proporsi kecemasan pasca AMI adalah 52,5%. Tidak terdapat hubungan antara fungsi seksual dengan kecemasan pasca AMI.
KESIMPULAN. Kecemasan dan disfungsi seksual merupakan masalah yang perlu diperhatikan pada pasien pasca AMI. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan dan disfungsi seksual pasca AMI perlu dieksplorasi lebih lanjut sehingga dapat disusun panduan tatalaksana yang terintegrasi.

BACKGROUND. Sexual dysfunction and anxiety frequently happens by patients after acute myocardial infarction (AMI) and can affect patients quality of life.
METHODS. It was analytic descriptive study, cross-sectional design. Respondents are outpatients in Integrated Cardiac Clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital that meet the inclusion and exclusion criteria, who were willing to follow the research program and sign an agreement to participate in the study after being given an explanation of the purpose and benefits of the research program. Respondents then completed the International Index of Erectyle Function (IIEF) form to assess sexual function and were interviewed to assess anxiety using the Hamilton Anxiety Rating Scale (HAM-A).
RESULTS. Post-AMI patients had erectile dysfunction (82.5%), orgasm dysfunction (72.5%), libido dysfunction (93.8%). Almost all respondents expressed sexual intercourse dissatisfaction (97.5%) and overall dissatisfaction (90%). The proportion of post-AMI anxiety was 52.5%. There was no relationship between sexual function after AMI with anxiety.
CONCLUSIONS. Anxiety and sexual dysfunction post-AMI is a considerable problem. Factors that affect anxiety and sexual dysfunction after AMI needs to be explored further so that an integrated management guidelines could be proposed.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. R. Kongko Herry N.
"Dalam penelitian ini terbukti secara bermakna bahwa depresi menurunkan kualitas bidup penderita pria pasca IMA dalam jangka pendek. Dalam penelitian ini tidak terbukti secara bermakna adanya hubungan antara pengobatan psikofarmaka (diazepam) pada saat teIjadinya IMA, usia, bipertensi, DM, lama pendidikan formal, aspek spiritual dan dukungan sosial dengan kualitas bidup setelah 2 bulan pasca IMA.

In this study, it was proven that depression significantly decreased the quality of male bids after IMA in the short term. In this study, it was not proven that there was a significant relationship between psychopharmaceutical treatment (diazepam) at the time of IMA, age, bitenasis, DM, length of formal education, spiritual aspects and social support with the quality of bidup after 2 months after IMA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
A. Wasid
"Telah diteliti secara prospektif mengenai perbandingan gambaran klinik awal infark miokard akut (IMA) dan beberapa hubungan di antaranya, pada 2 grup pasien IMA waktu masuk di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita (RSJHK) dan Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada periode tertentu, tahun 1986. Grup I terdiri dari 30 pasien IMA usia lebih dari 60 tahun (usia rata rata 67,4 ± 6,9 tahun) yang selanjutnya disebut grup studi, dengan 45 pasien IMA usia kurang dari
60 tahun (usia rata rata 49, 6 ± 7.6 tahun) yang selanjutnya disebut grup kelola.
Hasilnya menunjukkan bahwa keluhan sakit dada tidak khas lebih banyak terdapat pada grup I daripada grup II dengan perbedaan yang bermakna yaitu 83.3% berbanding 2.2% (p< 0.001), sedangkan keluhan sakit dada khas IMA lebih banyak pada grup II daripada grup I dan perbedaannya juga bermakna, yaitu 13.3% berbanding 97.8% (p<0.001). Ternyata keluhan sakit dada tidak khas tersebut tidak ada hubungan dengan Diabetes Melitus (DM), tetapi ada hubungan yang bermakna dengan usia, yakni makin lanjut
usia maka makin tidak khas sakit dadanya (p< 0.0007).
Pada usia lanjut terdapat hubungan yang bermakna antara keluhan lemas dengan timbulnya gangguan sistim hantaran jantung (p< 0.002), dan antara DM dengan meningkatnya jumlah kematian pasien (p < 0.002).
Akhirnya dapat disimpulkan, bahwa gambaran klinik awal IMA pada usia lanjut mempunyai beberapa perbedaan yang bermakna dengan IMA usia muda, mengenai gejala dan tanda klinik, maupun hubungannya dengan perjalanan penyakitnya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Uddin
"Pendahuluan BNP adalah asam amino peptida yang disintesa dan dilepas terutama dan miokard ventrikel sebagai respon terhadap regangan miosit Kadar BNP dilepas juga saat iskemi maupun nekrosis miokard Pada NonSTEMI terjadi keadaan hipoksia iskemia sampat nekrosis di subendokard dalam berbagai derajat gangguan sehingga perlu adanya petanda yang bisa menggambarkan gangguan fungsi ventrikel mi Pada NonSTEMI terjadi lepasnya BNP dan terganggunya kontraktilmtas miokard dalam berbagai tingkatan.
Tujuan Penelitian Mencari hubungan antara besarnya kadar BNP yang keluar akibat kerusakan subendokard dihubungkan dengan gangguan fungsi ventrikel kiri yang dmnilam dengan ekokardiografi.
Metode Penelitian merupakan studi deskrmptif analitik yang bersifat cross sectional dilakukan di PJNHK antara bulan Nopember 2005-Juni 2006 Penelitian dilakukan pada 36 pasien NonSTEMI yang pertamakali mnfark tanpa ada riwayat gagal Jantung dan kelainan katup sebelumnya Sampel darah EDTA diambil saat pasien datang di UGD kemudian diekstraksi plasmanya untuk dmperiksa kadar BNP Fungsi sistolik ventrikel kin dinilai ekokardiografi dengan mengukur Wall Motion Score Index (WMSI) 16 segmen sistem dan ejection fraction (EF) metode Simpson Pemeriksaan ekokardiografi
dilakukan setelah melewati fase perawatan intensif.
Hasil Terdapat kenaikan kadar BNP pada subyek penelitian (278 71 ± 394 60) dan berbeda bermakna dengan kadar BNP populasi normal (20 00 ±23 73) dengan (p<0 00 1) pada uji TTest Dengan uji korelasi Pearson terdapat hubungan bermakna antara BNP (278 71 ± 394 60) dan EF Simpson (51 46 ± 10 62) dengan p trend = 0 024 r = 0376 maupun antara BNP (278 71 ± 394 60) dan WMSI (1 31 ± 0 37) dengan p trend = 0 013 r= 0 411 Dengan uji perbedaan Chi square Tidak ada perbedaan yang
bermakna kadar BNP pada kelompok sampel dengan EF<40 dan kelompok sampel dengan EF>40 (c>O 05).
Kesimpulan Kadar BNP meningkat pada pasien pasien Non STEMI Kenaikan BNP berhubungan dengan kecenderungan penurunan fungsi ventrikel kiri semakmn tinggi kadar BNP semakmn cenderung menurun fungsi ventrikel kiri.

Background BNP is an aminoacid synthesized by myocyte in respons to myocardial stretching Myocardial ischemia and necrosis could also induced BNP production In NonSTEMI various degree of hypoxia ischemia and subendocardial necrosis occur to the myocardium and could compromise LV function Thus a marker that could predict LV dysfuction in this setting is very much needed Various degree of LV dysfunction and BNP production could be observed in NonSTEM.
The Aim of Study To investigate the relationship between BNP level induced by subendocardial damage with LV systolic function assessed by echocardiography in NonSTEMI.
Methods This is an analytical descriptive study cross sectional in design conducted in National Cardiovascular Center 1-larapan Kita between November 2005-June 2006 Subjects are 36 patients with NonSTEMI without previous history of infarction heart failure or valvular abnormality EDTA blood samples were obtained during examination in the Emergency Department then the plasma were extracted to measure BNP level LV systolic function assessed by echocardiography with 16 segments Wall Motion Score Index (WMSI) and Ejection Fraction (EF) Simpson Methode The echocardiographic evaluation was performed after the intensive care phase.
Results There was a significant increase in BNP level among study subjects (278 71 ± 394 60) compared to normal population (20 00 ± 23 73) (Ttest with p
Pearson correlation test we observed a significant correlation between BNP level (278 71 ± 394 60) and LV Ejection Fraction (51 46 ± 10 62) with p trend = 0024 r = -0376 and also between BNP level and WMSI (1 31 ± 0 37) with p trend = 0 013 r= 0 411 We analyzed the BNP level in patients with EF<40% and EF>40% with Chi-Square Test and found no significant difference (iO 05)
Conclusion The BNP level was increased in patients with NonSTEMI The BNP level was correlated with tend the severity of LV systolic dysfunction The higher BNP level tend to the lower LV fuction.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Razi Darkuthni
"Latar Belakang: Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab kematian penyakit kardiovaskular utama di Indonesia. Angka kematian akibat STEMI di Indonesia mencapai 18,6%. Revaskularisasi fase akut secara mekanis maupun farmakologis merupakan tatalaksana utama pada STEMI. Mortalitas paska revaskularisasi masih tinggi. Salah satu faktor penting yang memengaruhi kesintasan pasien STEMI adalah fungsi ginjal. Gangguan fungsi ginjal yang dicerminkan dengan estimated glomerulus filtration rate (eGFR) < 60 diketahui berhubungan dengan perfusi miokard yang buruk paska IKP primer.
Tujuan: Memberikan gambaran karakteristik pasien STEMI yang menjalani IKP primer berdasarkan fungsi ginjal sebelum IKP dan menganalisa perbedaaan kesintasan dalam 30 hari pasien STEMI yang menjalani IKP primer berdasarkan fungsi ginjal sebelum IKP.
Metode: Studi observasional kohort retrospektif, penelitian dilakukan periode 2021 hingga 2022 dengan subjek pasien STEMI yang menjalani IKP primer di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta periode 2018 hingga 2022. Fungsi ginjal dikelompokkan berdasarkan eGFR dengan rumus CKD-EPI menjadi dua yaitu eGFR < 60 dan eGFR ≥ 60.
Hasil: IKP primer dilakukan pada 211 pasien STEMI, pasien dikelompokkan menjadi dua yaitu eGFR < 60 dan eGFR ≥ 60. Dibandingkan dengan pasien eGFR ≥ 60, pasien dengan eGFR < 60 sebanyak 75 orang dengan usia yang lebih tua, riwayat hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, riwayat infark miokard dan riwayat IKP primer dengan presentase yang lebih tinggi. Jenis kelamin didominasi oleh laki-laki pada kedua kelompok. Median eGFR pada kelompok eGFR < 60 yaitu 40. Insiden mortalitas eGFR < 60 sebesar 14,7%, sedangkan dengan eGFR ≥ 60 sebesar 4,4%. Pada analisis bivariat didapatkan perbedaan kesintasan yang bermakna pasien STEMI-IKP antar-kelompok eGFR (p < 0,05) dengan crude HR (IK95%) 3,433 (1,269-9,284). Tidak terdapat perbedaan kesintasan pasien STEMI-IKP antar-kelompok eGFR setelah di-adjusted dengan berbagai variabel perancu. Variabel yang paling berpengaruh adalah riwayat gagal jantung kongestif, Killip class dan hipertensi.
Simpulan: Mortalitas dalam 30 hari pasien STEMI yang menjalani IKP primer berdasarkan fungsi ginjal sebelum IKP pada kelompok eGFR < 60 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok eGFR ≥ 60. Tidak terdapat perbedaan kesintasan dalam 30 hari pasien STEMI yang menjalani IKP primer berdasarkan fungsi ginjal sebelum IKP setelah di-adjusted dengan variabel riwayat gagal jantung kongestif, Killip Class dan hipertensi.

Background: Coronary heart disease is the primary cause of death from cardiovascular disease in Indonesia. STEMI mortality rate in Indonesia reaches 18.6%. Mechanical and pharmacological revascularization of the acute phase is the main treatment for STEMI. Mortality after revascularization remains high. One important factor that influences STEMI patients' survival is renal function.Impaired renal function as reflected by an estimated glomerular filtration rate (eGFR) < 60 is associated with poor myocardial perfusion after primary PCI.
Objective: Provide an overview of the characteristics of STEMI patients undergoing primary PCI based on renal function before PCI and analyze the difference in survival in 30 days of STEMI patients undergoing primary PCI based on renal function before PCI.
Methods: A retrospective cohort observational study, the study was conducted from 2021 to 2022 with the subject of STEMI patients undergoing primary PCI at RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta for the period 2018 to 2022. Renal function is grouped based on eGFR with the CKD-EPI formula into two, eGFR < 60 and eGFR ≥ 60.
Results: Primary PCI was performed on 211 STEMI patients, patients were grouped into two, eGFR < 60 and eGFR ≥ 60. Compared with eGFR ≥ 60, 75 patients with eGFR < 60 were older, had hypertension, diabetes mellitus, dyslipidemia, history of myocardial infarction, and history of primary PCI with a higher percentage. Gender was dominated by males in both groups. The median eGFR in the eGFR < 60 groups was 40. The incidence of mortality of eGFR < 60 was 14.7%, whereas eGFR ≥ 60 was 4.4%. In the bivariate analysis, there were significant differences in survival between STEMI-PCI patients between eGFR groups (p < 0.05) with crude HR (CI 95%) 3.433 (1.269-9.284). There was no difference in the survival of STEMI-PCI patients between eGFR groups after adjusting for various confounding variables. The most influential variables were history of congestive heart failure, Killip class, and hypertension.
Conclusions: 30-days-mortality of STEMI patients undergoing primary PCI based on renal function before PCI in the eGFR < 60 groups was higher than in the eGFR ≥ 60 group. There was no difference in the 30-days-survival of STEMI patients undergoing primary PCI based on renal function after adjusting with several variables such as history of congestive heart failure, Killip Class and hypertension.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berlian Indriansyah Idris
"[Pasien dengan hiperglikemia saat mengalami infark miokard akut (IMA) diketahui memiliki prognosis yang lebih buruk dibanding pasien normoglikemia, terlepas dari apakah mereka diketahui memiliki diabetes
sebelumnya atau tidak. Selain itu, pasien dengan hiperglikemia mengalami luaran yang lebih buruk setelah menjalani intervensi koroner perkutan primer (IKKP). Ishihara dkk. melaporkan kematian di rumah sakit yang lebih tinggi pada pasien dengan hiperglikemia, dan tidak ada perbedaan kematian yang bermakna antara pasien diabetes dengan nondiabetes.;Pasien dengan hiperglikemia saat mengalami infark miokard akut (IMA) diketahui memiliki prognosis yang lebih buruk dibanding pasien normoglikemia, terlepas dari apakah mereka diketahui memiliki diabetes
sebelumnya atau tidak. Selain itu, pasien dengan hiperglikemia mengalami luaran yang lebih buruk setelah menjalani intervensi koroner perkutan primer (IKKP). Ishihara dkk. melaporkan kematian di rumah sakit yang lebih tinggi pada pasien dengan hiperglikemia, dan tidak ada perbedaan kematian yang bermakna antara pasien diabetes dengan nondiabetes., Pasien dengan hiperglikemia saat mengalami infark miokard akut (IMA) diketahui memiliki prognosis yang lebih buruk dibanding pasien normoglikemia, terlepas dari apakah mereka diketahui memiliki diabetes
sebelumnya atau tidak. Selain itu, pasien dengan hiperglikemia mengalami luaran yang lebih buruk setelah menjalani intervensi koroner perkutan primer (IKKP). Ishihara dkk. melaporkan kematian di rumah sakit yang lebih tinggi pada pasien dengan hiperglikemia, dan tidak ada perbedaan kematian yang bermakna antara pasien diabetes dengan nondiabetes.]"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muthalib Abdullah
"[, Penelitian ini bertujuan untuk mencari korelasi antara
pola perubahan kadar Mg plasma dan K serum terhadap
timbulnya GIJ pada IMA. Jumlah sampel yang memenuhi kreteria penelitian sebanyak 28 orang yang terdiri dari 24 orang pria dan 4 orang wanita. Penderita IMA yang mengalami GIJ selama perawatan di ICCU RSCM sebesar 70%. GIJ yang terjadi dapat berupa gangguan konduktifitas (kelompok I) dan gangguan iritabilitas (kelompok II), sedang 30% irama sinus (kelompok III).

This study aims to find a correlation between
pattern of changes in plasma Mg and K levels of serum to
the emergence of GIJ at IMA. The number of samples that met the research criteria was 28 people consisting of 24 men and 4 women. IMA patients who experience GIJ during treatment at ICCU RSCM is 70%. GIJ that occurs can be in the form of conductivity disorders (group I) and irritability disorders (group II), while 30% of sinus rhythms (group III).]
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, [1990, 1990]
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Iryuza
"ABSTRAK
Latar Belakang. IMA-EST merupakan salah satu manifestasi SKA yang fatal.Terapi reperfusi diindikasikan terhadap pasien dengan IMA-EST dengan awitankurang dari 12 jam. Perdarahan merupakan faktor resiko independen mortalitaspasca IKPP. Perdarahan mayor memperburuk prognosis, meningkatkan lamanyawaktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Saat ini, penggunaan aksestrans-radial saat IKPP lebih diutamakan dan penghambat Gp2b3a tidak rutindigunakan. Walaupun demikian, kejadian perdarahan pada IMA-EST tetap sajameningkatkan tiga kali lipat resiko kematian. Sampai saat ini belum ada sistempenilaian khusus yang menilai resiko perdarahan pasca IKPP trans-radial.Metode. Penelitian kohort retrospektif dilaksanakan di Rumah Sakit PusatJantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita. Data yang diambilmerupakan kasus IKPP trans-radial pada IMA-EST periode Januari 2011 ndash;Agustus 2016. Definisi perdarahan menggunakan definisi Bleeding AcademicResearch Consortium BARC . Pengolahan data dilakukan dengan analisisbivariat untuk menguji hubungan variabel-variabel independen dengan kejadianperdarahan, lalu dilakukan analisis multivariat. Pemilihan model akhir dilakukandengan metode backward selection dan dilakukan pembobotan untuk membentuksuatu sistem penilaian. Dilakukan validasi internal terhadap sistem penilaian inimenggunakan metode bootsrapping.Hasil. Sejumlah 1035 sampel dikumpulkan, 49 4.7 kasus di antaranyamengalami perdarahan. Didapatkan 6 faktor yang dapat dijadikan prediktorindependen terhadap kejadian perdarahan pasca IKPP trans-radial, yaitu : IMT 2, usia ge; 62 tahun, hitung leukosit ge; 12.000 10/ L,nilai hemoglobin Hb < 13 g/dL, dan nilai kreatinin ge; 1.5 mg/dL. Uji kalibrasidan validasi internal terhadap studi menunjukkan hasil yang baik.Kesimpulan. Sistem penilaian resiko perdarahan pasca IKPP trans-radial inimemiliki hasil uji kalibrasi, uji diskriminasi, dan validasi internal yang cukupbaik. Sistem penilaian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu strategipencegahan perdarahan pasca IKPP trans-radial pada kasus IMA-EST.

ABSTRACT
Background STEMI is a fatal manifestation of acute coronary syndrome.Reperfusion therapy is indicated for acute STEMI patient within less than 12hours rsquo onset of chest pain. Bleeding is an independent mortality risk as acomplication of primary PCI. Major bleeding worsens the prognosis, prolonglength of hospital stay, and increase the cost of care. Nowadays, trans radialaccess during primary PCI is a priority and the use of Gp2b3a inhibitor is nolonger used routinely. However, post primary PCI bleeding event nonethelesstripled the risk of death. Until now, there has been no system of assessments thatmeasure the risk of post primary PCI bleeding in specific trans radial accesspopulation.Method Data from 1035 post trans radial primary PCI STEMI patients enrolledfrom a cohort retrospective study performed in National Cardiovascular CenterHarapan Kita between January 2011 and August 2016. BARC bleeding definitionwas utilized to standardized the identification of bleeding events. Statisticalanalysis done by performing bivariate analysis to identify the relationship of eachvariables to the bleeding event, then multivariate analysis was done using logisticregression before the scoring system developed. Internal validation was performedby bootstrapping tecnique.Results 4.7 from 1035 sample experienced bleeding event. 6 factors related tobleeding event post trans radial primary PCI were identified BMI 18.5 kg m2,KILLIP class 2, age ge 62, WBC ge 12.000 10 3 L, hemoglobin 13 g dL, andcreatinine ge 1.5 mg dL. Calibration test and internal validation of this studyshowing good result.Conclusion This trans radial Primary PCI bleeding risk score has a good resultof calibration test, discrimination test, and internal validation. This scoring systemis expected to be applied as one of bleeding avoidance strategies in trans radialprimary PCI in STEMI patients."
2016
T55655
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>