Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
Eyffinger, Arthur
London: Kluwer Law International, 1995
R 341.552 EYF i
Buku Referensi Universitas Indonesia Library
Kolb, Robert
"This title, by an academic authority on international law who also appears as an advocate before the Court, examines the Statute of the Court, its procedures, conventions and practices."
Oxford: Oxford and Portland Oregon, 2013
341.552 KOL i
Buku Teks Universitas Indonesia Library
New York: United Nations , [date of publication not identified]
341.23 UNI
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Kolb, Robert
Cheltenham, UK: Edward Elgar, 2014
341.552 KOL e
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Sudargo Gautama
Bandung: Alumni, 1981
340.9 SUD s
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Orrego Vicuna, Fransisco
New York: Cambridge University Press, 2004
341.52 ORR i
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Purba, Achmad Zen Umar
"Tiba-tiba nama "Ligitan" dan "Sipadan" menjadi buah bibir di Indonesia. Bukan karena pulau-pulau itu menyumbang bagi kocek negara, tapi justru karena keduanya "lepas" dari haribaan pertiwi. Putusan Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) 17 Desember lalu menetapkan Malaysialah pemilik Ligitan dan Sipadan dua pulau nun di kanan atas Kalimanta sana.
Ada pendapat yang sangat menyesalkan kekalahan kita di ICJ itu. Sebab biar sejengkal pun wilayah kita harus kita pertahankan. Kelompok ini mengingatkan kemungkinan akan dapat lenyapnya beberapa pulai lain jika makna kekalahan ini tidak dipahami sebagai pelajaran yang mesti dicamkan. Kelompok kedua bersuara santai. Buat apa pusing-pusing menangisi dua pulay yang lepas, sementara ada sekitar 17.000 pulau yang lain. Mengurus pulau yang berpenghuni saja kita belum becus."
Hukum dan Pembangunan, 2003
HUPE-XXXIII-1-Mar2003-123
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Boy Al Idrus
"Sengketa atas Kepulauan Spratly terjadi akibat adanya klaim kepemilikan wilayah atas Kepulauan Spratly oleh negara-negara berbeda yang saling berhimpitan. Klaim ini bermunculan dikarenakan nilai strategis dari Kepulauan Spratly baik itu dari potensi kekayaan alam dan navigasi laut. Sengketa kepemilikan ini telah berwujud kepada aktifitas yang memanas antar negara-negara bersengketa dan menyebabkan jatuhnya korban. Usaha-usaha dalam menyelesaikan sengketa ini telah dilakukan melalui organisasi regional maupun secara bilateral namun masih tidak efektif. Berkenaan dengan sengketa ini, skripsi ini mencoba memberikan analisis terhadap alternatif penyelesaian sengketa yaitu Mahkamah Internasional yang telah berpengalaman dalam menyelesaikan sengketa wilayah.
The Territorial Dispute over the Spratly Islands is the result of the overlapping claims over the Spratly Islands region by different countries. These claims emerged because of the strategic value of the Spratly Islands both in the potential of natural resources and marine navigation. The disputes has become complicated and caused casualties for all the disputed countries. Efforts to resolve the disputes has been done through regional organizations or bilateral methods but worked uneffectively. This thesis tries to give an analysis of alternative dispute resolution, International Court of Justice, which has experiences in resolving the territorial dispute."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S59199
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Adies Caesarian
"Produk hukum yang bersumber dari aktivitas organisasi internasional banyak memberikan kontribusi bagi perkembangan sumber hukum internasional. Kebanyakan instrumen ini hadir sebagai pelengkap dari perjanjian konstitutifnya dengan sifat yang tidak mengikat, tetapi tidak dipungkiri memiliki signifikansi sebagai sumber hukum. Berkaitan dengan ini, Committee on the Elimination of Racial Discrimination (CERD) merupakan badan ciptaan dari International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (ICERD) yang secara khusus diberikan mandat untuk mengawasi implementasi kewajiban Negara pihak yang lahir dari ICERD. Untuk menjalankan mandatnya, CERD dapat mengeluarkan General Recommendationsebagai panduan bagi Negara pihak dalam memahami ketentuan ICERD sehingga Negara dapat melaksanakan kewajibannya dengan lebih baik. Selain bagi Negara pihak, General Recommendation juga digunakan oleh organ yudisial, seperti International Court of Justice (ICJ) sebagai pertimbangan untuk memahami suatu ketentuan Konvensi. Hal ini tercermin dari praktik ICJ dalam pertimbangan Putusan Diallo, Belgia melawan Senegal, Wall Advisory Opinion, dan IFAD Advisory Opinion. Dengan menggunakan metode yuridis-normatif dan data sekunder, penelitian ini berusaha untuk mengetahui posisi General Recommendation sebagai sumber hukum internasional, mengamati praktik ICJ sebelumnya dalam menggunakan General Recommendation sebagai bahan pertimbangan, serta menganalisis pertimbangan ICJ terhadap General Recommendation No.30 Tahun 2004 dari CERD dalam perkara Qatar melawan UEA. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ICJ tidak menggunakan General Recommendation No.30 Tahun 2004 untuk menginterpretasikan ketentuan dalam ICERD tanpa mengelaborasikan alasannya. Meskipun hal ini dapat dilakukan oleh ICJ karena ICJ tidak wajib mengikuti interpretasi dari CERD ataupun preseden sebelumnya, hal ini menyimpang dari praktik-praktik ICJ sebelumnya. Sehubungan dengan itu, penggunaan General Recommendation sebagai sarana interpretasi oleh ICJ dapat dilihat sebagai supplementary means of interpretation dalam kaitannya dengan posisi General Recommendation sebagai sumber hukum subsider. Penelitian ini menyarankan General Recommendation diberikan pertimbangan yang besar terhadap suatu pertimbangan interpretasi ketentuan perjanjian HAM internasional. Pun ketika ICJ memilih untuk menyimpang dari interpretasi General Recommendation, hendaknya memberikan justifikasinya demi menjaga konsistensi putusannya.
Sources of law originating from the activities of international organizations contribute a lot to the development of sources of international law. Most of these instruments are complements to the constitutive agreement with a non-binding nature, but it is undeniable that they have a certain legal significance as a source of law. In this regard, the Committee on the Elimination of Racial Discrimination (“CERD”) is an organ created by the International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (“ICERD”) which is specifically mandated to monitor the implementation of obligations of ICERD States parties. To carry out its mandate, CERD can issue General Recommendations as a guide for States parties in understanding the provisions of ICERD so that States can carry out their obligations better. In addition to State parties, the General Recommendation is also used by judicial organs, such as the International Court of Justice (“ICJ”) as considerations to interpret International Human Rights Law Convention’s certain provisions. This is reflected in ICJ's practices such as Diallo Judgement, Belgium v. Senegal Judgement, Wall Advisory Opinion, and IFAD Advisory Opinion. By using juridical-normative methods and secondary data, this study aims to locate General Recommendation as a source of international law, observe previous ICJ practices in using General Recommendations as considerations, and further analyse ICJ's considerations on CERD’s General Recommendation No. 30 (2004) in the Qatar v. UAE Judgement. This study concludes that ICJ does not use General Recommendation No. 30 of 2004 to interpret the provisions in ICERD without providing its justification. While this is a common and reasonable practice by the ICJ—as they are not obliged to follow the interpretation of the CERD nor ICJ’s previous precedents—this Judgement deviates from previous ICJ practices. The relation of General Recommendation as a means of interpretation by the ICJ can be seen as a supplementary means of interpretation as this closely relates to the General Recommendation position as a subsidiary source of international law. This study suggests that the General Recommendation is given great weight to the consideration of the interpretation of International Human Rights treaties. In a situation where ICJ chooses to dismiss the interpretation of the General Recommendation, ICJ should provide its justification in doing so to maintain the consistency of ICJ’s jurisprudence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Faiz Idris Wiyasa
"Penelitian ini membahas mengenai potensi pengaruh yang mungkin timbul dari dikeluarkannya Advisory Opinion tentang Kewajiban Negara Terkait Perubahan Iklim oleh Mahkamah Internasional. Tiga inti permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini, yakni kewenangan Mahkamah Internasional dan peran advisory opinion-nya terhadap dinamika hukum internasional secara umum; status quo hukum perubahan iklim; serta prospek dampak yang mungkin timbul ketika Mahkamah Internasional menjawab pertanyaan dari Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa sehubungan dengan tanggung jawab negara terkait perubahan iklim. Penelitian akan dilakukan secara doktrinal, dengan memaparkan berbagai instrumen hukum yang relevan secara sistematis, menganalisis kaitan masing-masing instrumen, serta mengidentifikasikan implikasi hambatan dan potensi dari berbagai instrumen terseput. Hasil dari penelitian ini mencatat tiga skenario respon Mahkamah Internasional dari pengajuan advisory opinion ini: 1) penolakan untuk menjawab inti pertanyaan; 2) afirmasi semata atas status quo hukum perubahan iklim; 3) diberikannya kontribusi progresif terhadap status quo hukum perubahan iklim. Terkait skenario terakhir, tulisan ini akan mencatat ekspektasi bentuk kontribusi tersebut. Terakhir, pengaruh bagi hubungan internasional dan hukum domestik juga ditelaah.
This research discusses the potential influences that may arise from the upcoming Advisory Opinion on State Obligations Regarding Climate Change issued by the International Court of Justice. The study focuses on three main issues: the authority and role of the Court’s advisory opinions in the dynamics of international law in general; the status quo of climate change law; and the prospective impacts that may emerge when the Court responds to questions presented by the United Nations General Assembly in relation to States’ climate change obligations. The research will be conducted doctrinally, meaning that it will systematically present various relevant legal instruments, analyze the relationship between each instrument, and identify the obstacles and potential implication of these various instruments. The findings of this research suggest three scenarios on which the Court may respond to the request: 1) refusal to clarify the “core” of the question; 2) mere affirmation of status quo climate change law; and 3) progressive contributions from status quo climate change law. With regards to the latter, this study will also suggest in what way can the Court make such progressive contributions. Lastly, influences towards international relations and domestic law will also be analyzed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library