Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bankok: Ministry of Foreign Affairs, 1995
341.347 3 ASE
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bachtiar
"Pada tahun 1996, masyarakat Australia dikejutkan dengan munculnya seorang politisi baru, Pauline Hanson, yang membangkitkan kembali perdebatan publik mengenai kebijakan multikulturalisme dan imigrasi dari Asia. Hal yang menjadi perhatian adalah sikap anti-Asia yang ditunjukan oleh Pauline Hanson ternyata mendapatkan dukungan masyarakat Australia dalam pemilihan umum Federal 1996 dan Pemilihan umum Queensland tahun 1997.
Fenomena Pauline Hanson tentunya tidak dapat muncul begitu saja, tetapi ada beberapa faktor yang mendorong kebangkitannya. Perkembangan domestik masyarakat Australia memegang peranan penting dalam membentuk dukungan dari masyarakat, sementara itu terdapat pula beberapa perkembangan politik internasional terutama di Asia yang turut mendorong munculnya fenomenon ini.
Pauline Hanson dapat diindentifikasi sebagai gerakan radikal kanan baru yang sebelumnya telah berkembang di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Gerakan ini dapat muncul dan berkembang di negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi, jumlah pengangguran meningkat sementara itu jumlah pengangguran semakin banyak. Para penganut gerakan ini menawarkan formula politik yang anti-imigran, anti-globalisasi dan kebijakan ekonomi yang nasionalistik.
Dalam menganalisa fenomenon ini digunakan teori-teori yang berkembang di Amerika Serikat dan Eropa dari Herbert Kitschelt, Leonard Winenberg, Joseph H. Caren. Sementara itu dalam mencari gambaran hubungan internasional dari fenomenon yang dibahas, dipergunakan teori citra (image) yang dikemukakan oleh Kenneth E. Boulding dan R. Holsti.
Metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian kualitatif melalui studi kepustakaan (library research) dengan mengandalkan data dan informasi yang dianggap relevan.
Fenomenon Pauline Hanson menunjukkan dua hal : pertama, krisis identitas yang belum teratas; kedua, krisis ekonomi yang belum selesai. Hal ini diakibatkan oleh kebijakan multikulturalisme dan imigrasi yang meningkatkan jumlah penduduk imigran dari Asia. Sementara itu, dalam jangka dua dekade terakhir, kebijakan ekonominya belum dapat mengatasi masalah ekonomi nasional sehingga angka pengangguran terus meningkat dan kesejahteraan hidup. Akibatnya timbul sentimen negatif terhadap imigran Asia, penegasan kembali superioritas budaya Inggris dan penolakan atas globalisasi dunia."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Londong, Tineke L.
"ABSTRAK
Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Luar Negeri mempunyai hubungan yang erat dengan Penanaman Modal Asing dan Penyelesaian Perselisihan mengenai Penanaman Modal. Diundangkannya UU Penanaman Modal Asing dan UU mengenai berlakunya Konvensi Washington secara berturut-turut pada tahun 1961 dan 1968 merupakan alasan bagi Indonesia untuk ikut serta menjadi anggota pada Konvensi New York 1958 dengan aksesi melalui Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1981 pada tanggal 5 Agustus 1981. Aksesi ini didaftar di Sekretariat Jendral PBB pada tanggal 7 Oktober 1981.
Dengan demikian kepada investor dan pedagang asing pada umumnya diberikan jaminan hukum bahwa putusan arbitrase yang telah ditetapkan di luar negeri yang telah diperolehnya dengan mengeluarkan biaya yang tidak ringan dapat diakui dan dilaksanakan di Indonesia.
Dengan diberlakukan UU Penanaman Modal Asing, maka terjadilah banyak perubahan di bidang ekonomi yang bertujuan untuk dapat mencapai suatu partisipasi yang lebih kuat dalam perdagangan internasional. Tidak saja diusahakan penarikan modal asing ke Indonesia, baik dalam bentuk susunan joint venture atau lain akan tetapi pada waktu yang bersamaan juga ikut serta masuk cara penyelesaian sengketa dengan arbitrase luar negeri, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari transaksi-transaksi internasional di bidang investasi dan perdagangan luar negeri.
Pertimbangan utama untuk melakukan investasi adalah adanya jaminan hukum yang memadai yang menyediakan cara penyelesaian sengketa melalui arbitrase luar negeri terhadap kerugian-kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari penanaman modal.
Investor dan pedagang asing selalu berupaya untuk melepaskan diri dari peradilan negara berkembang karena merasa tidak mengenal hukum setempat yang berlainan dengan sistem hukum negaranya sendiri Selanjutnya ada keragu-raguan bahwa peradilan setempat akan bersikap tidak objektif dalam memeriksa perkara yang melibatkan unsur asing, dan sebagai alasan ketiga pihak asing juga ragu apakah peradilan setempat ada kemampuan untuk memeriksa perkara perdagangan internasional dan alih teknologi yang demikian rumit.
Melalui UU tentang Penyelesaian Perselisihan mengenai Penanaman Modal keinginan investor asing seperti tersebut di atas telah terpenuhi karena yang bersangkutan dapat melepaskan diri dari kekuasaan dan pengaruh pengadilan lokal untuk beracara di luar negeri di hadapan ICSID, yang merupakan suatu pusat arbitrase internasional. Dengan ikut sertanya Indonesia pada ktonvensi New York 1958, maka investor asing telah mendapat jaminan dan perlindungan hukum bahwa putusan arbitrase yang telah diperolehnya di luar negeri dapat dilaksanakan terhadap debitur yang assetnya berada di Indonesia?"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
D409
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firges, Pascal
"This book examines the political and cultural impact of the French Revolution on Franco-Ottoman relations, as well as on the French communities of the Ottoman Empire. The French Revolution did not happen in metropolitan France alone; it also had a direct and immediate impact in other places in the world, and in particular in localities with strong ties with mainland France. The major trading cities of the Ottoman Empire were such a case, especially so because they were home to permanent French communities. Our current interpretation of revolutionary ideological expansionism is very much influenced by contemporary propaganda as well as the efforts to export the Revolution into the territories conquered by the revolutionary armies. Against all expectations, however, French revolutionaries in the Ottoman Empire exhibited neither a crusading mentality nor a heightened readiness to use force in order to achieve ideological goals. Instead, in matters of diplomacy as well as in the administration of French expatriate communities, revolutionary policies were applied in an extremely circumspect fashion. The focus on the effects of the French regime change outside of France offers valuable new insights into the revolutionary process itself, which revises common assumptions about French revolutionary diplomatic practice. In addition, a close look at the establishment of the new political culture of the French Revolution within the transcultural context of the French expatriate communities of the Ottoman Empire serves as a thought-provoking point of comparison for the emergence and development of French revolutionary political culture."
Oxford: Oxford University Press, 2017
e20469700
eBooks  Universitas Indonesia Library