Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Samuel Raymond Rumantir Wardhana
"Latar belakang: Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma (JNA) merupakan tumor jinak nasofaring yang bersifat hipervaskular, agresif lokal, dan destruktif. Pencitraan sebelum pembedahan untuk menentukan ukuran dan perluasan tumor, serta embolisasi preoperatif dapat mempengaruhi jumlah perdarahan intraoperatif, yang merupakan salah satu faktor morbiditas pada pasien JNA. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh karakteristik tumor antara lain ukuran tumor, staging, dan pembuluh darah yang memperdarahi tumor, serta efek dari embolisasi preoperatif terhadap jumlah perdarahan intraoperatif.
Metode: Penelitian dilakukan pada pasien JNA yang menjalani embolisasi preoperatif dan operasi pengangkatan tumor di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo sejak tahun 2018 hingga Maret 2022. Dilakukan penilaian ukuran tumor dan staging, serta identifikasi feeding artery menggunakan CT/MRI dan juga DSA embolisasi preoperatif, kemudian dilakukan analisis perbandingan dan korelasi terhadap jumlah perdaran intraoperatif.
Hasil: Terdapat 21 pasien JNA yang menjalani embolisasi preoperatif dan pengangkatan tumor. Didapatkan perbedaan jumlah perdarahan intraoperatif yang bermakna antara pasien JNA stadium III dibandingkan dengan stadium I-II (p=0,006). Jumlah perdarahan intraoperatif lebih banyak pada tumor yang berukuran lebih besar, namun didapatkan korelasi yang lemah (R=0,43; p=0,051). Jumlah perdarahan intraoperatif juga berbeda bermakna pada tumor JNA dengan feeding artery dari kedua sisi arteri maksilaris interna dengan tumor JNA yang mendapatkan feeding artery satu sisi arteri maksilaris interna saja (p=0,009), serta keterlibatan feeding artery dari cabang arteri karotis interna (p=0,023). Persentase pembuluh darah yang dilakukan embolisasi preoperatif, juga mengurangi jumlah perdarahan intraoperatif (R=-0,36; p=0,113).
Kesimpulan: Pencitraan preoperatif pada pasien JNA memegang peranan penting dalam menentukan perluasan tumor (staging), ukuran tumor, dan feeding artery yang berpengaruh terhadap jumlah perdarahan intraoperatif pada pasien JNA. Tindakan embolisasi preoperatif juga memiliki peranan penting dalam mengurangi jumlah perdarahan intraoperatif
......Background: Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma (JNA) is a benign tumor of the nasopharynx that is hypervascular, locally aggressive, and destructive. Imaging before surgery to determine the size and extent of the tumor, as well as preoperative embolization can affect the amount of intraoperative bleeding, which is one of the morbidity factors in JNA patients. This study aimed to assess the effect of tumor characteristics such as tumor size, staging, and blood vessels supplying the tumor, as well as the effect of preoperative embolization on the amount of intraoperative bleeding.
Methods: The study was conducted on JNA patients who underwent preoperative embolization and surgical removal of tumors at the Cipto Mangunkusumo National General Hospital from 2018 to March 2022. Tumor size and staging were assessed, as well as identification of feeding arteries using CT/MRI and DSA preoperative embolization, then we performed a comparative and correlation analysis of the amount of intraoperative bleeding.
Results: There were 21 JNA patients who underwent preoperative embolization and tumor removal. There was a significant difference in the amount of intraoperative bleeding between patients with stage III JNA compared to stage I-II (p = 0.006). The amount of intraoperative bleeding was higher in larger tumors, but a weak correlation was found (R=0.43; p=0.051). The amount of intraoperative bleeding was also significantly different in JNA tumors with feeding arteries from both sides of the internal maxillary artery compared to JNA tumors with feeding arteries on one side of the internal maxillary artery only (p=0.009), and the involvement of feeding arteries from the internal carotid artery branch (p=0.023). The percentage of vessels that underwent preoperative embolization also reduced the amount of intraoperative bleeding (R=-0.36; p=0.113).
Conclusion: Preoperative imaging in JNA patients plays an important role in determining tumor expansion (staging), tumor size, and feeding arteries that affect the amount of intraoperative bleeding in JNA patients. Preoperative embolization also have an important role in reducing the amount of intraoperative bleeding."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Omega
"Latar belakang: Relaksasi otak saat pembukaan dura merupakan aspek yang penting pada operasi kraniotomi tumor. Secara teori, lidokain dapat menurunkan metabolisme otak (CMRO2), menurunkan CBF dan CBV, sehingga berpotensi menurunkan ICP dan menghasilkan relaksasi otak yang baik. Lidokain juga diketahui memiliki efek analgesia dan antiinflamasi. Hingga saat ini, belum ada penelitian yang meneliti mengenai efek infus lidokain intravena kontinu intraoperatif terhadap relaksasi otak saat pembukaan dura, kebutuhan opioid intraoperatif dan kepuasan operator pada pasien dewasa yang menjalani operasi kraniotomi.
Metode: Penelitian ini merupakan randomized controlled trial dengan pengambilan sampel secara Consecutive sampling. Sebanyak 60 subjek yang akan menjalani operasi kraniotomi tumor dimasukkan ke dalam penelitian. Subjek penelitian akan diberikan lidokain (2%) intravena bolus 1,5 mg/kg saat induksi dilanjutkan rumatan 2 mg/kg/jam hingga selesai jahit kulit (kelompok lidokain) atau diberikan NaCl 0,9% dengan volume yang sama (kelompok Plasebo). Relaksasi otak saat pembukaan dura dinilai oleh operator Bedah Saraf dengan skala 4 derajat, kebutuhan opioid fentanyl intraoperatif dalam mcg dan mcg/kg/menit, serta kepuasan operator dengan skala 4 derajat.
Hasil: Enam puluh subjek, dengan 30 subjek pada tiap kelompok, mengikuti penelitian hingga selesai. Infus lidokain intravena kontinu intraoperatif menghasilkan relaksasi otak yang baik saat pembukaan dura sebesar 96,7% (vs plasebo sebesar 70%, p = 0,006), kebutuhan opioid fentanyl intraoperatif sebesar 369,2 mcg (vs plasebo sebesar 773,0 mcg, p < 0,001) atau sebesar 0,0107 mcg/kg/menit (vs plasebo sebesar 0,0241 mcg/kg/menit, p < 0,001), dan menghasilkan kepuasan operator yang puas sebesar 96,7% (vs plasebo sebesar 70%, p = 0,006). Tidak ada efek samping lidokain yang tampak selama penelitian.
Simpulan: Infus lidokain intravena kontinu intraoperatif dibandingkan plasebo dapat meningkatkan proporsi relaksasi otak yang baik saat pembukaan dura, menurunkan kebutuhan opioid intraoperatif, dan meningkatkan proporsi kepuasan operator yang puas pada pasien dewasa yang menjalani operasi kraniotomi tumor.
......Background: Brain relaxation after dural opening is important aspect in craniotomy tumor removal operation. Theoretically, lidocaine can decrease brain metabolism (CMRO2), decrease CBF and CBV, and has potential to decrease ICP and resulting excellent brain relaxation after dural opening. Lidocaine also has analgesic and anti-inflammatory effect. Until now, there is no study analyze continous intravenous Lidocain infussion effect to brain relaxation, intraoperative opioid consumption and surgeon’s satisfactory in adult population undergo craniotomy tumor removal operation.
Methods: This study is randomized controlled trial with Consecutive sampling. Sixty subject scheduled for craniotomy removal tumor were enrolled. Subject received either a dose of lidocaine (2%) intravenous bolus 1.5 mg/kg before induction followed by an infussion at a rate 2 mg/kg/h until skin closure (Lidocaine group) or the same volume of NaCl 0.9% (Placebo group). Brain relaxation was evaluated by Neurosurgeon with a four-point scale, total intraoperative opioid consumption in mcg and mcg/kg/minutes, and surgeon’s satisfactory with a four-point scale.
Results: All of sixty subjects completed the study. Lidocaine group resulting good brain relaxation after dural opening in 96.7% subject (vs 70% subject in placebo group, p < 0.006), intraoperative fentanyl consumption was 369.2 mcg (vs 773.0 mcg in placebo group, p < 0,001) or 0.0107 mcg/kg/minutes (vs 0.0241 mcg/kg/minutes in placebo group, p < 0,001), and resulting good surgeon’s satisfactory in 96.7% subject (vs 70% subject in placebo group, p = 0.006). There is no side effect of lidocaine infussion was observed during this study.
Conclusions: Continous lidocaine intravenous infussion intraoperatively can increase proportion of good brain relaxation after dural opening, decrease intraoperative opioid consumption, and increase proportion of good surgeon’s satisfactory compared to Placebo in adult population undergo craniotomy tumor removal operation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Windy Kusuma
"Latar Belakang : Anestesia regional dengan blok peribulbar merupakan teknik anestesia alternatif pada operasi katarak dengan teknik phacoemulsification. Umumnya anestetika lokal yang paling sering dipakai adalah campuran bupivakain yang mempunyai durasi panjang dan lidokain yang mempunyai onset cepat. Di rumah sakit kami, median waktu sejak dimulainya blok hingga dimulainya operasi adalah lebih dari 20 menit dan temuan ini menunjukkan bahwa untuk peribulbar anestesia tidak diperlukan anestetika lokal dengan onset yang cepat. Tujuan studi ini untuk mengetahui keefektifan blok peribulbar inferotemporal menggunakan anestetika tunggal bupivakain 0.5% dibandingkan dengan campuran bupivakain 0.5% dan lidokain 2% untuk blok peribulbar pada pasien yang menjalani operasi katarak dengan teknik phacoemulsification.
Metode : Penelitian ini dilakukan pada 70 pasien yang menjalani operasi katarak dengan teknik phacoemulsification. Secara random 35 pasien menggunakan anestesia blok peribulbar dengan anestetika campuran bupivakain 0.5% dan lidokain 2% (kelompok 1) dan 35 pasien menggunakan anestesia blok peribulbar dengan anestetika tunggal bupivakain 0.5% (kelompok 2). Skor akinesia bola mata dinilai pada menit ke 5, 10, 15 dan 20 setelah penyuntikan anestetika lokal. Analgesia, waktu antara dimulainya blok hingga dimulainya operasi, lamanya operasi, penambahan anestetika topikal intraoperatif dan insidens efek samping terkait blok peribulbar dicatat.
Hasil: Skor akinesia pada menit ke 5 dan 10 setelah penyuntikan lebih rendah secara bermakna pada kelompok 1 (p<0.05). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok dalam hal skor akinesia pada menit ke 15 dan 20 setelah penyuntikan. Analgesia, total lamanya operasi, penambahan anestetika topikal intraoperatif dan efek samping terkait blok peribulbar tidak berbeda bermakna pada kedua kelompok.
Simpulan : Kecuali onset yang lebih cepat pada kelompok anestetika campuran bupivakain 0.5% dan lidokain 2%, bupivakain tunggal 0.5% sama efektif dibandingkan campuran bupivakain 0.5% dan lidokain 2% untuk blok peribulbar pada operasi katarak dengan teknik phacoemulsification. Data tersebut didapatkan bahwa bupivakain tunggal 0.5% dapat digunakan pada kasus dimana blok dengan onset yang cepat tidak diperlukan.
......Background : Regional anesthesia provided by a peribulbar block is an alternative anesthetic technique in cataract surgery. Generally, the most frequently used local anesthetic agent is a mixture of bupivacaine which has a long duration of effect and lidocaine which has a rapid onset of action. In our centre, the median time from the start of peribulbar blockade to start surgery was more than 20 minutes and these findings suggest that it is not necessary to use a local anesthetic with a quick onset of action for peribulbar anesthesia. The purpose of this study was to determine the effectiveness of single injection inferotemporal peribulbar block using 5 mL of plain bupivacaine 0.5% compared with a 1:1 mixture of bupivacaine 0.5% and lidocaine 2% in patients underwent cataract surgery with phacoemulsification.
Methods : A total of 70 patients scheduled for phacoemulsification cataract surgery with peribulbar anesthesia were randomly allocated into two groups of 35 patients each, to receive 5 ml of a 1:1 mixture of bupivacaine 0.5% and lidocaine 2% (group 1), or plain bupivacaine 0.5% (group 2). Ocular movement scores were evaluated at 5, 10, 15 and 20 minutes after injection. Analgesia, time from block to start surgery, duration of surgery, need for supplementary anesthesia and the incidence of perioperative complication were recorded.
Results: The ocular movement scores at mins 5 and 10 were significantly lower in group 1 (p<0.05). There were no significant difference among the groups in ocular movement scores at mins 15 and 20. Analgesia, time from block to start surgery, duration of surgery, need for supplementary anesthesia and the incidence of perioperative complication did not differ among the groups.
Conclusion : Except for a significantly faster onset of peribulbar block with a mixture of bupivacaine 0.5% and lidocaine 2%, 0.5% bupivacaine as the sole agent was equally effective in inducing satisfactory peribulbar anesthesia for phacoemulsification cataract surgery. These data suggest that plain bupivacaine 0.5% may be suitable where the rapidity of onset of block is not necessary."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulya Amanina
"Pendahuluan: Perdarahan intraoperatif menjadi penyebab utama terjadi henti jantung di ruang operasi. Perdarahan dapat ditangani dengan pemberian transfusi. Pemberian transfusi berisiko menyebabkan infeksi dan reaksi alergi sehingga tidak semua pasien dengan perdarahan diberikan transfusi. Jumlah transfusi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kadar Hb praoperasi, jumlah perdarahan, gangguan hemodinamik serta perkiraan allowable blood loss. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk membuktikan hipotesis terdapat hubungan antara faktor-faktor tersebut terhadap jumlah transfusi pada pasien perdarahan intraoperatif Metode: Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan desain potong-lintang. Data diperoleh dari 84 rekam medis pasien di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Data yang dianalisa adalah kadar Hb praoperasi, jumlah perdarahan, gangguan hemodinamik, perkiraan allowable blood loss dan jumlah transfusi intraoperatif. Uji yang dilakukan adalah uji bivariat pada masing-masing faktor dengan uji korelasi Pearson, Spearman dan uji komparatif Mann Whitney menggunakan perangkat lunak SPSS versi 20. Hasil: Didapatkan bahwa jumlah perdarahan (p=0,000) mempengaruhi jumlah transfusi. Pada kelompok dengan gangguan hemodinamik didapatkan perbedaan jumlah transfusi dibandingkan dengan kelompok tanpa gangguan hemodinamik (p=0,009). Hb praoperasi dan perkiraan allowable blood loss tidak mempengaruhi jumlah transfusi (p=0,794, p=0,250). Kesimpulan: Jumlah perdarahan berhubungan dengan jumlah transfusi. Nilai Hb praoperasi dan perkiraan allowable blood loss tidak berhubungan dengan jumlah transfusi intraoperatif.
......Introduction: Intraoperative haemorrhage is the leading cause of cardiac arrest in surgery. Transfusion can be given to replace intraoperative blood loss. Transfusion can trigger infection and allergy reactions. Hence it must be given cautiously. Blood transfusion volume can be related to many factors, ie, preoperative hemoglobin value, blood loss volume, the presence or absence of hemodynamic instability, and allowable blood loss value. This study aimed to know the relationship between those factors and the blood transfusion volume. Method: This was an observational analytic study with a cross-sectional design that included 84 patients who had received an intraoperative blood transfusion in Ciptomangunkusumo Hospital, Jakarta. Preoperative hemoglobin, blood loss volume, estimated allowable blood loss, hemodynamic instability, and intraoperative blood transfusion volume data were obtained from medical records and analyzed. Bivariate test (Pearson, Spearman correlation test, and the Mann Whitney comparative test, was performed using SPSS ver. 20.0. Results: Blood loss volume (p=0,000) was significantly associated with the blood transfusion volume. Blood transfusion volume was significantly different in patients with hemodynamic instability than patients with stable hemodynamic (p=0.009). Preoperative hemoglobin level and estimated allowable blood loss value were not significantly associated with blood transfusion volume (p=0.794 and p=0.250, respectively). Conclusion: Blood loss volume was significantly related to blood transfusion volume. Preoperative hemoglobin level and estimated allowable blood loss were not significantly associated with blood transfusion volume."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Afriany
"ABSTRAK
Latar Belakang: Laparoskopi merupakan prosedur yang menguntungkan pada operasi transplantasi ginjal . Namun teknik ini dapat menyebabkan perubahan pada sistem pernafasan. Pengaturan volume tidal merupakan salah satu strategi proteksi untuk mencegah komplikasi paru pascaoperatif. Penelitian ini berusaha membandingkan efek volume tidal 6 mL/kgbb dan 10 mL/kgbb terhadap distribusi ventilasi pada pasien donor transplantasi ginjal yang menjalani nefrektomi per laparoskopi menggunakan EIT. Metoda: Uji klinis ini dilakukan di Instalasi Bedah Pusat RSUPN Cipto Mangunkusumo dan ruang operasi RSCM Kencana Jakarta terhadap 30 pasien donor transplantasi ginjal yang menjalani laparoskopi nefrektomi. Subjek dirandomisasi ke dalam 2 kelompok intervensi: ventilasi mekanik intraoperatif dengan volume tidal 6 mL/kgbb dan 10 mL/kgbb. Hipotesis penelitian adalah distribusi ventilasi volume tidal 6 mL/kg lebih baik dibandingkan 10 mL/kg. Parameter yang dinilai adalah ?TIV, ?EELI global dan regional dan ?CR diambil dari monitor EIT PulmoVista 500 .Hasil: Nilai ?TIV paru dependen dan nondependen antara kedua kelompok berbeda bermakna secara statistik pada posisi supine pascadesuflasi p =0,008 , dimana volume tidal 6 mL/kgbb menunjukkan distribusi ventilasi tidak homogen. Nilai ?EELI global dan regional volume tidal 10 mL/kg lebih tinggi dan bermakna secara statistik pada posisi lateral dekubitus sebelum insuflasi p
ABSTRACT
Background Laparoscopy is a procedure that is profitable on a kidney transplant operation. However, this technique may cause changes in the respiratory system. Tidal volume setting is one of protection strategies for preventing pulmonary complications postoperative. This study attempted to compare the effects of tidal volume 6 mL kgbw and 10 mL kgbb kgbw against distribution of ventilation in kidney transplant donor patients who underwent laparoscopic nephrectomy using EIT.Method This randomized clinical trial conducted in the Surgical Center Installation RSUPN Cipto Mangunkusumo and operating room RSCM Kencana Jakarta against 30 kidney transplant donor patients who underwent laparoscopic nephrectomy. Subjects were randomized into two intervention groups mechanical ventilation with intraoperative tidal volume 6 mL kgbw and 10 mL kgbw. The hypothesis is distribution of ventilation tidal volume 6 mL kgbw is better than 10 mL kgbw. Parameter TIV, EELI global and regional and CR were taken from a monitor EIT PulmoVista 500 . Result The value of TIV between dependent and nondependent parts of lung statistically significant difference on postdesuflation supine position p 0,008 , where the tidal volume of6 mL kgbw indicates distribution of ventilation is not homogenous. The value of EELI global and regional tidal volume 10 mL kg is higher and meaningful statistically on lateral decubitus before insuflation p 0,005 . There is no meaningful difference in CR value the dependent and nondependent parts of lung .Conclusion Tidal volume 6 mL kgbw does not give a better distribution of ventilation compared with 10 mL kgbw in kidney donor patient undergoing laparoscopic nephrectomy based on the parameters of the EIT.Keywords Distribution of ventilation, EIT, kidney donor, laparoscopic nephrectomy, intraoperative volume tidal"
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Harisandi
"ABSTRAK
Pendahuluan. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan untuk melakukan pengkajian nilai batasan bloodflow rate BFR intraoperatif menggunakan ultrasonografi Doppler dalam memprediksi maturitas fistula brakiosefalika dengan sampel yang lebih besar dan lebih spesifik untuk mendapatkan nilai dengan tingkat error dan bias lebih rendah, sehingga nantinya dapat dijadikan referensi di divisi Bedah Vaskular RSCM. Metode. Dilakukan studi potong lintang analitik di Divisi Vaskular Departemen Ilmu Bedah FKUI-RSCM, Jakarta yang melibatkan semua penderita gagal ginjal stadium 4-5 akibat nefropati diabetik yang akan dihemodialisis dengan akses vaskular fistula brakiosefalika. Hasil. Terdapat 71 subjek dengan rerata BFR 249,15 86,86 mL/menit, rerata diameter arteri 3,3 mm 2,0 ndash;7,4 mm dan rerata diameter vena 3 mm 2,1 ndash;5,6 mm . Analisis statistik menunjukkan bahwa hanya BFR yang berhubungan bermakna dengan maturitas AVF p80 . Kata Kunci. BFR intraoperatif, maturitas AV fistula, brakiosefalika, sensitivitas, spesifisitas
ABSTRACT
Introduction. This research is a follow-up study to determine the value limits of bloodflow rate BFR intraoperative using Doppler ultrasound to predict maturity of brachiocephalic fistula with a larger sample and to obtain lower level of error and bias, so it can be used as a reference in the Vascular Surgery division, Cipto Mangunkusumo Hospital.Methods. Cross-sectional design with analytic fashion conducted at Division of Vascular Surgery Department of the Faculty of medicine - Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta with all patients with stage IV-V CKD, due to diabetic nephropathy who planned to get vascular access for hemodialysis brachiocephalic fistula.Result. Total subject are 71 with mean bloodflow rate is 249.15 86.86 mL / min, mean arterial diameter is 3.3 mm 2.0 to 7.4 mm and the mean diameter of the vein is 3 mm 2.1 to 5.6 mm . Only BFR associated significantly with maturity AVF p"
2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Christella Natalia P
"Latar Belakang: Prosedur pembedahan dekompresi dan stabilisasi posterior menimbulkan nyeri pascabedah yang mengganggu proses penyembuhan dan mobilisasi dini pasien. Blok TLIP klasik dan modifikasi efektif mengurangi nyeri perioperatif pembedahan tulang belakang. Penanganan nyeri yang baik akan mempercepat proses penyembuhan dan mobilisasi pascabedah.
Tujuan: Membandingkan efektivitas antara blok TLIP klasik dan modifikasi sebagai analgesia perioperatif pada prosedur dekompresi dan stabilisasi posterior thoracolumbar terhadap kebutuhan fentanyl intraoperasi, stabilitas hemodinamik intraoperasi, rerata qNox intraoperasi, total kebutuhan morfin pascabedah, rerata NRS pada 6 dan 12 jam pascabedah dan konsentrasi Intraleukin 6 pada 6 dan 12 jam pascabedah.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, uji klinis acak tersamar tunggal dengan 24 subjek pembedahan dekompresi dan stabilisasi posterior lumbal di Instalasi Bedah Pusat RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Subjek dirandomisasi dalam dua kelompok: kelompok blok TLIP klasik (n-12) dan modifikasi (n=12). Kedua kelompok mendapat bupivakain 0,25% total volume 20 cc stiap sisi. Data yang diolah berupa rerata qNox, fentanyl intraoperatif, total morfin 24 jam pascabedah, rerata NRS pada 6 dan 12 jam pascabedah dan konsentrasi IL-6 pada 6 dan 12 jam pascabedah.
Hasil: Rerata qNox, total morfin 24 jam pascabedah, rerata NRS dan IL-6 pada 6 dan 12 jam pascabedah tidak berbeda bermakna pada grup TLIP klasik dan modifikasi. Total konsumsi fentanyl intraoperatif pada grup TLIP modifikasi berbeda bermakna dibandingkan TLIP klasik (p<0,05).
Simpulan: Blok TLIP modifikasi lebih efektif mengurangi kebutuhan opioid intraoperatif dibandingkan blok TLIP klasik pada prosedur dekompresi dan stabilisasi posterior thoracolumbar.
......Background: Posterior Stabilization and Decompression procedures are related with severe postoperative pain and stres response. Both modified and classic Thoracolumbar Interfascial Plane Block proven reduced pain perioperatively. Adequate analgesia perioperatively fasten recovery and mobilization postoperatively.
Objective: Compare effectiveness of modified and classic TLIP block as perioperative analgesia in thoracolumbar decompression and posterior stabilization procedures in hemodynamic stability intraoperatively, total fentanyl consuption intraoperatively, mean qNox intraoperatively, total morphine consumpetion postoperatively, mean NRS and Interleukin 6 at 6 and 12 hours postoperatively.
Methods: this study was an experimental, single-blind, randomized controlled trial of 24 subjects who underwent thoracolumbar decompression and posterior stabilization at Central Surgical Unit at RSUPN dr. Cipto Mangunkusuo Jakarta. Subjects were randomized into two groups: Modified TLIP group (n=12) and Classic TLIP group (n=12). Both were received marcain 0,25% 20 ml each side. Data intraoperative taken were intraoperative fentanyl, hemodinamic stability and mean qNox. Data postoperative taken were total morphine 24 hours, IL-6 6 and 12 hours and mean NRS. Data analysis taken with Mann-Whitney and unpaired t test.
Results: Hemodinamic stability, mean qNox, total morphine 24 hours, mean NRS, IL-6 postoperatively were not significantly different (p>0,05). Only total intraoperative fentanyl were significantly lower in modified TLIP group compared classic TLIP group.
Conclusion: Modified TLIP group was more effective to decrease intraoperative opioid compare to classic TLIP group. Modified TLIP group were not significantly reduce opioid consumption, IL-6, mean NRS postoperatively."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadeak, Sari Eprina
"Ners Spesialis peminatan kardiovaskular didapatkan setelah melalui program praktik residensi keperawatan. Praktek residensi keperawatan terdiri dari 2 program yaitu praktek residen umum dan praktek residensi peminatan yaitu kardiovaskular. Kegiatan praktek residensi peminatan termasuk peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, peneliti, dan inovator. Peran pemberi asuhan keperawatan yaitu melakukan asuhan keperawatan pada 1 kasus utama dan 30 kasus resume pasien gangguan sistem kardiovaskular menggunakan model konservasi Levine. Peran peneliti adalah melakukan penerapan EBN yaitu akupresur terhadap kecemasan pasien preoperasi jantung.
Hasil penerapan EBN; akupresur sebagai intervensi nonfarmakologi, nonivasif, mudah, sederhana dan aman dapat menurunkan kecemasan preoperasi jantung. Terakhir, peran inovator yaitu penggunaan skala Munro untuk mencegah kejadian perioperative related pressure injury pada pasien bedah jantung. Instrumen skala Munro sebagai pengkajian risiko pressure injury spesifik pada perioperatif, dilakukan 3 tahapan (preoperatif, intraoperatif, dan postoperatif), valid dan reliabel. Instrumen dapat digunakan sebagai bagian dari satuan intervensi pencegahan perioperative related pressure injury bersama dengan pengkajian kulit.
......
Nurse Specialist in cardiovascular is obtained after going through a nursing residency practice program. Nursing residensy practice consists of 2 programs, namely general residency practice and specialization residency practice, namely cardiovascular. Specialization residency practice activities include the roel of nurses as nursing care providers, researchers and innovators. The role of nursing care provder is to manage nursing care in 1 main case and 30 resume cases of pastients with cardiovascular system disorders using Levine conservation model. The role of researcher is to implement EBN, namely acupressure on the anxiety of preoperative cardiac patients.
Results of the EBN application; acupressure as a non-pharmacological intervention, non-invasive, simple, easy and safe can reduce anxiety of preoperative cardiac. Finally, the rola of an innovator is the use of Munro scale to prevent perioperative related pressure injury in cardiac surgery patients. Instrument of Munro scale as an assessment of the risk of specific in perioperative pressure injury, carried out 3 stages (preoperative, intraoperative, dan postoperative), valid and reliable. Instrument can be used as bundle of an intervention for the prevention of perioperative related pressure injury along with skin assessment."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library