Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wenny Widyastuti
"Dalam suatu perkawinan kehadiran seorang wali bagi calon pengantin perempuan keberadaannya adalah mutlak. Apabila dalam suatu perkawinan tidak dihadiri oleh wali bagi anak perempuan, maka perkawinan tersebut tidak dapat dilaksanakan dan perkawinannya menjadi tidak sah baik berdasarkan Hukum Islam maupun menurut Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang Nomor I Tahun 1974 tentang Perkawinan. Posisi ayah biologis bagi seorang Anak Luar Kawin yang merupakan calon pengantin perempuan akan digantikan oleh Wali Hakim yang ditunjuk oleh menteri yaitu Kepala Kantor Urusan Agama. Perkawinan tersebut kemudian akan dilangsungkan berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 Tentang Wali Hakim. Ayah biologis dari seorang Anak Luar Kawin tidak mempunyai hubungan nasab dengan anaknya dan hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya. Hal tersebut berdasarkan Hukum Islam yang bersumber kepada al-Qur’an dan al-Hadits, Kompilasi Hukum Islam dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif yaitu dengan cara menganalisa bahan- bahan hukum primer berupa Peraturan Perundang-und angan serta ketentuan- ketentuan lain yang mengatur atau berkaitan dengan Wali Hakim dan penelitian dengan menggunakan bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan penulisan tesis ini. Penelitian hukum normatif ini disebut juga penelitian hukum kepustakaan (llbrary researcH) dan untuk melengkapi penelitian kepustakaan dilakukan wawancara. Setelah dilakukan penelitian mengenai status anak di luar kawin menurut Hukum Islam dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dapat disimpulkan bahwa Anak Luar Kawin tidak ada hubungan nasab anak dengan ayah biologisnya, sehingga tidak ada hak dan kewajiban antara anak dan ayah biologisnya, untuk itu yang menjadi wali dalam Perkawinan Anak Luar Kawin adalah Wali Hakim karena anak luar kawin tidak mempunyai Wali Nasab.

Based on Islamic law, that is an obligation for the presence of a proxy in the marriage of women. Based on the Islamic Law, The Compilation of Islamic Law, and also Act No. I Year 1974 about Marriage, if the women’s proxy is absence in the marriage process that makes the marriage become illegal. The authority of the biologicai father of illegal children as a bride will be replace by the Proxy, whose pointed by Ministry of religion is the Head of the local regional religion affair office. Thns the marriage will be held based in the Regulation of Ministry of religion No. 30 year 2005 about Proxy. The biologicai father of illegal children does not have “nasab” relation with her daughter, the daughter only has civil case relation with her mother, and this is based on the Koran, hadist, the Compilation of Islamic Law, and also ActNo 1 Year 1974 about marriage. This research conduct by literacy research which is analyze primary law sources such as regulation and any other decree that related with the authority of the proxy in the marriage of illegal children, and this research also conduct by analyze the second law sources that related with the topies of this thesis. The normative law research which is also named literacy research which is to make a comprehensive research this research also conduct interview with resources persons. This research conclude that the status of illegal children based on the Islamic Law and the regulation is that illegal children have no “nasab” relation with her biologicai father, this make no right and obligation relation between daughter and her biologicai father, therefore the one who has authority in the marriage of illegal children is the Proxy because illegal children have no “nasab” relation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26062
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Melly Afrissyah
"Pada dasarnya Tuhan telah menciptakan manusia sebagai makhluk-Nya yang paling sempurna dengan jenis laki-laki dan perempuan. Dengan majunya teknologi kedokteran saat ini dimungkinkan bagi seseorang melakukan operasi penggantian kelamin dan bahkan beberapa orang telah mendapat penetapan dari Pengadilan tentang perubahan status mereka didepan hukum. Sehingga, keberadaannya ini menimbulkan permasalahan hukum terhadap status hukum dan akibat hukum serta perkawinan yang dilakukan oleh mereka.
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui apakah Hukum Islam memperbolehkan perkawinan oleh transeksual yang telah diakui perubahan status kelaminnya oleh Pengadilan Negeri. Serta bagaimana Undang-Undang perkawinan di Indonesia memandang permasalahan perkawinan transeksual tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif.
Hasil penelitian adalah pada dasarnya tindakan operasi diharamkan, namun dibolehkan apabila terdapat kondisi yang memaksa. Sehingga Hukum Islam secara tegas tidak memperbolehkan terjadinya perkawinan antara seorang transeksual dengan orang yang sebenarnya berjenis kelamin sama, kecuali perubahan jenis kelaminnya sah menurut Hukum Islam. Sedangkan berbeda dengan Undang-Undang Perkawinan yang belum ada aturan secara tegas tentang transeksual, meski Undang-Undang perkawinan mendasarkan sah tidaknya suatu perkawinan juga ditentukan oleh ketentuan dalam tiap-tiap agama, maka tetap dimungkinkan bagi seorang transeksual yang telah mendapat penetapan dari pengadilan untuk melangsungkan perkawinan asalkan syarat perkawinan tersebut tidak dilarang atau tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada dalam agama dari orang yang bersangkutan.

Naturally, God have created human as His perfect creation as male and female. With the latest medical technology, it is possible nowadays for everyone to do sex reassignment surgery and some of those have received the Decision from the court about the legal changes of their status. Therefore, the existing of it caused the legal problem about the legal status and the legal implication of their marriage done by them.
The purpose of this research paper is to know whether Islamic Law allow the marriage which is done by the transsexual person which status had been recognized by the Court, and how the Act of Marriage's point of view about the transsexual marriage itself. The research is a normative legal research with qualitative analysis on secondary data.
The result of this research are: basically, the surgery is allowed if there is any force major therefore, Islamic Law not strictly ban the marriage of an transsexual person with the similar sex spouse unless its transsexual is legal according to Islamic Law. It is different with the Act of Marriage which haven't strictly regulate about transsexual although the act of marriage regulate whether the marriage is legal from every religion, therefore it is possible for a transsexual person who had been approved by court to get married if the marriage requirement is not banned or not broken the requirement of his/her religion.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56887
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library