Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
W. Widjaya Chandra
"Dermatofitosis adalah infeksi jamur superfisial pada jaringan berkeratin, misalnya kulit, rambut, dan kuku, yang disebabkan oleh dermatofita. Secara garis besar, dermatofita dapat digolongkan ke dalam 3 genus, yaitu Trichophyton (7), Microsporum (M), dan Epidermophyton (E). Berdasarkan habitat primernya, dermatofita dibagi atas spesies yang bersifat antropofilik, zoofilik, dan geofilik. Pengetahuan mengenai jenis habitat tersebut dapat digunakan untuk melacak sumber penularan dermatofitosis.
Laporan marbiditas divisi Mikologi, Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK), Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Perusahaan Jawatan Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (FKUI 1 Perjan RSCM), Jakarta antara Januari 1999 dan Desember 2003 menunjukkan jumlah pasien dermatofitosis sebesar 53,53 % dari total 7170 orang pasien baru yang berobat ke poliklinik divisi Mikologi. Tinea kruris danlatau korporis mencakup 92,4% dari seluruh pasien baru dermatofitosis.
Dermatofitosis dapat bersifat kronis residif dan dipengaruhi oleh faktor pejamu, agen, dan lingkungan. Faktor pejamu yang berperan antara lain keringat berlebihan, pakaian oklusif, diabetes melitus, sindrom Cushing, dan kondisi imunokompromais.
Spesies penyebab terjadinya kronisitas dan rekurensi tersering adalah T. rubrum. Trichophyton rubrum bersifat antropofilik sehingga kurang memicu respons peradangan pada pejamu dengan akibat infeksi menjadi kronis. Foster, dkk. melakukan survei epidemiologi infeksi jamur kulit di Amerika Serikat dari tahun 1999 sampai dengan 2002 dan menemukan bahwa T. rubrum merupakan jamur patogen utama penyebab tinea kruris dan/atau korporis."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bertha Lolo Lukita
"Caesalpinia pulcherrima (L) Swartz. yang termasuk genus Caesalpinia banyak tumbuh di Indonesia sebagai tanaman hias, sedangkan di negara Mexico tanaman ini secara tradisonal digunakan untuk mengobati infeksi gigi dan mulut. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa aktif dari fraksi aktif antimikroba penyebab infeksi gigi dan mulut secara in vitro dari tanaman Caesalpinia pulcherrima (L) Swartz. Bahan tanaman (bunga, batang, buah dan daun) Caesalpinia pulcherrima masing-masing dimaserasi dengan etanol 70% dan 96%, rendeman dengan jumlah yang besar dihasilkan maserasi menggunakan etanol 70%. Ekstrak etanol dari masing-masing bagian dilakukan uji aktivitas antimikroba terhadap dua bakteri gram positif (Streptococcus mutans dan Enterococcus faecalis ), Gram negatif anaerob (Porphyromonas gingivalis), dan fungi (Candida albicans). Ekstrak yang memberikan zona hambat terhadap keempat mikroba uji dan memiliki rendemen yang besar adalah ekstrak bagian bunga. Ektrak etanol bagian bunga diekstraksi secara bertingkat dengan menggunakan tiga macam pelarut (n-heksan, etil asetat, dan metanol) sehingga diperoleh tiga ekstrak. Uji aktivitas antimikroba 3 ekstrak ini dilakukan terhadap keempat mikroba uji dengan metode difusi agar. Ekstrak yang memberikan zona hambat, dilakukan uji aktivitas antimikroba kembali dengan metoda difusi agar pada konsentrasi 20.000 ppm ektrak dalam DMSO. Ekstrak yang memberikan zona hambat pada konsentrasi 20.000 ppm dilakukan uji konsentrasi hambat minimum (KHM) menggunakan metode dilusi dan kemudian difraksinasi menggunakan kromatografi kolom. Fraksi-fraksi yang memberikan penghambatan terhadap Porphyromanas gingivalis dan Streptococcus mutans adalah fraksi D, E, F, G, J, dan L. Fraksi E memberikan penghambatan paling tinggi terhadap kedua mikroba uji, terhadap P.gingivalis 5000 ppm dan terhadap S.mutans 1250 ppm. Fraksi E kemudian dilakukan isolasi dengan menggunakan kromatografi kolom, HPLC prep, kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP), dan direkristalisasi. Pemurnian dilakukan pada fraksi E2. Hasil pemurnian fraksi diperoleh isolat E2-16. Isolat yang diperoleh diidentifikasi menggunakan FTIR, spektrofotometri UV-Vis, Spektrofotometer 1HNMR, CNMR, HMBC, dan LCMS (Liquid Chromatography Mass Spektrofotometry). Hasil identifikasi struktur senyawa dari isolat adalah metil galat. Metil galat memberikan aktivitas antimikroba terhadap Porphyromanas gingivalis pada konsentrasi 625 ppm dan Streptococcus mutans pada konsengtrasi 312,5 ppm lebih aktif dari fraksinya.

Caesalpinia pulcherrima (L) Swartz. which belongs to the genus Caesalpinia is widely grown in Indonesia as ornamentals, while in Mexico this plant used to treat the dental and oral infection. This study aims to isolate and identify of antimicrobial active compounds against that cause dental and oral infection by in vitro from Caesalpinia pulcherrima (L) Swartz. Each plant material (flowers, stems, fruits, and leaves) were macerated by 70 % ethanol and 96% ethanol, a large amount of yield produced by maceration using 70% ethanol. Antimicrobial test of each ethanol extracts was performed on two gram-positive bacteria (Streptococcus mutans and Enterococcus faecalis), gram-negative anaerobic bacteria (Porphyromonas gingivalis), and fungi (Candida albicans). Extracts of flower that provide inhibit zone of the four test microbes and have a large yield. Extracts of a flower were extracted successively by using three kinds of solvent (n-hexane, ethyl acetate, dan methanol) to obtain three extracts. Antimicrobial tests of 3 extracts were performed on four test microbes. Extracts that provide inhibit zone, retard zone test conducted using 20.000 ppm extract in DMSO by the diffusion method. Extracts that gave the drag zone at 20.000 ppm concentration were tested for minimum inhibitory concentrations (MIC) using the dilution method and then fractioned using column chromatography. The fractions that gave inhibition on Porphyromanas gingivalis and Streptococcus mutans are D, E, F, G, J, and L. The fraction E that gave inhibition on Porphyromanas gingivalis at 5000 ppm and Streptococcus mutans at 1250 ppm and then isolated using chromatography columns, preparative HPLC, preparative thin layer chromatography (P-TLC), and recrystallization. Further purification and isolation were carried out at fraction E2. the purification result of the fraction was obtained compound E2-16. The isolates obtained were identified using FTIR, UV-Vis spectrophotometry, 1HNMR spectrophotometry, CNMR spectrophotometry, HMBC, and LCMS (Liquid Chromatography-Mass spectrophotometry). The result of the structure of the compound is methyl gallate. The MIC of Metil Galat against Porphyromanas gingivalis was 625 ppm and Streptococcus mutans at 312 ppm, more active than a fraction."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T52492
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Yuwono
"Ruang lingkup dan Cara penelitian: Resistensi obat pada Salmonella merupakan masalah kesehatan yang menarik dan perlu selalu dilakukan pemantauan mengenai pola resistensi Salmonella terhadap antibiotik yang digunakan pada masyarakat. Di berbagai negara telah banyak dilaporkan adanya resitensi obat terhadap Salmonella non typhi maupun Salmonella typhi. Resistensi tersebut sebagian disebabkan oleh adanya plasmid dengan BM 40,0kb-95,0kb, akibatnya terjadilah kuman Salmonella yang multiresisten obat. Penelitian ini merupakan suatu studi awal mengenai pola resistensi terhadap koleksi isolat Salmonella dari beberapa daerah: Jakarta, Tangerang dan Palembang selama th. 1994-1996. Diteliti sebanyak 86 isolat Salmonella yang merupakan koleksi dari Jakarta: Pel. Mas. Bag. Mikrobiologi FKUI dan NAMRU-2 Jakarta, dari Tangerang: RSUD Tangerang dan dari Palembang koleksi Puslit. Penyakit Menular Badan Litbang. Kesehatan. Telah dilakukan pemeriksaan sensitivitas obat dengan metode mikrodilusi terhadap antibiotik yang biasa digunakan yaitu: ampisilin dan kloramfenikol.
Untuk mengetahui apakah ada peranan plasmid sebagai penyebab terjadinya resistensi dan kemungkinan penyebarannya di alam, dilakukan isolasi plasmid dan uji konjugasi terhadap kuman Escherichia coli JM 109 (lac+, F-, Pen+) serta transformasi plasmid ke sel kompeten E. coli JM 109.
Hasil dan kesimpulan: Dengan uji mikrodilusi dari 86 isolat Salmonella ditemukan 11 (12,8%) isolat yang resisten, yaitu 11,5% terhadap ampisilin dan 10,0% terhadap kloramfenikol. Titer KHM/MIC terhadap ampisilin ditemukan titer terendah sebesar 3,12 μg/ml dan tertinggi 25,0 μg/ml, sedangkan terhadap kloramfenikol titer terendah 6,2 μg/ml dan tertinggi 50,0 μg/ml. Hasil identifikasi isolat menunjukkan bahwa 5 (5,6%) adalah S. typhi dan 6 (6,9%) S. non typhi. Pada S. typhi ditemukan 4 (5,7%) telah resisten terhadap ampisilin atau 3 (4,6%) terhadap kloramfenikol. Isolasi plasmid dari kuman yang resisten obat ditemukan 3(tiga) jenis plasmid, satu plasmid dengan BM 23,0kb dan dua plasmid kecil dengan BM 0,Skb-2,0kb. Hasil konjugasi kuman dengan E.coli JM 109 menunjukkan bahwa plasmid dengan BM 23,0kb dan 0,5-2,0kb dapat ditransfer ke kuman resipien, sehingga tidak dapat diketahui plasmid mana yang membawa gen resisten terhadap antibiotik.
Dengan transformasi dapat diketahui bahwa plasmid dengan BM 23,0 kb pada koloni Tf-6b merupakan plasmid yang membawa gen determinan r, antara lain terhadap kloramfenikol. Sedangkan plasmid 0,5-2,0 kb pada koloni transforman Tf-4k, Tf-6k dan Tf-7k merupakan plasmid yang membawa gen resisten bukan kloramfenikol. Plasmid 23,0 kb tidak dapat dipotong oleh ensim Hind III, sebaliknya plasmid 0,5-2,0 kb terpotong oleh ensin Hind III menjadi 2 pita.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui determinan r yang terdapat di dalam suatu DNA plasmid, penggunaan transformasi lebih spesifik dibanding cara konjugasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faozi Kurnia D
"Isolat bakteri SM 1_7 merupakan mikroorganisme yang diisolasi dari habitat mangrove dan memiliki kemampuan untuk memanfaatkan hidrokarbon sebagai sumber energi. Penelitian sebelumnya menguji kemampuan bakteri SM 1_7 pada konsentrasi hidrokarbon 1 . Potensi kemampuan biodegradasi isolat bakteri SM 1_7 perlu diuji kembali dengan meningkatkan konsentrasi senyawa hidrokarbon. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan biodegradasi isolat bakteri SM 1_7 pada konsentrasi minyak diesel 1,5 . Pengukuran pertumbuhan isolat bakteri SM 1_7 dilakukan menggunakan metode Total Plate Count TPC dan analisis degradasi senyawa hidrokarbon menggunakan metode GC/MS.
Hasil pengukuran pertumbuhan menunjukkan bahwa isolat SM 1_7 mengalami peningkatan jumlah koloni dari 9,38 x 105 CFU/mL pada jam ke-0 menjadi 9,28 x 108 CFU/mL setelah inkubasi 48 jam. Hasil analisis biodegradasi senyawa hidrokarbon menunjukkan bahwa isolat SM 1_7 mampu mendegradasi beberapa senyawa alkana dengan panjang rantai karbon C12--C23, yaitu Dodecane 49,997 , tridecane 49,603 , tetradecane 13,880 , pentadecane 34,323 , hexadecane 9,247 , heptadecane 33,683 , heneicosane 61,143 , tricosane 51,453 , dan senyawa asam lemak hexadecanoic acid 75,467 dan octadecanoic acid 82,630.
......Bacterial isolate SM 1 7 was isolated from mangrove habitat and has the capability to utilize hydrocarbons as a carbon source. Previous research examined the capability of bacterial isolate SM 1 7 to degrade 1 v v hydrocarbon. The biodegradation potential of hydrocarbons from bacterial isolate SM 1 7 needs to be re examined by increasing the concentration of hydrocarbon. The objective of this research is to analyze the hydrocarbon degrading capabilities of bacteria isolate SM 1 7 in 1,5 v v diesel oil. Growth measurement of SM 1 7 bacterial isolate was performed using Total Plate Count TPC method, and analysis of hydrocarbon degradation was carried out by GC MS.
The growth measurements show that the total number of bacteria increased from 9,38 x 105 CFU mL to 9,28 x 108 CFU mL after 48 hours incubation. Analysis of hydrocarbon compounds showed that bacteria isolate SM 1 7 is capable of degrading alkane hydrocarbon compounds with carbon chain length C12 C23, namely Dodecane 49,997 , tridecane 49,603 , tetradecane 13,880 , pentadecane 34,323 , hexadecane 9,247 , heptadecane 33,683 , heneicosane 61,143 , tricosane 51,453 , and fatty acid compounds hexadecanoic acid 75,467 and octadecanoic acid 82,63."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Annisa
"ABSTRACT
Pterois volitans, atau yang biasa disebut dengan lionfish, merupakan spesies ikan yang berasal dari perairan Indo-Pasifik namun menjadi invasif di peraian lain seperti Karibia dan Atlantis. Berbagai macam upaya pengurangan jumlah lionfish saat ini telah dilakukan dan salah satunya adalah dengan memanfaatkan racun yang ada pada durinya. Ekstraksi racun dari duri P. volitans dilakukan secara mekanik menggunakan sonikasi dan sentrifugasi kemudian isolasi protein dilakukan dengan menggunakan garam. Aktivitas koagulan dari ekstrak crude venom dan isolat protein racun lionfish dilakukan dengan menghitung prothrombin time dan activated partial thromboplastin time-nya yang menghasilkan bahwa crude venom dan isolat protein dari lionfish dapat mempercepat pembekuan darah prokoagulan masing-masing hingga 8,5 detik dan 6 detik. Identifikasi protein yang berperan pada aktivitas tersebut dimulai dengan pemisahan protein menggunakan SDS-PAGE, dimana diperoleh rentang berat molekul protein yang terkandung dalam crude venom dan isolat proteinnya masing- masing ialah 35,8 sampai 210 kD dan 6 sampai 210 kD. Kemudian analisis dengan menggunakan perangkat LC-MS/MS dilakukan. Analisis LC-MS/MS menunjukkan bahwa isolat protein dari racun lionfish mengandung senyawa Nomega-Nitro-L-arginine methyl ester L-NAME yang diketahui memiliki efek prokoagulan. Dari serangkaian pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa racun P volitans memiliki aktivitas prokoagulan dan salah satu senyawa yang bertanggung jawab atas hal tersebut ialah L-NAME.

ABSTRACT
Pterois volitans, or commonly referred to as lionfish, are fish species originating from Indo Pacific waters but are becoming invasive in other regions such as the Caribbean and Atlantis. Various efforts to reduce the number of lionfish has now been done and one of them is by exploiting the existing poison on the spine. The venom extraction of P. volitans spines is done mechanically using sonication and centrifugation and then protein isolation is carried out using salt. Coagulant activity from extract crude venom and lionfish venom protein isolate was done by counting PT prothrombin time and aPTT activated partial thromboplastin time which resulted that the crude venom and protein isolate of lionfish venom can accelerate blood clot procoagulant respectively up to 8.5 seconds and 6 seconds. Identification of proteins that play a role in the activity begins with the separation of proteins using SDS PAGE, which obtained the weight range of protein molecules stacked in the crude venom and protein isolate are 35.8 to 210 kD and 6 to 210 kD, respectively. Then the analysis using LC MS MS device is done. The LC MS MS analysis showed that the protein isolate of lionfish venom contains Nomega Nitro L arginine methyl ester L NAME compounds known to have procoagulant effects. From a series of tests mentioned, it can be concluded that P volitans venom have procoagulant activity and one of the compounds responsible for it is L NAME."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusdiana
"Latar Belakang: E.faecalis isolat klinis merupakan bakteri yang menyebabkan lesi periapeks persisten. Bioceramic dan Mineral Trioxide Aggregate merupakan siler yang mempunyai sifat anti bakteri.
Tujuan: Untuk menganalisis efek anti bakteri siler Bioceramic dan MTA terhadap E.faecalis isolat klinis pada waktu 2 menit segera , 4 jam initial setting , 1 dan 7 hari setelah pengadukan siler.
Metode: Efek anti bakteri siler Bioceramic dan MTA diperiksa dengan direct contact test. Masing-masing siler dikontakkan langsung dengan E.faecalis isolat klinis 2 menit, 4 jam, 1 dan 7 hari setelah pengadukan siler. Suspensi ini dioleskan pada medium agar dan diinkubasi 24 jam untuk melihat koloni bakteri yang tumbuh CFU/ml.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna antara siler Bioceramic dan MTA pada waktu 7 hari, antara siler Bioceramic pada waktu 2 dan 4 jam serta waktu 4 jam dan 7 hari setelah pengadukan siler.
Kesimpulan: siler Bioceramic dan MTA mempunyai efek anti bakteri yang baik terhadap E.faecalis pada saat segera, initial setting, dan 1 hari setelah pengadukan siler, pada waktu 7 hari setelah pengadukan, siler MTA yang paling baik. Siler MTA mempunyai efek anti bakteri yang konstan sampai 7 hari Keywords : Entereococcus faecalis isolat klinis, Siler Bioceramic dan Mineral Trioxide Aggregate MTA
......Background: E.faecalis isolate clinic is a kind of bacteria that cause persistent periapical lesion. Bioceramic and Mineral Trioxide Aggregate are sealers that having antibacterial properties.
Aim: To analyze antibacterial effect of Bioceramic and MTA sealers against E.faecalis isolate clinic at 2 minutes fresh , 4 hours initial setting , 1 day and 7 day after mixed the sealers.
Methods: Antibacterial effect of Bioceramic and MTA sealers was assessed by direct test contact. Each sealer was contacted with E.faecalis isolate clinic at 2 minutes, 4 hours, 1 day and 7 days after mixed the sealers. This suspension was swab in agar medium and incubated for 24 hours. The colony in agar plates is counted with colony forming unit CFU .
Result: The significant differences was shown by Bioceramic and MTA at 7 days, between Bioceramic at 2 minutes fresh and 4 hours initial setting also at 4 hours initial setting and 7 days after mixed the sealer.
Conclusion: Both of Bioceramic and MTA sealers have a good antibacterial effect at fresh, initial setting and 1 hour after mixed the sealer but at 7 days, MTA was the greater. MTA sealer has a constant antibacterial effect until 7 days. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"The purpose of the research is to identify the potential of the local chitinolitic bacteria as biocontrol of Aedes aegypti L.
This research has been conducted in the Microbiology Laboratory of Mathematics and Science Faculty, University of
Syiah Kuala. The chitinolitic bacteria were isolated from water that taking in some area in Banda Aceh and Greater
Aceh. The method used was an experimental method using completely randomize factorial designed (CRFD) with two
factorial and consists of 6 isolates of chitinolitic bacteria and 4 concentrations of bacteria (0.0 mL, 0.5 mL, 1.0 mL dan
1.5 mL). The results show that the isolates bacteria do not have any effect on the Aedes aegypti L. Larvae death in the
transformation from larvae to pupa until the seventh observation day. The concentration of the bacteria influences the
Aedes aegypti L. larvae death during the transformation larvae to pupa.
Potensi Bakteri Kitinolitik Isolat Lokal sebagai Larvasida Aedes aegypti L. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui potensi dari bakteri kitinolitik isolat lokal sebagai biokontrol Aedes aegypti L. Penelitian ini telah dilakukan
di laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala. Bakteri
kitinolitik diisolasi dari perairan di daerah Banda Aceh dan Aceh Besar. Metode yang digunakan adalah metode
eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap dengan 2 faktor, yang terdiri dari 6 isolat bakteri kitinolitik dan 4
konsentrasi dari bakteri (0,0 mL, 0,5 mL, 1,0 mL dan 1,5 mL). Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat bakteri tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kematian larva Aedes aegypti L. maupun perubahan bentuk dari larva
menjadi pupa selama tujuh hari pengamatan. Konsentrasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kematian larva
Aedes aegypti L. maupun perubahan bentuk dari larva menjadi pupa."
Syiah Kuala University. Faculty of Mathematics and Natural Sciences, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lenni Fitri
"The purpose of the research is to identify the potential of the local chitinolitic bacteria as biocontrol of Aedes aegypti L.
This research has been conducted in the Microbiology Laboratory of Mathematics and Science Faculty, University of
Syiah Kuala. The chitinolitic bacteria were isolated from water that taking in some area in Banda Aceh and Greater
Aceh. The method used was an experimental method using completely randomize factorial designed (CRFD) with two
factorial and consists of 6 isolates of chitinolitic bacteria and 4 concentrations of bacteria (0.0 mL, 0.5 mL, 1.0 mL dan
1.5 mL). The results show that the isolates bacteria do not have any effect on the Aedes aegypti L. Larvae death in the
transformation from larvae to pupa until the seventh observation day. The concentration of the bacteria influences the
Aedes aegypti L. larvae death during the transformation larvae to pupa."
2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fadel Muhammad Riziq
"Metode biodelignifikasi dengan WRF (White Rot Fungi) saat ini menjadi pilihan yang menjanjikan dalam pengolahan limbah lignoselulosa menjadi bahan baku dalam industri obat maupun kertas. Karena pretreatment pada limbah lignoselulosa yang dilakukan melalui proses kimiawi dinilai tidak ramah terhadap lingkungan, maka diperlukan pretreatment biologis dengan organisme atau enzim yang lebih strabil pada lingkungan industri yang bervariasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jamur termofilik dengan aktivitas ligninolitik dan mampu menghasilkan enzim ligninolitik (MnP) pada kondisi tersebut. Jamur diisolasi dari kayu yang telah lapuk yang didapatkan dari Sumber Air Panas Guci, Kabupaten Tegal. Jamur ditumbuhkan pada media PDB dan Kirk dengan serbuk daun nanas sebagai substrat, lalu aktivitas enzim MnP dilakukan secara spektrofotometri UV/Vis dengan Mn2+ sebagai substrat pada panjang gelombang 270 nm. Larutan fraksi enzim MnP didapatkan dari fraksinasi enzim, dengan teknik filtrasi, presipitasi ammonium sulfat pada tingkat saturasi 80% dan dialisis dengan MW cut-off 8000-14000 Da. Kemudian Jamur diuji pada beberapa kondisi suhu inkubasi dan beberapa pH berbeda kemudian diukur aktivitas MnP dengan metode yang sama.
Hasil didapatkan suhu optimum untuk inkubasi adalah 50°C dan pH optimum aktivitas MnP pada pH 6,0-7,0. Penentuan kinetika enzim dilakukan dengan plot Lineweaver-Burk persamaan Michaelis-Menten. Didapatkan hasil kinetika enzim dengan Km 0,473 mM dan Vmax 5,257 mM/min.
......The biodelignification method with WRF (White Rot Fungi) is currently a promising option in the treatment of lignocellulosic waste into raw materials in the drug and paper industries. Because the pretreatment of lignocellulosic waste through a chemical process is considered dangerous to the environment, accordingly biological pretreatment with more stable organisms or enzymes in various industrial environments is required.
This study aims to obtain thermophilic fungi with ligninolytic activity and capable of producing ligninolytic enzymes (MnP) under these conditions. The fungus was isolated from rotting wood obtained from Guci Hot Springs, Tegal Regency. The fungus were grown on PDB and Kirk media with pineapple leaf powder as a substrate, then the MnP enzyme activity was carried out by UV/Vis spectrophotometry with Mn2+ as a substrate at a wavelength of 270 nm. MnP enzyme fraction solution was obtained from enzyme fractionation, with filtration technique, ammonium sulfate precipitation at 80% saturation level and dialysis with MW cut-off of 8000-14000 Da. Then the fungus was tested at several incubation temperature conditions and several different pH values and then measured the MnP activity with the same method.
The results obtained that the optimum temperature for incubation was 50°C and the optimum pH for MnP activity was at pH 6.0-7.0. Determination of enzyme kinetics was carried out using the Lineweaver-Burk plot of the Michaelis-Menten equation. The results of the enzyme kinetics were 0.473 mM and Vmax 5.257 mM/min."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathaniel Melvin
"Latar belakang: Temulawak yang mengandung xanthorrhizol diketahui memiliki efek antijamur. Xanthorrhizol dilaporkan mampu mengeradikasi biofilm Candida albicans.
Tujuan: Menganalisis korelasi antara efek hambat ekstrak etanol temulawak EET dengan perkembangan biofilm C. albicans isolat klinis pada berbagai fase, serta mengamati gambaran mikroskopis biofilm C. albicans.
Metode: Uji MTT digunakan untuk menguji viabilitas C. albicans pada biofilm dan dikonversikan persen hambat ekstrak etanol temulawak KHBM50 . Efek EET terhadap gambaran mikroskopis setiap fase perkembangan biofilm C. albicans diamati dengan Scanning Electron Microscopy.
Hasil: Nilai Konsentrasi Hambat Biofilm Minimal KHBM50 EET terhadap biofilm C. albicans isolat klinis pada fase awal, menengah, dan maturasi secara berturut-turut adalah 20 , 30 , dan 35 . Gambaran mikroskopis pada setiap fase perkembangan biofilm C. albicans terlihat penurunan jumlah sel dan densitas C. albicans, serta terhambatnya pembentukan filamen dibandingkan dengan kelompok tanpa perlakuan.
Kesimpulan: EET mampu menghambat perkembangan fase awal, menengah, dan maturasi biofilm C. albicans isolat klinis. Semakin matur fase perkembangan biofilm, C. albicans akan semakin resisten terhadap ekstrak temulawak. Paparan ekstrak temulawak memengaruhi kemampuan C. albicans isolat klinis dalam membentuk filamen serta menurunkan jumlah sel dan densitas biofilm.
......
Background: Javanese turmeric which contains xanthorrhizol is known to have antifungal effect. Xanthorrhizol is reported to be able to eradicate Candida albicans' biofilm formation.
Objective: Analyze the correlation between inhibition concentration of Javanese turmeric ethanol extract JTEE and each development phase of C. albicans' biofilm, and observing microscopic appearance of each phase of C. albicans biofilm.
Method: MTT assay was used to test the viability of C. albicans towards biofilm and converted to Minimum Biofilm Inhibitory Concentration MBIC50 . JTEE' s effect on each phase of microscopic appearance of C. albicans' biofilm is observed by Scanning Electron Microscopy.
Result: MBIC50 of JTEE towards development of clinical isolate of C. albicans' biofilm in the early adhesion and proliferation , intermediate, and maturation phase as follows 20, 30, and 35 respectively. The microscopic appearance on each phase of C. albicans' biofilm development shows decrease in cell number and density, as well as inhibiton of filament formation compared with control group.
Conclusion: JTEE can inhibit the development phases of C. albicans' biofilm. The potency of JTEE to inhibit development of C. albicans' biofilm was decreased along with the maturation of biofilm. The JTEE' s exposure leads to changes of microscopic appearance of C. albicans' biofilm development. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>