Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indrati Suroyo
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhira Haifa
Abstrak :
Latar belakang: Murine double minute 2 MDM2 merupakan regulator negatif p53. Gen ini memiliki peran penting dalam meregulasi tingkat dan aktivitas p53, yang merupakan tumor supresor. Polimorfisme gen MDM2 SNP309 dengan perubahan basa T menjadi G dilaporkan meningkatkan suseptibilitas kanker kepala leher KKL. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melihat pola distribusi polimorfisme gen MDM2 SNP309 pada penderita KKL dan individu sehat di populasi Indonesia. Metode: Teknik PCR-RFLP dilakukan untuk mengidentifikasi polimorfisme gen MDM2 SNP309 pada 50 sampel penderita KKL dan 50 individu sehat. Dilakukan analisis statistik dengan uji Fisher exact untuk melihat perbedaan distribusi polimorfisme gen MDM2 SNP309 pada kedua kelompok. Hasil: Penelitian ini menunjukkan persentase genotip polimorfisme sebesar 70 pada sampel KKL dan 80 pada sampel kontrol. Kesimpulan: Polimorfisme gen MDM2 SNP309 ditemukan pada kedua kelompok, namun tidak terdapat perbedaan bermakna distribusi polimorfisme gen MDM2 SNP309 pada penderita KKL dan individu sehat p = 0,356.
Background: Murine double minute 2 MDM2 is negative regulator of p53. This gene plays a critical role by down regulating tumor suppressor p53 level and activity. Polymorphism of MDM2 SNP309 with T to G change has been reported to increase the susceptibility of head and neck cancer HNC. Aim: This study aimed to find relationship and distribution of MDM2 SNP309 genetic polymorphism in HNC patients and controls in Indonesian population. Method: PCR RFLP technique is used to identify the polymorphism in 50 HNC patients and 50 healthy individuals. A statistical analysis with Fisher exact test is used to see the difference of genetic polymorphism of MDM2 SNP309 distribution in both groups. Result: This research showed the percentage of polymorphism genotype is 70 in head and neck cancer samples and 80 in healthy individual samples. Conclusion: This study found MDM2 SNP309 genetic polymorphism in both groups, but there is no significant distribution difference between head and neck cancer patients and healthy individuals p 0,356.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andry Kelvianto
Abstrak :
Kuantitas dan kualitas asupan protein belum sepenuhnya diketahui perannya terhadap kualitas hidup. Prognostic Nutritional Index (PNI) juga belum diketahui dapat mencerminkan kualitas hidup dan apakah bisa ditingkatkan dengan asupan protein. Penelitian dengan desain potong lintang ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara asupan protein dengan PNI dan kualitas hidup serta korelasi PNI dengan kualitas hidup pada pasien kanker kepala leher dengan radioterapi di Departemen Radioterapi Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Sebanyak 61 subjek didapatkan dari consecutive sampling. Rerata usia subjek adalah 46,3 ± 12,4 dan 65,6% subjek berada pada kanker stadium IV dan mendapatkan terapi kemoradiasi. Sebanyak 32,8% subjek yang memiliki status gizi kurang. Median asupan protein adalah 1,42 (0,26-4,11) g/kg/hari. Nilai PNI pada subjek penelitian memiliki median 45,9 (29,4-54,2). Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi bermakna antara kuantitas asupan protein berdasarkan Food Frequency Questionnaire (FFQ) semikuantitatif dan beberapa aspek gejala pada kualitas hidup yaitu pada aspek pain (head and neck) (r=-0,32; p=0,01), swallowing (r=-0,37;p=0,004), social eating (r=-0,29; p=0,02), dry mouth (r=-0,41; p=0,001), sticky saliva (r=-0,32; p=0,01), fatigue (r=-0,28; p=0,03), nausea and vomiting (r=-0,26; p=0,04) dan appetite loss (r=-0,3; p=0,01). Kualitas asupan protein tidak berkorelasi bermakna dengan kualitas hidup. PNI berkorelasi bermakna terhadap 1 aspek fungsional yaitu physical function (r=0,378; p=0,003) dan 2 aspek gejala yaitu opening mouth (r=-0,325; p=0,01) dan dyspnea (r=-0,257; p=0,045). Meskipun tidak signifikan secara statistik, namun PNI memiliki arah korelasi yang positif terhadap aspek fungsional lainnya dan memiliki arah korelasi negatif terhadap aspek gejala lainnya yang berarti semakin tinggi PNI maka aspek fungsional semakin baik dan gejala semakin ringan. Studi ini tidak menemukan adanya korelasi bermakna antara asupan protein, baik kualitas maupun kuantitasnya, terhadap PNI. Hasil ini diduga berkaitan dengan penemuan bahwa sebagian besar penderita masih memiliki pola asupan yang mampu mencukupi kebutuhan kalori dan protein harian. Diperlukan studi prospektif yang menelusuri aspek prognostik kanker kepala leher dari segi kualitas hidup untuk mengetahui apakah PNI dapat memprediksi aspek kualitas hidup dengan lebih rinci. ......Quality and quantity of protein intake has not been well understood that it can affect quality of life. Moreover, Prognostic Nutritional Index (PNI) also has not been well studied upon its usage to reflect quality of life of head and neck cancer patients undergoing radiotherapy. This cross sectional study was aimed to determine the correlation between protein intake and PNI and also the correlation between PNI and quality of life in head and neck cancer patients undergoing radiotherapy at Radiotherapy Department, dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta. Total of 61 subjects were recruited with consecutive sampling method with mean age of 46,3 ± 12,4 years old and 65,6% subjects were on stage IV cancer and were getting a combination of chemo and radiotherapy. Only 32,8% subjects were on low nutritional status. Median of total protein intake was 1,42 (0,26-4,11) g/kg/day. Median of PNI was 45,9 (29,4-54,2) among subjects. The result of the study showed a significant correlations between quanitity of protein intake based on semiquantitative Food Frequency Questionnaire (FFQ) with several aspects of quality of life, that were pain (head and neck) (r=-0,32; p=0,01), swallowing (r=-0,37; p=0,004), social eating (r=-0,29; p=0,02), dry mouth (r=-0,41; p=0,001), sticky saliva (r=-0,32; p=0,01), fatigue (r=-0,28; p=0,03), nausea and vomiting (r=-0,26; p=0,04) dan appetite loss (r=-0,3; p=0,01). This aspects were all symptomatics. PNI was significantly correlated with 1 functional aspect, which was Physical function (r=0.378; p=0,003) and 2 symptomp aspects, which were opening mouth (r=-0,325; p=0,01) dan dyspnea (r=-0,257; p=0,045). Although not statistically significant, but there were positive direction of correlation with other functional aspects and negative direction of correlation with other symptomps aspects. This implicates that the higher the PNI, the lower the symptoms and the better the functional status of head and neck cancer patients undergoing radiotherapy. This study did not show a significant correlation between quality and quantity of protein intake with PNI. An adequate intake of calorie and protein in most subjects were found in this study which might explain the result. More studies, preferably prospective one, may be needed to show the usage of PNI to reflect quality of life, especially involving quality of life progresivity.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58573
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ester Candrawati Musa
Abstrak :
Kadar CRP serum dapat digunakan sebagai prediktor penurunan berat badan dan indikator prognostik inflamasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi kadar CRP serum dengan penurunan berat badan dan mukositis oral pada pasien kanker kepala leher yang menjalani radioterapi. Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain potong lintang pada pasien kanker kepala leher yang telah menjalani terapi radiasi minimal 25 kali di Departeman Radioterapi RSUPNCM Jakarta dengan usia ge;18 ndash;65 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subyek 71,2 memiliki kadar CRP serum normal, mengalami penurunan berat badan ge;5 dalam waktu sebulan 76,9 dengan rerata penurunan berat badan -9,42 7,76 , dan juga mengalami mukositis oral 65,4 dengan persentase terbanyak yaitu derajat 1 59,6 . Tidak terdapat mukositis oral derajat 3 dan 4. Tidak terdapat korelasi antara kadar CRP serum dengan penurunan berat r=0,166; p=0,239 , dan mukositis oral r=0,137; p=0,331 . Kesimpulan adalah kadar CRP serum saat radioterapi tidak memengaruhi penurunan berat badan dan mukositis oral. Sebagian besar subyek tetap mengalami penurunan berat badan selama menjalani radioterapi sehingga pemasangan NGT yang lebih awal yaitu sebelum terapi radiasi dimulai NGT profilaksis perlu dilakukan, namun hal ini membutuhkan penelitian lebih lanjut. ......Serum CRP levels can be used as a predictor of weight loss and prognostic indicator of inflammation. This study was conducted to determine the correlation of serum CRP levels with weight loss and oral mucositis in patients with head and neck cancer undergoing radiotherapy. This study was an observational study in the head and neck cancer patients who have undergone radiation therapy at least 25 times at the Department of Radiotherapy RSUPNCM Jakarta with aged ge 18 ndash 65 years old. Our study results showed that most of the subjects 71,2 had normal serum CRP levels, weight loss of ge 5 in one month 76,9 , and also experienced oral mucositis 65,4 . Mostly had grade 1 oral mucositis 59,6 . There were no grade 3 and 4 oral mucositis.There were no correlation between serum CRP levels with weight loss r 0,166 p 0,239 , and oral mucositis r 0,137 p 0.331 . In conclusion, serum CRP levels did not influence weight loss and oral mucositis in patients with head and neck cancer undergoing radiotherapy. Most of the subjects still experienced weight loss during radiotherapy. Therefore, NGT prophylaxis is needed, but this requires further study.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsella Dervina Amisi
Abstrak :
Albumin serum, berat badan dan kekuatan genggaman merupakan parameter penilaian status gizi yang berhubungan dengan kadar protein tubuh. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara kadar albumin serum terhadap persentase penurunan berat badan dan kekuatan genggaman. Penelitian dengan desain potong lintang pada pasien kanker kepala leher dengan usia ≥18–65 tahun yang telah menjalani radiasi ≥25 kali di Departemen Radioterapi RSUPNCM. Hasil penelitian menunjukkan sekitar 55,76% subjek memiliki kadar albumin <3,4 g/dL. Rerata penurunan berat badan selama radiasi – 9,42 ± 7,76%, dengan 79,6% subyek mengalami penurunan berat badan ≥5%. Rerata kekuatan genggaman tangan dominan 39,48 ± 9,15 kg. Tidak terdapat korelasi antara kadar albumin serum dengan persentase penurunan berat badan (r = - 0,129; p = 0,364) dan kekuatan genggaman tangan (r = 0,048; p = 0,733). Kesimpulan, kadar albumin serum tidak memengaruhi penurunan berat badan dan kekuatan genggaman selama radiasi. Sangat penting untuk mempertahankan status gizi selama menjalani radioterapi salah satunya dengan pemakaian NGT di awal radiasi. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan desain kohort prospektif untuk mendapatkan data yang lebih konklusif. ......Serum albumin, body weight and hand grip strength is a parameter of assessment of nutritional status related to body protein. This study was conducted to determine the correlation between serum albumin levels with the percentage of weight loss and hand grip strength. A cross sectional study design in the head neck cancer patients with ge 18 65 years of age who have undergone radiation at least 25 times in the Department of Radiotherapy RSUPNCM. The results showed approximately 55,76 of the subjects had levels of albumin below 3,4 g dL. Mean weight loss during radiation ndash 9,42 7,76 , with 79,6 of subjects experienced weight loss ge 5 . Mean dominant hand grip strength 39,48 9,15 kg. There is no correlation between serum albumin levels with percentage of body weight loss r 0,129 p 0,364 and hand grip strength r 0,048 p 0,733 . Conclussion, serum albumin levels did not affect body weight loss and handgrip strength during radiation. It is essential for head and neck cancer patients undergoing radiotherapy to maintain nutritional status with NGT in the initial radiation. Further research with prospective cohort design is needed to obtain more conclusive data. Keywords Serum albumin, weight loss percentage, handgrip strength, head and neck cancer, radiotherapy
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55687
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kathrine Benapia Natandi
Abstrak :
Kanker Kepala Leher KKL berkaitan dengan faktor risiko antara lain merokok, alkohol, virus, dan faktor genetik. Dalam patogenesisnya, salah satu gen yang berperan dalam pembentukkan sel kanker adalah CYP1A1 Cytochrome P450, family 1, subfamily A, polypeptide 1 . Gen tersebut mengkode enzim yang berperan dalam mengaktivasi atau mendetoksifikasi elemen karsinogen pada tembakau. Tujuan: Melihat pola distribusi polimorfisme gen CYP1A1 antara penderita KKL dan individu sehat pada populasi Indonesia. Metode: PCR-RFLP dengan digesti menggunakan enzim restriksi MspINuntuk mendeteksi polimorfisme gen CYP1A1 pada penderita KKL dan individu sehat. Hasil: Frekuensi dari genotip polimorfik tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara penderita KKL dan individu sehat. Kesimpulan: Tidak ada perbedaan bermakna pada distribusi polimorfisme gen CYP1A1 6235 T/C antara penderita KKL dan individu sehat.
Background: Head and neck cancer HNC is related to several risk factor such as smoking, alcohol, virus, and other genetic factor. In the pathogenesis, one of the genes that play a role in the formation of cancer cells is CYP1A1 gene Cytochrome P450, family 1, subfamily A, polypeptide 1. It codes for enzymes that have an important role in activating or detoxifying carcinogenic elements in tobacco. Aim: Identify the distribution of CYP1A1 gene polymorphism between HNC patients and healthy controls of Indonesian population. Method: PCR RFLP with MspI enzyme was used for genotyping SNP of the CYP1A1 rs4646903 in HNC patients and healthy controls. Result: The frequencies of the polymorphic genotypes did not show significant differences between HNC patients and healthy controls. Conclusion: There is no significant association of CYP1A1 gene polymorphisms 6236 T C between patients with HNC and healthy controls.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marvin Marino
Abstrak :
Latar Belakang: Pengobatan Kanker kepala leher (KKL) melalui terapi radiasi maupun kemoradiasi sering menimbulkan efek samping. Efek samping terapi radiasi pasien KKL menyebabkan gangguan asupan yang meningkatkan kejadian malnutrisi. Ketersediaan jalur nutrisi enteral merupakan salah satu tata laksana nutrisi yang dapat diberikan untuk mencegah penurunan asupan dan status gizi pasien KKL. Penelitian ini bertujuan melihat korelasi antara ketersediaan jalur nutrisi enteral dengan pemenuhan nutrisi dan status gizi. Metode: Studi potong lintang dilakukan pada subjek dewasa dengan KKL pasca terapi radiasi di poliklinik radioterapi RSCM. Pemenuhan nutrisi dinilai dengan FFQ semi kuantitatif sedangkan status gizi diukur dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT). Ketersediaan jalur nutrisi enteral didapatkan melalui wawancara dan rekam medis pasien. Hasil: Sebanyak 41 subjek penelitian dengan rerata usia 51 tahun ikut serta dalam penelitian. Sebagian besar subjek adalah laki-laki, diagnosis kanker nasofaring, stadium IV, dan jalur nutrisi oral. Rerata IMT subjek 20,5 ± 3,6 kg/m2 dan rerata asupan subjek 1336,7 ± 405,5 kkal/hari. Rerata IMT subjek dengan jalur nutrisi enteral lebih rendah dibandingkan dengan jalur nutrisi oral yaitu 18,2 ± 2,6 kg/m2 dibanding 21,2 ± 3,5 kg/m2. Rerata total asupan energi subjek dengan jalur nutrisi enteral lebih tinggi dibandingkan dengan jalur nutrisi oral yaitu 1498,1 ± 430,6 kkal/hari dibanding 1291,4 ± 393,3 kkal/hari. Terdapat korelasi nagatif sedang antara ketersediaan jalur nutrisi enteral dengan status gizi (r=-0,346, p=0,027) dan korelasi positif lemah dengan pemenuhan nutrisi (r=0,216, p=0,174). Meskipun demikian pada penelitian ini ditemukan bahwa proporsi subjek yang mendapat jalur nutrisi enteral dan mengalami penurunan IMT lebih sedikit dibandingkan dengan proporsi subjek yang menggunakan jalur oral, yaitu 22,2% dengan 43,8%. Kesimpulan: Terdapat korelasi negatif sedang yang signifikan antara ketersediaan jalur nutrisi enteral dengan status gizi dan korelasi positif lemah dengan pemenuhan nutrisi yang masih dipengaruhi oleh faktor perancu penelitian. ......Background: Treatment of head and neck cancer (HNC) through radiation therapy or chemoradiation often lead to side effects. The side effect of radiation therapy in HNC patients might deteriorate food intake that increase the incidence of malnutrition. The availability of enteral nutrition is one of nutritional interventions that can be provided to prevent detrimental of food intake and nutritional status in HNC patients. This study aims to evaluate the correlation between the availability of enteral nutrition with nutritional fulfillment and nutritional status. Method: A cross sectional study was conducted on adult HNC patients after radiation therapy at Radiotherapy Outpatient Clinic of Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. Nutritional fulfillment was assessed by semi-quantitative food frequency questionnaire (FFQ) while nutritional status was measured by calculating body mass index (BMI). The availability of enteral route was obtained through interviews and patients medical records. Results: A total of 41 subjects with a mean age of 51 years participated in the study. Most of the subjects were male, with stage IV nasopharyngeal cancer and oral nutrition route. The mean of BMI was 20,5 ± 3,6 kg/m2 and the mean food intake was 1336,7 ± 405,5 kcal/day. The mean BMI of subjects with enteral nutrition was lower than those on oral nutrition, which was 18,2 ± 2,6 kg/m2 compared to 21,2 ± 3,5 kg/m2. The mean total energy intake of subjects with enteral nutrition route was higher than oral nutrition route, which was 1498,1 ± 430,6 kcal/day compared to 1291,4 ± 393,3 kcal/day. There was a moderate negative correlation between the availability of enteral nutrition and nutritional status (r=-0,346, p=0,027), meanwhile there was a weak positive correlation with nutritional fulfillment (r=0,216, p=0,174). However, in this study we found that the proportion of subjects with enteral nutrition who experienced a decrease of BMI was less than the proportion of subjects on the oral route, which was 22,2% compared to 43,8%, respectively. Conclusion: There is a moderate negative correlation between the availability of enteral nutrition which was statistically significant with nutritional status and a weak correlation with nutritional fulfillment which was still influenced by confounding factors.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fannie Fauzarianda
Abstrak :
Latar Belakang: Penurunan massa bebas lemak dan status fungsional akan mempengaruhi prognosis pada pasien kanker kepala leher. Pembentukan massa bebas lemak dipengaruhi berbagai hal termasuk nutrisi. Salah satu zat gizi yang berperan dalam adalah asam amino rantai cabang. Karnofsky Performance Scales (KPS) adalah salah satu parameter status fungsional yang dinilai secara rutin untuk pasien kanker Penelitian ini bertujuan untuk melihat korelasi antara asupan asam amino rantai cabang dengan massa bebas lemak dan status fungsional pada pasien kanker kepala dan leher. Metode: Studi potong lintang ini dilakukan pada subjek dewasa dengan kanker kepala leher secara consecutive sampling method di poliklinik radioterapi RSCM. Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data karakteristik dasar, data asupan zat gizi dan penilaian status fungsional. Pengukuran komposisi tubuh massa bebas lemak dengan alat bioimpedance analysis single Frequency. Pengukuran status fungsional dengan KPS. Hasil: Sebanyak 77 subjek penelitian dengan rerata usia 52 tahun, dengan sebagian besar berjenis kelamin laki-laki, 61 % berpendidikan menengah dan sebagian besar bekerja. Lokasi kanker terbanyak pada nasofaring dengan jenis karsinoma sel skuamosa dan stadium IV. Rerata subjek memiliki status gizi normal. Penilaian 3 x24-h Food Recall didapatkan dengan rerata asupan energi 27,44 kkal/kgBB dan protein 1,33 g/kgBB. Penilaian rerata asupan AARC dengan FFQ semi kuantitatif pada subjek penelitian didapatkan sebesar 10,99 gram. Pada penelitian ini didapatkan rerata nilai massa bebas lemak 42,10 kg dengan sebanyak 46 % subjek penelitian laki- laki memiliki index massa bebas lemak < 17 kg/m2 sedangkan pada subjek penelitian wanita terdapat 16 % dengan index massa bebas lemak <15 kg/m2 Status fungsional dengan menggunakan KPS subjek penelitian dengan median 90 dengan nilai minimum 40. Sekitar 11,6% subjek penelitian yang memiliki nilai KPS kurang dari sama dengan 70. Terdapat korelasi lemah antara asupan asam amino rantai cabang dengan massa bebas lemak (r=0,238, p=0,037).Tidak terdapat korelasi antara asupan AARC dengan status fungsional (r=0.147; p>0.05) Kesimpulan: Terdapat korelasi bermakna yang lemah antara asupan AARC dengan massa bebas lemak dan tidak terdapat korelasi antara asupan AARC dengan status fungsional pada subjek kanker kepala leher ......Background: Decreased fat-free mass and functional status will affect the prognosis in head and neck cancer patients. The formation of fat-free mass is influenced by various things including nutrition. One of the nutrients that play a role in is branched chain amino acids. Karnofsky Performance Scales (KPS) is a functional status parameter that is routinely assessed for cancer patients. Methods: This cross-sectional study was conducted on adult subjects with head and neck cancer by consecutive sampling method at the radiotherapy polyclinic RSCM. Interviews were conducted to collect data on basic characteristics, data on nutrient intake and assessment of functional status. Measurement of body composition fat-free mass using a single Frequency bioimpedance analysis tool. Functional status measurement using the KPS. Results: A total of 77 study subjects with an average age of 52 years, with most of them being male, 61% having secondary education and most of them working. Most cancer locations in the nasopharynx with the type of squamous cell carcinoma and stage IV. On average, the subjects had normal nutritional status. The 3 x24-h Food Recall assessment was obtained with an average energy intake of 27.44 kcal/kgBW and protein 1.33 g/kgBW. The assessment of the average BCAA intake with semi-quantitative FFQ on research subjects was 10.99 grams. In this study, the average fat-free mass value was 42.10 kg with as many as 46% of male research subjects having a fat-free mass index <17 kg/m2 while in female research subjects there were 16% with a fat-free mass index <15 kg/m2. Functional status using KPS of research subjects with a median of 90 with a minimum value of 40. Approximately 11.6% of study subjects had a KPS value of less than 70. There was a weak correlation between intake of branched-chain amino acids and fat-free mass (r=0.238, p=0.037. There was no correlation between BCAA intake and functional status (r=0.147; p>0.05) Conclusion: There is a weak significant correlation between BCAA intake and fat-free mass and there is no correlation between BCAA intake and functional status in head and neck cancer subjects
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luana Lidwina
Abstrak :
Latar belakang: Pasien kanker kepala leher (KKL) yang mendapatkan kemoradiasi berisiko mengalami malnutrisi dan meningkat hingga 88 % saat akhir kemoradiasi. Efek samping kemoradiasi berupa xerostomia, mukositis, mual atau muntah menambah penurunan status nutrisi dan kapasitas fungsional. Monitoring status nutrisi melalui penilaian berat badan (BB) dan kekuatan genggam tangan (KGT) sebagai cara sederhana dan minimal invasif dibandingkan alat pemeriksaan lain seperti pengukur komposisi tubuh dan Dual Energy X-Ray Absorptiometry (DEXA). Belum diketahui frekuensi kunjungan optimal ke poli gizi selama menjalani kemoradiasi. Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang, dilakukan di Radioterapi RSCM (IPTOR RSUPNCM).Penelitian ini bertujuan melihat korelasi frekuensi kunjungan pasien KKL yang menjalani kemoradiasi terhadap BB dan KGT, dengan kriteria inklusi adalah pasien KKL dewasa, usia 19 hingga 59 tahun, yang menjalani kemoradiasi pada 10 fraksi terakhir, dan bersedia masuk dalam penelitian. Pengukuran BB menggunakan timbangan merk Omron® Karada-HBF-375, kekuatan genggam tangan menggunakan Jamar® handgrip pada tangan kanan dominan subjek. Hasil: Rerata BB 55,65±12,34 kg, rerata KGT 29,24±10,74 kg, dan rerata frekuensi 1 kali. Rerata asupan energi 1225,96±501,22 kkal, protein median 41 g, rerata lemak 33,5±18,8g dan KH 182,2±78,3g. Korelasi antara frekuensi kunjungan terhadap BB (r= 0,61, p= 0,66) dan KGT (r=0,06, p= 0,64). Kesimpulan: Tidak terdapat korelasi antara frekuensi kunjungan terhadap BB dan KGT. ......Background: Head and neck cancer patients who get chemoradiated are at risk of malnutrition and an increase in malnutrition of up to 88% at the end of chemoradiation. Side effects of chemoradiation in the form of xerostomia, mucositis, nausea or vomiting add to the decrease : Luana Lidwina in nutritional status and functional capacity. Monitoring nutritional status, one of which is carried out by assessing body weight (BW) and hand-holding strength (HGS). BW and HGS assessments are a simple and minimally invasive way for people with head and neck cancer (HNC) compared to other examination tools such as body composition measuring devices, Dual Energy X-Ray Absorptiometry (DEXA), and require high costs. It is not yet known the frequency of optimal visits of HNC patients to the nutrition poly during the moradiation period. Methods: This study used the cross section method, conducted in RSCM Radiotherapy (IPTOR RSUPNCM). This study aims to see a correlation between the frequency of visits by HNC patients undergoing morbidity to BW and HGS. Subjects included as inclusion criteria were adult HNC patients, ages 19 to 59, who underwent chemoradiation in the last 10 fractions, and were willing to enter the study to be taken. BW measurements using omron® Karada- HBF-375 brand scales, hand grip strength using Jamar® handgrip on the dominant right hand of the subject. Result: The weight of the subjects had an average of 55.6 5±12.34 kg, HGS had an average of 29.24±10.74 kg, and an average frequency of 1 time. Average energy intake 1225.96±501.22 kcal, median protein 41 g, average fat 33.5±18.8g and KH 182.2±78.3g. Correlation between the frequency of visits to BW (r= 0.61, p= 0.66) and HGS (r=0.06, p= 0.64). Conclusion: There was no correlation between the frequency of visits to BB and KGT.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Araminta Ramadhania
Abstrak :
Pasien kanker kepala-leher berisiko tinggi mengalami malnutrisi disebabkan oleh perubahan metabolisme, lokasi tumor, serta gejala toksisitas akut akibat kemoradiasi. Terapi medik gizi secara dini sejak pasien terdiagnosis kanker untuk mencapai asupan energi dan protein yang adekuat, didukung asupan branched-chain amino acid (BCAA) dan eicosapentaenoic acid (EPA) sesuai target, serta aktivitas fisik dapat menjaga massa otot dan status gizi pasien. Acute kidney injury (AKI) merupakan efek toksisitas obat kemoterapi berbasis platinum yang sering dialami pasien. Kondisi tersebut dapat menghambat optimalisasi pemberian nutrisi khususnya protein pada pasien kanker. Tiga dari empat pasien serial kasus sudah mengalami penurunan berat badan drastis, juga pre-kaheksia atau kaheksia sebelum mendapat terapi medik gizi. Selama menjalani kemoradiasi, asupan keempat pasien mengalami penurunan akibat gejala toksisitas akut yang semakin memberat mulai minggu ke-2 radiasi, sehingga tiga dari empat pasien tidak dapat mencapai target asupan energi dan protein pada sebagian besar pemantauan, dengan kisaran antara 6–41 kkal/kgBB/hari dan 0,3–1,6 g/kgBB/hari. Pemberian oral nutrition supplements (ONS) dan nutrisi enteral melalui nasogastric tube (NGT) membantu pemenuhan makronutrien, mikronutrien, serta nutrien spesifik. Berbagai studi menyatakan bahwa pasien yang mendapat terapi medik gizi disertai konseling nutrisi rutin mengalami penurunan berat badan lebih sedikit selama menjalani kemoradiasi. Keempat pasien serial kasus ini mengalami penurunan berat badan >10% selama menjalani kemoradiasi, terutama dari penurunan massa otot. Pasien juga mengalami penurunan kapasitas fungsional dan kualitas hidup. Dua orang pasien yang mendapat terapi medik gizi sejak sebelum kemoradiasi disertai asupan nutrien spesifik sesuai target, dengan rentang asupan BCAA 3,5–16,2 g/hari dan EPA 1–1,38 g/hari, mengalami penurunan berat badan dan kualitas hidup relatif lebih sedikit dibanding dua pasien lainnya. Dibutuhkan asupan energi ≥30 kkal/hari dan asupan protein ≥1,2 g/hari disertai peningkatan aktivitas fisik untuk mempertahankan atau meningkatkan massa otot. Penurunan asupan masih dapat terjadi hingga beberapa minggu pascakemoradiasi, sehingga pemberian terapi medik gizi juga harus dilanjutkan setelah terapi kanker selesai. ......Patients with head and neck cancer are at risk of malnutrition as a result of the metabolic alteration, site of their cancer, also acute toxicity following chemoradiation therapy. Early nutrition intervention consisted of adequate energy, protein, BCAA, and EPA intake, including physical activity initiated immediately after diagnosis was made, may maintain skeletal muscle mass and nutritional status. Platinum-based chemotherapy drug-induced nephrotoxicity can hinder the optimization of protein intake in cancer patients. Three out of four patients in this case series had experienced severe weight loss, also pre-cachexia and cachexia before initiation of nutrition intervention. Energy and protein intake of three patients remained insufficient until the end of chemoradiation therapy, ranged from 6–41 kcal/kg/day and 0,3–1,6 g/kg/day. These inadequacies were mainly caused by acute radiation toxicities that worsen as radiation went on. Oral nutrition supplements and enteral tube feeding may help to achieve adequate macronutrient, micronutrient, and specific nutrient intake. A number of studies demonstrated that regular dietary counseling during chemoradiation was associated with less weight loss. All patients in this case series suffered from weight loss >10%, mainly from skeletal muscle loss. Functional status and quality of life during chemoradiation therapy were also reduced. Better quality of life and less weight loss were seen in two patients who received early nutrition intervention and reached the daily intake target of specific nutrient, ranged from 3,5–16,2 g/day for BCAA and 1–1,38 g/day for EPA. Energy intake ≥30 kcal/day and protein intake ≥1,2 g/day combined with increased physical activity are needed to maintain or increase muscle mass. Side effects of radiation can last for months after treatment; therefore, nutrition intervention should be continued to maintain good nutrition after radiation therapy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library