Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nova Lisa
Abstrak :
Karbamazepin merupakan obat yang termasuk ke dalam Biopharmaceutical Classification System kelas dua dengan kelarutan yang rendah dan permeabilitas yang tinggi, sehingga disolusi menjadi lambat yang akan mempengaruhi absorpsi obat. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan laju disolusi karbamazepin melalui pembentukan dispersi padat menggunakan polivinil pirolidon (PVP) dan kemudian dispersi padat diaplikasikan untuk pembuatan tablet cepat hancur. Dispersi padat dibuat dengan 3 perbandingan 1:2, 1:1, 2:1. Hasil karakterisasi dispersi padat dengan FTIR menunjukkan adanya interaksi berupa ikatan hidrogen antara karbamazepin dan PVP, dan hasil uji dengan DSC serta XRD menunjukkan terjadi perubahan bentuk kristal menjadi amorf. Peningkatan laju disolusi masingmasing dispersi padat 1:2 sebesar 5,87 kali, 1:1 sebesar 5,21 kali dan 2:1 sebesar 2,73 kali dari karbamazepin standar. Evaluasi tablet cepat hancur menunjukkan bahwa formula 1, 2 dan 3 yang mengandung dispersi padat dengan konsentrasi crospovidone 10,15, dan 20 mg masing –masing memiliki kekerasan 6,67 kP; 6,69 kP; 6,44 kP, keregasan 0,37 %; 0,54%; 0,96%, waktu hancur 923,5; 792; 610,5 detik, dan waktu pembasahan 827,67; 735; 544,33 detik. Dan formulasi yang menggunakan metode dispersi padat belum memenuhi persyaratan waktu hancur dan pembasahan tablet cepat hancur. ...... Carbamazepine is a drug that belongs to the Biopharmaceutical Classification System class II with low solubility and high permeability, so that to decrease the dissolution which effects drug absorption. This research is intended to improve dissolution rate of carbamazepine by forming solid dispersion with polyvinyl pyrolidone (PVP) and then solid dispersion to be applied in creating fast disintegrating tablet (FDT). Solid dispersion were made with 3 ratio are 1:2, 1:1, 2:1. The characterization result of solid dispersion using FTIR showed hydrogen bonding interaction between carbamazepine and PVP, and the test result using DSC and XRD showed that there is a deformation of crystal to amorphous state. The enhancement dissolution rate each of solid dispersion 1:2 as bing as 5,87 times, 1:1 as bing as 5.21 times and 2:1 as bing as 2.73 times from carbamazepine standard. The FDT’s evaluation showed that formula 1, 2, 3 contains solid dispersion with crospovidone concentrations 10, 15, 20 mg each has 6.67kP; 6.69kP; 6.44kP of rigidity, 0.37%; 0.54%; 0.96% of friability, 923.5; 792; 610.5 seconds of in vitro disintegration time and 827.67; 735; 544.33 seconds of wetting time. And formulation that uses solid dispersion technique does not meet requirements of disintegration time and wetting time of FDT yet.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S46230
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Mardhiani
Abstrak :
Fenitoin merupakan obat antibangkitan yang digunakan dalam pengobatan kejang dalam bentuk monoterapi maupun kombinasi dengan obat antibangkitan lainnya. Namun, fenitoin memiliki rentang indeks terapi yang sempit yaitu 10 – 20 μg/mL, sehingga untuk mencapai efek terapi yang optimal perlu dilakukan pemantauan kadar obat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi preparasi sampel yang optimum untuk analisis fenitoin dalam VAMS, serta mendapatkan metode analisis tervalidasi untuk analisis fenitoin dalam VAMS dengan internal standard karbamazepin menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan mengaplikasikannya untuk pemantauan kadar fenitoin dalam darah pasien epilepsi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dengan rejimen dosis 2 x 100 mg dan 3 x 100 mg secara monoterapi maupun kombinasi. Kondisi optimasi preparasi sampel yang optimum diperoleh dengan menggunakan pelarut metanol, sonikasi selama 15 menit, dan vorteks selama 2 menit. Metode analisis yang dikembangkan dinyatakan valid sesuai dengan guideline dari FDA 2018 dengan nilai LLOQ yang didapatkan sebesar 0,1 μg/mL dengan rentang kurva kalibrasi 0,1 – 30,0 μg/mL dengan nilai r ≥ 0,9997. Aplikasi pemantauan kadar fenitoin dalam darah dilakukan terhadap 30 subyek pasien epilepsi diperoleh rentang kadar fenitoin dari 0,81 – 17,45 μg/mL, dimana hanya 9 subyek yang kadarnya berada dalam rentang terapi obat yang seharusnya. ......Phenytoin is an anticonvulsant drug that is used for treatment of seizures as monotherapy or combination with other anticonvulsant drugs. However, phenytoin has a narrow therapeutic index range of 10 – 20 μg/mL, so to achieve an optimal therapeutic effect it is necessary to monitor drug levels. The purpose of this study was to obtain the optimum sample preparation conditions for the analysis of phenytoin in VAMS, as well as to obtain a validated analytical method for the analysis of phenytoin in VAMS with the internal standard of carbamazepine using high performance liquid chromatography (HPLC) and apply it for monitoring blood levels of phenytoin in epilepsy patients at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo with a dosage regimen of 2 x 100 mg and 3 x 100 mg as monotherapy or in combination. Optimum conditions for sample preparation were obtained using methanol as solvent, sonicated for 15 minutes, and vortexed for 2 minutes. The analytical method developed was declared valid in accordance with the guidelines from the FDA 2018 with an LLOQ value of 0.1 μg/mL with a calibration curve range of 0.1 – 30.0 μg/mL with correlation coefficient r ≥ 0.9997. The application of monitoring blood levels of phenytoin was carried out on 30 subjects with epilepsy patients. The range of phenytoin levels was from 0.81 to 17.45 μg/mL, where only 9 subjects had levels within the range of proper drug therapy.
Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha Kurnia Salma
Abstrak :
Golongan obat antikonvulsan memerlukan perhatian khusus untuk dipantau karena tingkat konsekuensi kegagalan terapi yang tinggi dan beberapa obat memiliki indeks terapi sempit. Obat indeks terapi sempit dapat menimbulkan masalah terkait obat yang terdiri dari efektivitas pengobatan, efek samping obat, dan biaya pengobatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan monitoring efek samping pada pasien epilepsi yang mendapatkan karbamazepin, fenitoin, asam valproat, atau kombinasi obat-obat tersebut di Instalasi Rawat Jalan RSUP Fatmawati periode Maret-Mei 2017. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik yang dilakukan secara prospektif pada pasien dewasa yang memenuhi kriteria inklusi secara total sampling. Data didapatkan dari data primer yang berasal dari hasil wawancara dan data sekunder yang berasal dari rekam medis. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan Algoritma Naranjo. Subjek penelitian yang didapatkan sebanyak 54 pasien dengan 38 pasien 70,37 mengalami efek samping dan 16 pasien 29,63 tidak mengalami efek samping. Kategori efek samping yang paling banyak ditemukan adalah probable dengan persentase 48,15. Tidak ada hubungan antara usia p=0,903 dan jenis kelamin p=1,000 dengan efek samping yang terjadi. ...... Anticonvulsant drugs must get special attention to be monitored due to the concequence's rate that they have. This group comprises of some drugs which have narrow therapeutic index. Thus, the group causes drug related problem, such as therapeutic efficiency, drug side effect, and cost of the treatment. The purpose of this research was to monitor drug side effects that were severed by adult patients of epilepsy who got carbamazepine, or phenytoin, or valproic acid, or combination of the drugs at Outpatient Department, Fatmawati Central General Hospital from March to May 2017. The research was running prospectively and the data were collected from patients who fit to inclusion criteria with total sampling. There were 54 patients selected as samples, 38 patients 70.37 experienced drugs side effects and 16 patients 26.93 didn't experience drugs side effects. The data of patients were from primer data's source that is the answer of interview and secondary data's source that is medical record that were analyzed with Naranjo Algorithm. The most drug side effect category that found is probable with percentage 53.70 . Age p 0.903 and gender p 1.000 didn't have correlation with the rising of side effects.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68666
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan
Abstrak :
Fenitoin adalah obat antikonvulsan yang digunakan dalam manajemen terapi epilepsi, kejang tonik-klonik, kejang kompleks parsial, dan status epilepticus. Fenitoin memiliki indeks terapeutik yang sempit (10–20 µg/mL), farmakokinetika yang tidak linear,  dan potensi neurotoksisitas dan kardiotoksisitas serius. Oleh karena itu, kadar fenitoin dalam darah perlu dipantau untuk memastikan efektivitas dan keamanan terapi yang diberikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode analisis dan preparasi sampel dalam DBS menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi-Photodiode Array (KCKT-PDA) yang optimum dan tervalidasi sesuai pedoman Food and Drug Administration (2018). Analisis dilakukan menggunakan KCKT-PDA dengan kolom C18 (Waters, Sunfire TM, 5 µm; 250 x 4,6 mm). Elusi dilakukan dengan fase gerak metanol-asetonitril-air (44:10:46) secara isokratik dengan laju alir, 1,0 mL/menit, suhu kolom 35ºC, dan volume injeksi 20 µl. Preparasi sampel dilakukan dengan menotolkan 30 µl darah mengandung fenitoin pada Dried Blood Spot (DBS) lalu dikeringkan selama 120 menit. DBS kemudian dipotong menjadi kecil (dipotong menjadi kecil ±3 mm) dan dimasukan ke dalam sample cup dan ditambahkan 30 µl karbamazapein 10 µg/mL sebagai baku dalam dan diekstraksi. Proses ekstraksi dilakukan dengan menambahkan 400 µl metanol ke dalam sample cup, lalu dikocok dengan vorteks selama 30 detik, disonikasi selama 15 menit, dan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit. Supernatan kemudian dipipet sebanya 300 µl dan dikeringkan dengan aliran gas nitrogen. Ekstrak kering direkonstitusi menggunakan 100 µl fase gerak lalu divorteks selama 30 detik, disonikasi 2 menit, dan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 3 menit. Metode ini sudah memenuhi parameter validasi penuh menurut Food and Drug Administration (2018) dengan LLOQ 0,1 µg/mL dan rentang kurva kalibrasi 0,1-50 µg/mL dengan koefisien korelasi (r) 0,9989-0,9994. ......Phenytoin is an anticonvulsant drug which can be use in the management of epilepsy, tonic-clonic seizure, complex partial seizure, and status epilepticus. Phenytoin has a narrow therapeutic index (10–20 µg/mL), non-linear pharmacokinetics profile, and serious neurotoxicity and cardiotoxicity potentials. Thus, therapeutic drug monitoring of phenytoin serum level is required to ensure therapy’s safety and efficiency. This study aims to obtain an optimum and validated analysis and preparation method for phenytoin in Dried Blood Spot (DBS) using HPLC-PDA based on Food and Drug Administration Guidelines (2018). The quantification of phenytoin is performed using C18 (Waters, Sunfire, 5 µm; 250 x 4,6 mm) column with injection volume of 20 µl. The mobile phase consists of methanol-acetonitrile-water (44:10:46) with 1,0 ml/min flow rate and the column temperature maintained at 35ºC. Sample in DBS was extracted by liquid-liquid extraction using 400 µl of methanol which was then mixed by vortex for 30 seconds, sonicated for 15 minutes, and centrifugated at 10.000 rpm for 5 minutes. Supernatant obtained was pipetted for 30 µl and evaporated using nitrogen gas flow. The dried extract was reconstituted with 100 µg of the mobile phase, mixed by vortex for 30 seconds, sonicated for 2 minutes, and centrifugated at 10.000 rpm for 3 minutes. This method has met the qualifications for a validated analytical method set by the Food and Drug Administration Guidelines (2018). The LLOQ value was 0,1 µg/mL and the range of calibration curve was 0,1-50 µg/mL (r = 0,9989 – 0,9994).
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Limeylia Ng
Abstrak :
Fenitoin merupakan obat antiepilepsi yang memiliki rentang terapeutik sempit dan mengikuti farmakokinetika non-linear, sehingga diperlukan penentuan parameter farmakokinetika. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data validasi parsial metode analisis dan profil farmakokinetika fenitoin dalam Dried Blood Spot pada enam subjek sehat. Pengambilan sampel darah dilakukan sebanyak 15 kali. Kondisi analisis fenitoin dan baku dalam karbamazepin menggunakan sistem KCKT-PDA dengan kolom C18 SunFireTM (5 µm; 4,6 mm x 250 mm); fase gerak menggunakan kombinasi metanol, asetonitril dan air (44:10:46, v/v/v); laju alir 1,0 mL/menit; suhu kolom 35oC; waktu analisis 15 menit; dan menggunakan detektor photodiode array pada panjang gelombang 205 nm. Hasil validasi parsial, termasuk parameter linearitas, akurasi, dan presisi intra-hari, dinyatakan memenuhi syarat (EMA, 2022; US FDA, 2022). Parameter profil farmakokinetika fenitoin dalam DBS yang diperoleh, yaitu Cmaks berada pada rentang 3,18-4,90¼g/mL; tmaks berada pada rentang 3-9 jam; t1/2 berada pada rentang 7,69-15,54 jam; AUC0-t berada pada rentang 29,15-144,12¼g.jam/mL; dan AUC0-berada pada rentang 33,84-150,43 μg.jam/mL. Profil farmakokinetika fenitoin dalam DBS dapat digunakan sebagai alternatif pendukung penetapan dosis karena menunjukkan kemiripan dengan profil fenitoin dalam plasma. ......Phenytoin had a narrow therapeutic range and followed non-linear pharmacokinetics; thus, pharmacokinetic parameters determination was needed. This study aimed to obtain partial validation data of the analytical method and the pharmacokinetic profile of phenytoin in Dried Blood Spot of six healthy subjects. Blood sampling was carried out 15 times. The conditions used to analyse phenytoin and IS carbamazepine were HPLC-PDA system with a C18 SunFireTM column (5 µm; 4.6 mm x 250 mm); a combination of methanol, acetonitrile, and water (44:10:46, v/v/v) as the mobile phase; flow rate was 1.0 mL/min; column temperature was 35oC; analysis time was 15 minutes; and photodiode array detector at 205 nm. The results of partial validation, which evaluated the linearity, within-run accuracy, and precision, were within the criteria acceptance range (EMA, 2022; US FDA, 2022). The pharmacokinetic profile parameters of phenytoin in DBS included Cmax ranging from 3.18-4.90 ¼g/mL; tmax ranging from 3-9 hours; t1/2 ranging from 7.69-15.54 hours; AUC0-t ranging from 29.15-144.12¼g.hr/mL; and AUC0-ranging from 33.84-150.43¼g.hr/mL. The pharmacokinetic profile of phenytoin in DBS can be used as an alternative to support dosage individualization because it was similar to the profile of phenytoin in plasma.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fienda Triani
Abstrak :
ABSTRAK
Karbamazepin merupakan obat yang termasuk ke dalam Biopharmaceutical Classification System kelas dua dengan kelarutan rendah dan daya tembus membran yang tinggi. Sehingga laju pelarutan menjadi tahap penentu kecepatan bioavailabilitas obat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan metode pembentukan kokristal terhadap laju pelarutan karbamazepin dengan metode penguapan pelarut dan solvent drop grinding. Kokristalisasi dengan kedua metode tersebut dibuat dalam perbandingan formula yaitu 1:1, 2:1, dan 1:0. Berdasarkan uji morfologi dan difraksi sinar-x, menunjukan terjadinya perubahan bentuk dan ukuran kristal pada semua perbandingan. Formulasi 1:1 pada metode penguapan pelarut dengan DE(180) sebesar 7,38% memiliki laju pelarutan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Karbamazepin standar dan kokristalisasi dengan metode solvent drop grinding. Hasil uji termal memperlihatkan adanya penurunan titik lebur pada hasil kokristalisasi dan spektroskopi inframerah menunjukan adanya interaksi berupa ikatan hidrogen antara Karbamazepin dengan asam suksinat.
Abstract
Carbamazepine is a drug that belongs to the Biopharmaceutical Classification System class with low solubility and high permeability membrane. So that the rate of dissolution into the pacesetter stage drug bioavailability. The purpose of this study was to determine the effect of different methods of formation of the rate of dissolution of carbamazepine cocrystal by solvent evaporation method and the solvent drop grinding. Cocrystalisation by both methods were made in comparison formula is 1:1, 2:1, and 1:0. Based on morphological tests and x-ray diffraction, showing the changes in shape and size of the crystals in all comparisons. Formulation at 1:1 evaporation method with DE(180) of 7.38% has a higher dissolution rate compared with standard carbamazepine than cocrystalisation with solvent drop grinding method. Thermal test results showed a decrease in melting point and infrared spectroscopy cocrystalisation results indicate the existence of hydrogen bonding interactions between carbamazepine with succinic acid.
Universitas Indonesia, 2012
S43314
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library