Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Puspita Eka Wuyung
"Dari studi Epidemiologi diketahui bahwa karotenoid cenderung mengurai risiko timbulnya kanker. Karena pengobatan kanker cukup mahal sehingga tidak terjangkau sebagian masyarakat, maka perlu dicari cara lain, di antaranya memanfaatkan β -karoten dalam EMKS, namun perlu dicari dosis yang tepat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah pemberian EMKS dapat menghambat laju pertumbuhan sel tumor.
Penelitian ini menggunakan 24 ekor mencit yang telah diinokulasi dengan bubur tumor dibagi kedalam 2 kelompok kelola dan 2 kelompok perlakuan yang dicekok EMKS dengan dosis 1000 µg/0,1 ml dan 2000 µg/0,1 m1/hari selama 21 hari. Pengukuran volume tumor dilakukan satu minggu sekali . Setelah 21 hari semua mencit dimatikan, lalu diukur volume akhir tumor, berat tumor dan dibuat sediaan mikroskopik yang diwarnai secara imunoperoksidase dengan anti BUdR, lalu dihitung IL (sel yang berada pada fase S).
Hasil analisis varian tidak ada perbedaan baik pada volume akhir tumor minggu ke dua, ketiga, setelah mencit dimatikan, berat tumor maupun IL BUdR antara kelompok kelola dan perlakuan. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian β-karoten dalam EMKS dosis 1000 µg10,1 ml dan 2000 µg/0,1 m1/hari beium dapat menghambat laju pertumbuhan sel."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Aqila Vanadia Tariz
"Senyawa yang terkandung pada beras dapat mengalami kerusakan akibat proses pascapanen dan penyimpanan. Salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas beras adalah dengan pemaparan sinar gamma. Beras berpigmen diketahui memiliki kandungan flavonoid dan karotenoid yang lebih tinggi dibandingkan beras non-pigmen. Iradiasi sinar gamma diketahui dapat memengaruhi senyawa yang terkandung pada beras, salah satunya flavonoid dan karotenoid. Pada penelitian ini, delapan varietas beras berpigmen, yaitu Cempo merah, Seblang Banyuwangi merah, Jatiluwih merah, Bronrice, Botanik, Hariku, Jatiluwih hitam, dan Seblang Banyuwangi hitam diiradiasi sinar gamma dosis 2, 5, 10, 20, dan 30 kGy. Penelitian dilakukan untuk menganalisis kadar flavonoid dan karotenoid pada beras sebelum dan setelah diiradiasi sinar gamma. Hasil yang diperoleh menunjukkan setiap beras berbeda dosis iradiasi yang paling memengaruhinya. Pemberian iradiasi dosis 2 kGy menurunkan kadar flavonoid pada varietas Seblang Banyuwangi merah dan Jatiluwih merah; dosis 10 kGy pada varietas Bronrice, Botanik, dan Hariku; dan dosis 20 kGy pada varietas Cempo merah dan Jatiluwih Hitam. Pemberian dosis iradiasi 5 kGy menaikkan kadar karotenoid pada varietas Seblang Banyuwangi hitam; dosis 10 kGy pada varietas Cempo merah dan Jatiluwih merah; serta dosis 20 kGy pada varietas Seblang Banyuwangi merah dan Bronrice. Pemberian dosis iradiasi 20 kGy menurunkan kadar karotenoid varietas Hariku dan dosis 30 kGy menurunkan karotenoid pada varietas beras Botanik dan Jatiluwih Hitam.

Post-harvesting and poor storage can have a large impact on rice contents Physics methods such as gamma irradiation can be used to prevent nutrient losses and improve quality of rice. Gamma irradiation pass through the rice grain and can generate changes in flavonoid and carotenoid contents. Flavonoid and carotenoid contents of pigmented rice were higher than in non-pigmented rice. The test used the rice from eight varieties, Cempo merah, Seblang Banyuwangi merah, Jatiluwih merah, Bronrice, Botanik, Hariku, Jatiluwih hitam, and Seblang Banyuwangi hitam were irradiated with 2, 5, 10, 20, and 30 kGy doses gamma rays. The study was conducted to analyze the levels of flavonoids and carotenoids in rice before and after gamma irradiation. Data showed different each rice varieties has different irradiation doses that affected it the most. Irradiation dose of 2 kGy degrade flavonoid levels in Seblang Banyuwangi merah and Jatiluwih merah; dose of 10 kGy in Bronrice, Botanik, and Hariku; and dose 20 kGy in Cempo merah and Jatiluwih hitam. Dose of 5 kGy enhance carotenoids levels in Seblang Banyuwangi hitam; dose of 10 kGy in Cempo merah and Jatiluwih merah; and dose of 20 kGy in Seblang Banyuwangi merah and Bronrice. Dose of 20 kGy is also known degrade carotenoid levels in Hariku; and dose of 30 kGy degrade carotenoid levels in Botanik and Jatiluwih hitam."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erka Fitria
"Karotenoid merupakan golongan pigmen dengan struktur isoprenoid yang dilaporkan memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Salah satu sumber karotenoid yang potensial adalah buah merah (Pandanus conoideus) karena diketahui memiliki kandungan karotenoid yang tinggi. Buah merah ditemukan menyebar secara luas di daerah Papua dan Papua Nugini. Pada umumnya, buah merah digunakan sebagai makanan dan bahan masakan. Penelitian sebelumnya telah berhasil mengidentifikasi beberapa jenis karotenoid pada buah merah, di antaranya α-karoten, β-karoten, α-kriptoxantin, dan β-kriptoxanthin namun dalam jumlah yang relatif sedikit. Penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa empat jenis karotenoid tersebut hanya berkontribusi kurang dari 10% dari total karotenoid. Dengan demikian, terdapat peluang yang tinggi teridentifikasi jenis karotenoid lain pada buah merah. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi karotenoid yang ada pada minyak buah merah selain α-karoten, β-karoten, α-kriptoxantin, dan β-kriptoxantin. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada penelitian ini antara lain ekstraksi minyak dari buah merah, ekstraksi karotenoid dari minyak buah merah, dilanjutkan fraksinasi karotenoid dengan Flash Column Chromatography (FCC). Identifikasi dilakukan dengan mengggunakan kromatografi cair-spektrometri massa (LC-MS/MS) pada ekstrak total karotenoid dan fraksi terbaik yang diperoleh dari fraksinasi dengan FCC. Dari penelitian ini, enam jenis karotenoid berhasil teridentifikasi dari ekstrak total karotenoid seperti (3S, 5R, 6R)-3,5-dihidroksi-6,7-didehidro-5,6-dihidro-12'-apo-β-karoten-12'-al; 10'-apo-beta-karotenal; (3S, 3'S, 5R, 5'R, 8'R, 9'cis)-3'-metil-6,7-didehidro-5,5',6,8'-tetrahidro-5',8'-epoksi-β,β-karoten-3,5-diol; phytoene; 3-hidroksi-3'-okso-β,ε-karoten; dan violaxanthin. Selain itu, terdapat dua fraksi terpilih dari hasil fraksinasi dengan FCC untuk diidentifikasi lebih lanjut. Dari fraksi tersebut teridentifikasi lima jenis karotenoid pada fraksi kedua, termasuk dua di antaranya yaitu capsantin dan kriptoxantin yang belum teridentifikasi sebelumnya pada ekstrak total karotenoid. Fraksi pertama diprediksi mengandung α-karoten dan β-karoten dilihat dari persamaan waktu retensinya dengan standar"
Bogor: Balai Besar Industri Agro, 2020
338.1 WIHP 37:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Feriansyah Raihan Taufiq
"Citra hiperspektral memiliki jumlah spektral dari suatu objek dengan rentang spektrum yang lebih luas dibandingkan dengan citra RGB. Suatu citra hiperspektral memberikan informasi yang jauh lebih banyak kegunaannya sebagai analisa suatu kasus dibandingkan dengan citra RGB. Salah satu pengaplikasian dengan menggunakan citra hiperspektral yaitu pengukuran suatu kadar tertentu dalam suatu objek. Namun, citra hiperspektral sulit diperoleh dikarenakan memiliki sistem akuisisi yang tidak sederhana. Faktor tersebut dikarenakan pencitraan berbasis citra hiperspektral menggunakan kamera yang mahal, perangkat keras pendukung sistem akuisisi yang kompleks, beserta ukuran citra yang lebih besar dibandingkan dengan citra RGB. Oleh karena itu, penelitian ini melakukan rekonstruksi citra hiperspektral dari citra RGB menggunakan algoritma convolutional neural network dengan arsitektur dense block untuk studi kasus sistem prediksi kadar karotenoid pada daun bisbul. Penelitian ini menghasilkan citra hiperspektral rekonstruksi dari citra RGB yang diperoleh dari proses konversi, beserta citra RGB yang diperoleh dari kamera RGB. Citra hiperspektral yang direkonstruksi pada penelitian ini yaitu berada pada rentang target panjang gelombang 400 nm hingga 1000 nm dengan target jumlah bands sebanyak 112. Algoritma rekonstruksi yang digunakan pada penelitian ini yaitu convolutional neural network dengan arsitektur dense blocks. Pembangunan model rekonstruksi citra pada penelitian ini, yaitu dengan memvariasikan jumlah dense block beserta target rentang dan jumlah panjang gelombang yang akan direkonstruksi. Variasi ini bertujuan untuk mencari model rekonstruksi citra yang optimal untuk merekonstruksi citra hiperspektral dari citra RGB. Lalu, citra hiperspektral rekonstruksi akan digunakan untuk membangun model prediksi kadar karotenoid pada daun bisbul berbasis algoritma machine learning XGBoost, kemudian model prediksi kadar karotenoid berbasis citra hiperspektral rekonstruksi akan dibandingkan dengan model prediksi kadar karotenoid berbasis citra hiperspektral asli. Hasil eksperimen memaparkan bahwa model rekonstruksi citra dengan jumlah dense block sebanyak 30 memiliki performa terbaik, dengan target rentang panjang gelombang 400 nm hingga 1000 nm dan target jumlah bands sebanyak 112. Performa model rekonstruksi citra dengan variasi tersebut memiliki RMSE sebesar 0,0743 dan MRAE sebesar 0,0910. Lalu, performa model prediksi kadar berbasis citra hiperspektral rekonstruksi memiliki RMSE sebesar 0,0565 dan MRAE sebesar 0,0963. Evaluasi kualitatif citra hiperspektral rekonstruksi memiliki pola signatur spektral yang sama dengan citra hiperspektral asli.

Hyperspectral image has the spectral number of an object with a wider spectrum range than RGB image. As a some case analysis, a hyperspectral image is far more useful than RGB image. The measurement of contents in an object is one of the applications of the hyperspectral imagery. However, hyperspectral image is difficult to obtain due to a complicated acquisition system. This is down to the fact that hyperspectral imaging requires more expensive cameras, complex system support devices and have a larger size than RGB images. Therefore, this study reconstruct hyperspectral image using RGB images using a convolutional neural network with dense blocks architecture for a case study of a carotenoid content prediction in (Diospyros discolor Willd.) leaves. This research produces a reconstructed hyperspectral image from the RGB image obtained from the conversion process, and an RGB image obtained from the RGB camera. This study’s reconstructed hyperspectral image has a wavelength target from 400 nm to 1000 nm and a number of bands up to 112. This study’s reconstruction algorithm is a convolutional neural network with dense blocks architecture. In this study, an image reconstruction model is built by varying the number of dense block, target range and number of wavelengths to be reconstructed. The purpose of this variation is to find the best image reconstruction model for constructing hyperspectral images from RGB images. The reconstructed hyperspectral images will then be used to build a prediction model of carotenoid levels in (Diospyros discolor Willd.) leaves using the XGBoost machine learning algorithm, and this model will be compared to the original hyperspectral image based on carotenoid content prediction model. The experimental results indicate that the image reconstruction model with a dense block of 30 and a target wavelength range from 400 nm to 1000 nm with band number consist of 112 performs the best. The image reconstruction model performs well with these variations, with an RMSE of 0,0743 and an MRAE of 0,0910. The RMSE and MRAE of the reconstructed hyperspectral image for carotenoid content prediction model are 0,0565 and 0,0963, respectively. The qualitative evaluation of the reconstructed hyperspectral image has the same spectral signatur pattern as the original hyperspectral image."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Styani
"Upaya peningkatan hasil ekstraksi karotenoid total buah papaya (Carica papaya L.) dengan menggunakan enzim kombinasi pectinase selulase serta aktivator Mn2+ telah diteliti. Dari penelitian pendahuluan diketahui bahwa aktivitas tertinggi dari enzim kombinase pektinase-selulase dicapai pada suhu inkubasi 400C, waktu 45 menit, pH 5.0 (menggunakan larutan penyangga asetat) dan penambahan Mn2+ 150 mM ke dalam ekstrak buah pepaya dengan perbandingan 0,9 : 30 (v/v). Aktivitas enzim kombinasi pektinase-selulase tersebut ditunjang oleh hasil pengamatan secara mikroskopis, yakni terjadinya degradasi dinding sel yang ditunjukkan oleh perubahan bentuk dan berkurangnya intensitas pewarnaan dari matrik lipidprotein dibandingkan dengan contoh tanpa perlakuan. Pada penelitian utama diketahui bahwa ekstraksi dengan penambahan enzim kombinasi pektinaseselulase tidak terdapat pigmen larut air yang terbuang bersama filtrat baik tanpa atau dengan penambahan Mn2+. Disamping itu dihasilkan kandungan total karotenoid dalam ekstrak tertinggi sebesar 95,33 + 0,01 % dari bobot ekstrak diperoleh pada ekstraksi sampel buah pepaya dengan penambahan enzim kombinasi pektinase-selulase 1:1. Sedangkan ekstraksi dengan penambahan Mn2+ dapat meningkatkan aktivitas enzim pektinase-selulase sehingga terjadi peningkatan % total karotenoid dalam ekstrak buah papaya sebesar 15 %."
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, ], 2006
T39907
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Aisyah Razaanah
"

Penelitian tentang pemanfaatan mikroalga sebagai sumber alami karotenoid sangat meningkat saat ini, berkat beragam aplikasi karotenoid dalam industri farmasi, kesehatan, dan makanan. Chlorella vulgaris digunakan sebagai sumber senyawa karotenoid karena memiliki kandungan total terbesar dibandingkan dengan mikroalga Chlorophyta lainnya. Agar berhasil dalam ekstraksi karotenoid, metode ekstraksi perlu dipertimbangkan, karena sifat karotenoid yang mudah rusak dan terdegradasi oleh paparan cahaya, panas, dan oksigen. Ultrasound assisted extraction dipilih sebagai metode ekstraksi karena metode non-termal dengan konsumsi energi dan kebutuhan pelarut yang rendah. Parameter yang diuji dalam penelitian ini terdiri dari: jenis pelarut, rasio volume pelarut terhadap berat biomassa, dan waktu ekstraksi. Senyawa karotenoid diidentifikasi dengan menggunakan spektroskopi UV-Vis. Produktivitas biomassa C. vulgaris yang diperoleh adalah sebesar 0,095 ± 0,014 g/L/hari. Karotenoid yang diidentifikasi dari C. vulgaris adalah lutein. Hasil karotenoid tertinggi yang diperoleh adalah sebesar 1,341 ± 0,119 mg/g dengan menggunakan etanol, rasio solid terhadap pelarut 1: 100 (g/mL), dan waktu ekstraksi 5 jam. Produktivitas volumetrik lutein dicapai pada 0,127 ± 0,011 mg/L/hari. Kondisi ekstraksi untuk peningkatan yield karotenoid secara signifikan adalah sebagai berikut: etanol sebagai pelarut ekstraksi, frekuensi ultrasonik 35 kHz, intensitas ultrasonik 0,4 W / cm2, waktu ekstraksi 2 jam, dan rasio biomassa terhadap pelarut 100 ml/g.

 


The research around algae utilization as natural source of carotenoids has been intense in the 21st century given the wide applications of carotenoids in pharmaceutical, health, and food industry. Chlorella vulgaris is used as a source of carotenoid compounds because it has the largest total content compared to the other Chlorophyta microalgae. In order to be successful in extraction of carotenoids, extraction method needs to be considered, due to carotenoids properties that are easily damaged and degraded due to exposure to light, heat, and oxygen. Ultrasound assisted extraction was chosen because its a non-thermal method with low energy consumption and solvent requirement. The parameters tested in this study consists: extraction solvent, solid to solvent ratio, extraction duration. The extracted carotenoids were identified by using UV-Vis spectroscopy. Biomass productivity of C. vulgaris obtained was 0.095 ± 0,014 g/L/day. The identified carotenoids from C. vulgaris was lutein. The highest carotenoid yield was achieved at 1.341 ± 0.119 mg/g by using ethanol as extraction solvent, solid to solvent ratio at 1:100 (g/mL) and 5 hours extraction time. The volumetric lutein productivity was achieved at 0.127 ± 0.011 mg/L/day. The optimum extraction conditions to increase carotenoids yield was the following: ethanol as extraction solvent, ultrasound frequency 35 kHz, ultrasound intensity 0.4 W/cm2, extraction time 2 h, and solid to solvent ratio 100 ml/g.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nalia Attala Ramadhieni
"Mikroalga mewakili mikroorganisme paling potensial dalam produksi karotenoid komersial dari berbagai sumber karotenoid alami. Meskipun demikian, informasi mengenai kualitas dan profil kuantitatif senyawa karotenoid pada spesies mikroalga masih kurang. Maka dari itu, determinasi karotenoid untuk mengetahui dan menganalisis kandungan astaxanthin, beta-karoten, dan fucoxanthin pada mikroalga laut dilakukan. Analisis ditentukan menggunakan HPLC dengan fase gerak metanol (MeOH) dan MTBE (1:1; v/v) pada λ 450 dan 477 nm. Hasil menunjukkan astaxanthin ditemukan pada Nannochloropsis oceanica InaCC M207 (0,27 dan 0,04 ppm) dan Synechococcus moorigangaii InaCC M208 (0,37 dan 0,17 ppm), beta-karoten ditemukan pada Chlorella vulgaris InaCC M205 (0,6 dan 0,55 ppm), Tetraselmis subcordiformis InaCC M206 (0,63 dan 0,61 ppm), dan Nannochloropsis oceanica InaCC M207 (1,78 dan 1,7 ppm), serta fucoxanthin ditemukan pada semua sampel Chlorella vulgaris InaCC M205 (0,84 dan 0,25 ppm), Tetraselmis subcordiformis InaCC M206 (0,1 ppm), Nannochloropsis oceanica InaCC M207 (0,28 dan 0,11 ppm), dan Synechococcus moorigangaii InaCC M208 (0,72 dan 0,44 ppm). Perbedaan kandungan karotenoid dapat disebabkan oleh adanya perbedaan spesies, enzim yang berperan dalam sintesis karotenoid, metode ekstraksi, hingga cekaman lingkungan.

Microalgae are the most promising microorganisms for commercial carotenoid production from natural sources. However, there is currently a scarcity of data on the quality and quantitative profile of carotenoid compounds in microalgae species. Therefore, the determination of carotenoids to determine and assess the content of astaxanthin, beta-carotene, and fucoxanthin in marine microalgae was carried out. HPLC with methanol (MeOH) and MTBE (1:1; v/v) mobile phase at 450 and 477 nm was used to determine the analysis. Astaxanthin was discovered in Nannochloropsis oceanica InaCC M207 (0.27 and 0.04 ppm) and Synechococcus moorigangaii InaCC M208 (0.37 and 0.17 ppm), beta-carotene was discovered in Chlorella vulgaris InaCC M205 (0.6 and 0.55 ppm), Tetraselmis subcordiformis InaCC M206 (0,63 and 0,61 ppm), and Nannochloropsis oceanica InaCC M207 (1,78 and 1,7 ppm). Fucoxanthin was found in all samples, Chlorella vulgaris InaCC M205 (0.84 and 0.25 ppm), Tetraselmis subcordiformis InaCC M206 (0.1 ppm), Nannochloropsis oceanica InaCC M207 (0.28 and 0.11 ppm), and Synechococcus moorigangaii InaCC M208 (0.72 and 0.44 ppm). Differences in carotenoid content can be attributed to species differences, enzymes involved in carotenoid production, extraction methods, and environmental conditions."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Morly Holaw
"Mikroalga Chlorella vulgaris dan Spirulina platensis masing-masing memiliki senyawa metabolit yang memiliki sifat antioksidan, yaitu karotenoid. Melihat potensi ini, dibutuhkan ekstraksi dengan metode yang menghasilkan rendemen ekstraksi yang paling optimal. Bertujuan untuk meningkatkan rendemen ekstraksi, penggabungan antara chlorella dan spirulina digunakan melihat kedua mikroalga memiliki hubungan mutualisme dengan satu sama lain. Sifat oksidatifnya membuat karotenoid tidak tahan suhu tinggi sehingga dibutuhkan metode ekstraksi yang tidak membutuhkan suhu tinggi seperti freeze-thaw. Beberapa parameter operasi dapat dioptimalkan untuk menghasilkan rendemen yang paling optimal pula. Berangkat dari hal itu, dilakukan variasi untuk parameter jenis pelarut, rasio biomassa-pelarut, durasi pembekuan sampel dan jumlah siklus freeze-thaw. Guna mencapai hasil yang maksimal, perlakuan sonikasi juga diberikan kepada sampel. Kadar karotenoid paling optimal diperoleh pada kondisi operasi satu siklus freeze-thaw selama 24 jam dengan menggunakan pelarut aseton beserta rasio biomassa terhadap pelarut sebesar 1:150.

Chlorella vulgaris and Spirulina platensis both have metabolites with antioxidant properties, one of them is carotenoids. Aiming to increase the extraction yield, a combination of chlorella and spirulina was used as the dry biomass of the extraction. Its antioxidant properties also make carotenoids unable to withstand high temperatures, so a low temperature extraction method such as freeze-thaw is needed. Several parameters can be optimized to produce the most optimal yield as well. Based on this, various parameters were carried out for the type of solvent, the biomass-solvent ratio, the duration of sample freezing and the number of freeze-thaw cycles. In order to achieve maximum results, sonication treatment was also given to the sample. It had been obtained that the optimum condition conclude one cycle of 24 hours freezing using acetone with 1:150 g/mL solid-to-solvent ratio"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Bariq Ikhsan
"Kandungan total karotenoid dalam tumbuhan umumnya diukur menggunakan analisis spektrofotometri, dengan sifatnya yang merusak sampel terdapat batasan yang bisa dilakukan untuk penelitian selanjutnya. Digunakan pencitraan hiperspektral menggabungkan analissi spektral dan spasial yang bersifat tidak merusak sampel. Timbul masalah terutama pada bagian algoritma untuk membuat sistem prediksi pada citra hiperspektral karena diperlukan algoritma dengan akurasi yang tepat dan cepat. Penelitian ini membahas tentang komparasi algoritma pembelajara mesin metode ensemble dengan menambahkan tuning hyperparameter menggunakan random search dan memanfaatkan seleksi fitur yang dimiliki tiap model untuk meningkatkan performa dan mengurangi waktu latih model prediksi kadar karotenoid pada daun Bisbul. Sistem prediksi menghasilkan performa dasar, random forest dengan semua fitur memiliki RMSE sebesar 38,16, serta R2 sebesar 0,95, dan waktu latih 4,27s, xgboost dengan semua fitur memiliki RMSE sebesar 39,82, serta R2 sebesar 0,95, dan waktu latih 0,83s, lightgbm dengan semua fitur memiliki RMSE sebesar 35,59, serta R2 sebesar 0,96, dan waktu latih 1,73s, catboost dengan semua fitur memiliki RMSE sebesar 31,60, serta R2 sebesar 0,97, dan waktu latih 17,34s. Dengan menggunakan fitur hasil seleksi dan I, performa sistem berhasil ditingkatkan, random forest tuning dengan 30 fitur memiliki RMSE sebesar 34,39, serta R2 sebesar 0,96, dan waktu latih 5,85s, xgboost tuning dengan 120 fitur memiliki RMSE sebesar 33,32, serta R2 sebesar 0,96, dan waktu latih 1,73s, lightgbm tuning dengan 50 fitur memiliki RMSE sebesar 32,24, serta R2 sebesar 0,97, dan waktu latih 0,22s, catboost tuning dengan 40 fitur memiliki RMSE sebesar 28,53, serta R2 sebesar 0,97, dan waktu latih 4,92s. Secara umum Catboot memiliki peningkatan RMSE paling tinggi, lightgbm memiliki peningkatan waktu latih paling tinggi.

The total carotenoid content in plants is generally measured using spectrophotometric analysis, with its destructive to the sample there are limitations that can be done for further research. Hyperspectral imaging combining spectral and spatial analysis is used that is not destructive to the sample. Problems arise, especially in the algorithm section to create a prediction system on hyperspectral images because an algorithm with precise and fast accuracy is required. This study discusses the comparations of machine learning algorithm with the ensemble method by adding hyperparameter tuning using random search and utilizing the feature selection of each model to improve performance and reduce training time for predictive models of carotenoid levels in velvet leaves. The prediction system produces basic performance, random forest with all features has RMSE of 38.16, and R2 of 0.95, and training time of 4.27s, xgboost with all features has RMSE of 39.82, and R2 of 0.95, and training time of 0.83s, lightgbm with all features has an RMSE of 35.59, and R2 of 0.96, and training time of 1.73s, catboost with all features has an RMSE of 31.60, and R2 of 0.97, and training time 17.34s. By using the selected features and I, system performance has been successfully improved, random forest tuning with 30 features has an RMSE of 34.39, and R2 of 0.96, and training time of 5.85s, xgboost tuning with 120 features has an RMSE of 33, 32, and R2 of 0.96, and training time of 1.73s, lightgbm tuning with 50 features has RMSE of 32.24, and R2 of 0.97, and training time of 0.22s, catboost tuning with 40 features has an RMSE of 28.53, and R2 is 0.97, and training time is 4.92s. In general Catboot has the highest increase in RMSE, lightgbm has the highest increase in training time."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatin Kamelia
"Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus merupakan dua bakteri umum penyebab penyakit infeksi di masyarakat. Pencarian senyawa dari tanaman sebagai antibakteri banyak dilakukan karena meningkatnya kasus resistensi antibiotik. Diospyros nigra atau buah kesemek hitam mengandung senyawa fenol, flavonoid, dan karotenoid yang telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri. Pada buah tua D. nigra terjadi penurunan kadar fenol dan peningkatan kadar karotenoid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa fitokimia; kadar fenol, flavonoid, dan karotenoid total; aktivitas antibakteri terhadap ekstrak etanol 70% buah muda dan tua D. nigra yang diekstraksi dengan metode Microwave Assisted Extraction (MAE) dan Ultrasound Assisted Extraction (UAE). Berdasarkan hasil identifikasi, buah D. nigra mengandung fenol, tanin, flavonoid, saponin, terpenoid, antrakuinon, dan glikosida. Penetapan kadar fenol total dilakukan menggunakan metode Folin-Ciocalteu dengan hasil pada buah muda sebesar 24,22 mgEAG/g (MAE) dan 21,79 mgEAG/g (UAE), serta buah tua sebesar 19,83 mgEAG/g (MAE) dan 18,36 mgEAG/g (UAE). Penetapan kadar flavonoid total dilakukan menggunakan metode kolorimetri AlCl3 dengan hasil pada buah muda sebesar 6,85 mgEK/g (MAE) dan 5,73 mgEK/g (UAE), serta buah tua sebesar 2,65 mgEK/g (MAE) dan 1,84 mgEK/g (UAE). Penetapan kadar karotenoid total dilakukan menggunakan metode fraksinasi dengan hasil pada buah muda sebesar 45,59 mg/g (MAE) dan 43,67 mg/g (UAE), serta buah tua sebesar 55,71 mg/g (MAE) dan 51,10 mg/g (UAE). Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode mikrodilusi. Hasil pengujian menunjukkan aktivitas antibakteri paling potensial dihasilkan oleh ekstrak buah tua D. nigra metode MAE pada konsentrasi 16 mg/mL dengan persentase penghambatan pada P. aeruginosa sebesar 94% dan S. aureus sebesar 86,11%.

Pseudomonas aeruginosa and Staphylococcus aureus are two common bacteria that cause infectious diseases in the community. The search for compounds from plants as antibacterials is widely conducted due to the increasing cases of antibiotic resistance. Diospyros nigra (black persimmon fruit) contains phenol, flavonoid, and carotenoid compounds which have been shown to have antibacterial activity. In ripe D. nigra fruit there is a decrease in phenol compounds and an increase in carotenoids levels. This study aims to determine the phytochemical compounds; total phenol, flavonoid, and carotenoid content; as well as the antibacterial activity of the 70% ethanol extract of unripe and ripe D. nigra fruit using the Microwave Assisted Extraction (MAE) and Ultrasound Assisted Extraction (UAE) methods. Based on the identification, D. nigra fruit contains phenols, tannins, flavonoids, saponins, terpenoids, anthraquinones, and glycosides. Determination of total phenol content was carried out using the Folin-Ciocalteu method with results in unripe fruit is 24,22 mgGAE/g (MAE) and 21,79 mgGAE/g (UAE), while in ripe fruit is 19,83 mgGAE/g (MAE) and 18,36 mgGAE/g (UAE). Determination of total flavonoid content was carried out using the colorimetric AlCl3 method with results in unripe fruit is 6,85 mgQE/g (MAE) and 5.73 mgQE/g (UAE), while in ripe fruit is 2,65 mgQE/g (MAE) and 1,84 mgQE/g (UAE). Determination of total carotenoid content was carried out using the fractionation method with results in unripe fruit 45,59 mg/g (MAE) and 43,67 mg/g (UAE), while in ripe fruit is 55,71 mg/g (MAE) and 51,10 mg/g (UAE). Antibacterial activity testing was carried out using the microdilution method. The results showed that the most potential antibacterial activity was produced by ripe D. nigra fruit extract using the MAE method at a concentration of 16 mg/mL with an inhibition percentage of 94% for P. aeruginosa and 86,11% for S. aureus."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>