Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shabrina Rizky Putri
"

Pendahuluan: Karsinoma rongga mulut adalah keganasan tersering ke-6 di Asia. Mayoritas pasien karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM) di RSCM datang dalam kondisi lanjut. Namun belum ada studi yang meneliti mengenai kesintasan penyakit ini di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kesintasan KSSRM di RSCM berdasarkan stadium klinis AJCC ke-8.

Metode: dilakukan studi analisis kesintasan secara retrospektif dengan menggunakan data pasien KSSRM yang didiagnosis di Divisi Bedah Onkologi RSCM pada tahun 2014-2018. Luaran pasien didapatkan dari rekam medis dan menghubungi pasien via telepon. Data dianalisis menggunakan metode Kaplan-Meier.

Hasil: Mayoritas pasien adalah laki-laki (perbandingan laki-laki:perempuan adalah 1,03:1) dengan rerata usia  51,12±13,821 tahun. Tumor ditemukan paling banyak di daerah lidah (72,8%) dan kebanyakan pasien didiagnosis pertama kali pada stadium IV (83,4%). Kesintasan keseluruhan satu dan dua tahun adalah 58,6% dan 43,1%, dengan kesintasan spesifik-penyakit adalah 66,9%. Kesintasan satu dan dua tahun terendah adalah pada kelompok stadium IV (53,5% dan 36,1% secara berurutan). Namun tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara kesintasan dan stadium klinis pada studi ini.

Simpulan:  Kesintasan KSSRM yang rendah di RSCM menunjukan tingginya patient delay. Penapisan dan edukasi mengenai penyakit ini dibutuhkan untuk meningkatkan angka kesintasan.

 


Introduction: Oral cancer carcinoma is the 6th most frequent malignancy in Asia. In Cipto Mangunkusumo Hospital, most patient comes in late stage. Yet, there is no survival study available for this disease in our country.

Objectives: This study aims on revealing the survival rate oral squamous cell carcinoma (OSCC) patients in Cipto Mangunkusumo based on the 8th AJCC staging.

Methods: We performed a retrospective survival analysis study from a database of OSCC patients diagnosed at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2014-2018. Follow-up details were updated from medical record and by phone calls. Data was analysed using the Kaplan-Meier method.

Results: Majority of the patients were male (male-to-female ratio was 1.03:1) with the mean age was 51,12±13,821 years old. Tumors occurred mostly in the tongue (72,8%), and most patients were initially diagnosed as stage IV (83,4%). The one and two year overall survival rate were 58,6% and 43,1%, with a disease-specific survival rate was 66,9%. The worst one and two year survival rate was found constantly in the stage IV group (53,5% and 36,1%, consecutively). Though there was no statistically significant association between overall survival and clinical staging in this study (p>0,05).

Conclusion: The low OSCC survival rate in Cipto Mangunkusumo Hospital indicated a high level of patient delay. Screening and education regarding this disease are needed to increase the survival rate.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Birril Qudsi
"belakang: Karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM) adalah salah satu kanker yang paling umum dijumpai dengan angka survival 52.0% yang tidak meningkat secara bermakna walaupun tatalaksana kanker ini terus berkembang. Cornulin merupakan protein spesifik untuk sel skuamosa yang penting dalam diferensiasi epitel. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa rendahnya ekspresi cornulin berhubungan dengan gambaran klinikopatologi dan survival yang lebih buruk dibandingkan dengan ekspresi tinggi. Oleh karena sifatnya yang spesifik dan belum ada penelitian mengenai ekspresi cornulin sebagai faktor prognosis di Indonesia, maka penulis tertarik untuk mengetahui hubungan antara ekspresi cornulin dan survival pada pasien dengan KSSRM.
Tujuan: Mengetahui potensi cornulin sebagai penanda biologis survival pada pasien dengan KSSRM.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi kohort retrospektif yang dilakukan dari periode Juni 2021 sampai dengan Mei 2022. Populasi penelitian ini merupakan pasien dengan diagnosis KSSRM yang ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologis dan menjalani terapi di Divisi Bedah Onkologi Departemen Ilmu Bedah RSCM periode Januari 2015 – Mei 2020. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan untuk mengetahui ekspresi cornulin dan skor imunihistokimia ditentukan menggunakan immunoreactive score (IRS). Skor IRS < 6 berarti ekspresi rendah dan ≥ 6 berarti ekspresi tinggi. Analisis statistik univariat, bivariat, dan survival dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS.
Hasil: Cornulin tidak memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan survival pada pasien dengan KSSRM. T, N, dan stadium memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan survival pada pasien dengan KSSRM dengan nilai p masing-masing adalah 0.001, 0.040, dan 0.001. T dan N memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan ekspresi cornulin pada pasien dengan KSSRM, dengan nilai p masing-masing adalah 0.034 dan 0.030.
Kesimpulan:Cornulin sebagai protein penanda biologis KSSM tidak dapat menjadi prediktor dari survival pasien dengan KSSM.

Background: Oral squamous cell carcinoma (OSCC) is one of the most common cancers with a 52.0% survival rate which does not increase significantly even though the management of this cancer continues to develop. Cornulin is a specific protein for squamous cells that is important in epithelial differentiation. Previous studies have shown that low cornulin expression is associated with worse clinicopathological features and survival compared to high cornulin expression. Due to its specific nature and no research on cornulin expression as a prognostic factor has been done in Indonesia, the author is interested in knowing the relationship between cornulin expression and survival in patients with OSCC.
Objective: To determine the potential of cornulin as a biological marker for survival in patients with OSCC.
Methods: This study used a retrospective cohort study design that was conducted from June 2021 to May 2022. The population of this study were patients with OSCC diagnosis confirmed by histopathological examination and undergoing therapy at the Division of Surgical Oncology, Department of Surgery, RSCM for the period January 2015-May 2020. Immunohistochemical examination was performed to determine the expression of cornulin and the immunohistochemical score was calculated using the immunoreactive score (IRS). IRS score < 6 means low cornulin expression and ≥ 6 means high cornulin expression. Univariate, bivariate, and survival statistical analyses were performed using SPSS software.
Results: Cornulin did not have a statistically significant relationship with survival in patients with OSCC. T, N, and stage had a statistically significant relationship with survival in patients with SCC with p values ​​of 0.001, 0.040, and 0.001, respectively. T and N had a statistically significant relationship with cornulin expression in patients with OSCC, with p-values ​​of 0.034 and 0.030, respectively.
Conclusion: Cornulin as a biological marker protein of OSCC cannot be a predictor of the survival of patients with OSCC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tiffany Christina Thaher
"Latar Belakang: Karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM) menempati urutan keenam dari keganasan yang paling sering terjadi di Asia. Kebanyakan pasien datang berobat dalam kondisi stadium lanjut sehingga KSSRM memiliki mortalitas yang tinggi. Angka kesintasan KSSRM satu tahun dan dua tahun di RSCM adalah 58,6% dan 43,1%; angka kesintasan spesifik penyakit adalah 66,9%. Studi ini bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang memengaruhi kesintasan KSSRM.
Metode: Studi ini merupakan kohort retrospektif berdasarkan data rekam medis pasien. Variabel yang diteliti adalah usia, jenis kelamin, lokasi tumor, stadium klinis, derajat diferensiasi sel tumor, derajat invasi tumor, dan batas sayatan. Analisis kesintasan menggunakan Kaplan-Meier dan uji log-rank. Analisis bivariat dan multivariat menggunakan regresi Cox untuk mendapatkan hazard ratio (HR).
Hasil: Ada 169 subjek yang menderita KSSRM dan diterapi di RSCM tahun 2014 – 2018. Mayoritas pasien merupakan laki-laki (51,5%) dengan usia di atas 50 tahun (55,6%). Lokasi tumor paling banyak dijumpai di lidah (72,8%) diikuti mukosa bukal (13%). 82,2% pasien datang pada stadium IV, 60,4% memiliki diferensiasi baik, dan 53,8% memiliki grade rendah. Berdasarkan analisis bivariat, didapatkan bahwa ukuran dan ekstensi tumor (T), keterlibatan kelenjar getah bening regional (N), stadium klinis, dan batas sayatan memengaruhi kesintasan KSSRM (p <0,05). Keterlibatan KGB (HR: 1,212; 95% CI: 0,997-1,474; p <0,05) dan stadium klinis (HR: 1,749; 95% CI: 1,261-2,425; p <0,05) memengaruhi mortalitas secara signifikan.
Kesimpulan: Faktor-faktor yang memengaruhi kesintasan KSSRM adalah stadium klinis dan keterlibatan kelenjar getah bening regional (N).

Background: Oral squamous cell carcinoma (OSCC) is the sixth most common malignancy in Asia. Most patients were diagnosed in advanced stage; thus, the mortality rate is high. The one-year and two-year overall survival rate in Cipto Mangunkusumo Hospital are 58.6% and 43.1%, the disease-specific survival rate is 66.9%. This study is aimed to investigate the prognostic factors correlated with OSCC.
Methods: A retrospective cohort study was done on OSCC patients diagnosed and treated in Cipto Mangunkusumo Hospital from 2014 to 2018. Data regarding age, gender, site of the primary lesion, clinical stage of the disease, tumor differentiation, invasion, and surgical margins were collected. Prognostic variables were identified with bivariate analysis using Kaplan-Meier curves and log-rank testing for comparison.
Results: One hundred and sixty nine patients were included. Majority of patients were male (51.5%), age above 50 years old (55.6%). The most prevalent tumor site was the tongue (72.8%) followed by buccal mucosa (13%). 82.2% of patients had advanced (clinical stage IV) disease at diagnosis. Majority of patients had well-differentiated tumor (60.4%) and low-grade tumor (53.8%). Bivariate analysis showed that tumor size (T), nodal status (N), clinical stage, and marginal status significantly affected the overall survival (p <0.05). Nodal status (HR: 1.212; 95% CI: 0.997-1.474; p <0.05) and clinical stage (HR: 1.749; 95% CI: 1.261-2.425; p < 0.05) were independently associated with the risk of death.
Conclusion: Clinical stage and lymph node involvement are the most significant prognostic factors of OSCC.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khaliza Marzania
"Latar Belakang: Kanker mulut, khususnya karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM), sering ditemukan di Asia, termasuk Indonesia, terutama pada pria usia lanjut dengan lokasi utama di lidah. Prognosis pasien sangat bergantung pada deteksi dini. Biopsi dan pemeriksaan histopatologis menggunakan pewarnaan hematoksilin dan eosin (H&E) merupakan metode utama, salah satunya penilaian derajat diferensiasi jaringan. Namun, diperlukan tambahan parameter seperti derajat keratinisasi dan reaksi desmoplastik untuk penilaian yang lebih objektif. Selain itu juga, dapat melihat perubahan jaringan dengan melihat daerah yang bersifat displastik. Tujuan: Menentukan derajat diferensiasi jaringan KSSRM berdasarkan derajat keratinisasi dan klasifikasi reaksi desmoplastik serta pengamatan perubahan sifat jaringan. Metode: Penelitian deskriptif analitik menggunakan sampel jaringan KSSRM yang diwarnai H&E dan diamati menggunakan mikroskop cahaya. Hasil: Belum ditemukan hubungan bermakna (p>0,05) antara usia, jenis kelamin, lokasi tumor, derajat keratinisasi, dan klasifikasi reaksi desmoplastik terhadap derajat diferensiasi. Perubahan jaringan displastik menjadi cancerous dapat diamati pada beberapa sampel. Kesimpulan: Usia, jenis kelamin, lokasi tumor, derajat keratinisasi, dan klasifikasi reaksi desmoplastik belum menunjukkan hubungan bermakna dengan derajat diferensiasi KSSRM. Perubahan jaringan yang bersifat displastik menjadi cancerous dapat diamati pada beberapa jaringan KSSRM dengan masih terlihatnya daerah displastik.

Background: Oral cancer, particularly oral squamous cell carcinoma (OSCC), is commonly found in Asia, including Indonesia, especially in older males with the primary site being the tongue. Patient prognosis heavily depends on early detection. Biopsy and histopathological examination using hematoxylin and eosin (H&E) staining remain the main diagnostic methods, including the assessment of tissue differentiation grade. However, additional parameters, such as the degree of keratinization and desmoplastic reaction, are needed for more objective evaluation. In addition, tissue changes can be seen by looking at dysplastic areas. Objective: To determine the differentiation grade of OSCC tissue based on the degree of keratinization and desmoplastic reaction and observation of changes in tissue properties. Methods: A descriptive-analytical study using OSCC tissue samples stained with H&E and observed under a light microscope. Results: No significant relationship (p>0.05) was found between age, gender, tumor location, degree of keratinization, and desmoplastic reaction with the differentiation grade. Dysplastic-to-cancerous transformation was observed in some samples. Conclusion: Age, gender, tumor location, degree of keratinization, and desmoplastic reaction did not show a significant relationship with the differentiation grade of OSCC. Changes in tissue from dysplastic to cancerous in several OSCC tissue were still seen."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khaliza Marzania
"Latar Belakang: Kanker mulut, khususnya karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM), sering ditemukan di Asia, termasuk Indonesia, terutama pada pria usia lanjut dengan lokasi utama di lidah. Prognosis pasien sangat bergantung pada deteksi dini. Biopsi dan pemeriksaan histopatologis menggunakan pewarnaan hematoksilin dan eosin (H&E) merupakan metode utama, salah satunya penilaian derajat diferensiasi jaringan. Namun, diperlukan tambahan parameter seperti derajat keratinisasi dan reaksi desmoplastik untuk penilaian yang lebih objektif. Selain itu juga, dapat melihat perubahan jaringan dengan melihat daerah yang bersifat displastik. Tujuan: Menentukan derajat diferensiasi jaringan KSSRM berdasarkan derajat keratinisasi dan klasifikasi reaksi desmoplastik serta pengamatan perubahan sifat jaringan. Metode: Penelitian deskriptif analitik menggunakan sampel jaringan KSSRM yang diwarnai H&E dan diamati menggunakan mikroskop cahaya. Hasil: Belum ditemukan hubungan bermakna (p>0,05) antara usia, jenis kelamin, lokasi tumor, derajat keratinisasi, dan klasifikasi reaksi desmoplastik terhadap derajat diferensiasi. Perubahan jaringan displastik menjadi cancerous dapat diamati pada beberapa sampel. Kesimpulan: Usia, jenis kelamin, lokasi tumor, derajat keratinisasi, dan klasifikasi reaksi desmoplastik belum menunjukkan hubungan bermakna dengan derajat diferensiasi KSSRM. Perubahan jaringan yang bersifat displastik menjadi cancerous dapat diamati pada beberapa jaringan KSSRM dengan masih terlihatnya daerah displastik.

Background: Oral cancer, particularly oral squamous cell carcinoma (OSCC), is commonly found in Asia, including Indonesia, especially in older males with the primary site being the tongue. Patient prognosis heavily depends on early detection. Biopsy and histopathological examination using hematoxylin and eosin (H&E) staining remain the main diagnostic methods, including the assessment of tissue differentiation grade. However, additional parameters, such as the degree of keratinization and desmoplastic reaction, are needed for more objective evaluation. In addition, tissue changes can be seen by looking at dysplastic areas. Objective: To determine the differentiation grade of OSCC tissue based on the degree of keratinization and desmoplastic reaction and observation of changes in tissue properties. Methods: A descriptive-analytical study using OSCC tissue samples stained with H&E and observed under a light microscope. Results: No significant relationship (p>0.05) was found between age, gender, tumor location, degree of keratinization, and desmoplastic reaction with the differentiation grade. Dysplastic-to-cancerous transformation was observed in some samples. Conclusion: Age, gender, tumor location, degree of keratinization, and desmoplastic reaction did not show a significant relationship with the differentiation grade of OSCC. Changes in tissue from dysplastic to cancerous in several OSCC tissue were still seen."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rafif Fasya Rizkyaldi
"Latar Belakang : Karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM) memiliki insidensi yang cukup tinggi di Indonesia. KSSRM memiliki faktor risiko yang sangat beragam, di antaranya konsumsi produk tembakau, kebiasaan minum minuman beralkohol, konsumsi areca nut, faktor genetik, lokasi tumor, jenis kelamin, dan usia. Biopsi dan pemeriksaan histopatologis dengan pewarnaan hematoxylin-eosin masih menjadi gold standard dalam diagnosis definitif KSSRM. Derajat diferensiasi KSSRM umum digunakan sebagai kriteria untuk mengklasifikasi keparahan jaringan kanker. Namun, diperlukan gambaran histopatologis lain yang dapat digunakan untuk menentukan derajat diferensiasi KSSRM. Pleomorfisme nuklear mengacu pada variasi ukuran dan bentuk inti sel. Peningkatan pleomorfisme nuklear telah diasosiasikan dengan peningkatan keganasan dan metastasis kanker. Jumlah mitosis atau jumlah sel yang sedang mengalami pembelahan, telah dihubungkan dengan keganasan, prognosis yang buruk, dan metastasis pada KSSRM. Infiltrasi limfoplasmasitik didefinisikan sebagai fenomena invasi sel-sel inflamasi seperti limfosit dan plasma pada daerah peritumoral sebagai respons imun tubuh terhadap sel kanker. Penurunan infiltrasi limfoplasmasitik telah diamati memiliki hubungan dengan terjadinya metastasis nodus limfa, rekurensi, dan prognosis yang buruk. Analisis hubungan derajat pleomorfisme nuklear, jumlah mitosis, dan tingkat infiltrasi limfoplasmasitik perlu dilakukan untuk menyusun strategi perawatan yang lebih komprehensif sesuai dengan karakteristik derajat pleomorfisme nuklear, jumlah mitosis, dan tingkat infiltrasi limfoplasmasitik pasien. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat keparahan KSSRM berdasarkan derajat pleomorfisme nuklear, jumlah mitosis, dan tingkat infiltrasi limfoplasmasitiknya. Metode : Penelitian deskriptif analitik menggunakan sampel jaringan KSSRM yang diberi pewarnaan hematoxylin-eosin. Sampel tersebut diamati menggunakan mikroskop cahaya. Hasil : Derajat pleomorfisme nuklear dan jumlah mitosis memiliki hubungan yang bermakna (p<0,05) dengan derajat diferensiasi KSSRM. Hasil yang berkorelasi positif terhadap derajat diferensiasi KSSRM juga teramati pada derajat pleomorfisme nuklear (r=0,584) dan jumlah mitosis (r=0,675). Belum ditemukan hubungan bermakna (p>0,05) antara tingkat infiltrasi limfoplasmasitik dan derajat diferensiasi KSSRM. Belum ditemukan pula hubungan yang bermakna antara lokasi tumor, jenis kelamin, dan usia terhadap derajat diferensiasi KSSRM. Kesimpulan : Ditemukan hubungan antara derajat pleomorfisme nuklear dan jumlah mitosis terhadap derajat diferensiasi KSSRM. Sehingga, makin tingginya derajat pleomorfisme nuklear dan jumlah mitosis akan memperburuk derajat diferensiasi KSSRM. Namun, belum ditemukan hubungan antara tingkat infiltrasi limfoplasmasitik dengan derajat diferensiasi KSSRM. Hubungan bermakna juga belum ditemukan antara lokasi tumor, jenis kelamin, dan usia terhadap derajat diferensiasi KSSRM.

Indonesia. OSCC has various risk factors, including tobacco use, alcohol consumption, areca nut use, genetic factor, tumor location, gender, and age. Biopsy and histopathological examination with hematoxylin-eosin staining remain the gold standard for diagnosing OSCC. Thus, the histopathological evaluation of OSCC is critical for determining prognosis and appropriate management. The degree of differentiation of OSCC is commonly used as a criterion for classifying the severity of cancer tissue. However, other histopathological features are needed to determine the degree of differentiation in OSCC. Nuclear pleomorphism refers to variations in the size and shape of cell nuclei. Increased nuclear pleomorphism has been associated with higher malignancy and cancer metastasis. The number of mitoses, reflecting the number of cells undergoing division, has been linked to malignancy, poor prognosis, and metastasis in OSCC cases. Lymphoplasmacytic infiltration is defined as invasion by inflammatory cells such as lymphocytes and plasma cells as part of the body's immune response to cancer cells. A decrease in lymphoplasmacytic infiltration has been observed to correlate with lymph node metastasis, recurrence, and poor prognosis. Analyzing the relationship between the degree of nuclear pleomorphism, the number of mitosis, and the level of lymphoplasmacytic infiltration is necessary to develop more comprehensive treatment strategies tailored to the characteristics of nuclear pleomorphism, mitotic count, and lymphoplasmacytic infiltration in OSCC patients. Objective: This study aims to analyze the severity of OSCC based on the degree of nuclear pleomorphism, number of mitosis, and the level of lymphoplasmacytic infiltration. Methods: A descriptive-analytical study was conducted using OSCC tissue samples stained with hematoxylin-eosin. These samples were observed under a light microscope. Results: The degree of nuclear pleomorphism and mitotic count showed a significant relationship (p<0.05) with the OSCC degree of differentiation. Positive correlations for nuclear pleomorphism (r=0.584) and mitotic count (r=0.675) with OSCC degree of differentiation. No significant relationship was found (p>0,05) between the level of lymphoplasmacytic infiltration and the OSCC degree of differentiation. Additionally, no significant associations were found between tumor location, gender, and age with the OSCC degree of differentiation. Conclusion: An association was found between the degree of nuclear pleomorphism and number of mitosis with the OSCC degree of differentiation. Thus, higher degree of nuclear pleomorphism and number of mitosis worsen the OSCC degree of differentiation. However, no significant relationship was observed between the level of lymphoplasmacytic infiltration and the OSCC degree of differentiation. Similarly, no significant associations were found between tumor location, gender, and age with the OSCC degree of differentiation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library