Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Annisa
Abstrak :
Dalam pelangsungan perkawinan poligami kerap ditemukan pelanggaran, yaitu dilangsungkan tanpa adanya izin isteri dan izin Pengadilan. Tesis ini membahas mengenai pencabutan gugatan pembatalan perkawinan poligami oleh isteri pertama berdasarkan Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Utara Nomor 365/Pdt.G/2019/PA.JU. Permasalahan yang dibahas yaitu bagaimana akibat hukum pencabutan gugatan pembatalan perkawinan oleh isteri pertama terhadap perkawinan poligami yang dilangsungkan dengan penipuan dan pembagian harta bersama suami dengan isteri-isteri setelah suami meninggal dunia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian preskriptif. Hasil penelitian ini adalah perkawinan poligami yang dilangsungkan sah karena tidak bertentangan dengan rukun dan syarat perkawinan. Terkait pembagian harta bersama dapat diselesaikan secara litigasi maupun nonlitigasi. Penyelesaian secara litigasi dapat dikuatkan dengan akta van dading atau akta perdamaian yang mempunyai kekuatan hukum mengikat layaknya putusan Pengadilan. Terkait penyelesaian nonlitigasi dibuat dengan kesepakatan perdamaian yang dibuat oleh notaris yang kemudian didaftarkan ke Pengadilan agar kesepakatan perdamaian notariil tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap dan mempunyai kekuatan eksekutorial. Mengenai besarnya bagian harta bersama suami dan setiap isteri dapat dibagi menggunakan metode bagi rata antara suami dengan isteriisteri dan metode ratio lama perkawinan.
......In the continuation of polygamous marriages are often found violations, which are carried out without the consent of the wife and the permission of the Court. This thesis discusses the revocation of the lawsuit for the annulment of polygamous marriages by the first wife based on the Decision of the Religious Court of North Jakarta Number 365 / Pdt.G / 2019 / PA.JU. The problem discussed is how the law of revocation of the lawsuit of annulment of the annulment of the marriage by the first wife to the marriage of polygamy carried out by fraud and division of property with the husband and wives after the husband dies. This study uses normative juridical research method with prescriptive research type. The results of this study are polygamous marriages that are held legally because they do not conflict with the pillars and conditions of marriage. Regarding the division of common property can be resolved by litigation orlitigation non-. Litigation settlement can be strengthened by a van dading act or a peace act that has binding legal force similar to a Court decision. The non-settlement settlement is made with a peace agreement made by a notary who is then registered with the Court so that the notary peace agreement has permanent legal force and has executive power. Regarding the size of the share of property with the husband and each wife can be divided using the method of equality between husband and wife and the old ratio method of marriage.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Linda Hanafiah
Abstrak :
ABSTRAK
Undang-undang Perkawinan pada dasarnya menganut asas monogami, namun dengan beberapa syarat memperbolehkan seorang suami beristri lebih dari seorang. Tesis ini membahas mengenai keabsahan perkawinan poligami yang dilakukan oleh seorang keturunan Tionghoa serta pembagian warisannya. Penulisan tesis ini menggunakan jenis penelitian studi kasus dengan pendekatan yuridis-normatif. Berdasarkan hasil pembahasan atas rumusan masalah yang ada, diketahui bahwa semasa hidupnya Pewaris telah menikah sebanyak tiga kali. Perkawinan pertama dilakukan sebelum berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan hanya dilakukan berdasarkan ketentuan agama Katolik, sehingga perkawinan Pewaris dan istrinya yang tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dianggap tidak sah menurut hukum negara karena tidak adanya pencatatan di kantor pencatat perkawinan. Perkawinan kedua pewaris dilakukan setelah berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dilakukan sesuai ketentuan agama Katolik dan dicatatkan di Catatan Sipil adalah tidak sah karena Katolik tidak mengenal adanya perkawinan poligami. Sedangkan perkawinan ketiga Pewaris dilakukan setelah Pewaris berpindah agama menjadi seorang muslim, sehingga perkawinannya yang dilangsungkan di Kantor Urusan Agama adalah perkawinan yang sah menurut hukum agama dan negara. Tidak adanya pencatatan mengakibatkan suatu perkawinan tidak sah menurut undang-undang sehingga tidak memperoleh kepastian ataupun perlindungan hukum. Sehingga dalam hal ini pertimbangan hakim kurang tepat karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penerima warisan dari pewaris yang meninggal dalam keadaan beragama Islam hanyalah ahli waris yang juga beragama Islam, sedangkan ahli waris non-muslim dapat memperoleh bagian dari wasiat wajibah.
ABSTRACT
The 1974 Marriage Act basically adhere to monogamy principle, however for some conditions may be allowed for a husband to have more than one wife. This thesis discusses about the validity of polygamy marriage done by an chinese ethnic and his inheritance allotment. The writing of this thesis is using case study research by normative juridical research approach. Based on the discussion results of the questions, it is known that the heir has married for three times. The first marriage was held before the enactment of the 1974 Marriage Act and done under the Catholic rules, however the marriage which is subject to the Indonesian Civil Law is deemed invalid according to state law because it was not registered at the office of registry marriage. The second marriage held after the 1974 Marriage Act enacted and it was carried out in accordance with the Catholic rules and registered at the Civil Registration, however the second marriage is also invalid because in Catholic rules, it does not recognize polygamy marriage. While the third marriage was done after the heir change his religion into Moslem. The third marriage which was held in The Office of Religious Affairs is a lawful matrimony according to Islamic and state regulations. The absence of marriage registration causes the first marriage was not legitimate and has no legal certainty or legal protection. Therefore in this case, the judges rsquo considerations were inappropriate because it was against the applicable law. The heirs of the heir who died as a Moslem are only they are who also a moslem, while the non muslim heirs can obtain part of the inheritance from wajibah testament.
2017
T47155
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library