Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Widiastuti
"Hak, kebebasan, dan yurisdiksi negara, baik negara pantai yang memiliki ZEE maupun tidak, semuanya diatur dalam UNCLOS. Negara pengguna maritim tidak memiliki hak tambahan di luar lingkup UNCLOS, oleh karena itu negara pantai dapat membatasi kegiatan yang relevan dari Negara lain di ZEE mereka. Mengenai status hukum ZEE ini sangat mempengaruhi terhadap kegiatan militer negara lain di ZEE suatu negara pantai. Maka, kegiatan militer negara lain yang dilakukan di ZEE suatu negara pantai diharapkan penggunaannya mematuhi prinsip perdamaian PBB. Mengingat praktik negara yang tidak konsisten, masyarakat internasional perlu mempertimbangkan kembali hubungan antara prinsip perdamaian dan kegiatan militer suatu negara di ZEE negara lain, untuk mengkodifikasi praktik negara dan membuat norma yang dapat diterima secara universal dalam hal ini langkah yang perlu diambil berupa pola perundang-undangan yang dapat digunakan untuk merancang kegiatan militer suatu negara di ZEE negara lain. Negara lain tidak perlu memberikan pemberitahuan terlebih dahulu sebelum memasuki ZEE suatu negara pantai. Namun, jika suatu Negara menganut gagasan bahwa semua ZEE mewakili perairan internasional, dan bahwa negara pantai hanya menikmati yurisdiksi ekonomi di wilayah tersebut, hal itu tidak memerlukan pemberitahuan sebelumnya, karena kepentingan keamanan nasional tidak berdampak pada yurisdiksi ekonomi negara pantai. Negara lain kemudian dapat menikmati kebebasan penuh navigasi dan penerbangan di ZEE negara pantai tersebut. Sebagai mitra strategis baik India maupun AS perlu mengupayakan inisiasi pertama dalam meningkatkan kebijakan yang strategis pada pengembangan hukum laut internasional khususnya. Kesadaran ini perlu membentuk hukum yang lebih relevan di dalam politik hukum yang mempengaruhi perilaku praktik Negara-negara terhadap kebutuhan akan mencapai kepentingan bersama seperti mengajak semua negara untuk mendiskusikan, membentuk dan memperbaharui hukum kebiasaan internasional dalam UNCLOS 1982 yang relevan agar keberlangsungan dalam menjaga tatanan kebijakan laut internasional secara konsisten dan seimbang  dipraktikkan negara-negara yang masing-masing terpenuhinya kepentingan keamanan kekuatan di laut.

The rights, freedoms, and jurisdiction of the state, whether the coastal state has an EEZ or not, are all regulated in UNCLOS. Maritime user states do not have additional rights outside the scope of UNCLOS, therefore coastal states can restrict the relevant activities of other States in their EEZ. Regarding the legal status of this EEZ, it greatly affects the military activities of other countries in the EEZ of a coastal country. Thus, military activities of other countries carried out in the EEZ of a coastal country are expected to be used in accordance with the principles of UN peace. Given the inconsistent state practices, the international community needs to reconsider the relationship between the principle of peace and military activities of one country in the EEZ of another country, to codify state practices and create universally acceptable norms in this case the steps that need to be taken in the form of legislation which can be used to design a country's military activities in another country's EEZ. Other countries do not need to give advance notice before entering the EEZ of a coastal country. However, if a State adheres to the idea that all EEZs represent international waters, and that the coastal state enjoys only economic jurisdiction in the territory, it does not require prior notice, as national security interests have no impact on the coastal state's economic jurisdiction. Other countries can then enjoy complete freedom of navigation and overflight in the coastal state's EEZ. As strategic partners, both India and the US need to seek the first initiation in improving strategic policies on the development of international law of the sea in particular. This awareness needs to form more relevant laws in legal politics that affect the practice behavior of States towards the need to achieve common interests such as inviting all countries to discuss, establish and update customary international law in UNCLOS 1982 that is relevant so that it continues to maintain the maritime policy order. international law is consistently and balanced practiced by countries, each of which fulfills the interests of security forces at sea."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Khadijah
"Pesatnya aktivitas pelayaran menyebabkan sengketa teritorial dan maritim yang terjadi di Laut Tiongkok Selatan menimbulkan kekhawatiran akan terhambatnya hak untuk berlayar, khususnya bagi kapal perang. Penguasaan secara de facto oleh Tiongkok atas fitur-fitur laut di Spartly, Paracel dan Scarborough Shoal dapat berimplikasi pada keberlakuan hukum domestik Tiongkok yang membatasi hak lintas damai kapal perang asing di laut teritorial dan aktivitas militer asing di ZEEnya. Klaim Tiongkok ini ditentang oleh Amerika dengan cara mengirimkan kapal perangnya untuk berlayar di perairan yang masih bersengketa tersebut di bawah misi FONOP. Dalam meneliti permasalahan ini, Penulis menggunakan metode penelitian berupa yuridis normatif.
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari permasalahan tersebut adalah klaim Tiongkok tidak dapat dibenarkan oleh hukum internasional, dengan demikian hak lintas damai tidak berlaku di perairan sekitar fitur-fitur yang diklaim negara tersebut dan kapal asing tetap dapat berlayar di bawah rezim kebebasan navigasi yang tertuang dalam Pasal 58 1 UNCLOS. Oleh sebab itu, seharusnya Amerika mengirimkan kapal perangnya untuk melakukan kebebasan navigasi. Selain itu, Tiongkok tidak berhak mengklaim ZEE dari fitur-fitur yang diklaimnya tersebut sehingga kebijakan atas aktivitas militer tidak dapat diterapkan. Tiongkok adalah negara yang telah meratifikasi UNCLOS, maka seyogyanya negara tersebut mematuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam konvensi tersebut.

Territorial and maritime disputes occurring in the South China Sea have raised awareness among international communities regarding the impediment of navigational rights. China rsquo s de facto control on the sea features such as Spartly, Paracel and Scarborough Shoal possibly implies the enforcement of Chinese domestic laws that limit the innocent passage of foreign warships in territorial sea and foreign military activities in EEZ. However, America opposes Chinese claims by sending its warships to sail near disputed waters under FONOP mission. The research method used in this thesis is yuridis normatif.
The conclusions derived from the problem are, Chinese claims cannot be justified by international law, therefore the right of innocent passage is not applicable in the waters surrounding the claimed features and foreign warships are able to sail under the regime of freedom of navigation provisioned in Article 58 1 UNCLOS. Therefore, America should have sent its warships under the freedom of navigation regime. On the other hand, China is not capable of claiming EEZ derived from the features, therefore the country cannot restrict military activities in the region. Moreover, as member of UNCLOS, China has obligation to follow the rules set up in the convention.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library