Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edwin Leopold Jim
"Latar Belakang : Kebocoran plasma merupakan proses utama yang terjadi pada demam berdarah dengue (DBD) dimana mulai terjadi pada hari ke-3 demam dan mencapai puncaknya pada hari ke-5 demam. Kebocoran plasma menyebabkan hipoksia jaringan yang berakibat asidosis. Variabel yang terkait dengan mikrosirkulasi perfusi jaringan yaitu parameter asam-basa. Menurut Stewart, abnormalitas asam-basa metabolik ditentukan dengan menghitung Strong Ion Difference (SID). Hingga saat ini belum diketahui nilai SID pada infeksi dengue dewasa dengan kebocoran plasma.
Tujuan Penelitian : Mengetahui peran nilai SID untuk memprediksi dan mendiagnosis kebocoran plasma pada infeksi dengue pasien dewasa.
Metode : Studi potong lintang dan kohort retrospektif, pada infeksi virus dengue pasien dewasa yang dirawat di ruang penyakit dalam RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RSUP Persahabatan Jakarta. Dilakukan pemeriksaan nilai SID untuk melihat perbedaan rerata nilai SID antara demam dengue (DD) dan DBD dengan uji t tidak berpasangan, dan nilai titik potong SID pada keadaan dengan atau tanpa kebocoran plasma dilakukan dengan menentukan sensitivitas dan spesifisitas terbaik dari kurva ROC.
Hasil : Jumlah subjek sebanyak 57 orang. Jenis kelamin laki-laki sebanyak 31 pasien (54,38%) dan perempuan 26 pasien (45,61%). Kasus DD 31 pasien (54,38%) dan kasus DBD 26 pasien. Nilai SID hari ke-3 pada DBD secara bermakna lebih rendah dibandingkan DD [36,577 (±2,08) dan 39,032 (±1,44); p<0,01]. Demikian pula pada hari ke-5, nilai SID pada DBD lebih rendah dibandingkan DD [34,423 (±2,36) dan 37,548 (±2,55); p<0,01]. Hasil analisis statistik didapatkan perbedaan bermakna. Berdasarkan kurva ROC pada hari ke-3 didapatkan nilai SID ≤37,5 sebagai titik potong yang memberikan sensitivitas 65% dan spesifisitas 84% dengan Area Under Curve (AUC) 0,824 (IK 95% 0,71 ? 0,93; p<0,001). Pada hari ke-5, titik potong nilai SID ≤36,5 memberikan sensitivitas 81% dan spesifisitas 68% dengan AUC 0,813 (IK 95% 0,7 ? 0,92; p<0,001).
Kesimpulan : Nilai SID hari ke-3 dan hari ke-5 pada DBD lebih rendah dibandingkan DD. Nilai SID ≤37,5 pada hari ke-3 dan ≤36,5 pada hari ke-5 dapat dipakai sebagai petanda kebocoran plasma.

Background : Plasma leakage is the main process in dengue haemorrhagic fever (DHF) which starts at day 3 of fever and peaked at day 5 of fever. Plasma leakage is causing tissue hypoxia that resulting in acidosis. Tissue perfusion microcirculation-associated variable is acid-base parameters. According to Stewart, abnormality of metabolic acid-base is determined by calculating Strong Ion Difference (SID). Now, SID in adult dengue-infected patients with plasma leakage is not known yet.
Objectives : To detemine the role of SID in prediction and diagnosis of plasma leakage in adult dengue-infected patients.
Methods : These were cross-sectional and retrospective cohort study which conducted in adult dengue-infected patients that hospitalized in internal medicine ward of Cipto Mangunkusumo General Hospital and Persahabatan General Hospital in Jakarta. SID was examined to determine the mean difference between dengue fever (DF) and DHF by t-test independent, and cut-off point of SID in plasma leakage was identified by sensitivity and specificity based on ROC curve.
Results : There were 57 adult dengue-infected patients recruited; consist of 31 male patients (54,38%) and 26 female patient (45,61%); 31 DF patients (54,38%) and 26 DHF patients (45,6%). SID on day 3 of fever in DHF was significantly lower than DF [36,577 (±2,08) vs 39,032 (±1,44); p<0,01]. Similarly on day 5, SID of DHF 36,577 (±2,08) vs DF 39,032 (±1,44); p<0,01. Based on ROC curve of day 3, the cut-off point of SID was ≤37,5 with sensitivity 65%, specificity 84%, Area Under Curve (AUC) 0,824 (95% CI 0,71 ? 0,93; p<0,001). On day 5, the cut-off points of SID was <36,5 with sensitivity 81%, specificity 68%, AUC 0,813 (95% CI 0,7 ? 0,92; p<0,001).
Conclusion : SID on day 3 and day 5 of fever in DHF was significantly lower than DF. SID ≤37,5 on day 3 and ≤36,5 on day 5 can be used as a marker of plasma leakage.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Bur
"Latar Belakang : Perbedaan antara demam dengue ( DD ) dan demam berdarah dengue ( DBD ) adalah terjadinya kebocoran plasma pada DBD. Kebocoran plasma pada ruang interstitial ditandai dengan adanya efusi cairan di pleura dan peritoneal, hemokonsentrasi, serta hipovolemia intravaskular. Keadaan ini menyebabkan gangguan perfusi ke jaringan, sehingga menyebabkan metabolism anaerob. yang menimbulkan peningkatan kadar laktat dalam darah.
Tujuan Penelitian: Mengetahui peran laktat sebagai prediktor prognosis dan diagnosis kebocoran plasma pada infeksi dengue pasien dewasa.
Metode: Studi potong lintang, pada infeksi virus dengue pasien dewasa yang dirawat di bangsal penyakit dalam RS Cipto Mangunkusumo dan RS Persahabatan Jakarta. Jumlah subjek sebanyak 57 orang. Dilakukan pemeriksaan kadar laktat untuk melihat perbedaan rerata kadar laktat antara DD dan DBD dengan uji t-tes tidak berpasangan, dan nilai titik potong kadar laktat pada keadaan tanpa atau dengan kebocoran plasma dilakukan dengan menentukan sensitifitas dan spesifisitas terbaik dari kurva ROC yang sudah dibuat.
Hasil: Rerata kadar laktat pada DBD secara bermakna lebih tinggi daripada DD. Nilai titik potong untuk prediktor prognostik pada hari ke-3 yang ditentukan dengan kurva ROC mendapatkan nilai kadar laktat ≥ 2,65 mmol/ L dengan AUC 0,626 ; IK 95% 0,480-0,772. Dan nilai titik potong untuk diagnostik pada hari ke-5 mendapatkan nilai kadar laktat ≥ 2,55 mmol/L memberikan sensitivitas 66,6%% dan spesifisitas 54,2%.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna kadar laktat antara DD dan DBD. Nilai kadar laktat ≥ 2,65 mmol/L belum dapat digunakan sebagai prediktor prognostik adanya kebocoran plasma pada fase kritis. Nilai kadar laktat ≥ 2,55 mmol/L pada saat fase kritis dipakai sebagai petanda adanya kebocoran plasma dengan akurasi yang rendah.

Background: The difference between dengue fever (DF) and dengue hemorrhagic fever (DHF) is plasma leakage which occurs in DHF. The leakage of plasma into interstitial space is shown by pleura and peritoneal effusion, hemoconcentration, and intravascular hypovolemia. Anaerob metabolism will occur due to perfusion dysfunction which will cause increased serum lactate.
Objectives: To determine the role of lactate as a prognostic predictor and diagnostic in plasma leakage which occurs in adult dengue-infected patients.
Methods: This is cross-sectional study which is conducted in adult dengueinfected patients hospitalized in internal medicine ward of Cipto Mangunkusumo Hospital and Persahabatan Hospital in Jakarta. There are 57 adult dengue-infected patients recruited. Serum lactate is examined to determine the mean difference between DF and DHF. The data is analyzed by t-test independent and cut-off point is identified in presence as well as absence of plasma leakage which is to determine the sensitivity and specificity based on ROC curve.
Results: The mean of serum lactate in DHF is significantly higher compared to DF. The cut-off point of prognostic predictor in day three of fever which is determined based on ROC curve shows lactate serum ≥ 2.65 mmol/L with AUC 0.626; 95% CI 0.480-0.772. Moreover, the cut-off point of diagnostic factor in day five of fever is shown by serum lactate ≥ 2.55 mmol/L with sensitivity 66.6% and specificity 54.2%.
Conclusion: There is difference of serum lactate in DF and DHF. Serum lactate ≥ 2.65 mmol/L could not be used as a prognostic predictor of plasma leakage in critical phase. Serum lactate ≥ 2.55 mmol/L during critical phase could be used as a marker of plasma leakage but low of accuracy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deka Larasati
"Latar belakang. Salah satu penentu manifestasi klinis dengue berat adalah kebocoran plasma. Limfosit dan monosit berperan dalam patogenesis kebocoran plasma infeksi dengue sehingga berpotensi sebagai prediktor kebocoran plasma.
Tujuan. Menentukan kemampuan hitung jenis limfosit dan monosit demam hari kedua sebagai prediktor kebocoran plasma pada fase kritis infeksi dengue.
Metode. Desain kohort retrospektif pasien rawat inap di RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSUP Persahabatan dan RSPAD Gatot Soebroto dari tahun 2010 ̶ 2015, memenuhi kriteria inklusi: berusia > 15 tahun; didiagnosis dengue menurut WHO 1997; dikonfirmasi pemeriksaan NS-1/pemeriksaan serologis anti dengue; memiliki data darah perifer lengkap dan hitung jenis mulai demam hari ke-2; USG abdomen, dan/atau albumin pada fase kritis. Dilakukan analisis Reciever Operating Characteristic Curves (ROC curve) dengan interval kepercayaan (IK) 95% dan multivariat regresi logistik untuk memperoleh model prognostik.
Hasil. Terdapat 63 subjek dianalisis. Insidens kebocoran plasma 49%. Nilai absolut limfosit dan nilai absolut monosit demam hari ke-2 berpotensi menjadi prediktor kebocoran plasma pada fase kritis dengan AUC 0,65 dan 0,64. Titik potong optimal nilai absolut limfosit dan nilai absolut monosit yang berpotensi sebagai prediktor kebocoran plasma sebesar 1323 dan 770. Nilai absolut limfosit memiliki sensitivitas 90%, spesifisitas 16%. Nilai absolut monosit memiliki sensitivitas 94%, spesifisitas 34%. Model prognostik nilai absolut monosit dan persentase limfosit meningkatkan AUC menjadi 0,723.
Simpulan. Kemampuan prediksi kebocoran plasma nilai absolut limfosit dan nilai absolut monosit demam hari kedua lemah. Namun kemampuan tersebut ditingkatkan menjadi sedang oleh model prognostik yang melibatkan persentase limfosit dan nilai absolut monosit.

Background. The severity of dengue infection was determined by plasma leakage. Lymphocytes and monocytes played an important role in the pathogenesis of plasma leakage in dengue infection so they potentially used as predictors for plasma leakage in a critical phase of dengue infection.
Aim. Determined the percentage and absolute number of lymphocytes and monocytes measured on the second day of fever as a predictors for plasma leakage in a critical phase of dengue infection.
Method. The research was retrospective cohort study of inpatients at Cipto Mangunkusumo Hospital, Persahabatan General Hospital and Gatot Subroto Military Hospital Jakarta from 2010 ̶ 2015. The inclusion criteria: age > 15 years, suffering from dengue infection according to the diagnostic criteria of WHO in 1997, confirmed by examination of NS-1 or serological anti-dengue, peripheral blood count and differential leucocyte count during treatment from second day of fever, abdominal ultrasound, and / or albumin in the critical phase. Analyses were performed using ROC curve. Multivariate analysis was performed to elicit prognostic models.
Results. We determined 63 subjects. The incidence of plasma leakage was 49%. Absolute number of lymphocytes and monocytes on second day of fever were potentially useful as predictors for plasma leakage. The AUC was 0.65 and 0.644. The optimal cut-off point for absolute number of lymphocytes were 1323, the sensitivity was 90% and the specificity 16%. The cut-off for absolute number of monocytes was 770, the sensitivity was 94%, specificity 34%. We found optimal prognostic model which include percentage of lymphocytes and absolute number of monocytes. It could increase the AUC until 0,723.
Conclusion. The absolute number of lymphocytes and monocytes on second day of fever in dengue infections were potentially useful as predictors for plasma leakage in a critical phase of dengue infection. Predictive capability could be increased by prognostic model which include percentage of lymphocytes and absolute number of monocytes as predictors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santy Pudjianto
"Manifestasi klinis demam berdarah Dengue (DBD) adalah kebocoran plasma dan trombositopenia. Salah satu teori penyebab kedua hal tersebut adalah kadar trombin yang meningkat akibat aktivasi koagulasi. Kadar trombin dapat diwakili oleh kadar F1.2. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kadar F1.2 dengan kebocoran plasma dan trombositopenia pada infeksi Dengue. Desain penelitian ini adalah potong lintang, mengggunakan plasma EDTA dari pasien terinfeksi virus Dengue. Subyek penelitian adalah 10 subyek dengan kebocoran plasma dan 10 subyek tanpa kebocoran plasma pada infeksi Dengue, 6 sampel berpasangan untuk perbandingan fase kritis dan fase konvalesen, 26 sampel untuk uji korelasi antara kadar F1.2 dengan jumlah trombosit.
Hasil penelitian menunjukkan kadar F1.2 pada pasien terinfeksi virus Dengue dengan kebocoran plasma (rerata ± 2SD) 147,4 ± 105,82 pg/mL lebih tinggi secara bermakna dibanding tanpa kebocoran plasma 51,3 ±39,92 pg/mL. Kadar F1.2 pada fase kritis dengan median 186,3 (108,6-223,2) pg/mL lebih tinggi secara bermakna dibanding fase konvalesen 46,5(27,4-51,9) pg/mL. Terdapat korelasi negatif yang bermakna dengan kekuatan sedang antara kadar F1.2 dengan jumlah trombosit, nilai r = - 0,609. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa terdapat peningkatan aktivasi koagulasi yang ditunjukkan dengan peningkatan kadar F1.2 pada fase kritis, berkaitan dengan kebocoran plasma dan trombositopenia pada pasien terinfeksi virus Dengue.

Clinical manifestations of Dengue haemorrhagic fever are plasma leakage and thrombocypenia. Both manifestations are thought to be caused by an increased thrombin level due to activation of coagulation. The aim of this study was to look for any association between F1.2 level and plasma leakage and also between F1.2 level and thrombocytopenia in Dengue infected patients. The study design was cross sectional. This study used EDTA plasma from patients infected with Dengue virus. The thrombin level was represented by the prothrombin fragment 1.2 (F1.2) level. Twenty subjects were enrolled in this study, consisted of 10 subjects with plasma leakage and 10 without plasma leakage, 6 pair samples in critical phase and convalescent phase, 26 samples for correlation test between F1.2 level and platelet count. In this study, it was found that the F1.2 level in patients with plasma leakage (mean ± 2 SD) 147.4 ± 105.82 pg/mL was significantly higher compared to patients without plasma leakage 51.3 ±39.92 pg/mL, and the F1.2 level in critical phase had a median of 186.3 (108.6-223.2) pg/mL which was significantly higher compared to convalescent phase 46.5(27.4-51.9) pg/mL. Also there was a significant negative correlation with moderate degree of relationship between F1.2 level and the thrombocyte count, r = - 0.609.
The results of the study demonstrated that there was increased coagulation activation at critical phase in patients infected with Dengue virus, as shown by F1.2 as indicator, associated with plasma leakage and thrombocytopenia.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bulan Arini Eska
"Pendahuluan : Infeksi dengue merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia yang berdampak pada kematian akibat renjatan, apabila diagnosis dan penatalaksanaan tidak dilakukan secara dini. Kendala yang dihadapi dalam protokol deteksi kebocoran plasma selama ini adalah faktor yang menyebabkan negatif palsu, waktu yang di perlukan relatif lama, serta waktu terjadinya kebocoran plasma yang tidak dapat dipastikan. Ultrasonografi abdomen menjadi alat diagnostik potensial untuk menilai kebocoran plasma dan menjadi indikator prognostik.
Tujuan : Menghitung nilai sensitivitas dan spesifisitas ultrasonografi abdomen dalam mendeteksi kebocoran plasma pada infeksi dengue dewasa berdasarkan pemeriksaan albumin darah, serta mendapatkan karakteristik efusi pleura, asites dan penebalan dinding kandung empedu dalam ultrasonografi abdomen pada infeksi dengue.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain potong lintang ( cross sectional study ) serial dengan menggunakan data primer.
Hasil : Pada hari ke 3 sampai hari ke 5 demam, ultrasonografi abdomen memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%, sedangkan pada hari ke 6 didapatkan sensitivitas 100% dan spesifisitas 83,3% dibandingkan pemeriksaan albumin darah sebagai standar baku emas.
Kesimpulan : Ultrasonografi abdomen dapat dimasukkan ke dalam protokol diagnostik infeksi dengue sebagai alternatif pemeriksaan albumin darah.

Introduction : Dengue infection has been the major health issue in Indonesia, which may lead to death because of shock. The protocol in detecting plasma leakage have several problems that can make false negative. Abdominal ultrasound is a potential diagnostic modality in detecting this condition. There were no spesific studies to determine the role of ultrasound in dengue infection.
Objective : to asses the sensitivity and specificity of abdominal ultrasound in detecting plasma leakage of dengue infection compared to serum albumin and also to determine the characteristic of pleural effusion, ascites and thickening of gall bladder wall.
Method : This study is using serial cross sectional design with primary data.
Result : At third until fifth day of fever, the sensitivity and specificity of abdominal ultrasound is both 100%. At sixth day of fever, the sensitivity is 100% and the specificity is 83,3% compared to serum albumin.
Conclusion: Abdominal ultrasound can be implemented to diagnostic protocol of dengue infection as an alternative examination in detecting plasma leakage and should be performed at fourth and fifth day of fever.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Zakaria
"Latar Belakang: Insiden dan case fatality rate pasien terinfeksi dengue di Indonesia masih tinggi. Penyebab kematian utama pada infeksi dengue adalah renjatan yang disebabkan oleh kebocoran plasma. Kejadian hiponatremia dan hipokalemia sering ditemukan pada pasien yang mengalami infeksi dengue, namun keduanya tidak termasuk penanda kebocoran plasma dalam kriteria DBD oleh WHO. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rerata penurunan kadar natrium dan kalium serum pada pasien terinfeksi dengue dengan atau tanpa kebocoran plasma, dan mengonfirmasi penelitian sebelumnya apakah kadar natrium dan kalium bisa dipakai sebagai penanda kebocoran plasma.
Metode: Studi kohort prospektif dilaksanakan pada pasien terinfeksi dengue ≥ 16 tahun dengan demam mendadak ≤ 3 hari yang dirawat di ruang rawat inap Penyakit Dalam RS Cipto Mangunkusumo dan RS Persahabatan Jakarta pada pada Agustus 2013-Juni 2014. Dilakukan pemeriksaan natrium serum, kalium serum, albumin, dan ultrasonografi untuk melihat adanya penebalan kandung empedu, asites dan efusi pleura pada pasien terinfeksi dengue pada hari pertama masuk perawatan dan hari kelima demam. Untuk mendapatkan rerata penurunan natrium dan kalium serum antara pasien terinfeksi dengue yang mengalami kebocoran plasma dan yang tidak, digunakan uji komparatif t-test tidak berpasangan.
Hasil: Terdapat 35 orang subjek penelitian pasien terinfeksi dengue yang diambil secara konsekutif. Rerata kadar natrium serum pada pasien Demam Dengue (DD) pada saat masuk 134,66 ± 4,00 mEq/L dan pada hari kelima demam 130,95 ± 4,80 mEq/L. Sementara pada pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) didapatkan kadar natrium pada saat masuk 132,469 ± 3,45 mEq/L dan pada saat hari kelima 129,35 ± 2,67 mEq/L. Perbedaan rerata penurunan kadar natrium antara pasien DBD dengan DD sebesar 0,43 mEq/L, IK 95% [-2,56; 3,42], p = 0,386. Rerata kadar kalium serum pada pasien DD pada saat masuk 3,48 ± 0,44 mEq/L dan pada hari kelima demam 3,39 ± 0,38 mEq/L. Sementara pada pasien DBD didapatkan rerata kadar kalium pada saat masuk 3,32 ± 0,25 mEq/L dan pada hari kelima demam 3,11 ± 0,30 mEq/L. Perbedaan rerata penurunan kadar kalium pasien DBD dengan DD sebesar 0,12 mEq/L, IK 95% [-0,34; 0,10], p = 0,145.
Simpulan: Tidak didapatkan perbedaan rerata penurunan kadar natrium dan kalium serum pada pasien terinfeksi dengue dengan kebocoran plasma dibandingkan dengan tanpa kebocoran plasma.

Background: Incidence and case fatality rate of dengue-infected patients in Indonesia is still high. The main causes of death in dengue infection is shock caused by plasma leakage. The incidence of hyponatremia and hypokalemia often found in patients with dengue infection, but they do not include markers of plasma leakage in DHF criteria by WHO. This study aims to determine the average decrease of serum sodium and potassium levels in patients infected with dengue with or without plasma leakage, and confirm previous studies whether the levels of sodium and potassium can be used as a marker of plasma leakage.
Method: A prospective cohort study conducted in patients infected with dengue ≥ 16 years old with sudden fever ≤ 3 days treated in Cipto Mangunkusumo Hospital and Persahabatan Hospital in Jakarta between August 2013 to June 2014. Checking serum sodium, potassium, albumin, and ultrasound to see the thickening of the gall bladder, ascites and pleural effusion in patients infected with dengue on the first day of treatment and the fifth day of fever. We used comparative unpaired t-test to obtain an average decrease in serum levels of sodium and potassium between dengue infected patients who undergo plasma leakage and are not.
Results: There were 35 research subjects infected with dengue taken consecutively. The average of serum sodium levels in patients with Dengue Fever (DF) at the time of entry was 134,66 ± 4,00 mEq/L and on the fifth day of fever was 130,95 ± 4,80 mEq/L. While in patients with Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) obtained sodium levels at the time of entry was 132,469 ± 3,45 mEq/L and on the fifth day of fever was 129,35 ± 2,67 mEq/L. The difference of the average of decreased level of sodium between DHF and DF patients was 0,43 mEq/L, CI 95% [-2,56; 3,42], p = 0,386. The average of serum potassium levels in patients with DF at the time of entry was 3,48 ± 0,44 mEq/L and on the fifth day of fever was 3,39 ± 0,38 mEq/L. While in patients with DHF, obtained potassium levels at the time of entry was 3,32 ± 0,25 mEq/L and on the fifth day of fever was 3,11 ± 0,30 mEq/L. The difference of the average of decreased level of potassium between DHF and DF patients was 0,12 mEq/L, CI 95% [-0,34; 0,10], p = 0,145.
Conclusion: There were no differences in average of decreased level of serum sodium and potassium in dengue-infected patients with plasma leakage compared to without plasma leakage.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library