Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 236 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Buku bunga rampai ini menyoroti dimensi kekayaan negara dan barang milik negara sebagai sebuah kegiatan yang belum di kelola secara maksimal, sehingga kemanfaatannya tidak dapat dimaksimalkan secara utuh dan terencana. Pengelolaan kekayaan negara yang dibahas dalam buku ini dilihat dari berbagai segi yaitu aspek pengelolaan sumber daya alam, barang milik negara, penerimaan asli daerah serta ekspor Indonesia (yang bersifat anomali pada masa berjangkitnya wabah virus corona pada saat ini). Kajian mengenai pengelolaan sumber daya alam menggambarkan potensi sumber daya alam (SDA) Indonesia yang sangat besar; baik dari segi jenis maupun jumlahnya. SDA memiliki peran sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia karena memiliki kontribusi yang dominan terhadap struktur perekonomian Indonesia dan pada masanya dulu pernah menjadi sumber pendapatan utama negara. Tetapi di sisi lain, tak dipungkiri paradoks “kutukan sumber daya alam/resource curse” juga dialami oleh Indonesia. Dalam pembahasan mengenai pengelolaan barang milik negara, penulis memaparkan sisi optimalisasi penerimaan negara melalui pemanfaatan BMN belum menjadi perhatian utama kementerian/lembaga. Hal ini tidak terlepas dari belum adanya kesadaran dari para pengurus BMN di tingkat kementerian/lembaga untuk melakukan penataan BMN ini melalui ketentuan yang benar karena kurangnya pemahaman serta munculnya multitafsir terhadap ketentuan yang berlaku."
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2020
333.7 PER
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Indonesia boleh dikatakan memiliki kekayaan / kelebihan yang melimpah , dari ribuan pulau , keanekaragaman suku, kekayaan dan keindahan alam, , penduduk yang "ramah" dan masih banyak yang lainnya lagi....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ary Purnomo
"Tesis ini membahas mengenai sudut pandang hukum terhadap kekayaan BUMN sebagai Kekayaan Negara dipisahkan. BUMN sebagai Badan Hukum tunduk pada peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku. Namun terdapat ketidakpastian hukum yang ditemukan dalam ketentuan Undang-undang nomor : 17 Tahun2003 tentang Keuangan Negara Pasal 2 (g) bahwa Kekayaan negara/kekayaan daerah adalah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah, sementara ketentuan Undang-undang nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, Pasal 1 secara tegas disebutkan bahwa BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Tidak terbatasnya keuangan Negara dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tersebut di atas mengeliminisasi semangat entrepreneurship jajaran manajemen BUMN dan berimplikasi pada kurang optimalnya BUMN didalam mewujudkan maksud dan tujuan pendiriannya.
Kurangnya koordinasi dan pemahaman yang baik pada penyusunan peraturan perundangundangan dalam menerjemahkan pengertian dan batasan keuangan Negara, menyebabkan tidak sinkronnya peraturan perundangan-undangan yang diberlakukan dengan fakta yang ada berlaku dilapangan. Dibutuhkan segera penyelarasan dan perbaikan uundang-undang yang mengatur tentang keuangan Negara agar dapat mendudukan fungsi hukum pada posisi ideal yang sebenarnya mengingat suatu peraturan perundang-undangan dibuat dan dipelihara oleh Negara yang bersifat mengikat dan ada sangsi tegas bagi setiap orang atau pihak yang melanggarnya.

This theses briefly reviews State Owned Enterprise (SOE) as a separated state wealth in Law point of view. The theses explores the conditions of Indonesian SOE status, in which as a corporation, SOE has to comply with all related state?s laws and regulations. However, in some conditions, there is uncertainty in law body itself in delivering SOE's code of conduct particularly on those related to regulation of state wealth arrangement. This theses uses Law No. 17/2003 article 2 (g) as a case, where in this regulation is mentioned that state/local government wealth refers to wealth that is managed by the government itself or other parties consists of money, securities, state accounts, goods, and other rights based on price measurement, including separated wealth in SOEs. Meanwhile, the Law No. 19/2003 mentions that SOE is a corporation with its entire or partial capital is owned by the government, through direct allocation from state's separated wealth. In turns, this jurisdictions uncertainty will lead to SOEs profit loss.
Unlimited government finance scope as mentioned in Law No. 17/2003 may discourage self entrepreneurship within SOEs managerial layers and in turn will influence the organization performance in achieving its goals and objectives. Insufficient coordination and comprehensive understanding of laws and regulations arrangement including interpretation and decision about financial limitation in this context, might create barrier to the synchronization process between stipulated laws and the real situation and condition faced by the government and SOEs. Further harmonization and correction effort in laws and regulation related to government finance management are needed in order to put the ideal function of laws and regulation themselves in a state, to achieve law supremacy."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28187
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nina M.M. Adelyna
Depok: Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dasril Daramin
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1976
S16374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Trisna Atinirmala
"ABSTRAK
Indikasi Geografis adalah salah satu rezim Hak Kekayaan Intelektual yang merupakan sebuah tanda yang mengidentifikasi suatu barang berasal dari suatu daerah tertentu yang mana barang tersebut memiliki kualitas, reputasi, dan/atau karakteristik yang diperoleh atau dipengaruhi dari lingkungan geografis tempat barang itu berasal. Sebagai negara yang telah menandatangani Perjanjian TRIPs maka Indonesia dan India memiliki kewajiban untuk menerapkan ketentuan mengenai perlindungan Indikasi Geografis di negaranya masing-masing. Walapun bersumber dari peraturan yang sama namun terdapat perbedaan pengaturan Indikasi Geografis di antara kedua negara tersebut karena pada dasarnya Perjanjian TRIPs memberikan kebebasan untuk itu. Adapun penulisan ini bersifat yuridis normatif dengan tujuan untuk melakukan perbandingan atas pengaturan Indikasi Geografis di Indonesia dan India. Dapat dilihat dari perbandingan tersebut bahwa terdapat perbedaan antara pengaturan di kedua negara yang mempengaruhi jumlah pendaftaraan Indikasi Geografis di masing-masing negara. Selain itu dapat dilihat pula bahwa bentuk pengaturan Indikasi Geografis di Indonesia pada saat ini sudah cukup memadai sebagaimana ketentuan Indikasi Geografis di India yang menerapkan sistem sui generis, hanya saja diperlukan penerbitan peraturan pelaksanaan yang baru secepatnya untuk melengkapi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis agar tidak menimbulkan kebingungan sehubungan dengan perubahan-perubahan ketentuan Indikasi Geografis yang ada di dalam Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis.

ABSTRACT
Geographical Indication, as a part of Intellectual Property Rights, is a sign used on products that have a specific geographical origin and posses qualities, reputation, and or characteristics that are essentially due to the place of origin. Both Indonesia and India has signed the TRIPs Agreement, therefore they have the obligations to implement the provisions of TRIPs Agreement in their countries. Despite how these countries have the same sources, which is the TRIPs Agreement, there are some differences in the regulation system between each country since the TRIPs Agreement itself gives the freedom to do so. This research is conducted using juridical normative method, with the purpose of comparing the Regulation of Geographical Indication in Indonesia and India. From the comparison, we can see there are some differences in the provisions that are actually affecting the number of Geographical Indication registration in each country. We can also see that the provision of Geographical Indication in Indonesia is quite adequate just like how it is with India who applied the sui generis system, but a new implementation rules to complement the Undang Undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis is needed so that the changes of Geographical Indication in Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2007 tentang Indikasi Geografis won rsquo t cause any confusion to people. "
2017
S68480
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
O.K. Saidin
Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1995
346.048 2 SAI a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jatna Supriatna
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016
599.8 JAT p
UI - Publikasi  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Cut Sjahrifa
"Dalam era informasi sekarang ini, hak kekayaan intelektual (HaKI) menjadi komoditas yang menguntungkan dalam dunia bisnis, bahkan menjadi faktor yang diutamakan dalam aspek perdagangan Internasional. Ditetapkannya Perjanjian TRIPS sebagai aturan multilateral mencerminkan kenyataan ini. Sebagai badan dunia yang mengatur standar-standar internasional HaKI, WIPO sangat berperan dalam menentukan seberapa jauh tingkat perlindungan HaKI diberikan.
Bagi negara-negara berkembang, adanya kewajiban untuk menerapkan Perjanjian TRIPS merupakan suatu beban (cost) yang berat dan sulit dilakukan mengingat infrastruktur hukumnya yang belum canggih dan keadaan perkonomiannya yang belum semaju negara-negara industri. Negara-negara berkembang berpendapat bahwa TRIPS membuat mereka semakin sulit untuk memperoleh alih teknologi yang mereka butuhkan dari negara-negara maju. Pandangan seperti ini semakin diperkuat oleh peranan WIPO yang, dalam pandangan negara-negara berkembang, juga mendukung aturan perlindungan HaKI yang semakin tinggi. Oleh sebab itu, menurut negara-negara berkembang,peranan WIPO harus berubah.
Penulisan pada tesis ini menggunakan konsep persepsi sebagai kerangka teori untuk menjelaskan mengapa negara-negara berkembang melihat perlu adanya perubahan dalam peranan WIPO. Hasil dari penelitian ini menggambarkan bahwa persepsi telah mendorong negara-negara berkembang untuk menuntut adanya dimensi pembangunan dalam arah dan kegiatan WIPO."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21468
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>