Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yanti Novita Sari
"Perwalian di Indonesia belum dipahami dengan baik oleh penegak hukum khususnya Hakim, terlihat dalam Penetapan No. 0014/Pdt.P/2015/PA.Mn. Dalam penetapan ini Hakim mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya dengan pertimbangan didasarkan pada ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU Perkawinan dan Pasal 98 ayat (2) KHI. Penulis dalam tulisan ini ingin membahas mengenai perwalian berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia dan analisis mengenai penetapan hakim yang mengabulkan permohonan perwalian oleh Ayah kandung dengan tujuan pengurusan harta warisan anaknya. Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan metode analisis data deskriptif-analitis sehingga simpulan yang diperoleh berupa penjelasan eksplanatif.
Dari penelitian ini diketahui anak yang belum mencapai umur 18 tahun (berdasarkan UU Perkawinan) dan 21 tahun (berdasarkan KHI) dan belum kawin berada di bawah kekuasaan orang tua meskipun telah terjadi perceraian pada orang tuanya. Jadi, berdasarkan Pasal 47 UU Perkawinan dan Pasal 98 KHI Hakim tidak tepat memberikan penetapan perwalian karena melanggar ketentuan Pasal 50 UU Perkawinan dan Pasal 1 huruf h KHI. Selain itu, berdasarkan Pasal 48 UU Perkawinan alasan Pemohon memohonkan perwalian untuk mengurus harta warisan anaknya tidak dibenarkan.
......Guardianship in Indonesia still not be well understood by Law Enforcer especially judges, that can be witnessed from the court determination No. 0014/Pdt.P/2015/PA.Mn. This court determination the Judge has granted the petition from the applicant with consideration of Article 47 Marriage Law and Article 98 The Compilation of Islamic Law (KHI). The Author on this matter would like to discuss about the guardianship based on applied law in Indonesia and do analyzation regarding judge determination which granted the application of guardianship for the biological father with the intention to arrange inheritance for his children. The writing of this thesis uses juridical-normative approach with data analytical descriptive-analysis thus the conclusion that will be obtained will be served in a form of explanative explanation.
In this research, known that a child that has still not reach the age of 18 (Marriage Law) and 21 (KHI) and for those who has not married, they will be still under the authority of their parents even though the parents has divorced. With that explanation, based on article 47 Marriage Law and article 98 The KHI, the judge has made an incorrect decision by granting the guardianship because it will violates the substance of article 50 Marriage law and article 1 verse h The Compilation of Islamic Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seba Silawati
"Tujuan dari perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa serta dapat melanjutkan generasi dan memperoleh keturunan. Akan tetapi dalam kenyataannya tidak sedikit perkawinan yang putus karena terjadinya perceraian. Perceraian dianggap telah terjadi, beserta segala akibat-akibat hukumnya sejak saat pendaftaran pada Kantor pencatat perceraian di Pengadilan Negeri, kecuali bagi yang beragama Islam sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.Putusnya perkawinan karena perceraian menimbulkan berbagai persoalan, bukan hanya mengenai harta benda dalam perkawinan, tetapi juga mengenai tanggung jawab orang tua dalam menjalankan kekuasaannya, khususnya terhadap anak yang masih dibawah umur.
Permasalahan dalam penulisan tesis ini yaitu pelaksanaan hak penguasaan dari orang tua terhadap anak sebagai akibat dari perceraian dan apakah yang dapat dilakukan jika kekuasaan orang tua setelah terjadinya perceraian tidak dapat berlaku effektif. Kemudian dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif, dengan data utama yang digunakan yaitu data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Sementara itu, metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara kualitatif, yaitu mengacu pada data penelitian yang diteliti oleh peneliti. Sedangkan kesimpulan berdasarkan permasalahan di atas adalah pelaksanaan hak penguasaan dari orang tua terhadap anak sampai anaknya kawin atau dapat berdiri sendiri yang merupakan kewajiban orang tua meskipun hubungan perkawinan orang tua putus akibat perceraian meliputi sandang, pangan, pendidikan dan kesehatan merupakan nafkah anak (alimentasi) yang harus dipenuhi orang tua, terutama ayah, baik dalam masa perkawinan atau pun setelah terjadi perceraian. Upaya yang dilakukan dalam pelaksanaan hak penguasaan dari orang tua terhadap anak sebagai akibat perceraian tidak dapat berlaku effektif, yaitu selagi anak belum berusia 18 tahun atau belum menikah, orang tua tidak boleh memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap milik anaknya, Jika orang tua melalaikan kewajibannya atau berkelakuan yang sangat buruk, kekuasaannya terhadap anak dapat dicabut untuk waktu tertentu dan seseorang atau badan hukum yang memenuhi syarat dapat ditunjuk menjadi wali melalui penetapan pengadilan.
......The goal of the marriage is happy to found a family on the basis of the belief That the one true God and can continue generations and obtain offspring. But in reality not a bit disheartened because of the occurrence of marital dissolution. Divorce is considered to have taken place, with all its legal consequences since the moment of registration in the Office of the clerk of the District Court of divorce, except for the Muslim Religious Court ruling since the fall have had the force of law. The breakdown in the marriage as divorce raises a variety of issues, not just about material possessions in marriage, but also regarding the responsibility of the parents in the exercise of its powers, especially against children still under age.
Problems in the writing of the thesis is to take the implementation of the rights of parents towards the child as a result of a divorce and whether that can be done if powers of the parents after the divorce was not able to apply effective. Then in doing research, authors use research methods in library which is juridical-normative, with the main data used i.e. secondary data obtained from the materials in library of legal materials, primary and secondary legal materials of tertiary law. In the meantime, the methods of data analysis used in this research was conducted by means of qualitative, i.e. referring to the research data was examined by researchers.
Whereas the conclusion based on the above issue is the implementation of rights of parents towards the child until the child marries or can stand alone which is the duty of the parents even if the parents marital relationship break up due to divorce include textiles, food, education and health is a living child (alimentation) must meet the parents, especially fathers, both during marriage or after divorce. The efforts made in the implementation of rights of parents towards the child as a result of divorce cannot apply effective, i.e. as long as the child is not yet 18 years old or unmarried, parents should not move right or to pawn the goods remain the property of his son, if the parents neglect their obligations or act that was so bad, its power against children can be revoked for a certain time and a person or legal entity that is eligible to be appointed guardians through the establishment of the Court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30353
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dyana Safitri Juliani
"Pelepasan hak atas objek tanah yang dimiliki oleh anak dibawah umur harus diwakili oleh orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua atau wali yang ditunjuk dengan menjalankan perwalian, yang harus didasari oleh adanya penetapan pengadilan untuk membuktikan bahwa orang tua atau wali itu berwenang untuk mewaikili dan hal itu dilakukan atas dasar kepentingan si anak. Hal ini dikarenakan anak dibawah umur dianggap belum cakap dalam melakukan perbuatan hukum untuk mewakili dirinya sendiri. Selanjutnya maka penelitian ini berfokus pada kasus pelepasan hak di Jakarta Timur yang terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1211 K/PDT/2021, bahwa telah dilakukan pelepasan hak yang juga dianggap sebagai jual beli terhadap objek tanah dengan sertipikat hak milik atas nama si anak dibawah umur oleh ayah dari si anak dibawah umur tersebut atas dasar kekuasaan orang tua tanpa adanya penetapan pengadilan, yang kemudian hal ini mengakibatkan adanya sengketa terhadap objek tanah hak milik itu. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini didasarkan pada fakta-fakta yang terdapat dalam putusan untuk menganalisis konstruksi hukum dan kesahan akta pelepasan hak yang dibuat oleh orang tua dari subjek pemegang hak yang adalah anak dibawah umur tanpa didasari penetapan pengadilan. Penelitian ini dilakukan menggunakan penelitian doktrinal. Data-data yang dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Alat pengumpulan data yang dipakai adalah studi dokumen untuk menghimpun data dari sumber-sumber peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penelitian menggambarkan bahwa pelepasan hak yang dibuat oleh orang tua dari subjek pemegang hak yang adalah anak dibawah umur tanpa didasari penetapan pengadilan menyebabkan perbuatan hukum pelepasan hak tersebut seharusnya tidak sah dan mengakibatkan akta pelepasan hak tersebut dapat dibatalkan.
......The release of rights to land objects owned by minors must be represented by parents who exercise parental authority or guardians appointed by exercising guardianship, which must be based on a court decision to prove that the parent or guardian is authorized to represent and it is done based on the interests of the child. This is because minors are considered incapable of performing legal acts to represent themselves. Furthermore, this research focuses on a case of relinquishment of rights in East Jakarta in Supreme Court Decision Number 1211 K/PDT/2021, where a relinquishment of rights, which is also considered a sale and purchase of a land object with a certificate of ownership in the name of the minor, was carried out by the father of the minor based on parental authority without a court order, which then resulted in a dispute over the land object. Based on this, this research is based on the facts contained in the decision to analyze the legal construction and validity of the deed of release of rights made by the parents of the right holder subject who is a minor without being based on a court decision. This research was conducted using doctrinal research. The data were analyzed using a qualitative approach. The data collection tool used is a document study to collect data from sources of applicable laws and regulations. The results of the study illustrate that the release of rights made by the parents of the right-holder subject who is a minor without being based on a court decision causes the legal act of releasing the right to be invalid and results in the deed of release of the right to be canceled."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Said Muhammad Rizky
"Pada kasus dalam Putusan No. 703/Pdt.G/2015/PN.Sby terdapat kondisi di mana kakek dan nenek seorang anak mengajukan permohonan untuk dijadikan wali atas cucunya ketika ayah yang telah ditentukan sebagai wali anak tersebut sudah tidak mampu mengurus anaknya. Namun menurut pertimbangan Hakim, kakek dan nenek tersebut tidak dapat memiliki hak asuh karena anak tersebut masih memiliki orang tua dan tidak memiliki kedudukan untuk mengajukan hal tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 49 UU Perkawinan.
Tulisan ini membahas penggunaan dasar hukum dalam UU Perkawinan dalam penolakan permintaan perwalian yang dilakukan kakek dan nenek tersebut. Penulisan Skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan metode analisis data deskriptif-analitis sehingga simpulan yang diperoleh berupa penjelasan eksplanatif.
Dari dilakukannya penelitian ini diketahui bahwa anak yang belum mencapai umur 18 delapan belas tahun dan belum kawin berada di bawah kekuasaan orang tua meskipun telah terjadi perceraian pada orang tuanya. Setelah terjadinya perceraian orang tua dapat diberikan status pemegang pemeliharaan anak sedangkan perwalian baru timbul ketika anak tersebut sudah tidak lagi berada dalam kekuasaan orang tua.
Berdasarkan ketentuan Pasal 49 UU Perkawinan, keluarga anak dalam garis lurus ke atas memiliki kedudukan untuk meminta pencabutan perwalian pada anak. Dengan demikian, kakek dan nenek anak dapat meminta pencabutan perwalian atau kekuasaan orang tua. Pemberian status wali pada siapapun selama anak masih berada dalam kekuasaan orang tuanya agar tidak terjadi pelanggaran dalam ketentuan Pasal 50 UU Perkawinan.

Upon the case on Verdict Number 703 Pdt.G 2015 PN.Sby there are grandparents that want to be the guardian of their grandchild when the parents, whose already became the guardian of his own child, is already unable to take care of the child. However, according to the judges rsquo consideration, the grandparents cannot have the guardianship since the child still has his parents and did not have a legal standing in requesting guardianship based on Article 49 Marriage Law.
This paper discusses whether if the judge already used the right provision in Marriage Law to reject the grandparents rsquo guardianship request. This study uses normative with descriptive qualitative data analysis methods so that the conclusion obtained in the form of an explanatory description.
From doing this study, it would be known that any children who have not reached the age of 18 eighteen years and have not married are under the authority of the parents even if they are already divorced. After the divorce, parents could have the child custody but guardianship status will arise not after the divorce, but after there are no longer parents rsquo authority. According to Article 49 Marriage Law, the family of a child has the legal standing to revoke a parents rsquo authority or guardianship.
Therefore, based on Article 49 Marriage Law the grandparents have the right to revoke the parents rsquo authority or guardianship on their grandchild. Furthermore, the judges should not give a guardianship status even to child own parents when the child is still in their parents rsquo authority."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kintan Ayunindya Prameswari
"Skripsi ini membahas mengenai perwakilan yang bersumber dari undang-undang seperti tindakan perwakilan yang dilakukan oleh orang tua, wali, dan pengampu bagi orang-orang yang ada di bawah pengawasannya, yang mana berfokus pada perwakilan bagi anak di bawah umur. Bentuk penelitian skripsi ini adalah yuridis-normatif dengan tipe deskriptif-analitis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak di bawah umur merupakan subjek hukum yang tidak cakap sehingga tindakan hukumnya tidak sah apabila dilakukan sendiri sehingga apabila anak di bawah umur hendak melakukan perbuatan hukum, maka upaya yang dapat dilakukan agar tindakan tersebut tetap sah adalah dengan menggunakan lembaga perwakilan yang telah disediakan undang-undang. Kemudian pertimbangan hukum hakim dalam menentukan bentuk perwakilan bagi anak di bawah umur pada peristiwa penjualan barang tak bergerak milik anak dalam Penetapan Pengadilan No. 89/Pdt.P/2019/PN.Skh dan Penetapan Pengadilan No. 28/Pdt.P/2019/PN.Sit) belum tepat karena bentuk perwakilan yang seharusnya adalah dengan perwakilan orang tua yang didasarkan pada undang-undang (Pasal 47 ayat (1) dan (2) Perkawinan) dan kuasa dari Pengadilan Negeri (Pasal 309 jo. 393 KUH Perdata). Ketentuan adanya kuasa dari Pengadilan Negeri dalam mengalihkan barang tak bergerak milik anak masih berlaku karena Pasal 48 UU Perkawinan tidak mengatur lebih lanjut tata cara orang tua dalam mengalihkan hak barang tak bergerak milik anak sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 66 UU Perkawinan, ketentuan dalam KUH Perdata masih berlaku. Bagi mereka yang tidak tunduk pada KUH Perdata adanya kuasa dari Pengadilan untuk mengalihkan barang tak bergerak milik anak bukanlah suatu keharusan, namun karena adanya penetapan pengadilan dapat menjadi bukti otentik dan menjamin tindakan tersebut telah sesuai dengan kepentingan anak, maka bagi mereka yang tak tunduk pada KUH Perdata dapat pula menundukkan diri pada ketentuan tersebut.

This thesis discusses about the representations that are given by the law such as representative actions taken by parents, guardians, and curators for people who are under their control, which is focused on the representation of minors who are under their parental authority. The form of this thesis research is juridical-normative with descriptive-analytical research type. The results of this research indicate that minor children do not have full capacity to perform legal actions. So that if minors want to take legal actions, they have to be represented by their legal representatives that will act on their behalf. Then, The legal considerations in determining the form of representation when transferring immovable property owned by minor children in Court Decree No. 89/Pdt.P/2019/PN.Skh and Court Decree No. 28/Pdt.P/2019/PN.Sit) are not correct because the form of representation should be the representation of parents that are based on Indonesian Marriage Law 1974 (Article 47 paragraphs (1) and (2)) and the power granted from Local Court (Article 309 jo. 393 of Indonesian Civil Code). Based on article 66 of Indonesian Marriage Law 1974, The provisions of article 309 jo. 393 of Indonesian Civil Code still apply because article 48 of Indonesian Marriage Law 1974 does not further regulate the procedures for parents when transferring immovable property owned by minor children. For those who are not subject to the provision of Indonesian Civil Code, the power granted by Local Court is not a must. However, they can also decide to subject to the provisions since the court decree can be an authentic evidence and guarantee that the action is align with the interests of the child.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rimala Meylda
"Dalam perkara perceraian, sering kali para orang tua memohon untuk ditetapkan sebagai pemegang kuasa asuh atau wali atas anak-anaknya yang masih di bawah umur. Lalu apa perbedaan antara kuasa asuh dan perwalian? Seolah dapat saling dipertukarkan, banyak para orang tua dalam perkara perceraian yang memohon untuk ditetapkan hak perwalian terhadap anak kandungnya.  Melalui gugatan perceraian dalam Putusan No. 39/PDT.G/2020/PN.TIM dan Putusan No. 383/Pdt.G/2018/PA.SMG Penulis akan membahas mengenai apakah perceraian mengakibatkan perwalian berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia? Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan metode analisis data deskriptif-analitis sehingga simpulan yang diperoleh berupa penjelasan eksplanatif. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dalam Putusan Nomor 39/PDT.G/2020/PN.TIM dan Putusan Nomor 383/Pdt.G/2018/PA.SMG tidak tepat jika dikabulkannya permohonan untuk ditetapkan hak perwalian anak terhadap Penggugat (selaku orang tua kandung dari anak yang belum dewasa). Berdasarkan Pasal 41 UU Perkawinan, Pasal 45 UU Perkawinan, Pasal 98 KHI dan Pasal 105 KHI, Penggugat masih memiliki kekuasaan untuk memelihara anaknya, putusnya perkawinan akibat perceraian tidak menyebabkan kekuasaan orang tua berakhir karena kedua orang tua tetap memiliki kewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya sampai ia dewasa atau mampu berdiri sendiri. Selain itu, Berdasarkan ketentuan Pasal 50 UU Perkawinan dan Pasal 1 huruf h KHI suatu perwalian belum dapat timbul atas anak-anak tersebut karena tidak terpenuhinya salah satu unsur yaitu Anak tersebut tidak berada di bawah kekuasaan orang tua. Dengan demikian, putusnya ikatan perkawinan karena perceraian tidak menyebabkan perwalian melainkan adanya penguasaan hak asuh atau pemeliharaan anak.

 


In the divorce case, parents propose a plea to be the guardian of their under age child. What is the distinction between child custody and guardianship? Through a divorce lawsuit, this thesis explain about Does divorce will caused the guardianship to their children? The author will do a legal analysis based on Indonesian Law and case study of the decision of Timika District Court Number 39/PDT.G/2020/PN.TIM and The Decision of Semarang Religious Court Number 383/PDT.G/2018/PA.SMG. This thesis is written by the author using a normative-juridical approach with descriptive-analytical data analysis methods so that the conclusions obtained in the form of explanatory explanations. In this research based on the Decision of Timika District Court Number 39/PDT.G/2020/PN.TIM and The Decision of Semarang Religious Court Number 383/PDT.G/2018/PA.SMG, the author find out that it is inappropriate to grant a request for guardianship to the Plaintiff (as biological parents of under age child). Based on Article 41 and Article 45 of Marriage Law, Article 98 and Article 105 of Compilation of Islamic Law, The Plaintiff still has the power to look after his child, the breakup of marriage due to divorce does not cause parental power to end because both parents still have the obligation to care for and educate their children until he is an adult or able to stand alone. Based on the provisions of Article 50 of the Marriage Law and Article 1 letter h of Compilation of Islamic Law, a guardianship cannot yet arise from such children because one element is not fulfilled namely The child is not under the authority of the parent. Thus, the breaking of the marriage ties due to divorce does not cause guardianship but rather the possession of custody and child care."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library