Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Slamet Karyono
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis yang berjudul "Penerapan Hak Usul Inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Masa Bakti 1992-1997 dalam Praktik Ketatanegaraan di Indonesia" ini ditulis, karena sebagian masyarakat Indonesia menyoroti bahwa hak-hak DPR khususnya hak usul inisiatif yang tertuang dalam Pasal 21 Ayat (1) UUD 1945 sejak Pemerintahan Orde Baru sampai sekarang belum pernah dipergunakan sehingga penulis berkeinginan untuk mengetahui penyebab atau faktor tidak dipergunakannya hak tersebut. Dalam praktik, sebenarnya beberapa fraksi di DPR khususnya DPR-RI masa bakti 1992-1997 pernah berupaya untuk menggunakan atau menerapkan hak tersebut tetapi tidak berhasil. Hal ini disebabkan berbagai kendala, antara lain Peraturan Tata Tertib DPR, kualitas anggota DPR, anggaran (dana), Sistem pemilihan, kondisi dan sistem politik, serta sistem recall. DPR dalam rangka menerapkan hak usul inisiatifnya, Fraksi PPP dan Fraksi PDI DPR-RI pernah mencoba membuat RUU usul inisiatif tentang Pemilu, tetapi kandas di tengah jalan. Hal ini disebabkan di samping, muatannya politis juga tidak didukung oleh seluruh fraksi yang ada di DPR dan Pemerintah sendiri sehingga kecenderungannya ditolak. Adapun kesimpulan dari tesis ini adalah bahwa belum diterapkannya hak usul inisiatif DPR-RI masa bakti 1992-1997 dalam praktik ketatanegaraan disebabkan berbagai kendala yang telah disebutkan di atas. Untuk dapat terlaksananya penerapan hak usul inisiatif DPR tersebut, perlu adanya penyempurnaan substansi Peraturan Tata Tertib DPR yang bersifat meringankan bagi anggota DPR guna memungkinkan dapat mengajukan RUU usul inisiatif, perlu adanya badan penelitian/pengolahan data dalam lingkungan Sekretariat Jenderal DPR dan staf ahli di bidang substansi perundang-undangan, perlu adanya perbaikan sistem pemilu, tata cara pencalonan, serta perlu ditinjau kembali keberadaan sistem recall, bila perlu ditiadakan sehingga setiap anggota DPR mempunyai keberanian untuk memperjuangkan aspirasi rakyat yang memilihnya tanpa ada rasa takut untuk di-recall.
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rildo Ananda Anwar
Abstrak :
Lembaga Kepresidenan adalah suatu lembaga yang sangat strategis dalam menentukan perjalanan kehidupan bangsa dan negara. Praktik lembaga kepresidenan dalam kehidupan ketatanegaraan yang sesuai dengan konstitusi, norma-norma hukum, dan prinsip-prinsip demokrasi akan berakibat terciptanya kehidupan bangsa dan negara yang demokratis dan konstitusional. Sebaliknya, praktik lembaga kepresidenan yang menyimpang dari konstitusi akan berakibat memburuknya sistem kehidupan bangsa dan negara. Dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia, kinerja lembaga kepresidenan pada masa Orde Lama, Orde Baru, dan era Reformasi di bawah kepemimpinan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) cenderung terjadi beberapa penyimpangan substansi konstitusi dan prinsip-prinsip demokrasi. Pada masa Orde Lama kehidupan politik belum mampu beijalan sebagaimana mestinya, karena Negara Indonesia masih dalam kondisi peijuangan untuk mempertahankan kemerdekaan. Presiden Soekarno dalam menyelenggarakan pemerintahan melakukan beberapa penyimpangan yakni; konsepsi ideologi Pancasila diubah dengan konsepsi Nasakom; pelaksanaan Demokrasi Terpimpin menyebabkan terpusatnya kekuasaan di tangan Presiden; dan pimpinan lembaga tinggi negara diangkat sebagai Menteri yang berarti menjadi pembantu Presiden. Pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto, pada awalnya berjalan sesuai dengan komitmen yaitu melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara mumi dan konsekuen. Namun dalam kenyataannya, Soeharto mempunyai ambisi yang besar untuk mempertahankan kekuasaannya. Akibatnya terjadi pemusatan kekuasaan di tangan Presiden, sirkulasi politik (Pemilu) tidak bisa berjalan secara fair, lembagalembaga tinggi negara tidak bisa menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif, peran sosial politik TNI yang sangat dominan, dan merajalelanya praktik KKN yang berakibat munculnya krisis multidimensional. Pada era Reformasi (Gus Dur) yang diharapkan mampu mengatasi konflik dan menyelesaikan krisis multidimensional, justru sebaliknya yaitu menambah permasalahan yang tidak dapat diterima oleh sebagian besar rakyat Indonesia, yakni dengan menerbitkan “Dekrit Presiden yang berisi membekukan DPR/MPR" sehingga Presiden Abdurrahman Wahid dilengserkan dari kursi kepresidenan melalui Sidang Istimewa tahun 2001. Penyimpangan-penyimpangan tersebut mengakibatkan kinerja lembaga kepresidenan tidak stabil, hal ini juga disebabkan antara lain belum adanya undang-undang yang secara khusus mengatur lembaga kepresidenan dan yang paling dominan adalah ambisi Presiden untuk mempertahankan kekuasaannya. Untuk menghidari terulangnya penyimpangan-penyimpangan konstitusi tersebut, perlu dilakukan langkahlangkah perbaikan seperti; dalam pemilihan Presiden, calon Presiden harus betul-betul putra bangsa yang terbaik dan mempunyai sifat-sifat kenegarawanan yang tinggi, gagasan membentuk undang-undang lembaga kepresidenan harus segera diwujudkan, dan UUD 1945 yang telah diamandemen harus dilaksanakan secara konsisten.
Universitas Indonesia, 2002
T36312
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ernawati Munir
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian mengenai eksistensi UUD dan Ketetapan MPR ini adalah penelitian terhadap eksistensi peraturan perundang-undangan dalam arti konsep, bukan terhadap pelaksanaannya, artinya apakah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam UUD 1945 dan dalam Ketetapan MPR(S), telah merefleksikan dan mendukung terwujudnya Indonesia sebagai negara demokrasi dan negara hukum secara konsepsional.

Dengan adanya dua bentuk produk hukum yang dapat ditetapkan oleh MPR, timbul pertanyaan aturan ketatanegaraan yang mana yang harus ditetapkan dalam bentuk UUD dan aturan ketatanegaraan mana yang dapat ditetapkan dalam bentuk Ketetapan MPR. Bagaimana hubungan antara aturan yang ditetapkan dalam Ketetapan MPR dengan aturan yang ditetapkan dalam UUD. Apakah secara yuridis teoritis Ketetapan MPR dapat dikatakan sebagai suatu bentuk peraturan perundang-undangan.

Ditinjau dari bidang disiplin ilmu yang diteliti, penelitian mengenai Eksistensi UUD dan Eksistensi Ketetapan MPR adalah penelitian di bidang Ilmu Hukum. Khususnya penelitian hukum yang bersifat "Normwissenschaft atau Sollenwissenschaft" yaitu penelitian tentang norma-norma hukum dan pengertian hukum yang sering disebut "dogmatik hukum". Objek penelitian ini adalah UUD dan Ketetapan MPR, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif yang meliputi asas-asas hukum, sistematika hukum dan sinkronisasi hukum.
2000
D1113
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Hastuti Puspitasari
Jakarta: Universitas Indonesia, 2002
T36379
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novianto Murti Hantoro
Abstrak :
ABSTRAK Fungsi pengawasan merupakan salah satu fungsi penting yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagai wujud implementasi dari lembaga yang mewakili rakyat. Salah satu "alat" yang diberikan untuk melaksanakan fungsi tersebut adalah hak angket atau hak mengadakan penyelidikan. Seiring dengan perjalanan sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia, penggunaan hak angket juga menyertai dinamika yang terjadi, khususnya di lembaga perwakilan. Pengaturan dan penerapan hak angket di Indonesia merupakan salah sisi menarik untuk dikaji. Paling tidak untuk mendapatkan gambaran bagaimana parlemen yang merupakan representasi dari seluruh rakyat Indonesia melaksanakan fungsinya Pengaturan mengenai hak angket sudah ada di Indonesia mulai dari awal kemerdekaan sampai dengan selarang ini, baik melalui Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, maupun Peraturan Tata Tertib DPK dalam sistem ketatanegaraan yang terus berubah dan berganti. Pengaturan tersebut kemudian menjadi bahan kajian menarik untuk dianalisis, baik dari sudut pandang ilmu politik maupun ilmu hukum. Permasalahan berkaitan dengan pengaturan hak angket adalah kesesuaiannya dengan sistem krtatanegaraan atau sistem pemerintahan yang berlaku. Pada dasarnya dalam semua sistem pemerintahan, hak angket selalu diatur, dan menjadi hak DPR dalam melaksanakan fungsinya, kecuali pada masa Demokras Terpimpin. Hal ini menjadi pertanysan, apakah hak anges tepat dimiliki olch DPR pada setiap sistem pemerintahan Socars historis dan komparatif, terbukti bahwa hak angket dapat dilaksanakan oleh DPR dalam sistern ketaranegaraan apapun. Hanya saja tujuan dan cara penggunaannya yang masing-masing harus dibedakan. Permasalahan mengenai pengaturan hak angket yang muncul belakangan ini adalah masalah kewenangan Dewan untuk memaksa pihak-pihak memberikan keterangan, dengan naman sanks. Konsep pemanggilan secara paksa disertai sanka sebenarnya juga dikenal di negara-negara lain dengan akar konsep subpoena dan Amerika Serikat. Untuk diterapkan di Indeantia, schemamya pertu dipertimbangkan kematangan politisi Indonesia yang diserahi kewenangan tersebut. Kekhawatiran muncol dengan berdasarkas realitas politik saat ini, bahwa DPR cenderung lebih superior. Dari sudur hulcam, pengaturan konsep ini dapat dikatakan tidak pada tempatnya dan menjadikannya tumpang tadih dengan peraturan yang lain Penggunan hat angkot di Indonesia telah Jitaksanakan untuk maksud dan naya bertioda diantaranya adalah wit menuskan akan baru dengan kan yang lama, menyelidiki masalah memperbaiki kebijakan Keuangan negara, sampai dengan dipergunakan sebagai alat untuk menyelidiki permauskahan pribadi seseorang Kecenderungan yang terjadi sekarang adalah kecenderungan yang terakhir Seternamya hak angket bukan alat untuk mengekspose permasalahan pribadi seongbukan rinuncle reserte ataм проректор. Най ал kepentingan yang letsh tuss yaitu kepentingan national dan seluru
Jakarta: Universitas Indonesia, 2004
T36182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover