Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Daviq Suparwanto
"ABSTRAK
Permasalahan dalam pengadaan barang/jasa sering terjadi karena faktor kompetensi sumber daya manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kompetensi Anggota Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) dengan berbasis risiko dalam rangka meningkatkan kinerja pengadaan. Analisis kompetensi dilakukan dengan mengidentifikasi faktor-faktor risiko dalam tugas dan kewenangan Pokja ULP, kemudian dianalisis sehingga diketahui risiko dominan. Terhadap risiko yang dominan kemudian dirumuskan respon preventif dan korektif. Penelitian ini menghasilkan kompetensi Anggota Pokja ULP pada aspek pengetahuan dan keterampilan berdasarkan risiko tersebut. Hasil penelitian ini kiranya dapat dipergunakan dalam rangka pengembangan standar kompetensi bagi Anggota Pokja ULP.

ABSTRACT
The main problem in a procurement process is often caused by human competency factor. This research aimed to analyze Procurement Service Unit Working Group Members competency through risk based analysis to increase procurement performance. Competency analysis was conducted by identifying risk factors within their duties and authorities, and then was analyzed to determine the dominant risk in order to generate preventive and corrective response. This research resulted in the competency in knowledge and skill aspect based on the risk. This result is expected to be beneficial in the development of competency standard for Procurement Service Unit Working Group Member.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
T45517
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Muhammad Prasetyo
Semarang: Badan Penerbit Undip, 2018
340.5 MUH i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Fajrin Armin F.
"Pendahuluan: Malunion adalah komplikasi jangka panjang yang sering terjadi pada fraktur suprakondiler humerus yang bila tidak ditatalaksana dengan tepat dapat menimbulkan komplikasi yang dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Osteotomi korektif dengan teknik lateral closed wedge osteotomy, merupakan teknik yang sering digunakan karena sederhana dan relatif mudah. Studi mengenai luaran klinis, fungsional dan radiologis pasca osteotomi korektif masih sedikit, khususnya di Indonesia. Metode: Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif, dengan metode total
sampling pada tahun 2012-2017 di Rumah Sakit Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo. Dilakukan penilaian luaran klinis dengan Mitchell and Adams Criteria, luaran fungsional dengan Mayo Elbow Performance Score (MEPS), dan luaran radiologis dengan Baumann Angle, Metaphyseal-diaphyseal angle, Humero-ulnar angle, Humero-capitellar angle, dan anterior humeral line pra dan pascaoperasi. Hasil: Terdapat 15 pasien yang diikut sertakan dalam penelitian dengan umur rata-rata 7,7 tahun, mayoritas laki-laki dan pada sisi sebelah kiri. Median interval waktu antara fraktur hingga osteotomi korektif adalah 11,2 bulan dengan rata-rata followup adalah 24,9 bulan. Luaran klinis berdasarkan Mitchell and adams criteria didapatkan kriteria good hingga excellent sebanyak 14 pasien (93,3%) dan hanya 1 pasien (6,7%) dengan hasil unsatisfactory. Luaran fungsional berdasarkan MEPS didapatkan kategori good hingga excellent sebanyak 14 pasien (93,3%), dan kategori fair sebanyak 1 pasien (6,7%). Terdapat perbaikan parameter radiologis yang bermakna yang diukur dengan baumann angle, metaphyseal-diaphyseal angle, humero-ulnar angle, humero-capitellar angle dan anterior humeral line. Terdapat korelasi yang kuat antara perbaikan baumann angle dengan Mitchel and Adams criteria dan terdapat korelasi yang moderat antara perbaikan metaphyseal-diaphyseal angle dengan MEPS. Kesimpulan: Tindakan osteotomi korektif dengan teknik lateral closed wedge osteotomy pada malunion fraktur suprakondiler humerus memberikan luaran klinis, fungsional dan radiologis good hingga excellent. Baumann angle dan Metaphyseal-diaphyseal angle dapat digunakan sebagai parameter untuk memprediksi luaran klinis dan fungsional pasca osteotomi korektif.

Introduction: Malunion is a late complication that often occurs after supracondylar humeral fractures This condition if not managed properly will cause such complications that potentially reduce the patient's quality of life. Corrective osteotomy by lateral closed wedge osteotomy is a technique that is often used due to it simplicity and relatively easy. Only few studies have reported clinical, functional and radiological outcomes in cases of malunion of supracondylar humeral fractures after corrective osteotomy, particularly in Indonesia. Methods: This study used a retrospective cohort design, with a total sampling method in period of 2012-2017 at the Cipto Mangunkusumo Central National Hospital. We assess clinical outcome by Mitchell and Adams Criteria, functional outcome by Mayo Elbow Performance Score (MEPS), and radiological outcomes by Baumann Angle, Metaphyseal-diaphyseal angle, Humero-ulnar angle, Humero-capitellar angle, and anterior humeral line, pre and postoperatively Results: There were 15 patients included in the study with an average age of 7.7 years, the majority were men and affected on the left side. The median of time interval between fracture to correction osteotomy was 11.2 months with a mean time of follow-up was 24.9 months. Clinical outcome after correction osteotomy based on Mitchell and adams criteria showed good to excellent criteria as many as 14 patients (93.3%) and only 1
patient (6.7%) with unsatisfactory results. While the functional outcomes based on MEPS showed good to excellent categories of 14 patients (93.3%), and the fair category was 1 patient (6.7%). There were a significant radiological improvement measured by baumannn angle, metaphyseal-diaphyseal angle, humero-ulnar angle, humero-capitellar
angle and anterior humeral line. There was a strong correlation between baumann angle improvement with Mitchel and Adams criteria and there was a moderate correlation
between the improvement of Metaphyseal-diaphyseal angle and MEPS. Conclusion: Corrective osteotomy by lateral closed wedge osteotomy on malunion supracondylar humeral fracture showed good to excellent clinical, functional and radiological outcomes. Baumann angle and Metaphyseal-diaphyseal angle can be used as parameter to predict clinical and functional outcomes after corrective osteotomy.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Preta Vania Kartika Putri
"Tujuan penelitian ini adalah menetukan tindakan preventif dan korektif dan memperlihatkan kecenderungan pengaruhnya terhadap kinerja waktu dari faktor penyebab risiko struktur bawah yang dominan. Penyebab risiko struktur bawah yang dominan mengacu pada penelitian Galuh Rizma, 2011 berjudul Manajemen Risiko Biaya dan Waktu Pekerjaan Struktur Bawah dari Proyek Bangunan Bertingkat Tinggi di Jakarta. Penelitian dilakukan dengan survey kepada kontraktor untuk melihat kecenderungan pengaruh secara kualitatif tindakan preventif dan korektif. Hasil penyelidikan ini berupa tindakan preventif dan korektif dari masing-masing penyebab risiko struktur bawah yang dominan dan pengaruhnya terhadap kinerja waktu."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S53408
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dona Kumala Shinta
"Penelitian ini mengeksplorasi penerapan umpan balik korektif melalui rekaman terhadap pemelajar bahasa Inggris di kelas Listening and Speaking di Universitas X. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian studi kasus. Seorang pembelajar bahasa Inggris dan 23 pemelajarnya menjadi informan dalam penelitian ini. Data diperoleh dari kuesioner dan wawancara. Fokus dalam penelitian ini terkait bagaimana pola praktik penerapan umpan balik korektif implisit melalui rekaman, apa persepsi pemelajar dan pembelajar mengenai penerapan umpan balik korektif melalui rekaman, dan apa implikasi penerapan umpan balik korektif implisit melalui rekaman bagi pemelajar dan pembelajar. Pelaksanaan pembelajaran dimulai dengan kegiatan menyimak dan diakhiri dengan latihan berbicara monolog yang direkam oleh masing-masing pemelajar. Setelah itu, pemberian umpan balik korektif implisit diberikan oleh pembelajar melalui rekaman menggunakan Screencast-O-Matic. Berdasarkan temuan penelitian, pola praktik penerapan umpan balik korektif implisit melalui rekaman diawali dengan pengantar, dilanjutkan dengan umpan balik korektif implisit, dan diakhiri penutup. Persepsi pemelajar dan pembelajar terhadap penerapan umpan balik korektif implisit melalui rekaman terbukti positif. Implikasi dari penerapan umpan balik korektif melaui rekaman bagi pemelajar mencakup peningkatan dalam keterampilan berbicara dan motivasi belajar secara mandiri, sedangkan bagi pembelajar adalah terdapatnya kesempatan memberikan umpan balik korektif secara personal kepada setiap pemelajar. Terkait kendala yang dihadapi pemelajar dan pembelajar dalam penerapan umpan balik korektif implisit sebagian besar terletak pada hal teknis.

This thesis explores the implementation of implicit corrective feedback through recordings in an English Listening and Speaking class of first year university students. The research employed a case study method. An English teacher and 23 English students acted as the informants of this study. The data were obtained from questionaries and interviews. The aim of this study is to reveal the implementation of implicit corrective feedback in the class, the students’ and teacher’s perceptions, as well as the implications about the practice. From observation, there were some listening activities before students practice English through monologue recordings. Implicit corrective feedbacks were given through recordings by Screencast-O-Matic. By use of this application, the teacher gave implicit corrective feedback on students’ pronunciation and grammar mistakes in their monologue. The students had positive perceptions on the implementation of implicit corrective feedback through recordings, as they found it helpful and motivating their speaking skills. The teacher also had positive perception; the recordings gave the chance to give personal corrective feedbacks based on students’ needs. The implications of the practice towards students related to enhancing students’ awareness on English pronunciation and grammar and motivation on self-learning, as well as their readiness on technical issues. For the teacher, the implications of the implicit corrective feedback through recordings were related to chances to deliver personal feedbacks, time also technical issues."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Inayah Rahman
"Kegiatan pengadaan tanah untuk pembangunan berikut penanganan dampak sosial yang diakibatkannya, harus dilakukan dengan tidak saja mematuhi peraturan perundang-undangan namun juga mempertimbangkan konteks sosial budaya yang berkembang di masyarakat. Namun ternyata implementasi dari pengaturan tentang penanganan dampak sosial kemasyarakatan sebagai akibat adanya kegiatan pengadaan tanah untuk pembangunan, justru sering menafikan realitas sosial, budaya dan ekonomi warga masyarakat, sehingga dalam menerapkan ketentuan pemberian ganti kerugian, dirasakan sebagai sesuatu yang tidak adil. Penelitian ini berfokus pada penanganan dampak sosial kemasyarakatan dalam rangka pembangunan nasional melalui studi sosiolegal kegiatan pengadaan tanah untuk proyek pembangunan Rel Ganda di Kota Surakarta dan Rempang Eco-City di Pulau Rempang, Kota Batam. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang ketentuan hukum yang mengatur pengadaan tanah dalam rangka pembangunan nasional berikut penanganan dampak sosial kemasyarakatan yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut. Selain itu juga implementasi dari pengaturan tentang penanganan dampak sosial kemasyarakatan sebagai akibat adanya kegiatan pengadaan tanah di kedua locus penelitian dan kebijakan penanganan dampak sosial kemasyarakatan yang semestinya dapat mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi warga masyarakat. Penelitian hukum nondoktrinal ini mengumpulkan data melalui studi tekstual dan studi lapangan. Data tersebut selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa ketentuan hukum tentang penanganan dampak sosial kemasyarakatan sebagai akibat kegiatan pengadaan tanah untuk pembangunan masih belum mewujudkan keadilan bagi warga masyarakat terdampak karena minimnya pertimbangan terkait ketidakseimbangan modalitas dari masing-masing warga masyarakat. Adapun berkenaan implementasi pengaturan tentang penanganan dampak sosial kemasyarakatan tersebut dapat dikemukakan bahwa di kedua locus terdapat perbedaan dalam hal pemberian ganti kerugian. Selanjutnya tentang kebijakan yang semestinya dapat mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi warga masyarakat terdampak, maka kebijakan yang dibuat harus didasarkan pada keadilan korektif yang dilandasi progresivitas hukum. Pun asesmen terhadap dampak sosial harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, agar para pemilik modal (investor) dapat meyakini bahwa modal yang ditanamkannya tetaplah menguntungkan.

Land procurement activities for development and the managing of the social impacts must be done not only complying with laws and regulations, but also considering the socio-cultural context that develops in the community. However, it appears that the implementation of regulations regarding the management of social community impacts as a result of land procurement activities for development, often ignores the social, cultural and economic realities of the community members, so that in applying the provisions of compensation, it is felt as something unfair. This research focuses on the handling of social impacts in the context of national development through a socio-legal study of land procurement activities for the Double Rail Construction Project in Surakarta, Central Java and Rempang Eco-City in Rempang Island, Batam City, Riau Islands Province. The problem raised in this research is about the legal provisions governing land procurement in the context of national development along with the handling of social community impacts arising from these activities. In addition, the implementation of the regulation on the handling of social community impacts as a result of land procurement activities in both research locus and the policy of community social impact management should be able to perceive justice and welfare for citizens. This non-doctrinal legal research collects data through textual studies and field studies. The data is then analyzed qualitatively. From the results of the analysis, it can be explained that the legal provisions regarding the handling of social community impacts as a result of land procurement activities for development have not yet achieved justice for affected community members due to the lack of consideration related to the imbalance of the modalities of each community member. Regarding the implementation of the regulation on the handling of social community impacts, it can be stated that in the two locus there are differences in terms of compensation. Furthermore, regarding policies that should be able to attained justice and welfare for affected community members, the policies made must be based on corrective justice based on legal progressivity. Even the assessment of social impacts must be carried out transparently and accountably, so that capital owners (investors) can be sure that the capital they invest is still profitable."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Shahab
"Pemeliharaan aset adalah kegiatan yang bertujuan untuk memastikan kelangsungan fungsional dari suatu sistem produksi sehingga sistem tersebut dapat diharapkan untuk menghasilkan output sesuai dengan yang diharapkan. Sistem pemeliharaan dapat diartikan sebagai bayangan dari sistem produksi, pemeliharaan mungkin akan lebih intensif dilakukan ketika sistem produksi beroperasi pada kapasitas yang sangat tinggi. Kerugian produksi seperti penghentian produksi yang tidak terencana, kebocoran pipa, kerusakan peralatan dan tertundanya kegiatan pengeboran karena ketidaksiapan peralatan sangat tidak diinginkan. Sejumlah strategi pemeliharaan untuk sumur-sumur yang ada diharapkan dapat meminimalisir kehilangan produksi dalam upaya memenuhi target produksi minyak dan gas. Menentukan strategi pemeliharaan aset yang paling tepat merupakan proses manajemen pemeliharaan yang kompleks dan penting. Memverifikasi dan mengukur efektivitas strategi pemeliharaan aset merupakan tantangan yang signifikan dalam pemeliharaan aset. Selain itu, manajemen pemeliharaan aset mencapai biaya siklus hidup aset yang minimum dengan langkah-langkah optimasi proses yang tepat. Oleh karena itu, sangat penting untuk membuat program pemeliharaan yang detail, jelas dan terstruktur yang dapat mengarah pada stabilitas sistem atau pemeliharaan aset untuk kelancaran dan keamanan operasi fasilitas produksi. Dengan membuat standar pelaksanaan berdasarkan Work Breakdown Structure (WBS), diharapkan semua elemen pemeliharaan yang ada akan tercakup, sehingga mengurangi risiko kerusakan aset.

Asset maintenance is an activity aimed at ensuring the functional continuity of a production system so that the system can be expected to produce output as expected. The maintenance system can be interpreted as a shadow of the production system, maintenance might be more intensive when the production system is operating at very high capacity. Production losses such as unplanned shutdowns, pipe leaks, equipment damage and delayed drilling activities due to equipment unpreparedness are highly undesirable. The purpose of asset maintenance is to ensure the functionality of a production system, thereby enabling the system to produce the expected output. Production losses, such as unplanned production stoppages, pipeline leaks, equipment damage and delayed drilling activities due to equipment unpreparedness, are highly undesirable. The most appropriate asset maintenance strategy must be determined through a complex and important maintenance management process. Verifying and measuring the effectiveness of asset maintenance strategies represents a significant challenge in asset maintenance. Furthermore, asset maintenance management is designed to achieve minimum asset lifecycle costs through the implementation of appropriate process optimisation measures. It is therefore of 2 paramount importance to create a detailed, clear and structured maintenance programme that can lead to system stability or asset maintenance for the smooth and safe operation of production facilities. By creating an implementation standard based on the Work Breakdown Structure (WBS), it is expected that all existing maintenance elements will be covered, thereby reducing the risk of asset damage.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isnaniah
"ABSTRAK
Keterampilan berbahasa Inggris sangat diperlukan untuk inen^iadapi
era globalisasi yang melanda di segala bidang. Oleh karena itu banyak
oraiig yang mengikuti kursus-kursus. Mmsusnya di LB-LIA, untuk
meningkatkan kemampuan merelsa dalam berbahasa Inggris.
Ketrampilan berbaliasa Inggris tidak lianya ditekankan pada kemampuan
lisan. tetapi iuga kemampuan menulis. Menurut Wright (1993)
kemampuan menulis adalali kemampuan yang paling sulit dipelajari oleh
siswa. Di LB-LIA, prestasi yang dituniukJcan siswa dalam pelajaran
menuUs belum menunjukkan kemampuan siswa yang sebenamya. Hal
ini diduga terjadi karena siswa memiliki derajat self-efficacy rendah pada
pelajaran menulis. Self-efficacy adalah keyakinan seseorang akan
kemampuannya dalam melakukan suatu tugas. Menurut Stipek (1993)
siswa yang memiliki self-efficacy rendali pada suatu tugas cenderung
untuk mengatribusikan kegagalan atau keberhasilannya dalam
melakukan tugas tersebut pada faktor-faktor di luai- diiinya (faktor
ekstemal).
Salah satu faktor ekstemal itu adalali umpan balik yang dibenkan gum
mengenai unjuk kerja siswa pada tugas tersebut. Dalam pelajaran
menulis ada dua jenis umpan balik vang biasa digunakan oleh guru untuk memberikaii unipan balik pada vuijuk keria siswa (Sliennaii. 1994).
Umpan balik itu adalah: (1) Error marked and corrected but without
explanation, yang bersifat iiifonnatif ; dan (2) Error marked and
corrected with explanation, yang sifatnya korektif. Menurut Shennan
(1994) pula. nmpan balik yang baik adalah unipan balik yang bergmia
dan dapat digimakan oleh siswa. Bagi siswa yang memiliki derajat selfefficacy
rendalu unipan balik korektif yang diberikan gum ini sangat
membanhi karena umpan balik korektif ini difokuskan pada unjuk kerja
siswa dan bukan pada kemampuan dirinya. Sehingga dengan pemberian
umpan balik korektif ini siswa tidak merasa terancam konsep dirinya.
Dari mnpan balik korektif ini siswa secara obyektif dapat mengetahui
kesalahan yang dilakukannya dan cara-cara untuk memperbaiki
kesalalian yang sama di masa datang. Seperti mnpan balik jenis lainnya,
umpan balik korektif dapat diinterprestasikan secara berbeda oleh
penerina dan pemberi mnpan balik. Banyaknya coretan yang berisi
penielasan yang dituliskan gum pada kertas menulis siswa mungkin akan
diinteiprestasikan oleh siswa sebagai penegesan atau hukuman atas
ketidak mamapuaimya dalam melakukan tugas menulis. Bila hal ini
ter^jadi. maka siswa tersebut semakin tidak man menunjukkan usalia yang
sungguh-sungguh dalam m-alakukan tugas yang sama di masa yang akan
datang. Sebagai akaibatnya prestasinya pada tugas tersebut di masa
datang juga akan semakin menurun. Oleh karena itu, maka penelitian ini
bertujuan meneliti efektivitas dari pemberian umpan bahk korektif
terhadap prestasi menulis siswa yang memiliki taraf self-efficacy rendah.
PeneUtian ini adalali penelitian eksperimen dua kelompok yang
menggunakan desain dua kelompok randomised pre-post control group.
Penempatan subyek ke dalam dua kelompok. yaitu kelompok kontiol dan
kelompok eksperimen dilakukan secara random. Pada kedua kelompok dilalcukaii pre dmi post test. Data hasil peiielitiaii iiii diolali dengaii
menggimakan t-test.
Penelitiaii iiii membuktikaii baliwa Ho yang menyatakan baliwa tidak
ada perbedaan yang signifikan antaia gain skor menulis kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol ditolak (t = 6.14 ; a =0.05). Sehingga
Ha yang menyatakan baliwa gain skor menulis kelompok eksperimen
lebih besar secara signifikan dibandingkan gain skor menulis kelompok
kontrol diterima. Jadi dalam penelitian ini terbukti baliwa umpan balik
korektif efektif untuk meningkatkan prestai menulis dalam bahasa
Inggris siswa dengan derajat self-efficacy rendali"
1998
S2943
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhartono
"Hasil pemeliharaan korektif (perbaikan) alat kesehatan di RSUP Sanglah Denpasar mengalami penurunan yaitu tahun 2012 adalah 53% dan tahun 2013 adalah 49%. Sementara target Standar Pelayanan Minimal (SPM) RSUP Sanglah adalah 75%, dan target Kementerian Kesehatan RI adalah 100%. Kondisi ini merugikan pasien yang memerlukan pelayanan alat, dan rumah sakit dari sisi finansial. Penelitian ini bertujuan mencari faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya hasil pemeliharaan ini, dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan teori sistem (input-proses-output). Hasil dan pembahasan penelitian menyimpulkan bahwa penyebab rendahnya hasil pemeliharaan korektif adalah kurang siapnya faktor-faktor perencanaan pemeliharaan, organisasi IPSRS, pelaksanaan pemeliharaan, dan pengendalian mutu pemeliharaan alat kesehatan. Saran ditujukan kepada manajemen RSUP Sanglah adalah perlunya penambahan minimal 7 orang dan pelatihan berkala terhadap teknisi dan operator; Pengendalian peredaran merek-merek dan alat-alat yang kurang berkualitas di rumah sakit; Penyederhanaan prosedur pengadaan barang/ jasa internal dan mempercepat proses pengadaan suku cadang; Pemanfaatan pihak ketiga untuk pemeliharaan alat-alat berteknologi tinggi, dan KSO alat kesehatan yang menguntungkan rumah sakit; Perencanaan yang berbasis kebutuhan aktual di lapangan; Pelaksanaan pemeliharaan preventif yang sesuai rekomendasi pabrik; serta peningkatan motivasi staf agar bekerja untuk mencapai target.

The result of medical equipment corrective maintenance (repair) in Sanglah General Hospital, Denpasar, year 2012 and 2013, were low (53% in 2012 and 49% in 2013), while target of Sanglah Hospital is 75%, and of Ministry of Health (MOH) standard is 100%. This condition will adverse to the pasien, and hospital because of financial loss. The study used qualitative and system approaches (input-process-output), and to find out the factors that affect those low result. The result concluded that the problem was caused by lack of technician and at least additional of 7 persons is needed. This study suggested to restrict the unqualified medical equipment at Sanglah Hospital, simplify and faster the spareparts procurement procedures, involve third party participation to maintain the advance medical equipment and joint operasional (KSO) of medical equipment, planning based on the actual target, implementation of maintenance based on manufacturer recommendation, and improve staff motivation to achieve the hospital target on quality improvement.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42284
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bram Swandika
"Pendahuluan
Suprakondiler humerus merupakan fraktur terbanyak kedua pada anak setelah distal radius, menjadikannya fraktur yang paling banyak membutuhkan intervensi bedah pada anak. Malunion merupakan salah satu komplikasi yang banyak terjadi di negara berkembang. Cubitus varus sering terjadi pada malunion supracondylar humerus anak, yang menyebabkan masalah kosmetik dan fungsional. Teknik osteotomi korektif pada cubitus varus meliputi lateral closing-wedge, step-cut, dome, distraksi osteogenesis, dan osteotomi multiplanar 3D dengan bantuan komputer. Sampai saat ini, belum terdapat systematic review terupdate mengenai luaran dari berbagai teknik osteotomi korektif terhadap cubitus varus pada malunion supracondylar humerus anak. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui teknik osteotomi korektif yang memiliki luaran paling baik terhadap cubitus varus pada malunion supracondylar humerus anak berdasarkan telaah sistematis literatur yang ada.
Metode
Pencarian literatur secara sistematis dilakukan pada database PubMed, EMBASE, Scopus, dan Cochrane Library, yang diterbitkan hingga April 2023 dengan mengikuti pedoman PRISMA. Artikel yang telah lolos seleksi dilakukan review oleh dua orang reviewer untuk dinilai kembali eligibilitas nya sesuai kriteria inklusi yang telah ditentukan. Kualitas dan bias masing-masing artikel dinilai menggunakan The Newcastle- Ottawa Scale (NOS) untuk studi non-randomized dan Cochrane Risk of Bias Tool untuk studi randomized.
Hasil
Sebanyak 39 dari total 754 artikel yang teridentifikasi disertakan dalam penelitian telaah sistematis ini, meliputi 2 studi Randomized Controlled Trial dan 37 studi Cohort Prospective. Didapatkan total 863 pasien yang telah dilakukan berbagai macam osteotomi korektif, terdiri atas 348 (40,3%) pasien lateral wedge osteotomy, 225 (26,0%) pasien step-cut osteotomy, 132 (15,3%) pasien dome osteotomy, 120 (13,9%) pasien multiplanar 3D osteotomy, dan 38 (4,4%) pasien distraction osteogenesis. Rerata usia saat dilakukan koreksi 9 tahun dengan usia paling muda 2 tahun dan paling tua 17 tahun. Keseluruhan pasien dalam sample dilakukan follow-up minimal 6 bulan hingga 61 bulan dengan rerata 27,3 bulan. Data mengenai peningkatan lingkup gerak sendi, besar koreksi humerus-elbow-wrist angle dan Baumann angle sebagai variabel luaran klinis dikumpulkan dan dibandingkan secara statistik. Kriteria penilaian luaran fungsional yang digunakan cukup beragam, sebanyak 3 studi menggunakan Mayo Elbow Performance Index (MEPI), 3 studi Flynn criteria, 11 studi Oppenheim criteria, 3 studi Bellemore criteria. Komplikasi yang dilaporkan meliputi infeksi sebanyak 34 pasien, cidera saraf 19
pasien, re-operasi 7 pasien, deformitas varus tersisa pada 1 pasien, serta tidak ada penonjolan lateral condyle berdasarkan LCPI (lateral condyle prominence index).
Diskusi
Desain penelitian Randomized controlled trial ditemukan sangat sedikit pada telaah sistematik osteotomi korektif untuk tatalaksana cubitus varus. Kesulitan dalam pembuatan RCT terkait dengan kendala randomisasi, surgical learning curve untuk teknik operasi yang berbeda, kesetaraan atau keberimbangan pasien dan operator (patient and surgeon equipoise) yang secara langsung berkorelasi dengan pertimbangan etik. Telaah sistematis ini hanya melibatkan studi prospektif untuk menghindari kekurangan yang dapat ditemukan pada studi retrospektif seperti pengaruh confounding factor yang tidak diperhatikan sehingga mempengaruhi bias dalam menarik kesimpulan pada studi tersebut. Hasil luaran fungsional yang excellent dapat dicapai dengan berbagai teknik osteotomi korektif dan tidak ada satu teknik yang unggul dalam segala aspek. Pemilihan teknik osteotomi suprakondiler humerus dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing teknik. Lateral closing wedge dapat direkomendasikan pada pasien dengan defisit ruang lingkup sendi pre operasi karena terbukti memberikan peningkatan paling tinggi post operasi. Selain itu, peningkatan HEW angle juga cukup tinggi. Proporsi tidak memuaskan secara luaran fungsional pun paling rendah dibandikan teknik lainnya meskipun memiliki proporsi kejadian ulnar nerve injury paling tinggi. Oleh karena itu, penulis menilai bahwa preservasi ulnar nerve penting untuk dilakukan pada teknik ini. Step-cut osteotomy memiliki kemampuan koreksi Humerus-elbow-wrist angle yang paling tinggi. Komplikasi berupa ulnar nerve injury juga banyak ditemui pada dome osteotomy. Teknik ini juga memiliki risiko infeksi paling tinggi bila dibandingkan teknik osteotomy lainnya, hal ini mungkin disebabkan karena permukaan osteotomy yang luas dan membentuk hematoma yang massif. Meta- analisis hanya dapat dilakukan pada sebagian kecil studi yang membandingkan dome dan lateral closing wedge osteotomy serta multiplanar 3D dan lateral closing wedge osteotomy. Uji statistic menunjukkan perbedaan bermakna hasil memuaskan (satisfactory) luaran fungsional berdasarkan Oppenheim criteria yang 1,8 lebih tinggi pada teknik lateral closing wedge osteotomy dibandingkan dome osteotomy. Hasil ini masih harus dipahami dengan lebih berhati-hati mengingat keterbatasan studi yang dapat disertakan dalam meta-analisis tersebut.

Introduction
Supracondylar humerus fractures are the second most common fractures in children after distal radius fractures, making them the most frequently requiring surgical intervention in pediatric patients. Malunion is a prevalent complication, particularly in developing countries. Cubitus varus frequently ensues as a consequence of malunion in supracondylar humerus fractures in children, leading to cosmetic and functional issues. Corrective osteotomy techniques for cubitus varus include lateral closing-wedge, step- cut, dome, distraction osteogenesis, and computer-assisted multiplanar 3D osteotomies. To date, there is no up-to-date systematic review available on the outcomes of various corrective osteotomy techniques for cubitus varus in pediatric malunion of the supracondylar humerus. This study aims to ascertain the most effective corrective osteotomy technique for cubitus varus in paediatric malunion of the supracondylar humerus based on a systematic literature review.
Method
A systematic literature search was conducted across the PubMed, EMBASE, Scopus, and Cochrane Library databases, encompassing publications up to January 2023, following the PRISMA guidelines. Selected articles underwent a review process by two independent reviewers to reassess their eligibility based on predefined inclusion criteria. The quality and potential biases of each article were assessed utilizing The Newcastle-Ottawa Scale (NOS) for non-randomized studies and the Cochrane Risk of Bias Tool for randomized studies.
Result
A total of 39 out of 754 identified articles were included in this systematic review, comprising of 2 RCTs and 37 Prospective Cohort Studies. The cumulative study population consisted of 863 patients who underwent various corrective osteotomies, comprising of 348 (40.3%) patients undergoing lateral wedge osteotomy, 225 (26.0%) undergoing step-cut osteotomy, 132 (15.3%) undergoing dome osteotomy, 120 (13.9%) undergoing multiplanar 3D osteotomy, and 38 (4.4%) undergoing distraction osteogenesis. The mean age at the time of correction was 9 years, with the youngest patient being 2 years old and the oldest 17 years. All patients in the sample were followed up for a minimum of 6 months to a maximum of 61 months, with an average follow-up duration of 27.3 months. Data regarding the improvement in range of motion, the extent of humerus-elbow-wrist angle correction, and Baumann angle as clinical outcome variables were collected and statistically compared. The assessment criteria used for functional outcomes were quite diverse, with 3 studies using the Mayo Elbow Performance Index (MEPI), 3 studies using the Flynn criteria, 11 studies using the Oppenheim criteria, and 3 studies using the Bellemore criteria. Reported complications included infections in 34 patients, nerve injuries in 19 patients, re-operations in 7 patients, residual varus deformity in 1 patient, and no lateral condyle prominence based on the LCPI (lateral condyle prominence index).
Discussion
The design of RCTs was found to be notably scarce in the systematic review of corrective osteotomies for the management of cubitus varus. The challenges associated with conducting RCTs in this context include difficulties in achieving randomization, navigating the surgical learning curve for different operative techniques, and ensuring patient and surgeon equipoise, which directly correlates with ethical considerations. This systematic review exclusively incorporated prospective studies to circumvent the limitations that may be encountered in retrospective studies, such as the influence of unaccounted confounding factors, thereby mitigating bias in drawing conclusions from the studies. Excellent functional outcomes can be achieved with various corrective osteotomy techniques, with no single technique demonstrating superiority in all aspects. The selection of a supracondylar humerus osteotomy technique can be made by considering the advantages and disadvantages of each technique. Lateral closing wedge osteotomy can be recommended for patients with preoperative joint range of motion (ROM) deficits, as it has been shown to provide the highest postoperative improvement. Additionally, it yields a substantial increase in the HEW angle. The proportion of unsatisfactory functional outcomes is also the lowest compared to other techniques, despite a higher incidence of ulnar nerve injury. Therefore, preserving the ulnar nerve is deemed crucial for this technique. Step-cut osteotomy exhibits the highest capability for correcting the HEW angle. Ulnar nerve injuries are also frequently observed with dome osteotomy. This technique carries the highest risk of infection compared to other osteotomy techniques, possibly due to its extensive osteotomy surface and the formation of massive hematomas. Meta-analysis could only be performed on a small subset of studies comparing dome and lateral closing wedge osteotomy, as well as multiplanar 3D and lateral closing wedge osteotomy. Statistical tests indicated a significant difference in satisfactory functional outcomes based on the Oppenheim criteria, with a 1.8-fold higher rate in favor of lateral closing wedge osteotomy over dome osteotomy. These results should be interpreted cautiously, due to the limitations of the studies eligible for inclusion in the meta-analysis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>