Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Samosir, Erikson, author
"ABSTRAK
Teknologi "Plasma Spray Coating" digunakan terutama untuk memperpanjang umur material terhadap berbagai kondisi pemakaian seperti: keausan, korosi dan sebagainya. Keberhasilan dari proses ini ditentukan oleh berbagai parameter yaitu: jenis serbuk yang dipergunakan, jarak penyemprotan, kecepatan semprot dan variable-variabel lainnya.
Di dalam tesis ini pengaruh parameter proses yaitu jarak penyemprotan dan kecepatan semprotnya, diteliti pengaruhnya terhadap karakteristik lapisan yang terbentuk pada substrat baja tahan karat 17-7 PH. Dua jenis serbuk digunakan sebagai material pelapis yaitu serbuk kromium karbida (Metco 81 VF-NS) dan nikel krom (Metco 44 NS). Tujuan penggunaan kedua jenis serbuk tersebut adalah untuk mengetahui secara komparatif karakteristik ke dua jenis serbuk baik dalam struktur lapisan, fasa, porositas dan oksida yang terbentuk, akibat perubahan jarak penyemprotan dan kecepatan semprotnya.
Dari hasil-hasil penelitian tersebut maka diperoleh secara umum sifat-sifat mekanis dari serbuk kromium karbida (keausan, kekasaran) lebih tinggi dibandingkan dengan serbuk nikel krom. Terbentuknya oksida dan porositas ternyata mempengaruhi sifat-sifat mekanisnya dimana pada porositas yang dihasilkan pada serbuk kromium karbida menurunkan sifat-sifat mekanisnya, sedangkan oksida pada serbuk nikel krom meningkatkan kekerasan dan sifat keausannya. Pada ikatan lapisan dibatas antar muka (interface), terjadi difusi kromium maupun nikel ke substrat hanya pada daerah-daerah "aktif? dengan kedalaman difusi yang terbatas. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya kadar kromium dan nikel pada permukaan substrat serta terjadinya peningkatan kekerasan lintang substrat pada jarak tertentu dari permukaan.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan parameter proses yang sesuai untuk serbuk 81 VF-NS adalah pada kecepatan semprot 5,5 lb/jam dengan jarak semprot 4,5-5,5 inci dan untuk serbuk 44 NS adalah pada kecepatan semprot 15 lb/jam dengan jarak semprotnya 2,5 - 4,5 inci."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dudi Eko Setiawan
"Proses semprot plasma digunakan untuk mereklamasi bagian komponen yang telah aus dan memperbaiki karakteristik permukaan bahan yang dilapisi seperti ketahanan aus atau ketahanan terhadap serangan korosi. Pada penelitian ini dipakai metode semprot plasma dengan material umpan berupa serbuk logam Nlkel-Chromium (Metco-44). Yang akan dipelajari adalah pengaruh parameter proses jarak semprot dan kecepatan umpan terhadap karakteristik permukaan lapisan yang hasilkan. Dari hasil penelitian dilihat nilai·nilal yang optimum dari kekerasan lapisan, laju keausan, ketebalan lapisan dan kekasaran permukaan lapisan yang kemudian dikombinasikan dengan hasil pengamatan struktur mikro lapisan semprot yang dihasilkan. Halil akhir penelitian ini diperoleh kondisi relatif optimum dari proses semprot plasma yaitu pada jarak semprot 2,5-4,5 inci dengan kecepatan umpan 15 lb/jam."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S41152
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jimmy Kurniawan
"ABSTRAK
Latar belakang: Pekerja di perusahaan alat berat terutama bagian pengelasan dapat terpajan berbagai macam logam berbahaya yang terdapat pada plat yang digunakan. Salah satu logam yang dapat menyebabkan kerusakan sel bahkan dapat menyebabkan kanker adalah kromium. Hati merupakan salah satu target organ dan sering mengalami kerusakan akibat logam ini. Tujuan penelitian ini adalah mencari hubungan kadar kromium di dalam eritrosit dengan status fungsi hati pekerja.
Metode: Penelitian potong lintang komparasi dilakukan terhadap pekerja yang terpajan dengan pekerja yang tidak terpajan. Data yang digunakan berdasarkan hasil pengukuran fisik, hasil pengukuran kromium eritrosit dan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), serta hasil kuisioner.
Hasil: Dari 50 pekerja yang terbagi menjadi 25 orang terpajan dan 25 orang tidak terpajan, terdapat hubungan bermakna secara statistik antara kadar kromium eritrosit dengan masa kerja (p=0,044). Tidak terdapat hubungan bermakna secara statistik antara kadar kromium di dalam eritrosit dengan SGPT (p=0,814).
Kesimpulan: tidak terdapat hubungan bermakna secara statistik mengenai hubungan kadar kromium dengan kadar SGPT. Namun hasil rerata kadar kromium pekerja tidak terpajan lebih tinggi daripada populasi normal lainnya.

ABSTRACT
Background: worker in heavy equipment manufacturer especially can be exposed to a various kinds of harmful metals contained in the plate. One of metal that can cause cell damage or even cancer which are often used in workplace is chromium. Liver is one of targeted organ could be damaged due to this metal. The purpose of this study is to correlate between chromium level in erythrocytes and welder?s liver function status.
Methods: A Cross Sectional Comparative study was conducted to workers who were exposed and unexposed. The data used is based on worker?s physical measurement result, chromium level erythrocytes and Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) results, and also questionnaire.
Results: From 50 workers which are consisted of 25 exposed workers and 25 unexposed workers, there is statistically significant correlation between chromium erythrocytes level and duration of employment (p=0,044). There is no statistically significant correlation between chromium level in erythrocytes and SGPT (p=0.814).
Conclusion: There is no statistically significant correlation between erythrocytes chromium level and SGPT level. But the average result of erythrocytes chromium level of the unexposed workers were higher compare to other normally unexposed workers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rommi Rusfiandhi
"Latar Belakang: Penyemprot cat mobil adalah salah satu pekerjaan yang sering mengakibatkan pajanan logam berat di tempat kerja, salah satunya adalah kromium. Banyak efek kesehatan yang terkait dengan pajanan senyawa Cr VI . Melihat bahaya dan gangguan kesehatan akibat senyawa Cr VI serta pajanan yang ada dengan kebiasaan-kebiasaan para pekerja cat duco yang tidak memakai alat perlindungan diri dan merokok. Peneliti ingin meneliti korelasi lama pajanan dengan Cr VI darah serta faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kadar Cr VI darah.Metode: Desain penelitian menggunakan metode cross-sectional dengan total sampel sebesar 45 orang menggunakan data sekunder dari penelitian Prodia OHI tahun 2017. Usia, masa kerja, kadar Cr VI udara personal, lama pajanan, pajanan total, kebiasaaan merokok, kebiasaan konsumsi makanan laut makanan kaleng, sumber air minum, dan penggunaan APD adalah variabel-variabel yang diteliti.Hasil: Korelasi kadar kromium dalam darah dengan variabel-variabel yang diteliti tidak ada yang bermakna secara statistik. Korelasi kadar kromium dalam derah dengan usia p = 0,221 dan r = -0,186 , masa kerja p = 0,453 dan r = -0,115 , kadar Cr VI udara personal p = 861 dan r = 0,027 , lama pajanan p = 0,975 dan r = 0,005 , dan pajanan total p = 0,151 dan r = 0,218 . Hubungan kadar Cr VI darah dengan pajanan di luar pekerjaan juga tidak ada yang menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik. Hubungan kadar kromium darah dengan kebiasaan merokok p = 0,257 , konsumsi makanan laut p = 0,692 , konsumsi makanan kaleng p = 0,307 , dan sumber air minum p = 0,599 . Semua responden tidak menggunakan APD sehingga tidak dapat dianalisis.Kesimpulan: Tidak ada korelasi antara kadar Cr VI darah dengan lama pajanan. Karakteristik perkerjaan di sektor informal yang tidak menentu jumlahnya, variasinya sangat luas antar tiap responden, dan banyaknya faktor perancu lain yang sulit dikendalikan.

Background Car paint sprayers are one of the jobs that often lead to heavy metal exposure in the workplace, one of which is chromium. Many health effects are associated with exposure to Cr VI compounds. Looking the health hazards of Cr VI compounds and existing exposures with the habits of duco sprayers which smoking and never use any self protection equipment. Researchers wanted to examine the correlation between exposure duration with Cr VI blood levels as well as factors that affecting it.Method The study design used a cross sectional method with a total sample of 45 people using secondary data from Prodia OHI study in 2017. Age, working period, Cr VI personal air levels, exposure duration, total exposure, smoking habits, seafood canned food consumption habits, drinking water sources, and the use of PPE are the variables studied.Result Correlation of chromium blood levels with the studied variables was not significant. The correlation of chromium blood levels with age p 0,221 and r 0,186 , working period p 0,453 and r 0,115 , Cr VI personal air levels p 861 and r 0,027 , exposure duration p 0.975 and r 0.005 , and total exposure p 0.151 and r 0.218 . The association of Cr VI blood levels with non occupational exposure also did not show significant associations. The correlation of chromium blood levels with smoking habit p 0,257 , seafood consumption p 0,692 , consumption of canned food p 0,307 , and drinking water source p 0,599 . All respondents did not use PPE so it can not be analyzed.Conclusion There is no correlation between Cr VI blood levels with the exposure duration. The characteristics of work in the informal sector that are uncertain in number, the variation is very wide among each respondent, and many other confounding factors that are difficult to control."
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rico Kurniawan
"[ABSTRAK
Pendahuluan: Pekerja penyamakan kulit berpotensi terpajan oleh berbagai polutan pencemar udara, salah satunya kromium. Terhirupnya polutan kromium dapat mempengaruhi kesehatan seperti sesak nafas, batuk, penurunan fungsi paru, hingga kanker paru. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan pajaran konsentrasi kromium di tempat kerja dengan gangguan fungsi paru. Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional terhadap 61 orang pekerja penyamakan kulit di Sukaregang Kabupaten Garut. Kapasitas vital paksa (FVC) dan volume ekpirasi paksa satu detik (FEV1) diukur menggunakan spirometri Datospris mod 120 Sibelmed. Kromium total di tempat kerja diukur menggunakan low volume sampler dan dianalisis menggunakan atomic absorbtion spectrofotometry (AAS). Hasil: konsentrasi kromium total di tempat kerja berkisar antara 3.94-11.79 μg/m3. Kondisi fungsi paru pekera penyamakan kulit sebagaian besar masih besar masih dalam keadaan normal (FEV1/FVC>75%). Analisis multivariat menunjukkan bahwa masa kerja dan pajanan debu kromium meningkatkan risiko tejadinya fungsi paru pada pekerja, (p 0.024) dengan 95% CI (0.086-0.830). Kesimpulan: setelah dikontrol dengan masa kerja, pekerja yang terpajan kromium lebih besar, berisiko terkena gangguan fungsi paru.

ABSTRACT
Background: tannery workers have been potentially exposed to various air pollutants, such as chromium. Exposed by chromium can affect health status, such as shortness of breath, cough, decreased lung function, and lung cancer. Objective: to determine the relationship of chromium exposure in the workplace and worker?s pulmonary dysfunction. Method: this study used a cross-sectional design on 61 people working at tanneries in Sukaregang, Garut district. Lung function was measured by spirometry. Low volume of sample was used to measure the chromium in the air and analyzed using atomic absorbtion spectrofotometry (AAS). Result: the concentration of total chromium in the workplace ranged from 3.94-11.79 μg/m3, while most of worker?s pulmonary function still in normal condition. Multivariate analysis showed that length of exposure and chromium concentration increases the risk of pulmonary dysfunction in tannery workers, (p 0.024 95% CI 0.068-0.830). Conclusion: control by lenght of exposure showed tannery worker who expose to higher concentration of chromium, have more risk to get pulmonary dysfunction.;Background: tannery workers have been potentially exposed to various air pollutants, such as chromium. Exposed by chromium can affect health status, such as shortness of breath, cough, decreased lung function, and lung cancer. Objective: to determine the relationship of chromium exposure in the workplace and worker?s pulmonary dysfunction. Method: this study used a cross-sectional design on 61 people working at tanneries in Sukaregang, Garut district. Lung function was measured by spirometry. Low volume of sample was used to measure the chromium in the air and analyzed using atomic absorbtion spectrofotometry (AAS). Result: the concentration of total chromium in the workplace ranged from 3.94-11.79 μg/m3, while most of worker?s pulmonary function still in normal condition. Multivariate analysis showed that length of exposure and chromium concentration increases the risk of pulmonary dysfunction in tannery workers, (p 0.024 95% CI 0.068-0.830). Conclusion: control by lenght of exposure showed tannery worker who expose to higher concentration of chromium, have more risk to get pulmonary dysfunction., Background: tannery workers have been potentially exposed to various air pollutants, such as chromium. Exposed by chromium can affect health status, such as shortness of breath, cough, decreased lung function, and lung cancer. Objective: to determine the relationship of chromium exposure in the workplace and worker’s pulmonary dysfunction. Method: this study used a cross-sectional design on 61 people working at tanneries in Sukaregang, Garut district. Lung function was measured by spirometry. Low volume of sample was used to measure the chromium in the air and analyzed using atomic absorbtion spectrofotometry (AAS). Result: the concentration of total chromium in the workplace ranged from 3.94-11.79 μg/m3, while most of worker’s pulmonary function still in normal condition. Multivariate analysis showed that length of exposure and chromium concentration increases the risk of pulmonary dysfunction in tannery workers, (p 0.024 95% CI 0.068-0.830). Conclusion: control by lenght of exposure showed tannery worker who expose to higher concentration of chromium, have more risk to get pulmonary dysfunction.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahrul Islam
"Kromium adalah logam berat yang banyak digunakan dalam kegiatan industri. Penggunaan kromium pada industri pelapisan logam dapat berisiko terhadap kesehatan pekerja yang berasal dari pajanan kromium di udara lingkungan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kadar kromium dalam urin dengan kadar albumin dalam urin sebagai biomarker kerusakan ginjal. Penelitian ini dilakukan pada 33 pekerja terpajan dan 33 pekerja tidak terpajan dengan sedain cross sectional. Sampel urin diambil untuk menilai kadar kromium dan kadar albumin. Kadar kromium dalam urin diukur menggunakan metode metode Atomic Absorption Spectrometry (AAS) dengan teknik pembakaran (flame, FAAS) dan kadar albumin dalam urin di ukur dengan cara immunoturbidimetric assay. Nilai tengah (median) kadar kromium dalam urin pada pekerja terpajan sebesar 5 μg/L dan pada pekerja tidak terpajan juga sebesar 5 μg/L. Nilai tengah (median) kadar albumin dalam urin pada pekerja terpajan sebesar 2,5 mg/g kreatinin lebih tinggi dari kadar albumin pada pekerja tidak terpajan yaitu sebesar 1,5 mg/g kreatinin. Setiap kenaikan kadar kromium 1 μg/L terjadi kenaikan kadar albumin sebesar 3,82 mg/g kreatinin setelah dikontrol variabel riwayat diabetes, riwayat hipertensi, kebiasaan merokok, lama kerja, dan konsumsi alkohol. Hasil penelitian dapat disimpulkan ada pengaruh pajanan kromium dengan gangguan fungsi ginjal (p > 0,05).

Chromium is a heavy metal that is widely used in industrial activities. Use of chromium in the metal plating industry pose a risk to workers' health comes from exposure to chromium in the air working environment. This study aimed to analyze the relationship between chromium levels in urine levels of albumin in the urine as a biomarker of kidney damage. This study was conducted on 33 workers exposed and 33 unexposed workers with cross sectional sedain. Urine samples were taken to assess levels of chromium and albumin. Chromium levels in urine were measured using the method Atomic Absorption Spectrometry (AAS) with burning techniques (flame, FAAS) and albumin in urine is measured by means of immunoturbidimetric assay. A middle value (median) level of chromium in the urine of workers exposed at 5 g / L and the unexposed workers are also at 5 ug / L. A middle value (median) level of albumin in the urine in workers exposed at 2.5 mg / g creatinine higher than the levels of albumin in the unexposed workers is equal to 1.5 mg / g creatinine. Any increase in the chromium content of 1 ug / L occurred rising levels of 3,82 mg albumin / g creatinine after the controlled variable history of diabetes, history of hypertension, smoking habits, length of employment, and consumption of alcohol. The results of this study concluded there was an effect of chromium exposure with impaired renal function (p> 0.05).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Astuti Kurniasari
"Hot Dip Galvanizing merupakan salah satu jenis proses pelapisan baja dengan logam lain yaitu seng cair. Proses ini dilakukan dengan cara mencelupkan baja kedalam bak yang berisi seng cair. Tahapan proses galvanizing terdiri dari degreasing, pickling, fluxing, dipping dan quenching. Pembentukan fasa Fe-Zn akan terjadi selama proses galvanizing. Mekanisme pelekatan seng pada baja merupakan proses difusi. Pembentukan fasa Fe-Zn tergantung pada komposisi baja dan logam cair serta waktu pencelupan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu pencelupan dan kadar kromium yang terkandung didalam baja terhadap lapisan yang terbentuk. Baja dengan kadar kromium yang berbeda, digalvanisasi pada temperature 470°C dengan komposisi seng cair 1,5% Fe, 0,90% Pb, 0,35% Al and 97,25% Zn. Waktu pencelupan yang digunakan adalah 3, 15 dan 50 detik.
Penelitian mengenai pengaruh kromium pada baja dilakukan dengan pengujian kekerasan lapisan, ketebalan lapisan dan analisa struktur mikro. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa kromium akan mempengaruhi kekerasan tetapi tidak berpengaruh terhadap ketebalan. Nilai kekerasan paling tinggi didapatkan pada baja dengan kadar 0,32 % Cr. Mekanisme kekerasan kromium pada lapisan galvanisasi adalah solid solution dengan substitusi. Ketebalan lapisan yang terbentuk tidak tergantung pada lamanya waktu pencelupan tetapi tergantung pada ketebalan sampel dan konsentrasi silikon (Si).
Penambahan 0,35% Al pada bak galvanizing, akan menghasilkan lapisan intermetalik Fe2Al5. Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada mikroskop optic menunjukkan bahwa hanya pada waktu pencelupan yang sangat singkat yaitu 3 detik, fasa intermetalik terdapat pada semua sampel. Fasa ini akan mempengaruhi kekerasan lapisan dimana dihasilkan kekerasan lapisan tertinggi pada waktu celup 3 detik.

Hot Dip Galvanizing is one of steel coating process with molten zinc. This process is done by immersing steel in bath which content of liquid zinc. The steps of this process consist of degreasing, pickling, fluxing, dipping and quenching. Zinc-iron phases may develop at the steel substrate during the hot-dip galvanizing process. The mechanism of zinc plating to the steel is diffusion mechanism. The formation of Fe-Zn phase depends on many factors, such as the chemical composition of both the bath and the steel, and immersion time.
The aim of the research was to investigate the influence of both immersion time and chromium contents of the steel substrate on coating characteristics. Thus, steels which had different chromium contents, were galvanized at 470°C and the compositions of liquid metal are 1,5% Fe, 0,90% Pb, 0,35% Al and 97,25% Zn. The immersion time was varied between 3, 15 and 50 seconds.
In this study, the influence of chromium on the zinc coating was investigated with micro hardness testing, thickness testing and microstructure analysis. From the investigation showed that Chromium would affect the hardness but it did not affect the thickness. The hardness values of steel with 0,32% Cr was the highest. The hardness mechanism of chromium in coating layer was substitution solid solution. The thickness of the coatings was not strongly dependent on the immersion time but it was dependent on the thickness of steel and the concentration of Silicon (Si).
Adding 0,35% of aluminum to the galvanizing bath, will produce a thin layer of intermetallic, Fe2Al5. From the cross-section of samples were observed by optic microscopy showed that, only for very short immersion time (3 second), all of samples had intermetallic phase. This phase will affect to the hardness of the coating which in this immersion time is produced the highest value of hardness."
2008
S41720
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sutopo
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, [date of publication not identified]
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Kusumawardhani
"ABSTRAK

Air limpasan tambang nikel mengandung Cr(VI) yang diklasifikasikan sebagai polutan berbahaya dengan konsentrasi sekitar 0,1-1,4 mg/L di Pulau Obi. Penelitian penyisihan Cr(VI) dilakukan dengan metode batch adsorpsi skala laboratorium menggunakan air limpasan buatan dengan konsentrasi awal 0,6 mg/L (sebagai konsentrasi Cr(VI) rata-rata harian di lokasi tambang) dan fly ash sebagai simulasi adsorben dari pembangkit listrik untuk proses produksi tambang nikel dengan variasi pH 6,8-7,8; dosis fly ash 18-30 g/L; dan waktu kontak 90-150 menit. Hasil penelitian dengan kombinasi pH 7,6, dosis fly ash 20 g/L, dan waktu kontak 135menit menyisihkan Cr(VI) dari 0,6mg/L menjadi 0,175 mg/L paling maksimum yang belum mencapai baku mutu Cr(VI) yang diperbolehkan, yaitu 0,1 mg/L menurut PermenLH No. 9/2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan Bijih Nikel. Berdasarkan isoterm adsorpsi 1 gram fly ash pada 1 liter air limpasan mampu menyisihkan sekitar 0,0065 mg/L Cr(VI). Hasil penelitian ini dimanfaatkan untuk merancang unit pengolahan berupa mixing unit untuk mengolah air limpasan tambang nikel disesuaikan dengan kondisi lokasi penambangan.


ABSTRACT

Runoff water from nickel mining at Obi Island consists of hexavalent chromium Cr(VI) about 0.1-1.4 mg/L which is classified as hazardous polutant. Cr(VI) removal study was done based on batch adsorption on laboratorium by creating runoff water simulation with initial concentration of Cr(VI) of about 0.6 mg/L (as daily Cr (VI) concentration on site) and using fly ash as adsorbent simulated from production proccess nickel mining with variation of pH 6.8-7.8; fly ash dose 18-30 g/L, and contact time 90-150 minutes. The combination of pH 7,6, dose fly ash 20 g/L, and contact time 135 minutes can remove Cr(VI) from 0.6 mg/L to 0.175 mg/L which is not achieved the standard of allowed concentration of Cr(VI) based on regulation of the Minister of Environment No. 9/2006 concerning effluent standard for nickel mining activites. From isotherm adsorption can be recommended adding 1 g/L fly ash may remove about 0,0065 mg/L Cr(VI). The result of this study is utilized for designing treatment unit specifically mixing unit to treat runoff water from nickel mining.

"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56939
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zani Suhananto
"Kromium (VI) adalah elemen alami yang ditemukan di dalam bebatuan, tanah, tumbuhan, hewan, abu dan gas gunung berapi, serta bersifat karsinogen. Penelitian sebelumnya menunjukkan tingginya konsentrasi kromium pada air minum (rata-rata 0,29 mg/L) penduduk di area Ring-1 pertambangan emas tradisional Gunung Pongkor-Bogor dan nilai tingkat risiko 3,371. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kontaminasi kromium (VI) pada area Ring-1 telah menyebar keluar Ring-1 dan dan bagaimana tingkat risiko pajanan kromium (VI) dari air minum dan makanan terpilih beserta gangguan ? gangguan kesehatan penduduknya. Desa Curug Bitung, Kecamatan Nanggung, Bogor terpilih sebagai wilayah penelitian yang letaknya di luar Ring-1. Metode Public Health Assessment digunakan dalam penelitian ini dengan menggabungkan metode analisis risiko kesehatan lingkungan (evaluasi pemajanan) dan Type-1 Health Study (evaluasi efek kesehatan). Konsentrasi kromium (VI) pada air minum diambil dari 35 sampel rumah tangga, sedangkan untuk makanan diambil dari sampel makanan terpilih berdasarkan hasil food frequency penduduk Curug Bitung. Data antropometri, pola konsumsi, dan pola aktivitas penduduk dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner untuk mengetahui laju asupan (intake) pajanan kromium (VI) penduduk Curug Bitung. Evaluasi efek kesehatan dilakukan dengan melihat proporsi gangguan gastrointestinal dan gangguan kulit yang merupakan efek kritis dari pajanan kromium (VI) secara ingesti. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata konsentrasi kromium (VI) pada air minum sebesar 0,0089 mg/L, masih di bawah baku mutu Peraturan Menteri Kesehatan No.492/Menkes/Per/IV/2010 sebesar 0,05 mg/L dalam kromium total. Konsentrasi kromium (VI) tidak terdeteksi pada makanan terpilih yang berupa nasi (karbohidrat), daun singkong (sayur), ikan (lauk) , dan pisang (buah) (batas deteksi alat / LOD sebesar 0,0322 mg/L). Tingkat risiko pajanan kromium (VI) bernilai kurang dari 1 yang berarti tidak berisiko. Proporsi kejadian diare (mewakili gastrointestinal) dan gangguan kulit masing-masing sebesar 8,9% dan 25%. Kesimpulan yang didapatkan bahwa konsentrasi kromium (VI) belum menyebar keluar Ring-1 area pertambangan emas tradisional Gunung pongkor.

Chromium (VI) is natural element found in rocks, soil, plants, animals, ash and volcanic gases, and is a carcinogen. Previous study showed a high concentration of chromium in drinking water (0,29 mg/L) of the population in the area of Ring-1 artisanal gold mining site in Gunung Pongkor, Bogor with value risk quotient (RQ) 3,371. Present study aims to determine whether the contamination of chromium (VI) in the area of Ring-1 has spread beyond the Ring-1 and how the risk quotient of chromium (VI) exposure from water and selected food and the health effects on population. Curug Bitung village, Bogor was selected as the study area that is located outside the Ring-1. Public Health Assessment methods used in this study with combining encironmental health risk assessment and Type- 1 Health Study. Concentration of chromium (VI) in drinking water taken from 35 housholds sample, while in food samples taken from selected foods based on food frequency of Curug Bitung population. Anthropometric data, consumption patterns, and the patterns of activity of the populationwas taken by interviewed using questionnaire. Evaluation of health effects conducted by looking at the proportion of gastrointestinal and skin disorder which is a critical effect of oral chromium (VI) exposure. The results showed an average concentration of chromium (VI) in drinking water of 0,0089 mg/L, still below the standards Regulation of the Minister of Health 492/2010 (0,05 mg/L,total Chromium). Concentration of chromium (VI) was not detected in selected foods such as rice, cassava leaves, fish, and banana the level of risk exposure of chromium (VI) is less than 1 that means no risk. The proportion of diarrhea and skin disorders respectively by 8,9 % and 25 %. The conclusion was found that the concentration of chromium (VI) has not spread beyond the Ring-1 traditional gold mining area of Gunung Pongkor."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T43175
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>