Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bina Rachma Permatasari
"Sick Building Syndrome adalah kumpulan gejala yang hanya dirasakan seseorang saat beraktivitas di dalam suatu gedung. Gejala tersebut tidak teridentifikasi secara spesifik hingga menyebabkan penghuni ruangan atau bangunan mengalami gangguan kesehatan akibat buruknya kualitas udara di dalam ruang. Tujuan penelitian ini alah untuk mengetahui Sick building syndrome yang terjadi di Politeknik Kesehatan Jakarta II dengan menghubungkan dengan PM2.5, PM 10, suhu, kelembaban, perawatan Ac, kepadatan ruangan, Jenis furniture dan periode waktu pembersihan ruangan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriftif dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian karyawan yang berjumlah 65 karyawan dan ruangan yang ada di Politeknik Kesehatan Jakarta II. Metode perhitungan sampel menggunakan rumus proporsi binomunal (binomunal proportions) dan menggunakan metode simple random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner Environment Medicine Clinic Sweden, Orebro Hospital tahun 2017 dan menggunakan alat Particulat Dust Meter DAZ – 400. Hasil pada penelitian ini adalah dikatehui 80% karyawan mengalami kejadian sick building syndrome dan setelah dilakukan analisis bivariat menggunakan analisis chi square diketahui bahwa hanya variabel faktor risiko jenis furniture yang memiliki nilai p value <0.05 yaitu 0.006 dan memiliki nilai OR 6.750 dengan derajat kepercayaan 95% rentang interval antara 1.777 – 26.640 sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis furniture yang berisiko memiliki risiko 6.750 kali untuk mengalami kejadian sick building syndrome pada Politeknik Kesehatan Jakarta II.

Sick Building Syndrome is a collection of symptoms that a person only feels when doing activities inside a building. These symptoms are not specifically identified and cause the occupants of the room or building to experience health problems due to poor indoor air quality. Sick building syndrome that occurs at the Jakarta II Health Polytechnic by relating it to PM2.5, PM 10, temperature, humidity, AC maintenance, room density, type of furniture and time period for cleaning the room. This research uses a descriptive type of research with a cross sectional approach. The sample in this study was a portion of 65 employees and rooms at the Jakarta II Health Polytechnic. The sample calculation method uses the binominal proportions formula and uses the simple random sampling method. Data were collected using the 2017 Environment Medicine Clinic Sweden, Orebro Hospital questionnaire and using the Particulate Dust Meter DAZ – 400. The results of this study were that 80% of employees experienced sick building syndrome and after carrying out bivariate analysis using chi square analysis it was discovered that the only variable The risk factor for furniture types has a p value <0.05, namely 0.006 and has an OR value of 6,750 with a confidence level of 95%, the interval range is between 1,777 – 26,640, so it can be concluded that the type of furniture at risk has a risk of 6,750 times for experiencing sick building syndrome at the Health Polytechnic. Jakarta II."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Syafaat Nur
"Kualitas udara di ruang ICU perlu diperhatikan karena kerentanan pasien akan penyakit dan menghindarinya dari infeksi nosokomial. Beberapa indikator dari pencemar udara dalam ruang adalah konsentrasi bakteri dan konsentrasi jamur. Pengambilan sampel bakteri dan jamur di udara menggunakan alat EMS serta media kultur TSA untuk bakteri dan media kultur PDA untuk jamur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi bakteri dan jamur berdasarkan besarnya intensitas cahaya, kelembaban, dan temperatur. Intensitas cahaya, kelembaban, dan temperatur terhadap konsentrasi bakteri memiliki korelasi Spearman Rank sebesar -0,043; 0,033; -0,194 dan korelasi analisi regresi linear sebesar -0,115; 0,017; -0,168. Intensitas cahaya, kelembaban, dan temperatur terhadap konsentrasi jamur memiliki korelasi Spearman Rank sebesar -0.231; 0,062; -0,095 dan korelasi analisi regresi linear sebesar -0,265; 0,072; -0,192.

Air quality in ICU Room need to be considered as susceptibility to disease and avoid nosocomial infection. Some indicators of indoor air pollutants are bacteria and fungi. Using EMS and TSA as a media culture for bacteria and PDA as a media culture for fungi. In this study, the concentrations of bacteria and fungi were analyzed based on intensity of ray, humidity, and temperature. Intensity of ray, humidity, and temperature in the room have a relationship with the concentration of bacteria with the Spearman Rank correlation coefficient of -0.043; 0.033; -0.194 and with linear regretion analysis correlation coefficient of -0.115; 0.017; -0.168. Intensity of ray, humidity, and temperature in the room have a relationship with the concentration of fungi with the Spearman Rank correlation coefficient of -0.231; 0.062; -0.095 and with linear regretion analysis correlation coefficient of -0.265; 0.072; -0.192.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54939
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Tri Murtiningsih
"ABSTRAK
Kualitas udara yang buruk dalam ruang kerja dapat menyebabkan rasa tidak nyaman yang disertai keluhan medis yang disebut sebagai Sick Building Syndrome SBS . Kuesioner MM-040 NA dapat mendeteksi keluhan kesehatan yang berkaitan dengan kualitas udara dalam ruang, namun validitas dan reliabilitasnya di Indonesia belum teruji. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan kuesioner MM-040 NA yang valid dan reliabel dalam versi bahasa Indonesia untuk diaplikasikan sebagai instrumen deteksi lingkungan kerja yang berisiko menimbulkan gangguan kesehatan akibat kualitas udara dalam ruangan yang buruk. Penelitian menggunakan desain deskriptif cross sectional untuk menilai gambaran instrumen kuesioner MM-040 NA adaptasi versi bahasa Indonesia yang diaplikasikan pada kelompok pekerja kantor. Kuesioner MM-040 NA yang mempunyai 31 butir pertanyaan dilakukan Adaptasi Lintas Budaya berdasarkan pedoman WHO dengan melalui tahapan proses translasi bahasa, proses sintesis, translasi balik, evaluasi oleh tim panel, proses uji coba awal, evaluasi ulang dan proses uji coba lanjutan kuesioner. Hasil uji coba lanjutan pada 35 responden dengan usia 20-55 tahun didapatkan hasil 19 butir valid dan 12 butir tidak valid. Uji validitas dengan Spearman rho didapatkan koefisien korelasi antara -0,146 - 0,752. Uji Reliabilitas didapatkan cronbach alfa 0,830 yang berarti reliabilitas baik. Sebagai kesimpulan, kuesioner MM-040 NA versi Bahasa Indonesia memiliki hasil validitas yang kurang baik karena masih terdapat pertanyaan yang tidak valid tetapi didapatakan hasil reliabilitas tinggi. Dibutuhkan uji coba lanjutan dengan kuesioner yang sudah dilakukan evaluasi untuk butir pertanyaan yang tidak valid.

ABSTRACT
Poor indoor air quality in the work space can cause discomfort accompanied by a medical comlaint called Sick Building Syndrome SBS . The MM 040 NA questionnaire can detect health complaints related to indoor air quality, but its validity and reliability in Indonesia has not been tested. The purpose of this study was to develop a valid and reliable questionnaire of MM 040 NA in Indoonesian version to be applied as a workplace detection instrument that poses a health risk due to poor indoor air quality. The study used descriptive cross sectional design to assess the description of MM 040 NA questionnaire instrument of adaptation of Indoesian version applied to office worker group. The MM 040 NA questionnaire which has 31 questions is Cross Cultural Adaptation based on WHO guideline through the process of language translation, synthesis process, reverse translation, panel evaluation, preliminary trial process, re evaluation and advanced test process of the questionnaire. The results of follow up trials in 35 respondents with age between 20 55 years obtained 19 items valid and 12 items are invalid. Validity test with Spearman rho obtained correlation coefficient between 0.146 0.752. Reliability test obtained cronbach alfa 0.830 which means good reliability. in conclusion, the Indonesian version of the MM 040 NA questionnaire has poor validity results because there are still invalid questions but high reliability results. A follow up trial with a questinnaire that has been evaluated for an invalid items is required."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Maulina Solihah
"Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit berbasis lingkungan yang disebabkan oleh buruknya kualitas udara terutama kualitas udara dalam ruangan. Kualitas udara dalam ruangan ditentukan oleh parameter fisika, kimia, dan biologis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara parameter fisika dan mikrobiologis udara dalam ruangan (suhu, kelembaban, pencahayaan, luas ventilasi, kepadatan hunian, dan total angka kuman) dengan keluhan gejala ISPA pada warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Jakarta. Penelitian ini menggunakan teknik potong lintang yang bersifat kuantitatif dengan jumlah responden warga binaan sebanyak 100 orang dan sampel kamar tahanan sebanyak 14 kamar. Pengambilan data menggunakan kuesioner untuk melihat gejala ISPA pada warga binaan dan pengukuran parameter fisika-mikrobiologis untuk melihat kualitas udara di kamar tahanan. Pengambilan sampel total angka kuman pada udara kamar tahanan menggunakan metode Total Plate Count (TPC). Hasil penelitian menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara kelembaban udara pada kamar tahanan dengan gejala ISPA (OR=5,84 95% CI: 2,32-12,71) dan terdapat pula hubungan yang signifikan antara pencahayaan pada kamar tahanan dengan keluhan gejala ISPA (OR=2,87 95% CI: 1,20-6,84).

Acute Respiratory Infection (ARI) is an environmetal-based disease caused by poor air quality, especially poor indoor air quality. Indoor air quality is determined by physical, chemical and biological parameters. This study aims to analyze the correlation between Physical and Microbiological Parameters of Indoor Air Quality (temperature, humidity, lighting, ventilation area, occupancy density, and total germ number) to symptoms of Acute Respiratory Infection (ARI) in Prisoner Cells, Jakarta Woman Prison Class IIA. This reaserch is cross sectional study with 100 respondents and 14 sample prisoner cells. The data were collected by using questionnaires to see symptoms of ARI in prisoners and measurement of microbiological-physical parameters to see the air quality in prisoner cells. The results of this study state that there is a significant relationship between humidity in prisoner cell with symptoms of Acute Respiratory Infection (ARI) (OR=5,84 95% CI: 2,32-12,71), and also there is a significant relationship between lighting in prisoner cell with symptoms of Acute Respiratory Infection (ARI) (OR=2,87 95% CI: 1,20-6,84). "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astuti
"Radon dapat ditemukan dimana saja, termasuk pada bangunan sekolah dasar. Radon masuk ke dalam ruang kelas sekolah dasar melalui celah bangunan, retakan dinding dan lantai, bahan material bangunan, dan lainnya. Pajanan radon pada anak-anak usia sekolah dasar dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru hingga dua kali lipat dibandingkan dengan orang dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pajanan konsentrasi radon dan faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi radon di sekolah dasar dengan menggunakan metode tinjauan literatur sistematis tahun 2010-2020. Penelitian ini menggunakan 23 literatur yang sesuai dengan kriteria inklusi peneliti. Hasil penelitian mengenai pajanan konsentrasi radon di sekolah dasar adalah sebagai berikut: nilai minimum 26,65 Bq/m3, nilai maksimum 480 Bq/m3, median 119 Bq/m3, rata-rata aritmatik 133,43 Bq/m3, standar deviasi aritmatik 95,14 Bq/m3, rata-rata geometrik 109,06 Bq/m3, dan standar deviasi geometrik 1,87 Bq/m3. Kemudian, hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi radon di sekolah dasar adalah sebagai berikut: ditemukan 20 jenis faktor yang dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu faktor bangunan 10/20, faktor lokasi bangunan (6/10), dan faktor kondisi meteorologis 4/10. Faktor bangunan meliputi retakan bangunan, usia bangunan, ventilasi, bahan konstruksi bangunan, material dalam ruangan, luas area bangunan, kepadatan ruangan, pemanas ruangan, tekanan dalam ruangan, dan sumber air. Faktor lokasi bangunan meliputi tingkat lantai, lokasi geologis, radioaktivitas dalam tanah, kandungan radium dalam tanah, permeabilitas dan kelembaban tanah, dan komposisi tanah. Faktor kondisi meteorologis meliputi musim, suhu, dan waktu."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merlin
"ABSTRAK
Kualitas udara di ruang rawat inap perlu diperhatikan karena kerentanan pasien akan penyakit dan menghindari terjadinya kontaminasi silang. Salah satu indikator pencemar udara dalam ruang adalah jamur. Pengambilan sampel jamur di udara dengan menggunakan alat EMS E6 serta media kultur MEA. Sampel kemudian diinkubasi pada suhu 27oC selama ±72 jam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan konsentrasi jamur antara jam berkunjung dengan bukan jam berkunjung dan konsentrasi jamur pada ruangan dengan kapasitas bed yang berbeda. Hasil menunjukkan bahwa ruangan dengan kapasitas 5-6 bed per kamar lebih terkontaminasi oleh jamur dibandingkan dengan kapasitas 1-4 bed per kamar (p=0,000 Kolmogorov-Smirnov) dengan tingkat signifikansi (α) 0,05. Selain itu, tidak ada pengaruh antara jam berkunjung dan bukan jam berkunjung terhadap konsentrasi jamur di udara (p=0,400 Mann-Whitney U). Suhu, kelembaban dan jumlah orang di dalam ruangan memiliki hubungan dengan konsentrasi jamur dengan nilai koefisien korelasi Spearman sebesar 0,179; 0,346; 0,287. Kelembaban ruangan memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap konsentrasi jamur, diikuti jumlah orang dan suhu. Sehingga untuk menjaga paparan jamur di udara pada ruang rawat inap adalah disarankan dengan menjaga kelembaban pada 45-60% dan memperhatikan kepadatan orang di dalam ruangan.

ABSTRACT
Air quality in the patient room need to be considered as susceptibility to disease and avoid cross-contamination. One indicator of indoor air pollutants is fungi. Using a EMS E6 and MEA as a media culture fungi, air samples were taken from Gedung A RSCM then incubated for three days. In this study, the concentrations of fungi were analyzed based on time of visit and also based on the number of beds in the room. The results showed that the room with the capacity of 5-6 beds per room is more contaminated by fungi compared to the capacity of 1-4 beds per room (p=0.000 Kolmogorov-Smirnov) with level of significant (α) 0,05. There is no diference between time of visit with not the time to visit with the concentration of fungi in the air (p=0.400 Mann-Whitney U). Temperature, humidity and number of people in the room have a relationship with the concentration of fungi with the Spearman correlation coefficient of 0.179; 0.346; and 0.287. Humidity of the room has a higher influence to the concentration of fungi, followed by the number of people and temperature. Maintaining the moisture between 45-60% and considering the density of people in the room are some efforts to reduce level of fungi in the air.;Air quality in the patient room need to be considered as susceptibility to disease and avoid cross-contamination. One indicator of indoor air pollutants is fungi. Using a EMS E6 and MEA as a media culture fungi, air samples were taken from Gedung A RSCM then incubated for three days. In this study, the concentrations of fungi were analyzed based on time of visit and also based on the number of beds in the room. The results showed that the room with the capacity of 5-6 beds per room is more contaminated by fungi compared to the capacity of 1-4 beds per room (p=0.000 Kolmogorov-Smirnov) with level of significant (α) 0,05. There is no diference between time of visit with not the time to visit with the concentration of fungi in the air (p=0.400 Mann-Whitney U). Temperature, humidity and number of people in the room have a relationship with the concentration of fungi with the Spearman correlation coefficient of 0.179; 0.346; and 0.287. Humidity of the room has a higher influence to the concentration of fungi, followed by the number of people and temperature. Maintaining the moisture between 45-60% and considering the density of people in the room are some efforts to reduce level of fungi in the air."
2012
S42098
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gelar Winayawidhi Suganda
"Seiring dengan waktu, pembangunan di kota-kota besar bergeser kearah vertikal dengan sistem ventilasi buatan. Hal tersebut berdasarkan berbagai penelitian dapat meningkatkan resiko Sick Building Syndrome (SBS) di gedunggedung dimaksud. Kantor Pusat PT. X berada di Gedung Y dengan karakteristik demikian. Tesis ini bertujuan untuk mengetahui kualitas udara dalam ruangan, karakteristik umum pekerja, dan kejadian SBS di Kantor Pusat PT. X. Berdasarkan penelitian beberapa parameter kualitas udara seperti CO2, kelembaban, dan ventilation rate tidak memenuhi Standar. Didapatkan juga beberapa kasus mirip SBS seperti iritasi mata (16.13 %) dan kelelahan (13.98 %). Kejadian SBS kemungkinan merupakan hasil interkoneksi berbagai faktor termasuk kualitas udara dan karakteristik responden.

Recently development of big city has been swifted to vertical development with artificial ventilation. According to vast amount of research that situation could lead to Sick Building Syndrome (SBS) cases. The Headquarter of PT. X located at Y Building has that charasteristic. This Theses aims on knowing indoor air quality (IAQ), workers? characteristics and SBS cases in The Headquarter of PT. X. According to this research some parameters e.g. CO2, relative humidity and ventilation rate are out of standards. Some cases has also been found, e.g. eye irritation (16.13 %) and fatigue (13.98 %). These cases may be a result of many factors including IAQ and workers? characteristics."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T31105
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhiyono
"Udara segar merupakan kebutuhan utama bagi semua mahkluk hidup. Setiap mahkluk hidup memerlukan udara bersih 10-20 m3per hari untuk bernafas (EPA, 2012). Orang Amerika rata-rata menghabiskan 90% waktunya setiap hari untuk melakukan aktivitas di dalam ruangan. Dari fakta diatas, peneliti meyakini bahwa kualitas udara dalam ruangan memberi dampak yang lebih serius bagi kesehatan mahkluk hidup bila dibandingkan dengan kualitas udara di luar ruangan. Rendahnya kualitas udara dalam ruangan terutama disebabkan oleh aktivitas memasak dan pemanasan yang dilakukan di dalam ruangan. Faktor utama lain penyebab rendahnya kualitas udara dalam ruangan adalah asap rokok. Rendahnya kualitas udara dalam ruangan menyebabkan ketidaknyamanan dan berpengaruh pada kesehatan. Salah satu polutan yang berbahaya adalah particulate matter. ketika seseorang menghirup udara yang mengandung partikel tersebut, partikel tersebut akan berpenetrasi secara mendalam ke paru - paru. Efek jangka pendek dari menghirup udara yang berkualitas rendah adalah batuk, bersin, kelelahan, sakit kepala, gangguan pernafasan akut, dan efek jangka panjang dari menghirup udara yang berkualitas rendah adalah terkena penyakit paru-paru contohnya kanker paru -paru. Untuk mengurangi resiko kesehatan yang disebabkan oleh rendahnya kualitas udara, maka perlu dilakukan tindakan untuk meningkatkan kualitas udara tersebut. Sesuai dengan EPA An Introduction to Indoor Air Quality, terdapat 3 (tiga) cara dasar untuk meningkatkan kualitas udara dalam ruangan. Ketiga cara tersebut antara lain: manajemen sumber polutan atau menghilangkan sumber polutan individual atau mengurangi emisinya, meningkatkan ventilasi atau meningkatkan aliran udara ke dalam ruangan dan menggunakan pemurni udara atau pembersih udara dalam gedung. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan cara yang paling efektif untuk mengurangi konsentrasi partikel dalam ruangan dalam rangka meningkatkan tingkat kualitas udara. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa mesin pemurni udara memiliki dampak yang lebih efektif bila dibandingkan dengan ventilasi.

Fresh air is a primary need of every human being. Every Human need a regular fresh air 10-20 m3 each day for breath (EPA, 2012). US people spend their time approximately 90% in indoor for daily activities. From that fact above, scientist believe that the indoor air quality give more serious impact for human health than the outdoor air quality. Poor Indoor Air Quality primary caused by cooking and heating inside the building. Another major cause of poor indoor air quality is a cigarette smoke. Poor Indoor Air Quality will cause discomfort and affecting to health for the occupant. One harmful pollutant is particulate matter. When people breath air that contain this particles, this particles will penetrate deep into the lungs. Short- term effect inhale Poor Indoor Air Quality are coughing, sneezing, fatigue, headache, supper respiratory congestion, and long-term effect inhale poor Indoor Air Quality may cause lung diseases for example lungs cancer. to reduce the health risks caused by poor air quality, the air quality needs to be improved. According to EPA An Introduction to Indoor Air Quality (2013) there are three basic ways to Improve Indoor Air Quality. There are: Source management or eliminate individual source of pollutant or reduce their emissions, ventilation improvement or increasing outdoor air coming indoor and using air purifier or air cleaners in the building. The aim of this experiment is to find the most effective way to reduce particles concentration in the air in order to improve air quality level. From experiment result we can conclude that air purifier machine has more effective impact than ventilation one."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T42625
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Djanatha
"Penelitian mengenai Analisis Hasil Pengukuran Kualitas Udara Dalam Ruangan Perusahaan XXX di Jakarta Tahun 2015, penelitian ini dilakukan terkait beberapa keluhan karyawan mengenai kualitas udara dalam ruangan kantor dan hasil dari pengukuran kualitas udara dalam kantor yang telah dilaksanakan pada September 2014.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kualitas dalam ruangan perusahaan XXX sudah sesuai dengan standar dari pemerintah RI. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif deskriptif, pengambilan data dari penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan data hasil pengukuran kualitas udara dalam ruangan dan pelaksanaan wawancara dan observasi lapangan.
Hasil dari analisis kadar SO2, CO2, O2, Temperatur, Kelembaban, dan Laju Ventilasi pada beberapa area pengukuran tidak memenuhi standard. Saran yang penulis ajukan terkait menyesuaikan sistem udara (HVAC) dan pengontrolan kadar CO2 dalam ruangan. Serta melakukan penelitian lebih mendalam terkait kemungkinan gangguan kesehatan yang berhubungan dengan kualitas udara dalam ruangan.

Research on Analysis of Indoor Air Quality Measurement Result on Company XXX in Jakarta year 2015 was conducted in relation to some employee complaints regarding office indoor air quality and the results of air quality measurement in the office that have been held in September 2014.
This study aims to determine whether air quality indoor in Company XXX is comply with the standards of Indonesian government. This study uses descriptive qualitative analysis, retrieval of data from this study was conducted by using indoor air quality measurement data, interviews, and field observations.
Results of the analysis of the levels of SO2, CO2, O2, temperature, humidity, and ventilation rate in some measured areas did not meet the standard. Suggestions that the author submitted in association with this problem is to adjust the air conditioning system ( HVAC ) and to control the CO2 level in the building. Moreover, conduct more in-depth research related to the possibility of health problems caused by indoor air quality.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S59011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Safitri
"Risiko kesehatan akibat pajanan polutan indoor bisa jadi lebih tinggi daripada outdoor karena durasi kontak yang lebih lama dan konsentrasi polutan indoor pada beberapa kasus lebih tinggi dibandingkan polutan luar ruangan. Sekolah dasar seringkali luput dari pandangan padahal anak usia sekolah dasar (SD) lebih rentan terhadap paparan polutan kimia. Hal ini disebabkan karena anak-anak pada usia 7 sampai 14 tahun menghirup 50% lebih banyak udara dibanding orang dewasa, serta sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan jaringan dan organ dengan pesat. Penelitian ini merupakan tinjauan literatur sistematis yang bertujuan untuk melihat gambaran jenis, konsentrasi, dan faktor risiko yang menyebabkan terjadinya pajanan polutan kimia pada ruang kelas sekolah dasar. Inklusi dari penelitian ini adalah literatur yang menggunakan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia, dipublikasikan pada rentang waktu tahun 2017 sampai 2020, dapat diakses secara full text, dan dapat menjawab pertanyaan penelitian. Dari 3.652 literatur yang teridentifikasi, 18 literatur terpilih dalam studi ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis polutan kimia yang paling banyak dibahas dalam tinjauan literatur sistematis di ruang kelas sekolah dasar adalah VOC, CO2, dan NO2 dengan konsentrasi antara 0,0001-1,265 ppm (VOC), 411-2009 ppm (CO2), dan 4.89-126 mg/m3 (NO2) yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti emisi kendaraan (15,79%), aktivitas penghuni (9,21%), sistem ventilasi (9,21%), aktivitas pembersihan ruangan (9,21%), dan pemanfaatan bahan artistik (6,58%).

Health risks associated with indoor pollutants exposure may be higher than outdoor due to longer contact duration and in some cases, higher concentrations of indoor than outdoor air contaminants. Indoor air quality of elementary schools need to be assessed since children at elementary school-age children are more susceptible to chemical pollutants exposure. Moreover, children at age 7 to 14 years breathe more air at about fifty percent than adults, and are experiencing rapid growth and development of tissues and organs. This research is a systematic literature review that aims to investigate the types, concentrations, and risk factors of chemical air pollutants in elementary school classrooms. The inclusions criterias of this study are available in English and Bahasa Indonesian, published between 2017 – 2020, free access full text, and relevant to research questions. 3,652 literatures were identified and 18 literatures were selected. It was found that the most studied chemical pollutants were VOC, CO2, and NO2 with the range of concentrations at 0,0001-1,265 ppm (VOC), 411-2009 ppm (CO2), and 4.89-126 mg/m3 (NO2). Concentration of those pollutants is influenced by various factors, such as close to vehicle emissions (15.79%), occupant activity (9.21%), ventilation system (9.21%), room cleaning activity (9.21%), and the use of artistic material (6.58%)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>