Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maya Triastuti
"Indonesia termasuk salah satu Negara tropis yang kaya akan tanaman rempah, salah satunya adalah kunyit. Kunyit memiliki banyak manfaat, antara lain mengobati beberapa penyakit, sebagai bumbu masak dan sebagai zat warna. SeJain itu kunyit juga memiliki aktivitas biologi seperti anti bakteri, antioksidan, anti inflamasi, anti mutagen, serta anti kanker.
Antioksidan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesehatan tubuh, dalam hal mempertahankan tubuh dari kerusakaFfakibat radikal bebas. Untuk itu diperJukan antioksidan aJami yang aman serta memiliki aktivitas antioksidan yang besar.
Pada penelitian ini diJakukan isolasi senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan dari kunyit yaitu kurkumin. Jsolasi dilakukan dengan menggunakan soklet dan pelarut etanol. Kemudian dilakukan reaksi reduksi yang dapat meningkatkan aktivitas antioksidan dari kurkumin menggunakan UAIH4. Reduksi dilakukan dengan peJarut eter. Hasil isolasi kunyit, kurkumin, dan kurkumin tereduksi kemudian diuji aktivitas antioksidannya menggunakan metode Radical Scavenger.
Hasil isolasi kunyit menghasilkan kurkumin sebesar 0,8589 gram (2,86%), dan hasil kurkumin ter.e duksi sebesar 0,1397 gram (37,92%). Dari uji aktivitas antioksidan diketahui bahwa kurkumin yag tereduksi memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar, yaitu 12 kali dari kurkumin tanpa direduksi. Nilai IC50 kurkumin adalah 872,425 g/ml dan kurkumin yang tereduksi, adalah 67,798 g/ml."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Hernawati Purwaningsih
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan cara penelltian : Telah dilakukan panelitian eksperimental pada tikus jantan dan betina galur Wistar, berumur 2-3 buian dengan berat badan 110-160 g, untuk melihat efek proteksi kurkumin terhadap kerusakan hati yang ditimbulkan oieh parasetamol dosis toksik. Penelitian dilakukan dalam 3 tahap. Tahap pertama dilakukan pada 70 ekor tikus, yang dibagi secara acak kedalam 7 kelompok, masing-masing kelompok terdin atas 10 ekor. Kelompok A - G secara bemrutan mendapat perlakuan sebagai berikut : A = kontrol sehat ( hanya mendapat akuades p.o.) ; B = kontrol sakit( parasetamol 2500 mg/kgBB p_o = par. + CMC 0,5 % ) ; C = par. + kurkumin p.o. = kur. 2,5 mg/kgBB ; D = par. + kur. 5 mg/kgBB ; E = par. + kur. 10 mglkgBB ; F = par. + ekstrak kurkuma 1000 mgIkgBB p.o. dan G = par. + N-asetilsistein 500 mglkgBB p.o. Paracetamol diberikan pada jam ke 0, sedangkan obat uji dibenkan pada jam ke 1, 3, 5, 22, 28, 46 setelah pemberian parasetamol. Tahap ke dua dilakukan untuk melihat efek kurkumin ternadap keracunan parasetamol melalui cara pembenan yang berbeda. Tahap ke dua diiakukan pada 18 ekor tikus, yang dibagi secara acak ke dalam 3 kelompok: K, L, M. Pada jam ke 0, terhadap setiap hewan coba diberikan parasetamol 500 mglkgBB IP, selanjutnya pada jam ke 1, 3, dst. seperti pada tahap I, setiap kelompok secara berurutan, diberikan CMC 0,5 % p.o. (kontrol), kurkumin 10 mglkgBB p.o. dan ekstrak kurkuma 1000 mglkgBB p.o. Tahap ke tiga terdin dari 33 ekor yang dibagi secara acak kedaiam 5 kelompok (N,O,P,Q,S). Pada jam ke 0, setiap hewan coba mendapat parasetamoi 2500 mglkgBB p.o. selanjutnya pada jam ke 1, 3, dst. kelompok N dan S secara bemrutan diberikan CMC 0,5 % p.o. (kontrol) dan arang aktif 2500 mglkgBB p.o. sedangkan terhadap kelompok O, P, Q, pada jam ke 1, 7, 22, 28 dan 46, berturut-turut diberikan kurkuminoid 20 mg ; 10 mg ; dan 2,5 mglkgBB IP_ Empat puluh delapan jam setelah pemberian parasetamoi, tikus dibunuh dengan cara xii ekapitasi setelah dibius dengan eter. Darah ditampung untuk pemeriksaan aktivitas SGPT dan SGOT. Hati tikus dieksisi, ditimbang dan dinksasi dalam larutan fonnalin-dapar 10 %, kemudian diproses tebih lanjut untuk pemenksaan histopatoiogik. Data diuji secara statistik dengan menggunakan metode analisis varians satu arah dan Kmskal-Wallis dengan batas kemaknaan p s 0,05.
Hasil dan kesimpulan : Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok E yang
mendapat kurkumin 10 mgIkgBB p.o., memperiihatkan efek proteksi yang Iebih balk terhadap kemsakan hati tikus yang disebabkan oleh parasetamol dosis toksik, dibandingkan dengan kelompok lain. Efek proteksi ditunjukkan dengan menurunnya aktivitas SGPT, SGOT yang tidak berbeda bennakna (p>0,05) dibandingkan dengan kontrol sehat (kelompok A), menurunnya aktivitas SGOT yang berbeda bennakna (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol yang hanya mendapat parasetamol (kelompok B). Terdapat perbaikan gambaran histopatologik sel hati pada kelompok E (2,1_-g0,38) dibandingkan dengan kelompok B (3,1;0,31), tetapi tidak berbeda bermakna secara statistik (p>0,05). Walaupun demikian, gambaran histologik kelompok E menunjukkan
kerusakan yang berslfat reversibel, yang berbeda dengan kelompok B, yaitu berupa kerusakan yang irreversibel. Selain itu, pembengkakan hati yang teriadi pada kelompok E, tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p>0,05) dibandingkan dengan konirol sehat. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kurkumin yang diberikan pada dosis 10 mg/kgBB p_o_ menunjukkn efek proteksi terhadap keracunan parasetamol pada tikus. Efek proteksi tersebut tampaknya tidak dilangsungkan lewat penghambatan absorpsi parasetamol di saluran cema.

Abstract
Scope and Method of Study: The purpose of this study is to investigate the possible protective effects of curcumin on liver damage induced by paracetamol in rat. The study was carried out on 110 - 160 g, 2-3 months old Vlhstar derived rats of both sexes, and was divided into three steps. The first step was intended to investigate the optimal dose of curcumin in reducing liver damage induced by paracetamol. The experimental animals were divided into 7 groups of 10 rats each randomly. All drugs were given orally, and were treated as follows : Group A : normal rats (were given
water only) ; B (paracetamol 2500 mg/kgBW) ; C (paracetamol 2500 mg/kgBW and curcumin 2.5 mg/kgBW) ; D (paraoetamol 2500 mg/kgBW and curcumin 5 mg/kgBW) ; E.(paracetamol 2500 mglkgBW and curcumin 10 mg/kgBW) ; F (paracetarnol 2500 mg/kgBW and curcuma extract 1000 mg/kgBW) and group G (paracetamol 2500 mg/kgBW and N-acetylcysteine 500 mg/kgBW), respectively. Curcumin, curcuma extract and N-acetylcysteine was given at 1, 3, 5, 22, 28, and 46 hours afterparacetamol. The second step was intended to investigate the effect of curcumin P.O. on llver damage induced by IP injection of paracetamol 500 mgIkgBW. The groups consist of control group (K), given only paracetamol, curcumin-treated group (L), 10 mg/kgBW P.O. and curcuma-treated rats (M), 1000 mg/kgBW P.O. The third step was intended to investigate the effect of curcuminoid IP on liver damaged induced by paracetamol 2500 mg/kgBW orally. This groups consist of control group (N), given only paracetamol; curcuminoid treated groups (O, P, Q) 1 20 mg ; 10 mg, and 2.5 mg/kg BW, respectively, given at 1, 7, 22, 28 and 46 hours after paraoetamol administration, and activated charcoal-treated rats, 2500 mg/kgBW orally (group S). Fourty eight hours afterthe administration of paracetamol, the experimental animals were ether anesthetized and decapltated. Blood were collected and SGPT XlV nd SGOT activities were determined ; the livers were excised, weighted, and 'fixed in 10 % buffered-formalin for making histologic preparations. Data were statistically analyzed using analysis of varians and Kruskal-Wallis methods.
Result and Conclusions: The results showed that curcumin of 10 mgIl
2,1 10,38 VS 3,1f_O,31), but not statistically difference from control. Moreover, the livers of the curcumln-treated are less. Swollen and that the lesions of the liver are better-intemis of reversibility to the full recovery than those of the rats treated with paracetamol only. The protective effects of curcumin might not be mediated by inhibition of absorption of paraoetamol in the intestine.
"
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2007
S30442
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Hidayat Ibrahim
""b>ABSTRAK
"
Senyawa Turunan pirazol dan isoksazol merupakan senyawa organik yang cukup penting karena memiliki bioaktivitas yang banyak. Beberapa katalis telah banyak digunakan untuk sintesis senyawa turunan pirazol dan isoksazol salah satunya adalah logam oksida. Katalis yang digunakan merupakan katalis heterogen yang disintesis dengan metode sol gel. Pada penelitian ini senyawa turunan pirazol dan isoksazol akan disintesis menggunakan nanokatalis CuO@SiO2. Hasil menunjukkan bahwa nanokatalis CuO@SiO2 berhasil disintesis dengan ukuran rata-rata 512,1 nm. Hasil sintesis nanokatalis CuO@SiO2 ini selanjutnya akan dikarakterisasi menggunakan FT-IR, SEM-EDX, XRD, dan PSA. Sintesis senyawa pirazol dilakukan dengan cara mencampurkan kurkumin dan variasi senyawa hidrazin yaitu hidrazin hidrat dan fenil hidrazin. Sedangkan sintesis senyawa isoksazol menggunakan kurkumin dan hidroksilamin hidroklorida. Kondisi optimum yang didapatkan yaitu menggunakan 2,5 mol katalis dengan pelarut asam asetat glacial pada suhu 70 C selama 8 jam. Persen yield yang dihasilkan pada kondisi optimum reaksi tersebut yaitu produk dari hidrazin hidrat sebesar 82,55 , fenil hidrazin sebesar 80,68 dan hidroksilamin sebesar 80,09. Produk hasil sintesis selanjutnya dikarakterisasi menggunakan FT-IR, UV-VIS, dan LC-MS. Uji Bioaktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylacoccus aureus dan Escherichia coli dilakukan dengan menggunakan metode dilusi cair yaitu melihat tingkat kekeruhan dari setiap sampel dengan mengukur Optical Density OD menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Hasil pengujian bioaktivitas antibakteri didapatkan Konsentrasi Hambat Minimal KHM dalam persen inhibisi untuk produk dari hidrazin hidrat, fenil hidrazin, dan hidroksilamin terhadap bakteri e. coli masing-masing sebesar 125 g/mL, 125 g/mL, dan 31.15 g/mL sedangkan pada bakteri S. aureus masing-masing sebesar 2.5 g/mL, 31.15 g/mL, dan 15.625 g/mL."

"
"ABSTRACT
"
Pyrazole and isoksazole derived compounds are important organic compounds because the compounds have a lot of bioactivity. Some catalysts have been widely used for the synthesis of pyrazole derivatives and isoxazole derivatives one of which is metal oxide. The catalyst used is a heterogeneous catalyst synthesized by sol gel method. In this study the compounds derived from pyrazole and isoksazole will be synthesized using CuO SiO2 nanocatalyst. The results showed that the CuO SiO2 nanocatalyst was successfully synthesized with an average size of 512.1 nm. The results of the synthesis of CuO SiO2 nanocatalyst will then be characterized using FT IR, SEM EDX, XRD, and PSA. The synthesis of pyrazole compounds is done by mixing curcumin and variations of hydrazine compounds ie hydrazine hydrate and phenyl hydrazine. While the synthesis of isoksazole compounds using curcumin and hydroxylamine hydrochloride. The optimum condition was obtained using 2.5 mole of catalyst with glacial acetic acid solvent at 70 C for 8 hours. The yield percentage produced at the optimum condition of the reaction is the product of hydrazine hydrate by 82,55 , phenyl hidrazine by 80,68 , and hydroxylamine by 80,09 . The synthesized products are further characterized using FT IR, UV VIS, and LC MS. The antibacterial bioactivity test against Staphylacoccus aureus and Escherichia coli bacteria was performed by using liquid dilution method to observe the level of turbidity of each sample by measuring Optical Density OD using spectrophotometer at 625 nm wavelength. Antibacterial bioactivity test results obtained Minimum Inhibitory Concentration KHM in percent of inhibition for products of hydrazine hydrate, phenyl hydrazine, and hydroxylamine against bacteria e. coli of 125 g mL, 125 g mL, and 31.15 g mL respectively, while in S. aureus bacteria 62.5 g mL, 31.15 g mL, and 15.625 g mL, respectively."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Decky Duem Syaban Ridho Putera
"Senyawa analog kurkumin merupakan kelas senyawa alami yang secara struktur ditandai dengan dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh jembatan karbon, yang memiliki aktivitas biologis yang baik. Disisi lain, triazol merupakan senyawa heterosiklik  penting dalam kimia obat yang memiliki potensi terhadap anti bakteri dan antioksidan.Pada penelitian ini menggunakan berbagai variasi senyawa aldehida aromatik sebagai prekursor dalam mensintesis senyawa analog kurkumin. Senyawa analog kurkumin ini dapat disintesis dengan cara mereaksikan variasi aldehida aromatik seperti 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida (vanilin) dan 4-hidroksibenzaldehida dengan bantuan HCl.  Analog kurkumin yang terbentuk dapat dimodifikasi lebih lanjut membentuk bis-propargil dan bis-1,2,3-triazol. Produk yang terbentuk dimurnikan dengan kromatografi kolom, diindentifikasi menggunakan KLT dan dikarakterisasi menggunakan FTIR, LC-MS, dan NMR. Senyawa hasil sintesis dilakukan uji bioaktivitas sebagai antioksidan dengan menggunakan metode DPPH. Dengan memvariasikan aldehida memberikan hasil yang berbeda, yang akan dipengaruhi oleh ada atau tidak gugus pendorong elektron pada cincin benzena. Senyawa dihidroksi vanilin memiliki nilai persen inhibisi sebesar 95%, dihidroksi 4-hidroksibenzaldehida  95%, bis-propargil vanilin 53%, bis-propargil 4-hidroksibenzaldehida 45%, bis-1,2,3-triazol vanilin 25%, dan bis-1,2,3-triazol 4-hidroksibenzaldehida 20%. Diketahui bahwa senyawa dengan gugus metoksi memiliki nilai persen inhibisi DPPH yang lebih tinggi.
......Curcumin analogs are a class of chemical compounds structurally characterized by two aromatic rings connected by a carbon bridge, which have good biological activity. On the other hand, triazoles are important heterocyclic compounds in medicinal chemistry that have antibacterial and antioxidant potential. In this study, a variety of aromatic aldehyde compounds were used as precursors in synthesizing curcumin analogues. This curcumin analog compound can be synthesized by reacting various aromatic aldehydes such as vanillin and 4-hydroxybenzaldehyde with the help of HCl. The curcumin analogs formed can be further modified to form bis-propargyl and bis-1,2,3-triazol. The product formed was purified by column chromatography, identified using TLC and characterized using FTIR, LC-MS, and NMR. The synthesized compound was tested for bioactivity as an antioxidant using the DPPH method. Varying the aldehydes gives different results, which will be affected by the presence or absence of electron-donating groups on the benzene ring. The compound dihydroxy vanillin had a percentage inhibition value of 95%, dihydroxy 4-hydroxybenzaldehyde 95%, bis-propargyl vanillin 53%, bis-propargyl 4-hydroxybenzaldehyde 45%, bis-1,2,3-triazole vanillin 25%, and bis- 1,2,3-triazole 4-hydroxybenzaldehyde 20%. It can be concluded that compounds with methoxy groups have a higher percentage value of DPPH inhibition."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paramita
"ABSTRAK
Latar Belakang: Endoksifen merupakan terapi baru pada pengobatan sel kanker payudara yang responsif terhadap endokrin. Studi terdahulu menunjukkan bahwa paparan endoksifen jangka panjang dapat menyebabkan resistensi melalui mekanisme Epithelial-Mesenchymal Transition (EMT). EMT adalah sebuah proses dimana suatu sel epithelial berubah menjadi sel mesenkimal. Proses EMT ditandai dengan adanya modulasi marker-marker epitelial seperti E-cadherin, vimentin dan TGF-β1. Berbagai penelitian telah menunjukan bahwa paparan singkat kurkumin dapat memperbaiki marker-marker EMT. Namun, kurkumin memiliki keterbatasan karena bioavailabilitasnya yang rendah. Oleh karena itu, pada penelitian ini kami menggunakan nanokurkumin untuk mencegah jalur EMT.
Metode: ini merupakan penelitian in vitro menggunakan sel MCF-7. Kami membagi sel menjadi beberapa kelompok yaitu: Endoksifen 1000 nM+β-estradiol 1 nM, Endoksifen 1000 nM+β-estradiol 1 nM + nanokurkumin (8.5 μM dan 17 μM), Endoksifen 1000 nM+β-estradiol 1 nM+kurkumin 17 μM dan DMSO selama 8 minggu. Sel kemudian dipanen dan dihitung setiap minggu. Setelah minggu ke-4 dan ke-8 paparan, ekspresi E-cadherin, TGFβ1 dan vimentin diukur menggunakan two-step qRT PCR. Pada minggu ke-8, kadar protein TGF-β1 diukur dengan ELISA, sementara morfologi sel MCF-7 diamati menggunakan mikroskop konfokal.
Hasil: Terdapat peningkatan viabilitas sel pada kelompok Endoksifen 1000 nM+β-estradiol 1 nM. Viabilitas sel menurun secara signifikan pada kelompok nanokurkumin dan kurkumin 17 μM, tetapi tidak pada kelompok nanokurkumin 8.5 μM. Analisis marker EMT pada minggu ke-8 menunjukkan terdapat peningkatan ekspresi mRNA vimentin dan TGF-β1 sementara ekspresi mRNA E-cadherin dan kadar protein TGF-β1 tampak menurun. Hasil menunjukkan bahwa pemberian nanokurkumin pada semua dosis tidak mampu memperbaiki ekspresi vimentin, TGF-β1, dan E-cadherin. Tidak tampak perbedaan yang signifikan antara nanokurkumin dan kurkumin terhadap modulasi marker-marker EMT pada sel kanker payudara yang dipaparkan endoksifen berulang. Pengamatan morfologi menggunakan mikroskop konfokal menunjukkan adanya sel mesenkimal baik pada kelompok endoksifen+β-estradiol maupun kelompok yang mendapat nanokurkumin/kurkumin.
Kesimpulan: nanokurkumin tidak mampu mencegah aktivasi EMT walaupun dapat menurunkan viabilitas sel pada penggunaan jangka panjang. Meskipun nanokurkumin lebih terakumulasi di dalam sel. tidak tampak perbedaan potensi dibandingkan dengan kurkumin dalam menurunkan marker EMT.

ABSTRACT
Background: Endoxifen is a novel therapy in the treatment of endocrine responsive type of breast cancer. Previous study showed that long-term exposure of endoxifen may lead to resistance through the mechanism of Epithelial-Mesenchymal Transition (EMT). EMT is a process where epithelial cells turn into mesenchymal cells. EMT is characterized by the modulation of epithelial markers such as E-cadherin, vimentin and TGF-β. Various studies have shown that short term treatment with curcumin may improve EMT markers. However, the efficacy of curcumin is limited by its low bioavailability. In this study, we use nanocurcumin to prevent the activation of EMT.
Methods: This is an in vitro study in MCF-7. We exposed the cells to several groups, which are: endoxifen 1000nM + β-estradiol 1 nM, endoxifen 1000nM + β-estradiol 1 nM + nanocurcumin (8.5 μM and 17 μM), endoxifen 1000nM + β-estradiol 1 nM + curcumin 17 μM and DMSO, for 8 consecutive weeks. Cells were then harvested and counted weekly. After 4 and 8 weeks of treatments, E-cadherin, TGF-β and vimentin expressions were measured using a two-step qRT PCR. At week 8, protein level of TGF-β1 was measured by ELISA, while MCF-7 cell morphology was observed using confocal microscope.
Results: MCF-7 cell viability was increased in endoxifen + β-estradiol group. Cell viability was significantly decreased in nanocurcumin and curcumin 17 μM, but not in nanocurcumin 8.5 μM group. Analysis of EMT markers at week 8 indicates that there were increase in vimentin and TGF-β mRNA expressions, while E-cadherin mRNA expressions and TGF-β1 protein concentrations were shown to decrease. The results showed that administration of nanocurcumin in all the dose administered were incapable improving the expressions of vimentin, TGF-β1 and E-cadherin. There were no significant differences between nanocurcumin and curcumin on the modulation of EMT?s markers in breast cancer cells exposed to repeated endoxifen and estradiol. Morphological observation using confocal microscope showed the presence of mesenchymal cells both in the endoxifen+β-estradiol group and the group given nanocurcumin/curcumin.
Conclusion: nanocurcumin is incapable to prevent the activation of EMT, although it may reduce cell viability on a long-term use. Although nanocurcumin are more accumulated in the cells, they show no difference in efficacy compared with curcumin in reducing EMT markers.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianipar, Imelda Rosalyn
"ABSTRAK
Latar Belakang: Kanker payudara adalab salab satu kanker yang paling sering terjadi pada wanita. Dalam perkembangannya, sel kanker payudara membutubkan vsairularisasi baru. Sel kanker mampu menginisiasi pembentukan pembulub darab baru bagi dirinya sendiri dengan cara mengubah keseimbangan antara faktor proangiogenik dan antiangiogenik. Kurkumin adalab molekul yang pleiotropik, dapat memodulasi berhagai target pada sel kanker, tennasuk aktivasi berbagai faktor transkripsi, reseptor, protein kinase, reseptor, sitokin, enzim dan faktor pertumbuban yang diperlukan dalam pertumbuhan sel kanker payudara. Tujuan: Untuk mengetabui pengaruh pemberian kurknmin kadar tinggi temadap kadar VEGF pada kultur jaringan sel kankar payudara MCF-7. Metode: subkultur jaringan kanker payudara MCF-7 dalam medium RPMI komplit+ FBS I 0% sejumlah 9 sampal tiap kelompok perlakuan. lnkubasi 72 jam. Cairan kultur diambil, kadar VEGF diperilc!a secara kuantitatif dengan ELISA. Basil: kadar VEGF kelompok MCF-7+kurknmin O,OSmM berbeda bermakua dengan kadar VEGF kelompok MCF-7 tanpa kurkumin (1'= 0,0 14). Kadar VEGF kelompok perlakuan MCF-7+kurknmin O,lmM juga berbeda bermakua dibandingkan dengan kelompok MCF-7 tanpa kurknmin (1'=0,001 ). Namun kadar VEGF kelompok MCF-7+kurkumin 0,05mM jika dibandingkan dengan kelompok MCF-7+kurkumin O,lmM tidak berbeda bermakua (1'=0,262). Kesimpulan: Kurkumin kadar O,05 mM dan 0,1 mM dapat menurunkan kadar VEGF pada kultur jaringan kanker payudara MCF-7. Kurkumin kadar 0,05 mM dan O,1 mM dapat menghambat proliferasi sel yang diikuti dengan penurunan kadar total VEGF pada kultur jaringan kanker payudara MCF-7.

Abstract
Background: Breast cancer is one of the most prevalent cancer in women. In order to grow, the tumor cells require new vascularization, New vascularization is initiated by the tumor cells themselves by recruitment of their own blood supply by shifting the balance between proangiogenic and antiangiogenic factors. Curcumin is a p1eiotropic factor which can modulate various targets on cancer celts, including activation of transcription fuctors, receptors, protein kinase&, cytokines, enzymes, and growth factors needed for breast cancer cells' growth. Objective: To identify the influence of high dose curcumin towards VEGF level in breast cancer cell line MCF-7. Method: In this study, breast cancer cell line MCF-7 was subcultured in complete RPM! medium + FBS 10%, with 9 samples for each treatment group; then incubated for 72 hours. VEGF concentration was measured with ELISA from the supernatant of the cell culture. Result: The VEGF levels of both MCF-7 + curcumin 0.05 mM treatment group and MCF-7 + curcumin 0.1 mM treatment group are significantly lower than the VEGF level of MCF-7 without curcumin treatment group (p = 0.014 and p = 0.001). The VEGF level of MCF-7 + curcumin 0.05 mM treatment group is not significantly different from the VEGF level of MCF-7 + curcurnin 0.1 mM treatment group (p = 0.262). Conclusion: Corcurnin dose of 0.05mM and O.lmM lower the VEGF level in breast cancer cell line MCF-7. Corcurnin dose of 0.05 mM and 0,1 mM lower !he proliferation of breast cancer cell line MCF-7. "
2009
T32835
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ekida Rehan Firmansyah
"Salah satu obat antikanker yang sekarang paling efektif digunakan sebagai kemoterapi kanker ovarium adalah cisplatin. Namun, cisplatin memiliki banyak efek samping pada berbagai organ, salah satunya hepar. Hepatotoksisitas akibat cisplatin menyebabkan terbatasnya dosis kemoterapi cisplatin. Salah satu faktor kunci patofisiologi kerusakan akut hepar adalah inflamasi. Kurkumin merupakan senyawa alami yang memiliki sifat antiinflamasi tetapi bioavailabilitasnya rendah. Untuk itu, diformulasikan nanokurkumin untuk meningkatkan bioavailabilitasnya. Meskipun begitu, efek kurkumin dan nanokurkumin dalam memodulasi jalur inflamasi hepatotoksisitas akibat cisplatin pada kanker ovarium belum diamati. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh kurkumin dan nanokurkumin sebagai ko-kemoterapi terhadap hepatotoksisitas cisplatin dalam jalur inflamasi. Penelitian in vivo dilakukan pada tikus Wistar betina yang diinduksi DMBA untuk mendapatkan model kanker ovarium. Kemudian, tikus-tikus diberi perlakuan terapi dengan cisplatin secara intraperitoneal (4 mg/kgBB/minggu) dan kombinasinya dengan kurkumin (100 mg/kgBB/hari) dan nanokurkumin (100 mg/kgBB/hari) per oral. Tikus-tikus tersebut dibagi menjadi kelompok: tikus normal, model kanker ovarium saja, terapi cisplatin, terapi cisplatin + kurkumin, dan terapi cisplatin + nanokurkumin. Setelah 1 bulan, tikus di-sacrifice dan organ hepar disimpan beku. Ekspresi mRNA relatif NF-κB dan IL-1β serta kadar protein IL-6 diukur dengan metode qt RT-PCR dan ELISA secara berurutan. Data hasil pengukuran IL-6 dan data hasil transformasi logaritma NF-κB dan IL-1β dianalisis menggunakan uji one-way ANOVA, menggunakan perangkat lunak SPSS20. Tidak terdapat perbedaan signifikan secara statistik antar kelompok perlakuan dalam mRNA NF-κB (p=0,503), mRNA IL-1β (p=0,237), dan protein IL-6 (p=0,157). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kurkumin dan nanokurkumin dalam memodulasi jalur inflamasi hepatotoksisitas cisplatin pada model kanker ovarium tikus.
......
Up to now, one of the most effective anticancer drug as ovarian cancer chemotherapy is cisplatin. Nevertheless, cisplatin has many side effects on several organs, one of which is liver. Cisplatin-induced hepatotoxicity causes limited cisplatin chemotherapy dose. One of the pathophysiological key factor of acute liver injury is inflamation. Curcumin is natural compound which has antiinflamation properties but the bioavailability is low. To overcome it, nanocurcumin is made to increase its bioavailability. Nonetheless, curcumin and nanocurcumin effect on modulating inflammatory pathway toward cisplatin-induced hepatotoxicity in ovarian cancer rat model has not been observed. This study aims to compare the effect of curcumin and nanocurcumin as co-chemotherapy toward cisplatin-induced hepatotoxicity in inflammatory pathway. An in vivo study was done on female Wistar rats induced by DMBA to achieve ovarian cancer model. Then, rats was treated with cisplatin intraperitoneally (4 mg/kgBW/week) and the combination with per oral curcumin (100 mg/kgBW/day) and nanocurcumin (100 mg/kgBW/day). Those rats were divided into groups, which are normal rat, only ovarian cancer model, cisplatin therapy, cisplatin + curcumin therapy, and cisplatin + nanocurcumin therapy. After 1 month, rats are sacrificed and liver organs are stored frozen. mRNA relative expression of NF-κB and IL-1β as well as protein level of IL-6 was measured using qt RT-PCR and ELISA method, respectively. The result data from the measurement of IL-6 and the data from logarithmic transformation of NF-κB and IL-1β was analysed using one-way ANOVA test using SPSS20 software. There is no significant differences between groups in mRNA NF-κB (p=0.503), mRNA IL-1β (p=0.237), and protein IL-6 (p=0.157). There is no significant differences between curcumin and nanocurcumin in modulating inflammatory pathway of cisplatin-induced hepatotoxicity in ovarian cancer rat model."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwika Yudhistira
"ABSTRAK
Nanopartikel emas atau dikenal juga sebagai koloid emas adalah nanopartikel yang menggunakan emas sebagai intinya. Pada penelitian ini pembuatan nanopartikel emas dilakukan dengan cara mereduksi ion Au dengan kurkumin sebagai reduktornya kemudian ditambah natrium sitrat sebagai penstabilnya (stabilizer). Tujuan dari penelitian ini adalah membuat konjugat nanopartikel emas kurkumin serta mengatahui karakteristiknya. Pembuatan dilakukan dengan mereaksikan kurkumin dengan HAuCl4 kemudian ditambah dengan natrium sitrat. Hasil Spektrofotometri UV-VIS menunjukkan serapan konjugat nanopartikel emas kurkumin beraada pada daerah panjang gelombang 529.5-534.5 nm. Ukuran partikel yang dihasilkan berdasarkan pengujian menggunakan alat Partcle Size Analyzer yaitu 59.62 nm dengan bentuk partikel sferis. Hasil uji stabilitas yang dilakukan selama 3 minggu di berbagai medium seperti PBS pH 7.4, PBS pH 7.4 ditambah 0.05% BSA, dan Sistein 0.2M menunjukan ketidakstabilan secara serapan. Namun, di dalam medium DI Water menunjukan ke stabilan serapan.

ABSTRAK
Gold Nanoparticles also known as gold colloid is a nanoparticle which used gold as the core. In this research, Au Ion will be reduced by Curcumin as its reductor and also added Sodium Citrate as stabilizer. The goal of this research were to syntesize the curcumin gold conjugated nanoparticle and determine its characteristic. From this research, the spectrometric wavelength range obtained was 529,5 ? 534,5 nm. The particles obtained were measured by Particle Size Analyzer (PSA) shows that it has spherical form with 59,62 nm diameter. The stability test was done in three weeks using four mediums e.g. Phosphate Buffer Saline pH 7,4, Phosphate Buffer Saline pH 7,4 plus 0,05% Bovine Serum Albumin, Cystein, and Deionezed Water. The Deionized Water showed stability in whereas other medium showed unstability.
"
2016
S64992
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muzdalifah Berlian Maloka
"ABSTRAK
Sintesis senyawa diarilpentanoid analog kurkumin dilakukan melalui reaksi Kondensasi Aldol dari aldehid aromatik dengan senyawa keton aromatik menggunakan katalis ramah lingkungan Fe3O4-ACE. Kondisi reaksi optimum pada suhu ruang, dengan jumlah katalis 20 berat, selama 2 jam dalam pelarut etanol. Identifikasi senyawa dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis, FTIR, dan GC-MS. Senyawa 1 dan 2 yang dihasilkan memiliki nilai persen rendemen sebesar 51,58 dan 88,20 . Katalis Fe3O4-ACE diidentifikasi dengan XRD, SEM, PSA, dan FTIR.

ABSTRACT
The synthesis of curcumin analogue diarylpentanoid compounds was carried out by the Aldol Condensation reaction of the aromatic aldehyde cinnamaldehyde with the aromatic ketone compound acetophenone using the environmentally friendly Fe3O4 ACE catalyst. The optimum reaction conditions at room temperature, with a catalyst amount of 20 weight, for 2 hours in ethanol. The identification of compounds was performed using UV Vis, FTIR, and GC MS spectrophotometers. Compound 1 and 2 have the percent yield of 51,58 and 88,20. The Fe3O4 ACE catalyst was identified by XRD, SEM, PSA, and FTIR."
2017
S68020
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>