Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zainul Arifin
Abstrak :
Laktosa merupakan salah satu unsur penting sumber kalori yang terdapat dalam susu, baik itu air susu ibu (ASI), susu sapi murni maupun susu formula. Laktosa adalah disakarida yang tidak dapat diabsorpsi secara langsung oleh usus halus, tetapi harus dihidrolisis rnenjadi glukosa dan galaktosa1. Hidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa dilakukan oleh enzim laktase yang terdapat di brush border sel enterosit. Sejak 10.000 tahun yang lalu, yaitu saat manusia mulai mengkonsumsi susu atau produk susu, maka aktivitas enzim laktase pada populasi yang mengkonsumsi susu tersebut tetap tinggi sampai dewasa. Seperti yang terjadi pada populasi manusia di Eropa Utara dan Tengah, Anglo Amerika dan suku Haruki di Afrika Tengah yang secara tradisional banyak bergantung pada susu ternyata mempunyai aktivitas enzim laktase yang tetap tinggi pada masa dewasa (pencema laktosa atau lactose absorber). Sebaliknya orang Cina, Korea, Jepang, Indonesia, Indian atau Eskimo yang secara kultural tidak bergantung pada susu hewan, aktivitas enzim laktasenya rendah (bukan pencerna laktosa atau Iactose malabsorber). Hal ini diduga akibat telah terjadi mutasi genetik yang berlangsung sekitar 10.000 tahun Perhatian dunia kedokteran terhadap intoleransi laktosa mulai intensif pada tahun 60-an setelah pemahaman mengenal pencemaan dan absorpsi laktosa berkembang pesat dengan ditemukannya berbagai metoda uji toleransi atau malabsorpsi laktosa.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Epi Supri Wardi
Abstrak :
Situs aktif CDH pada Phanerochaete chrysosporium terdiri dari dua subsites , subsite C katalitik dan B subsite yang mengikat substrat . Domain flavin pada PcCDH Phanerochaete chrysosporium yang telah bermutasi dalam residu F282 berhasil diekspresikan dalam Escherichia coli . Pergantian Phe282 ke Ala , Asp , dan His mengubah aktivitas enzimatik dan spesifisitas spesifisitas terhadap substrat. PcCDH wild-type berperan dengan efisien dalam mengoksidasi hanya selobiosa dan laktosa, sedangka tiga macam variasi Phe282 mampu menunjukkan aktivitas pada glukosa dan maltosa. Mutan mempertahankan sebagian besar aktivitasnya dengan selobiosa tetapi menunjukkan penurunan terhadap laktosa. Kemampuan untuk mengenali glukosa tersebut memberikan peluang besar untuk aplikasi di multibiosensor.
The active site of cellobiose dehydrogenase from Phanerochaete chrysosporium is composed of two subsites, a catalytic C subsite and a substrate-binding B subsite. The soluble flavin domain of the Phanerochaete chrysosporium CDH that has mutated in residue F282 was successfully expressed in Escherichia coli. Substitution of Phe282 to Ala, Asp, and His changed its enzymatic activity and altered the enzyme?s substrate specificity. While the wild-type cellobiose dehydrogenase efficiently oxidizes only cellobiose and lactose, the three mutated Phe282 also showed activity to glucose and maltose. Mutant retained most of its activity with cellobiose but greatly decreased with lactose. The ability to recognize glucose provide great opportunities for the application in multibiosensor.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarimonitha Munadzilah
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Prevalens malabsorpsi laktosa bervariasi tergantung daerah geografis. Di Indonesia, prevalens pada usia 3-5 tahun turun dari 72 di tahun 1971 menjadi 21,3 di tahun 1997 dan pada usia 6-12 tahun sebesar 58 . Pajanan rutin terhadap susu dan produknya dipercaya menimbulkan respons adaptif dan merubah prevalens. Tujuan: Mengetahui perubahan prevalens malabsorpsi laktosa pada usia 3-12 tahun dalam 50 tahun terakhir serta pengaruh pajanan susu dan produknya terhadap prevalens malabsorpsi laktosa. Metode: Desain potong lintang pada 174 anak usia 3-12 tahun. Dilakukan anamnesis mengenai kebiasaan konsumsi susu dan produknya serta pemeriksaan uji napas hidrogen. Hasil: Prevalens pada usia 3-5 tahun adalah 20,8 dan usia 6-12 tahun adalah 35,3 . Prevalens pada usia 3-5 tahun tidak berhubungan dengan kebiasaan minum susu p=1, ABSTRACT
Background: Prevalence of lactose malabsorption LM varies. In Indonesia, prevalence in children aged 3-5 years decreased from 72 in 1971 to 21.3 in 1997 and 58 at age 6-12 years. Routine exposure to milk and dairy products is believed to lead to an adaptive response and changes the prevalence. Aim: To know the change of LM prevalence rsquo;s in aged 3-12 years in the last 50 years and the effect of milk and dairy product exposure. Method: Cross-sectional design. 174 healthy children aged 3-12 years old were undergone hydrogen breath test and interviewed. Result: Prevalence LM at aged 3-5 years was 20.8 and 35.3 at 6-12 years. In group 3-5 years, no association between prevalence and milk consumption habits p=1, p
2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Lestari
Abstrak :
Selama ini, pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa susu rendah laktosa atau susu bebas laktosa telah digunakan secara luas dalam masyarakat tanpa melihat sebab diare, dan derajat dehidrasi. Seperti diketahui, selain harga yang relatif mahal, laktosa merupakan sumber karbohidrat pada susu yang diperlukan bagi pertumbuhan terutama pada bayi dengan susu sebagai makanan utama. Laktosa juga berfungsi menambah absorpsi kalsium. Hasil pemecahan laktosa yaitu galaktosa berperan dalam memproduksi glikoprotein dan glikolipid yang berguna dalam perkembangan otak. Perlu dilakukan penelitian apakah setiap anak dengan diare akut harus mengganti susu formula. Walaupun penelitian meta-analisis telah dilakukan oleh Brown dkk15 namun penelitian secara langsung membandingkan susu formula yang mengandung laktosa dan susu formula yang tidak mengandung laktosa pada tata laksana diare akut tanpa dehidrasi atau dehidrasi ringan-sedang pada pasien rawat jalan belum ada di Indonesia. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah penelitian ini adalah : 1. Apakah setiap anak usia 6 - 24 bulan dengan diare akut memerlukan penggantian susu formula lanjutan menjadi susu formula bebas laktosa? 2. Bagaimana efek susu formula bebas laktosa terhadap lama diare dibandingkan dengan susu formula lanjutan? 3. Bagaimana efek susu formula bebas laktosa terhadap frekuensi diare dibandingkan dengan susu formula lanjutan? TUJUAN PENELITIAN Tujuan umum Untuk membandingkan efek pemberian susu formula bebas laktosa dibandingkan susu formula lanjutan terhadap perjalan klinis diare akut pada anak usia 6 - 24 bulan di Unit Rawat Jalan Departemen IKA FKUIRSCM, Jakarta dan Unit Gawat Darurat Anak RSCM, Jakarta. Tujuan khusus Tujuan khusus utama Untuk membandingkan efek susu formula bebas laktosa dan susu formula lanjutan terhadap lama dan frekuensi diare akut pada anak usia 6 - 24 bulan di Unit Rawat Jalan Departemen IKA FKUI-RSCM, Jakarta dan Unit Gawat Darurat Anak RSCM, Jakarta. Tujuan khusus tambahan Mengetahui efek pemberian susu formula bebas laktosa dan susu formula lanjutan pada diare akut terhadap kegagalan terapi.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21348
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lilis Hendrawati
Abstrak :
Penyakit diare merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. Diare termasuk dalam kelompok tiga penyebab utama kunjungan berobat ke Puskesmas/Balai Pengobatan. Angka kesakitan diare dalam setiap tahunnya sekitar 200-400 kejadian dari 1000 penduduk. Sebagian besar (70-80%) penderita adalah anak di bawah usia lima tahun dan mengalami lebih dari satu kejadian diare setiap tahunnya. Di Indonesia, angka kematian akibat diare selama 25 tahun terakhir telah menurun tajam, dari urutan pertama pada tahun 1972 menjadi urutan ke lima pada tahun 1996. Dibandingkan dengan penyebab kematian lainnya, kematian akibat diare pada tahun 1972, 1980, 1986, 1992 dan 1996 berturut-turut adalah 40%, 24,9%, 16%, 7,5% dan 7,4%. Menurut laporan Departemen Kesehatan, berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 1983 dan 1986, di Indonesia seliap anak mengalami diare 1,6-2 kali setahun. Sebagian penderita (1-2%) jatuh ke dalam dehidrasi dan jika tidak segera ditolong, 50-60% di antaranya dapat meninggal. Di Medan, Metrizal dkk melaporkan jumlah kasus diare yang memerlukan perawatan di rumah sakit adalah sebanyak 45,4% dari seluruh kasus di bangsal perawatan dengan 51,3% di antaranya berusia kurang dart 2 tahun Ariyani melaporkan penelitian yang dilakukan di Departemen IKA FKUI/RSCM tahun 19964997, didapat kasus diare sebanyak 85 anak, 60% di antaranya laki-laki. Rentang umur pasien adalah 2-24 bulan dengan puncaknya pada usia 6-11 bulan (42,4%). Pada anak dengan diare berat, lebih dari 25% anak mengalami sindrom malabsorpsi. Beberapa penelitian yang dilakukan tentang kejadian intoleransi laktosa pada diare mendapatkan hasil sebagai berikut : Suharyono dkk mendapatkan angka sebesar 52,5% pada 838 penderita diare akut, Mustajab dkk di Manado mendapatkan angka intoleransi laktosa sebesar 63,2% pada anak dengan diare, Hegar dkk di Jakarta mendapatkan angka 23,1%, sedangkan Sunoto dkk mendapatkan angka intoleransi laktosa sebanyak 40% pada anak dengan diare melanjut. Dari beberapa penelitian pada bayi dan anak yang menderita diare yang dirawat di Bangsal Gastroenterologi Unit Anak RSCM/FKUI antara tahun 1971-1977 dan 1979-1980, Suharyono mendapatkan angka kejadian malabsorpsi lemak sebesar 57%, sedangkan Hegar dkk mendapatkan hasil 43,6%. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti kembali kejadian intoleransi laktosa dan malabsorpsi lemak dengan jumlah sampel yang lebih besar dan diambil dari sampel selama 2 tahun terakhir.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T21395
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Penetapan aktivitas laktase usus secara langsung dilakukan dengan mengukur laktase di epitel usus halus. Cara ini merupakan cara yang invasif dan secara etis tidak dapat dilakukan pada bayi sehat. Secara tidak langsung, penetapan aktivitas laktase, yang dinyatakan sebagai rasio ekskresi dan konsumsi laktosa dan laktulosa, memerlukan waktu 30 jam observasi di rumah sakit. Tujuan penelitian ini ialah mencari metoda penetapan aktivitas laktase yang tidak invasif dan tidak memerlukan waktu observasi yang lama. Bayi diberikan laktosa dan laktulosa sekaligus setelah 2 jam puasa, kemudian kadar laktosa dan laktulosa dalam urin diukur dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Aktivitas laktase dinyatakan dengan rasio ekskresi urin konsumsi laktulosa dan laktosa. Penelitian ini membuktikan bahwa cara pemberian laktosa dan laktulosa satu kali setelah puasa 2 jam dapat dipakai untuk penetapan aktivitas laktase dan bayi hanya perlu pengawasan selama 7 jam. (Med J Indones 2003; 12: 8-12)
Determination of intestinal lactase activity is directly done by measuring its activity in intestinal epithelium. This is an invasive method and ethically can not be done in healthy infants. Indirectly, determination of lactase activity, stated as excretion and ingestion ratio of lactose and lactulose, needs 30 hours hospitalized infants. The aim of this study was to look for a method for determination of lactase activity which is not invasive and not necessary hospitalized. Using this method lactose and lactulose were given as a single oral load after 2 hours fasting. Urine were collected for 5 hours starting from consuming sugar solution and then lactose and lactulose concentration in the urine were measured by High Performance Liquid Chromatography. The results showed single oral load of lactose and lactulose can be used for determination of lactase activity in infant and the infants were observed only for 7 hours. (Med J Indones 2003; 12: 8-12)
Medical Journal of Indonesia, 12 (1) January March 2003: 8-12, 2003
MJIN-12-1-JanMar2003-8
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library