Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutasoit, Ronny Roy
Abstrak :
ABSTRACT Tesis ini membahas mengenai penggunaan instrumen hukum perdata pembayaran tidak terutang (onverschulddigde betaling) sebagai alternatif dasar gugatan perdata tindak pidana korupsi dalam rangka optimalisasi pengembalian kerugian keuangan negara, selain dari dasar gugatan yang sudah digunakan selama ini.Dalam kasus tindak pidana korupsi mantan Presiden Soeharto, terbukti dasar gugatan yang digunakan selama ini belum memberikan hasil yang optimal dalam rangka pengembalian kerugian keuangan negara. Hal ini dikarenakan yang dijadikan dasar gugatan dalam gugatan perdata tindak pidana korupsi mantan Presiden Soeharto, adalah perbuatan melawan hukum dikarenakan mantan Presiden Soeharto bersama-sama dengan Yayasan Beasiswa Supersemar telah menyalahgunakan dana yayasan dan bukannya pembayaran tidak terutang (onverschulddigde betaling). Penelitian ini menggunakan metode normatif. Hasil penelitian menyarankan agar adanya penambahan pengetahuan secara kontinyu terhadap para penegak hukum (khususnya penuntut umum) terkait pemahaman konsepsi gugatan perdata tindak pidana korupsi dalam rangka pengembalian kerugian keuangan negara, bahwa terdapat banyak instrumen hukum perdata yang dapat digunakan sebagai dasar gugatan guna mengoptimalkan pengembalian kerugian keuangan negara dan perlu dilakukan sosialisasi mengenai keberadaan instrumen hukum perdata pembayaran tidak terutang (onverschulddigde betaling) sebagai dasar gugatan perdata tindak pidana korupsi dalam rangka optimalisasi pengembalian kerugian keuangan negara dalam kasus tindak pidana korupsi.
ABSTRACT The focus of this study is the use of civil law instruments of non indebtedness payment (onverschulddigde betaling) as an alternative basis of a civil lawsuit of corruption in order to optimize the return on the state's financial losses, other than the basic claim that is used during. In corruption case of former President Soeharto, proven basis for a lawsuit which was not providing optimal results in order to return the state's financial losses. This is because the basis for a lawsuit in a civil lawsuit corruption of former President Soeharto, is due to illegal actions of former President Soeharto with Supersemar Scholarship Foundation has been misused foundation funds, and instead of non indebtedness payment (onverschulddigde betaling). This study used normative methods. Results of this study give suggestion that the addition of a continuous knowledge of the law enforcement agencies (particularly the public prosecutor) conception of understanding related to a civil lawsuit of corruption in order to return the state of financial loss, that there are many civil legal instruments that can be used as the basis for the lawsuit to optimize the return on financial losses state and needs to be disseminated about the existence of civil law instruments of non indebtedness payment (onverschulddigde betaling) as the basis for civil lawsuits of corruption in order to optimize the return on the state's financial losses in cases of corruption.
2010
T26742
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Arkandita
Abstrak :
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidup. Padatnya aktivitas manusia saat ini menyebabkan manusia cenderung mencari cara praktis untuk memuhi kebutuhan pangan. Cara praktis yang ditempuh manusia untuk memenuhi kebutuhan pangannya adalah dengan memanfaatkan jasa kuliner yang pada umumnya dilakukan dengan makan di usaha penyediaan makanan terdekat. Setiap usaha penyediaan makanan sudah seharusnya memberikan yang terbaik bagi konsumennya termasuk dalam hal kebersihan pangan yang merupakan bagian dari keamanan pangan. Dengan keadaan seperti ini, beberapa instrumen hukum lingkungan harus diterapkan untuk memastikan bahwa setiap orang dapat terpenuhi hak dasarnya atas kebersihan terhadap pangan yang akan mereka konsumsi. Skripsi ini akan mengkaji secara normatif terkait mengapa pemerintah perlu menjamin kebersihan usaha penyediaan makanan sebagai bagian dari keamanan pangan dan perbandingan penerapan instrumen hukum lingkungan dalam penjaminan kebersihan usaha penyediaan makanan di Indonesia, Singapura dan Irlandia Utara. Hasil penelitian dari skripsi ini menunjukan bahwa masalah kebersihan usaha penyediaan makanan perlu diatur oleh pemerintah karena adanya asimetri informasi dan bahwa terdapat perbedaan penerapan instrumen hukum lingkungan dalam penjaminan kebersihan usaha penyediaan makanan di Indonesia, Singapura dan Irlandia Utara. Untuk itu, pemerintah disarankan mulai mewajibkan setiap pelaku bisnis makanan yang menjual makanan baik itu di tempat permanen atau tidak permanen untuk menerapkan instrumen hukum lingkungan berupa pemberian informasi dalam hal penjaminan kebersihan usaha penyediaan makanan.
Food is a basic human need that must be met in order to maintain survival. The current density of human activity causes people to find practical ways to meet food needs. The practical way that people will take to fulfill their food needs is by utilizing culinary services which are generally done by eating at the closest food supply business. Every food supply business should provide the best for its consumers, including in terms of food hygiene which is part of food safety. With these conditions, several environmental legal instruments must be implemented to ensure that every person can be fulfilled their basic rights to cleanliness of the food that they will consume. This thesis will review normatively related to why the government needs to ensure the cleanliness of food supply businesses as part of food safety and the comparison of the application of environmental legal instruments in hygiene assurance in food supply businesses in Indonesia, Singapore and Northern Ireland. The results of this thesis show that the problem of cleanliness of food supply businesses needs to be regulated by the government because of the information asymmetry and that there are differences in the application of environmental legal instruments in hygiene assurance in food supply businesses in Indonesia, Singapore and Northern Ireland. For this reason, the government is advised to start requiring every food business that sells food either in a permanent or non-permanent place to implement environmental legal instruments in the form of providing information in terms of hygiene assurance in the food supply business.
Depok: Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bella Nathania
Abstrak :
Diskresi memberikan kebebasan bagi pejabat pemerintahan untuk bertindak dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang timbul dalam menjalankan pelayanan publik. Agar diskresi tersebut ditaati, maka menjadi perlu untuk menuangkan diskresi ke dalam suatu instrumen hukum. Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2014, diskresi dituangkan dalam instrumen hukum keputusan. Sementara, para ahli berpendapat bahwa instrumen hukum diskresi adalah beleidsregel atau peraturan kebijakan. Peraturan kebijakan ini dapat berbentuk peraturan, keputusan, instruksi, pengumuman, dan surat edaran. Perbedaan pandangan ini pun menimbulkan pertanyaan sebenarnya instrumen hukum apakah yang tepat untuk membungkus suatu diskresi. Berdasarkan studi kasus di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, ditemukan bahwa diskresi di bidang pelayanan publik dituangkan ke dalam instrumen hukum Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur, dan Instruksi Gubernur. Keputusan Gubernur yang merupakan hasil dari kewenangan diskresi memiliki sifat konkret, final, dan berakibat umum. Sementara Peraturan Gubernur yang merupakan hasil dari kewenangan diskresi memiliki sifat norma umum, abstrak, dan terus menerus, namun hanya berlaku bagi pejabat pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur hasil dari kewenangan diskresi inilah yang disebut sebagai peraturan kebijakan. Walaupun berlaku internal, Peraturan Gubernur memiliki relevansi hukum, sehingga secara tidak langsung memiliki dampak terhadap masyarakat luas. Sementara terkait diskresi yang dibungkus dengan suatu Instruksi Gubenur, sebenarnya terjadi ketidaktepatan ketika suatu diskresi dibungkus dengan Instruksi Gubernur dikarenakan menyalahi esensi dari Instruksi Gubernur dan memiliki norma mengikat umum, sehingga lebih tepat apabila dibungkus dalam suatu Peraturan Gubernur apabila normanya berisi pengaturan atau pun dengan Keputusan Gubernur apabila normanya berisi penetapan.
Discretion gives freedom for government official to decide the best decision that he she can make to solve problems during the implementation of public service. Discretion needs a legal instrument to make it obeyed by the people. According to Act No. 30 Yr 2014, the right legal instrument for discretion is a decree. In the other hand, according to several opinions by jurists, the right legal instrument for discretion is beleidsregel. Beleidsregel can be shown as Act, Decree, Instruction, etc. Therefore, there is a difference between Act No. 30 Yr 2014 and jurists rsquo opinions on the right legal instrument for discretion. According to study case on Government of Jakarta, Governor used Governor Act, Governor Decree and Governor Instruction as legal instrument for discretion. Governor Decree as legal instrument for discretion has concrete and final type of norms, but it also gets legal effect on the people. Meanwhile Governor Act as legal instrument for discretion has general, abstract and continually type of norms. Governor Act as legal instrument for discretion can be called beleidsregel. Only government official bind by beleidsregel, but it also indirectly tied the people. Though Governor Instruction is not the right legal instrument for discretion since it violates the quintessence of Instruction and it bind the people.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S67586
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library