Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yudi Lesmana
Abstrak :
Perkembangan teknologi telah memudahkan proses penggandaan dari sebuah karya tulis bahkan mengalihwujudkan kedalam bentuk yang berbeda. Perlindungan atas hak cipta pun harus selaras dengan perkembangan teknologi saat ini untuk memaksimalkan hak ekonomi yang seharusnya diperoleh pencipta mengingat sifat droit de suite yang dimilikinya. Hak ekonomi penulis sebagai pencipta dapat dihasilkan melalui penerbitan; penggandaan; hingga penyewaan ciptaan. Dimungkinkan adanya suatu pemecahan Hak Cipta agar Pencipta mendapatkan keuntungan yang lebih atas karyanya. Penelitian yuridis normatif ini akan menguji apakah pasal 9 Undang- Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 sudah memenuhi kriteria kelengkapan Hak Ekonomi yang seharusnya didapatkan penulis. Penelitian ini juga menjadikan dua kasus pelanggaran Hak Cipta, yaitu kasus adaptasi Novel relatif tidak terkenal ke sinetron tanpa izin di MNC TV dengan judul berbeda dan pembajakan bit standup comedy yang dialami penulis sekaligus standup comedian Pandji Pragiwaksono, untuk melihat bentuk perlindungan dan metode pengindentifikasian pencurian hak cipta yang tepat sehingga memudahkan pengindentifikasian apakah karyanya dibajak atau tidak. Penelitian ini juga mengkaji sarana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pencipta untuk mendapat perlindungan hukum atas dugaan pembajakan ini, baik preventif ataupun represif, dan menganalisis peran Lembaga Manajemen Kolektif serta model kerjasama yang terbaik antara penulis dengan penerbit atau calon pemegang hak cipta lainnya. ......The development of technology has facilitated the duplication process of a paper and even changes it into a different media. Protection of copyright must be in tune with the current technological developments to maximize the economic rights that have accrued creators due to the nature of the droit de suite. Economic rights of the author as the creator may be generated through the publishing; duplicating; into leasing creation. It is also possible for a disability of Copyright, which the Creator has the right to breaks down elements of Copyright and gain more profit of his/her work. This normative juridical study will test whether Article 9 of the Copyright Act No. 28 of 2014 has met the standard criteria of Economic Rights which should be obtained by the author. The study also analyze two cases of violation of copyright, namely the case of novel adaptation that relatively unwell known into film without permission on MNC TV with a different title and piracy of standup comedy bit experienced by Pandji Pragiwaksono, to see a proper form of protection and methods of identification on copyright theft, making it easier for authors to conclude whether or not his/her work have been hijacked. This study also examines the means of legal action that can be acted by the creators to get legal protection for alleged piracy, whether preventive or repressive, and analyze the role of Collective Management Institution then give suggestion about the most effective coorporation between author and publishers or other copyright holder candidates.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45249
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Akbar Ridwan
Abstrak :
ABSTRAK Tesis ini menjawab pertanyaan hukum mengenai apa hak dan kewajiban LMK yang tergabung dalam CISAC, apa dan bagaimana penerapan ketentuan hukum serta sistem manajemen kolektif LMK-LMK di Indonesia, terakhir, bagaimana seharusnya penerapan ketentuan hukum bagi LMK di Indonesia agar dalam pelaksanaannya dapat memenuhi kewajibannya selaku anggota CISAC dan di sisi lain memenuhi ketentuan hukum mengenai LMK di Indonesia. Ketiga pertanyaan tersebut muncul karena dalam perkembangan hukum hak cipta di Indonesia dibentuk LMKn yang memiliki wewenang untuk menerapkan ketentuan teknis wajib bagi LMK dan di sisi lain keanggotaan CISAC terbuka bagi seluruh LMK di dunia, dengan syarat memenuhi professional rules dan binding resolution. Setelah dilakukan penelitian, disimpulkan bahwa para LMK anggota CISAC dapat melakukan reciprocal agreement dan menggunakan sarana kerjasama (CIS-Net) antar LMK, bahwa para LMK di Indonesia wajib melakukan penyesuaian terhadap sistem manajemen kolektifnya setelah di undangkannya Undang-Undang nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta dan setelah diterapkannya peraturan pemerintah terkait teknis kegiatan LMK (tarif karaoke), dan yang terakhir, bahwa CISAC menyatakan pada professional rules akan menghormati ketentuan hukum di negara anggota, sehingga pada intinya apabila sebuah LMK di Indonesia bergabung dengan CISAC tetap dapat menerapkan professional rules dan binding resolutionCISAC dengan tetap memperhatikan hukum di Indonesia.
ABSTRACT This thesis answers legal questions about what are rights and obligations of a CISAC member CMO, what and how are the application of legal regulation and CMO?s collective management system in Indonesia, and the last, how to properly apply legal regulation to CMO in Indonesia in order to comply with its obligation as CISAC member and in the other side also able to fulfill legal regulation concerning CMO in Indonesia. Those three questions occur because in the development of copyright regulations in Indonesia, it is formed LMKn which has authority to aplly mandatory technical regulation to CMO and in the other side CISAC membership is open to all CMO around the world, with prequirement a CMO must fulfill professional rules and binding resolution. After conducting research, it is concluded that CISAC member CMOs are able to create a reciprocal agreement and use cooperation facility (CIS-Net) between CMO, second conclusion is CMOs in Indonesia are obliged to adapt their own collective management system after the Govrment issued the new Copyright Law number 28 year 2014 and after application of government regulation (peraturan pemerintah) concerning technical operational of CMO (karaoke tariffication), and the last conclusion, CISAC delclare in its professional rules that they will respect member national law, so the point is if a CMO in Indonesia willing to join CISAC, it is still able to apply CISAC professional rules and binding resolution with respect to Indonesia?s national regulations.
2016
T45515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sagala, Stefan Andreas Natigor
Abstrak :
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk sebesar 250 juta orang. Kemajuan teknologi memudahkan segala hal, termasuk penggunaan ciptaan musik. Baik Negara, lembaga-lembaga dengan fokus hak cipta, maupun pencipta musik itu sendiri ingin agar ciptaannya dihargai dengan adil. Maka dibentuklah suatu lembaga yang dikenal dengan sebutan LMK untuk menjawab permasalahan itu. Namun seiring berjalannya waktu, kehadiran LMK sering dipertanyakan oleh masyarakat. Pendekatan LMK untuk melakukan pemungutan royalti dari pengguna ciptaan musik sering dianggap tidak memiliki dasar. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (UUHC 2014) telah mengakomodasi pengaturan LMK. Maka setiap LMK yang melakukan fungsi pemungutan dan pendistribusian royalti di Indonesia harus tunduk terhadap setiap ketentuan yang sudah tertulis dalam undang-undang tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis apakah WAMI sudah memenuhi seluruh ketentuan sebagai LMK yang menjalankan kegiatannya di Indonesia sebagaimana diatur dalam UUHC 2014, dan melakukan suatu studi perbandingan yang komprehensif dengan ASCAP dan CISAC untuk mendapatkan bilamana ada ketentuan yang tepat untuk diberlakukan baik bagi WAMI maupun bagi UUHC 2014. Skripsi ini merupakan penelitian hukum yang memiliki bentuk yuridis normatif. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa WAMI belum sepenuhnya memenuhi seluruh ketentuan sebagai LMK berdasarkan UUHC 2014. ...... Indonesia is a country with a population of 250 million people. Improvement in technology make it easier every way, including the use of music creation. Either the State, institutions with a focus on copyright, as well as the creator of the music itself wants their creation to be fairly rewarded. Therefore, formed an organization known as the CMO to address the problem. But over time, the presence of the CMO is often questioned by the public. CMO approach to collecting royalties from users of music creation is often considered to have no basis. Act Number 28 of 2014 About Copyrights (Copyright Law 2014) has accommodated arrangements on CMO. So every CMO that performs the function of collecting and distributing royalties in Indonesia should be subject to any conditions that are written in the law. The purpose of this study is to analyze whether WAMI had complied with all the provisions as CMO carrying out its activities in Indonesia as stipulated in Copyright Law 2014, and conduct a study of a comprehensive comparison with ASCAP and CISAC to get whenever there are appropriate provisions to be applied for both WAMI and for Copyright Law 2014. This thesis is a study of law having normative juridical form. This study concludes that WAMI has not fully complied with all the provisions as CMO based on Copyright Law 2014.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64950
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michelle Suliyanto
Abstrak :
Dewasa ini, timbul berbagai masalah yang dihadapi Lembaga Manajemen Kolektif di Indonesia. Untuk menanggulangi masalah ini, kemudian dibentuk Lembaga Manajemen Kolektif Nasional LMKN berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 sebagai lembaga yang mengelola royalti hak cipta bidang lagu dan/atau musik. Terdapat dua jenis LMKN yakni LMKN Pencipta, yang merepresentasikan kepentingan Pencipta, dan LMKN Hak Terkait, yang merepresentasikan kepentingan Pemilik Hak Terkait. LMKN dibentuk sebagai subordinasi dari LMK-LMK di Indonesia. Tidak ada lembaga di negara-negara lain yang menyerupai LMKN. Pengaturan mengenai LMKN diatur lebih lanjut dalam Permenkumham No. 29 Tahun 2014. Menurut Permenkumham No. 29 Tahun 2014, LMKN dibentuk dengan bentuk hukum komisi yang beranggotakan masing-masing 5 komisioner. Permenkumham ini juga mengatur mengenai tugas dan kewenangan dari LMKN. Terdapat pengaturan mengenai LMKN dalam Permenkumham dan UU No. 28 Tahun 2014 yang bertentangan antar satu dengan yang lainnya. Bentuk hukum dan kewenangan LMKN sebagaimana diatur dalam Permenkumham bertentangan dengan definisi awal dari pembentukan LMKN dalam UU No. 28 Tahun 2014. ......Nowadays, there are a lot of problems arise that are encountered by Collective Management Institutions in Indonesia. The National Collective Management Institute LMKN was established under Law no. 28 of 2014 as the agency that manages the copyrighted royalties of song and or music fields. There are two types of LMKN namely LMKN Creator, which represents the interests of the Creator, and LMKN Related Rights, which represents the interests of the Owner of the Related Rights. LMKN was formed as a subordination of collective management organizations located in Indonesia. There are no institutions in other countries that resemble LMKN. The regulation on LMKN is further stipulated in Permenkumham No. 29 Year 2014. According Permenkumham No. 29 Year 2014, LMKN was formed with a legal form of commission consisting of 5 commissioners each. This Permenkumham also regulates the duties and authorities of LMKN. There are arrangements regarding LMKN in Permenkumham and Law no. 28 of 2014 that are in conflict with each other. The legal form and authority of LMKN as regulated in Permenkumham is contrary to the original definition of the formation of LMKN in Law no. 28 of 2014.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alyssa Tanuwidjaja
Abstrak :
ABSTRAK
Industri Jasa Hiburan Karaoke Keluarga merupakan bentuk hiburan yang cukup diminati masyarakat Indonesia. Selain memberi keuntungan bagi pengusahanya, usaha ini sebenarnya juga memberi keuntungan kepada para Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan Pemilik Hak Terkait. Undang-Undang Hak Cipta mengatur mengenai penggunaan ciptaan secara komersial, dimana usaha karaoke keluarga diwajibkan membayar royalti atas penggunaan ciptaan dalam usahanya kepada pihak berhak, diwakili oleh Lembaga Manajemen Kolektif LMK yang diberi wewenang oleh undang-undang tersebut. Tulisan ini membahas sistem pemungutan dan tarif royalti yang diberlakukan di Indonesia, yaitu dengan sistem borongan yang dibayar di awal tahun sesuai jumlah ruangan pada sebuah outlet. Tarif yang dikenakan untuk usaha karaoke keluarga adalah Rp 12.000,00 per ruangan per hari. Juga dibahas mengenai perlindungan bagi industri jasa hiburan karaoke keluarga, yang dirasakan belum cukup diatur. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan studi kepustakaan yang dilengkapi dengan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pemungutan royalti sebaiknya digeser menjadi sistem pay per song, dimana usaha karaoke keluarga diwajibkan membayar royalti sesuai jumlah lagu yang diputar, dengan tarif tambahan pada saat pemasukkan lagu ke database karaoke. Tarif royalti juga belum mempertimbangkan tiap daerah di Indonesia dengan daya beli yang berbeda. Perlindungan terhadap usaha karaoke keluarga sudah mengalami peningkatan, walaupun masih banyak yang bisa diperbuat oleh Pemerintah.
ABSTRACT
The Industry of Family Karaoke is a highly demanded entertainment by the community of Indonesia. Besides bringing profit to the business owner itself, this business also gives profit to Creators, Copyright Holder, and Related Rights Owner. Copyright Law regulated about the usage of creations commercially, where family karaoke businesses are obligated to pay royalty for the usage of creations to the rightful owners, represented by the Collective Management Organizations CMO who have been authorized by the law. This paper discusses about the collection of royalty and the tariff enforced in Indonesia, known as whole package system, where businesses are obligated to pay at the beginning of the year, based on the number of rooms in an outlet. The royalty tariff for family karaoke business is Rp 12.000,00 per room per day. This paper also discusses about the protection to the family karaoke industry, which is felt being insufficient. This research uses juridicial normative method, with literature study accompanied by interviews. This research shows the fact that the collecting system of royalty should be changed to a pay per song system, in which the businesses are obligated to pay based on the songs played, with addition of fee when a song is input to the karaoke database. The tariff hasn rsquo t consider each region in Indonesia apiece. The protection of this business shows improvement, though there could be more to be done by the Government.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Ayu Savira Prawesty
Abstrak :
Pelanggaran hak cipta karya sinematografi dengan adanya situs streaming ilegal terus meningkat setiap tahunnya. Adanya situs ilegal menyebabkan kerugian bagi Pencipta selaku pihak yang memegang hak ekonomi Ciptaan. Lembaga Manajemen Kolektif dinilai dapat menjadi solusi yang memungkinkan insan perfilman untuk mengawasi pemanfaatan dari karya ciptanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelanggaran hak cipta karya sinematografi dan menganalisis efektivitas apabila dibentuk Lembaga Manajemen Kolektif Bidang Film. Saat ini di Indonesia belum terdapat Lembaga Manajemen Kolektif yang khusus ditujukan untuk Ciptaan film, walaupun UU Hak Cipta telah menyatakan bahwa Lembaga Manajemen Kolektif ditujukan untuk semua Ciptaan yang dilindungi termasuk salah satunya karya sinematografi atau film. Penelitian dilakukan dari studi kepustakaan dan wawancara dengan pihak terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan Indonesia sudah memberikan perlindungan secara pidana, perdata, maupun administratif terkait pelanggaran hak cipta. Namun, masih diperlukan penegakan hukum atas peraturan ini. Di samping itu, adanya Lembaga Manajemen Kolektif perlu ditelaah terlebih dahulu karena masih ada kekosongan hukum yang mengatur mengenainya. Lembaga Manajemen Kolektif di Bidang Film dapat dibentuk apabila terdapat kebutuhan di industri film yang menyatakan lembaga tersebut dapat efektif berjalan bagi Ciptaan film. ......Copyright infringement of cinematographic works with illegal streaming sites continues to increase every year. The existence of illegal sites causes losses to the Creator as the holder of the economic rights of creation. The Collective Management Institution is considered to be a solution that allows film people to oversee the utilization of their copyrighted works. This study aims to determine the protection provided by the laws and regulations governing copyright infringement of cinematographic works and analyze the effectiveness if a Film Collective Management Institute is established. Currently, in Indonesia there is no Collective Management Institution specifically aimed at film creations, although the Copyright Act has stated that the Collective Management Institution is intended for all protected creations including one of cinematographic works or films. The research was conducted from literature studies and interviews with relevant parties. The results showed that Indonesian legislation has provided criminal, civil, and administrative protection related to copyright infringement. However, law enforcement of this regulation is still needed. In addition, the existence of a Collective Management Institution needs to be examined first because there is still a legal void governing it. The Collective Management Institution in the Film sector can be established if there is a need in the film industry that states the institution can effectively run for film creations.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julius Ariel Putra
Abstrak :
Tulisan ini menganalisis mengenai Mekanisme pembayaran royalti pada pertunjukan musik menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Royalti. Tulisan ini menggunakan metode penelitian doktrinal. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain hak cipta, terdapat pula Hak Terkait bagi pelaku pertunjukan. Suatu ciptaan khususnya dalam lagu dan/atau musik yang digunakan atau dibawakan pada pertunjukan musik diperlukan lisensi dari pemegang hak cipta, atas lisensi tersebut terdapat royalti yang harus dibayarkan kepada Pencipta. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 dibentuk sebagai payung hukum untuk pengelolaan royalti Hak Cipta atas penggunaan Ciptaan dan pemilik hak terkait. Melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dibentuk Lembaga Manajemen Kolektif dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional melalui Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Royalti namun keberadaan lembaga tersebut dirasa masih kurang memberikan rasa keadilan dalam distribusi kepada Pencipta atau Pemilik Hak Terkait khususnya pada Pertunjukan Musik bersifat Komersial. Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) menginsiasi pembentukan aplikasi Digital Direct License (DDL) untuk membantu pendistribusian Royalti kepada Pencipta atau Pemilik Hak Terkait menjadi lebih adil dan transparan. ......This writing analyzes the royalty payment mechanism for music performances according to Law Number 28 of 2014 concerning Copyright and Government Regulation Number 56 of 2021 concerning Royalties. This paper uses doctrinal research methods. Copyright is the exclusive right of the creator that arises automatically based on the declarative principle after a work is realized in a tangible form without prejudice to restrictions in accordance with the provisions of legislation. In addition to copyright, there are also Related Rights for performers. A work, especially in the form of a song and/or music used or performed in a music performance, requires a license from the copyright holder, and for that license, royalties must be paid to the creator. Law Number 28 of 2014 concerning Copyright and Government Regulation Number 56 of 2021 were established as the legal framework for the management of copyright royalties for the use of creations and related rights owners. Through Law Number 28 of 2014 concerning Copyright, Collective Management Organizations and the National Collective Management Organization were established through Government Regulation Number 56 of 2021 concerning Royalties. However, the existence of these organizations is still considered insufficient in providing a sense of justice in the distribution to creators or owners of related rights, especially in commercial music performances. The Association of All Indonesian Composers (AKSI) initiated the formation of the Digital Direct License (DDL) application to help distribute royalties to creators or owners of related rights more fairly and transparently.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julius Ariel Putra
Abstrak :
Tulisan ini menganalisis mengenai Mekanisme pembayaran royalti pada pertunjukan musik menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Royalti. Tulisan ini menggunakan metode penelitian doktrinal. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain hak cipta, terdapat pula Hak Terkait bagi pelaku pertunjukan. Suatu ciptaan khususnya dalam lagu dan/atau musik yang digunakan atau dibawakan pada pertunjukan musik diperlukan lisensi dari pemegang hak cipta, atas lisensi tersebut terdapat royalti yang harus dibayarkan kepada Pencipta. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 dibentuk sebagai payung hukum untuk pengelolaan royalti Hak Cipta atas penggunaan Ciptaan dan pemilik hak terkait. Melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dibentuk Lembaga Manajemen Kolektif dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional melalui Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Royalti namun keberadaan lembaga tersebut dirasa masih kurang memberikan rasa keadilan dalam distribusi kepada Pencipta atau Pemilik Hak Terkait khususnya pada Pertunjukan Musik bersifat Komersial. Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) menginsiasi pembentukan aplikasi Digital Direct License (DDL) untuk membantu pendistribusian Royalti kepada Pencipta atau Pemilik Hak Terkait menjadi lebih adil dan transparan. ......This writing analyzes the royalty payment mechanism for music performances according to Law Number 28 of 2014 concerning Copyright and Government Regulation Number 56 of 2021 concerning Royalties. This paper uses doctrinal research methods. Copyright is the exclusive right of the creator that arises automatically based on the declarative principle after a work is realized in a tangible form without prejudice to restrictions in accordance with the provisions of legislation. In addition to copyright, there are also Related Rights for performers. A work, especially in the form of a song and/or music used or performed in a music performance, requires a license from the copyright holder, and for that license, royalties must be paid to the creator. Law Number 28 of 2014 concerning Copyright and Government Regulation Number 56 of 2021 were established as the legal framework for the management of copyright royalties for the use of creations and related rights owners. Through Law Number 28 of 2014 concerning Copyright, Collective Management Organizations and the National Collective Management Organization were established through Government Regulation Number 56 of 2021 concerning Royalties. However, the existence of these organizations is still considered insufficient in providing a sense of justice in the distribution to creators or owners of related rights, especially in commercial music performances. The Association of All Indonesian Composers (AKSI) initiated the formation of the Digital Direct License (DDL) application to help distribute royalties to creators or owners of related rights more fairly and transparently.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library